Jumat, 25 Oktober 2024

Kode Etik Guru

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan
Dosen Pengampu : Syarifaeni Fahdiah, M.Hum
Disusun Oleh Kelompok 5 Prodi PAI :
1. Nashira Salsabila Pasjchal, NIM. 21862068
2. Harnum Suri, NIM : 228620077
3. Jannatul Firdausi Nuzula, NIM. 218620873
4. Raisa Salsabila, NIM. 218620108
5. Roslina Asis, NIM. 218620105
6. Eko Sulistyaningsih, NIM. 228620067
7. Utami Rahmawati, NIM. 228620138
8. Jenny Paramitha, NIM. 228620140

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’alaa yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam beserta para keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memberikan suri tauladan yang baik dan berjuang demi agama Islam, yaitu agama yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’alaa.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’alaa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Depok, 23 Oktober 2024

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 Latar belakang.
1.2 Rumusan masalah.
1.3 Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Pengertian kode etik.
2.2 Tujuan kode etik.
2.3 Implementasi kode etik guru dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
2.4 Fungsi kode etik guru.
2.5 Standar kompetensi yang harus dimiliki guru
BAB III PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Akhir-akhir ini pendidikan menjadi masalah yang ramai dibicarakan. Salah satunya, masih ada guru yang belum bisa dijadikan suri tauladan ketika di luar sekolah. Ada pula seorang guru dalam menjalankan profesinya menyimpang atau melakukan pelanggaran terhadap norma-norma seorang guru. Padahal etika guru merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pendidikan. Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Pengaruh dalam pendidikan ini sangatlah luas dan besar, serta mendalam.[1]
[1] Muhammad Rahman, dan Sofan Amri, Kode Etik Profesi Guru Legalitas, Realitas, dan Harapan (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2014), 55.

Guru merupakan profesi yang dapat menentukan masa depan bangsa ini, guru yang baik dan berkualitas dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas juga, begitu juga sebaliknya, seorang guru yang tidak berkualitas akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang terjajah lagi. Pengaruh yang diperoleh anak didik disekolah hampir seluruhnya berasal dari guru. Karena, sejarah membuktikan bahwa guru yang tidak mempunyai kompetensi dan kualifikasi mengajar, menyebabakan kualitas pendidikan menjadi tidak bermutu dan tidak diperhatikan oleh masyarakat, bahkan masyarakat kurang menghargai guru sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat.[2]
[2] Armai, Arief, Pengantar ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat pres, 2002), 67.

Oleh karena itu, kami kelompok 5 akan mencoba untuk memaparkan materi bertema “Kode Etik Guru” yang semoga bisa menambah wawasan kita bersama untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud kode etik?
2. Apa saja fungsi kode etik guru?
3. Apa saja kompetensi yang harus dimiliki guru?
4. Bagaimana implementasi kode etik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengikuti mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan.
2. Melatih diri dan kelompok untuk menulis karya ilmiah.
3. Untuk menjelaskan pengertian Kode Etik Guru
4. Untuk menjelaskan tujuan Kode Etik Guru

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kode etik

Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman perilaku profesional yang mengatur kewajiban moral dan etika seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Kode etik ini bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi guru, serta memastikan bahwa guru menjalankan tugasnya dengan profesional, bertanggung jawab, dan beretika.[3] Berikut adalah poin-poin utama dari Kode Etik Guru Indonesia:[4]
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hlm. 49 
[4] Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan, Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal.31

1. Komitmen Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab

Guru harus menjalankan tugasnya dengan professional, mengutamakan kepentingan siswa, dan menciptakan suasana belajar yang kondusif.

2. Menjunjung Tinggi Martabat Profesi

Guru harus menjaga martabat, kehormatan, dan perilaku yang sesuai dengan profesinya, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.

3. Keadilan dalam Mengajar

Guru harus memperlakukan semua siswa secara adil, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, status sosial, atau latar belakang lainnya.

4. Pengembangan Diri

Guru berkewajiban untuk terus mengambangkan diri secara berkelanjutan melalui pendidikan formal maupun non-formal agar senantiasa meningkatkan potensinya.

5. Menjaga Kebersamaan dan Solidaritas dengan Sesama Guru

Guru harus menjaga solidaritas dengan sesama rekan kerja dan menghindari persaingan yang tidak sehat.

6. Keteladanan dalam kehidupan

Guru harus menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat dalam sikap, perilaku, dan moralitas.

2.2 Tujuan kode etik guru

Pada intinya, pembuatan kode etik dalam lingkungan profesional berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan persyaratan khusus dari berbagai kelompok dan organisasi profesional. Aspek dasar ini sangat penting dalam membangun kerangka kerja yang memandu perilaku dan pengambilan keputusan di tempat kerja. Selain itu, salah satu tujuan utama pengembangan kode etik adalah untuk menjamin bahwa tanggung jawab yang terkait dengan profesi tertentu dilaksanakan sebagaimana mestinya, dengan mendorong akuntabilitas dan integritas dalam semua urusan profesional. Dengan demikian, kode tersebut tidak hanya melindungi kepentingan para praktisi dalam profesi tersebut, tetapi juga melindungi hak dan kebutuhan klien, pemangku kepentingan, dan masyarakat luas sebagaimana mestinya. Pendekatan komprehensif ini membantu menumbuhkan lingkungan kepercayaan dan rasa hormat di antara semua pihak yang terlibat, yang pada akhirnya berkontribusi pada efektivitas dan kredibilitas profesi secara keseluruhan (Mulyadi, 2019).

Menurut Rusmin et al., 2022, tujuan umum dilaksanakannya kode etik guru adalah :

a. Menghargai posisi guru dalam pekerjaannya. Kode etik berperan penting dalam melindungi pandangan dan pendapat dari pihak luar atau masyarakat agar mereka tidak meremehkan profesi guru. Oleh karena itu, setiap kode etik pekerjaan termasuk kode etik guru bertujuan untuk mencegah anggota pekerjaan tersebut melakukan tindakan atau perilaku yang dapat merusak reputasi pekerjaan tersebut.

b. Menjaga and menegakkan ketentraman guru. Ketentraman melibatkan kedamaian secara jasmani dan rohani. Pada prinsipnya, kode etik berisi larangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengganggu ketenangan anggota. Dalam menentukan tarif minimum untuk pendapatan kelompok profesi dalam menjalankan tugas mereka, siapapun yang mengatur tarif di bawah minimum akan dianggap negatif dan merugikan rekan kerjanya. Dalam hal ketenangan batin, kode etik mengatur dalam hal memberikan petunjuk kepada anggota-anggotanya untuk melaksanakan tugas mereka.

c. Pedoman tingkah laku guru. Kode etik mencakup kebijakan yang mengatur perilaku yang tidak pantas dan tidak bertanggung jawab dari anggota profesi dalam hubungannya dengan rekan kerja sesama profesi.

d. Meningkatkan kualitas profesionalisme guru. Kode etik berkaitan dengan meningkatkan keterlibatan profesionalisme, sehingga seorang anggota profesi dapat dengan mudah memahami peran dan tanggung jawabnya dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, kode etik menetapkan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh anggota profesi saat menjalankan tugas mereka.

e. Meningkatkan mutu kinerja guru. Kode etik berisi nilai-nilai dan motivasi agar anggota profesi selalu berusaha meningkatkan kualitas dan dedikasi mereka dalam profesi tersebut.

f. Untuk meningkatkan mutu kinerja guru dalam organisasi. Menurut kode etik, semua anggota diwajibkan untuk turut berperan dalam memajukan perkembangan organisasi profesi dan kegiatan yang diadakan oleh organisasi.

Untuk meningkatkan mutu kinerja guru dalam organisasi. Menurut kode etik, semua anggota diwajibkan untuk turut berperan dalam memajukan perkembangan organisasi profesi dan kegiatan yang diadakan oleh organisasi.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari kode etik guru adalah untuk menghormati profesi guru, menjaga ketenangan dan keamanan dalam lingkungan kerja guru, memberikan pedoman perilaku yang baik untuk guru, meningkatkan profesionalisme guru, meningkatkan kualitas kerja guru, dan juga meningkatkan kualitas organisasi kerja guru. Dengan demikian, kode etik guru memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga etika dan kualitas kerja guru serta memperkuat profesi guru secara keseluruhan.[5]
[5] Nur Fitriatin dkk, Pengaruh Kode Etik Guru terhadap Proses Pembelajaran, Volume 5 Nomor 1, Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, (Februari 2023), Hal. 589-590.

2.3 Implementasi kode etik guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Membimbing peserta didik seutuhnya untuk membentuk manusia yang berjiwa Pancasila

a. Teladan

Teladan adalah guru memberikan contoh perubahan perilaku maupun perkataan yang bisa memberi pengaruh lebih baik kepada peserta didik. Teladan yang digunakan oleh pendidik dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan dalam mengimplementasikan kode etik, memberikan contoh berbusana yang disiplin dan baik kepada peserta didik. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ely Makiyah bahwa; “Seorang guru itu sebagai panutan. Tingkah laku dan kebiasaan yang kita lakukan pasti ditiru oleh siswa. Menanamkan nilai-nilai kejujuran dalam dirinya, tegur sapa sesama teman dan juga kepada guru. Karena sejatinya guru itu digugu dan ditiru. Hal kecil yang bisa dilihat oleh peserta didik adalah cara berpakaian. Jika kita sebagai guru memakai pakaian ketat pasti peserta didik tidak fokus dengan apa yang kita jelaskan, melainkan mereka akan fokus ke fashion kita. Maka sebaiknya sebagai seorang pendidik cukup berpakaian sepantasnya saat mengajar, apalagi sebagai guru agama.”[6]
[6] Ely Makiyah, Wawancara, 24 Desember 2019

Selain memberikan suri teladan dalam berbusana pendidik PAI di SMA Negeri 1 Sukodadi juga memberikan contoh bagaimana cara menguasai pembelajaran dengan benar yaitu dengan cara seorang pendidik mempraktekan lebih dulu bagaimana cara membaca AlQur’an dengan baik dan benar. Ini di terapkan oleh Khafid Haqiqil Kirom juga menjelaskan bahwa; “Saya sebagai guru Agama harus mencontohkan bagaimana menjadi guru yang benar.

Mengajar Agama itu mudah tapi susah, karena tidak hanya memberikan teori saja sebab apa yang kita ucapkan harus sesuai dengan apa yang kita lakukan. Contoh saja ketika pelajaran membaca Al-Qur’an, saya tidak hanya menyuruh tetapi saya juga harus memberikan contoh. Bagaimana cara membaca Al-Qur’an dengan benar. Sebab sebagai seorang guru perlu menguasai apa yang di ajarkan untuk peserta didiknya.”[7]
[7] Khafid Haqiqil Kirom, Wawancara, 29 Februari 2020

Hal ini diperkuat oleh Mufidah salah satu siswa di SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan kelas XII yang diajar oleh Ely Makiyah bahwa; “Bapak Ibu Guru kalau mengajar selalu tepat waktu, cara mengajarnya sangat mudah difahami tidak pernah melenceng, kalau pun ada pertanyaan yang aneh pasti disenyumi dulu lalu diterangkan sampai kita faham. Materi yang diajarkan selalu disangkut pautkan dengan keadaan sekitar dan juga pelajaran yang lain. Dan pakaian yang digunakan sangat sopan sudah menunjukan bahwa dia seorang guru Agama.”[8]
[8] Mufidah, Wawancara, 20 Februari 2020.

b. Terbuka

Terbuka adalah sebuah kreteria yang sangat penting bagi guru, menerima kedatangan, pertanyaan, kritik, hingga masukan dari siswa. Keterbukaan yang di gunakan oleh pendidik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam seperti halnya menganggap mereka adalah teman diluar sekolah dan murid ketika dilingkup sekolah. Sebagaimana yang di ucapkan oleh Khafid Haqiqil Kirom mengatakan bahwa;

“Ketika di kelas, saya menyuruh mereka memanggil saya dengan sebutan Bapak namun, jika di luar sekolah terserah mereka mau memanggil saya apa. Yang penting waktu disekolah saya sebagai guru dan mereka adalah murid. Bisa dikatakan saya adalah orang tua mereka di sekolahan dan ketika mereka sudah dirumah maka saya sudah lepas tangan. Tetapi jika saya mengetahui mereka melakukan kesalahan diluar sekolah, maka kewajiban saya sebagai guru adalah tetap mengingatkan mereka. Hal semacam itu saya terapkan di sekolah agar mereka lebih terbuka dengan saya.”[9]
[9] Mufidah, Wawancara, 20 Februari 2020.

Tidak hanya menganggap mereka teman saja, agar mereka mau terbuka dengan pendidik. seorang pendidik di SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan juga menganggap mereka seperti anaknya sendiri. Sebagaimana yang di jelaskan oleh Ely Makiyah juga mengatakan bahwa;

“Ketika saya mengajar, mereka sudah saya anggap seperti anak saya sendiri, dengan cara memberi mereka perhatian, dan menanyai mereka ada keluh kesah atau tidak. Karena menurut saya jika di sekolah mereka adalah anak dan saya adalah orang tua untuk mereka. Dengan hal semacam ini mereka dengan senang hati ingin bercerita atau curhat kepada saya. Dari situ saya jadi mengetahui ruang lingkup mereka, meskipun tidak semua siswa yang seperti itu.”[10]
[10] Ely Makiyah, Wawancara, 24 Desember 2019.

Pemaparan ini diperkuat oleh salah satu kelas XII, M. Amyriel Syaifuddin menyatahkan bahwa ;

“Apa yang dijelaskan itu sesuai dengan kehidupan sehari-hari, cara mengajarnya pun tidak menegangkan, sehingga kita mudah faham dan tidak bosen. Saat pembelajaran diberi motivasi dari dirinya untuk murid-muridnya. Yang kurasakan beliau seperti Ibu sendiri, Ketika ada yang salah maka akan dimarahi, dan ketika kita patuh tidak ada yang kena marah.”[11]
[11] M. Amyriel Syaifuddin, Wawancara, 27 Februari 2020.

2. Memiliki kejujuran professional

a. Fleksibel

Fleksibel disini mempunyai arti bahwasanya seorang guru harus mempunyai prinsip, baik dalam nilai-nilai maupun pengetahuan begitupun juga tidak kaku dan mampu meneyesuaikan kondisi perkembangan, sifat, serta kemampuan peserta didik. Di SMA Negeri 1 Sukodadi mengimplementasikan nya dengan langkah membuat perjanjian sebelum pembelajaran dimulai. Hal ini seperti yang dibicarakan oleh Khafid Haqiqil Kirom bahwa;

“Diawal pertemuan saya adakan perjanjian atau kontrak pembelajaran yang harus disepakati oleh semuanya baik saya ataupun peserta didik. Semisal saya telat, saya tetap masuk kelas dan memenuhi kebutuhan peserta didik saya. Dan andaikan ketika nanti peserta didik saya ada yang terlambat akan tetap saya beri absen, kecuali ketika sampai akhir dari pelajaran ada yang tidak masuk, maka itu yang saya beri alpha. Diantara saya dan peserta didik harus ada keterbukaan begitu pun juga dengan guru yang lain. Hal yang paling penting itu professional dan kewajiban tidak boleh ditiggalkan. Begitu pula jika ada peserta didik yang telat, saya akan menanyakan dulu apa alasan mereka telat, karena menurut saya untuk masalah telat tidak perlu di permasalahkan, yang terpenting mereka terpenuhi kebutahannya.”[12]
[12] Khafid Haqiqil Kirom, Wawancara, 20 Maret 2020.

Selain memberikan perjanjian sebelum pembelajaran dimulai, pendidik PAI SMA Negeri 1 Sukodadi juga mengaitkan materi yang diajarkan dengan materi lain, seperti halnya yang dipaparkan oleh Ely Makiyah bahwa ;

“Dalam mengajar Pendidikan Agama Islam, materi yang paling di sukai anak- anak adalah bab Nikah. Disitu kesempatan saya menyangkut pautkan tentang kenakalan remaja, apa saja dampak kedepannya jika mereka melanggar norma dan agama. Dari apa yang sudah saya terangkan mereka lebih aktif bertanya soal pernikahan dan juga kenakalan remaja. Dari situlah materi yang awalnya hanya bab nikah menjadi lebih luas pemahaman yang peserta didik dapatkan. Tidak hanya itu dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam ada juga bab yang menjelaskan tentang terbentuknya manusia dalam surat al-alaq, saya juga mengaitkan pelajaran pendidikan agama Islam dengan pelajaran biologi. Jadi antara mata pelajaran satu dengan yang lain itu saling berkaitan dan sering sekali saya mengingatkan anak-anak sebisa mungkin kita harus menyukai seluru mata pelajaran, tanpa terkecuali. Hanya menyukai tidak mahir tidak masalah.”[13]
[13] Ely Makiyah, Wawancara, 24 Desember 2019

Ajeng Fitri Larasati salah satu siswa yang di ajar oleh Khafid Haqiqil Kirom menyatakan bahwa;

“Meskipun telat beliau selalu masuk kelas, kalau tidak masuk atau ada acara dadakan pasti ada konfirmasi ke salah satu teman kita, jadi pelajarannya diganti dengan setoran hafalan. Waktu pembelajaran juga sangat mudah difahami, ringkas dan jelas. Dari banyaknya penjelasan diringkas dijadikan satu dan dibuat system pembelajaran yang mudah difahami.”[14]
[14] Ajeng Fitri Larasati, Wawancara, 26 Februari 2020.

b. Adil

Adil adalah mampu menyikapi setiap siswa dengan karakter dan kemampuan yang beragam. Adil yang diberlakukan oleh pendidik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan dalam mengimplementasikan kode etik salah satunya toleransi sesama organisasi dalam hal hafalan doa sehari-hari. Khafid Haqiqil Kirom mengatakan bahwa;

Untuk sikap toleransi dalam Organisasi, pendidik PAI juga memberikan hukuman bagi yang salah dan memberikan apreseasi kepada yang baik. Ely Makiyah menyatakan bahwa ;

“ketika masuk kelas mengucapkan salam, berd’a, setiap awal pelajaran membaca surat-surat pendek dan lain lain. Lalu saya menyuruh mereka menghormati orang yang ada di depan untuk mendengarkan. Jadi ada perjanjian sebelumnya, siapa yang berbicara maka harus di dengarkan. Ketika mereka berbicara saya sebagai guru harus respon dan menanggapinya, jadi bukan hanya mereka saja yang harus mendengarkan. Di dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam, tidak ada kata tidak adil. Saya memberlakukan semuanya sama. Jika ada yang salah pertama akan saya beri teguran, keselahan berikutnya akan saya panggil keruangan untuk berbicara empat mata dengan saya, dan jika ada yang benar atau melakukan hal yang bagus maka akan saya beri apreseasi.”[15]
[15] Ely Makiyah, Wawancara, 22 Januari 2020.

Hal ini diperkuat oleh M. Sifak Mashudi siswa yang diajarkan oleh Ely Makiyah, bahwa;

“Dalam kelas beliau tidak pernah membedakan antara satu dengan yang lain, semua disama ratakan. Kalau membedakan antar kelas ya pernah, seperti kebaikannya lalu kepandainnya katanya agar kita bisa berubah lebih baik dan tidak boleh kalah dengan kelas lainnya.Yang pernah dikatakan itu berlomba-lomba dalam kebaikan.”[16]
[16] M. Sifak Mashudi, Wawancara, 26 Maret 2020.

Model Implementasi Kode etik guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam model implementasi Kode etik di SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut ;

1. Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Dengan membiasakan peserta didik sebelum pelajaran dimulai dengan hal yang baik dan juga memberikan tugas, Ely Makiyah berpendapat bahwa ;

“Ketika masuk kelas mengucapkan salam, berdo‟a, setelah itu setiap awal pelajaran membaca surat-surat pendek. Hal semacam itu sudah menjadi kebiasaan buat saya sebelum pelajaran dimulai. Dan saya pribadi kalau memberikan tugas untuk anak- anak saya jadikan tugas kelompok, karena dengan adanya kerja kelompok mereka akan terbiasa tukar pendapat atau pun saling menghargai pendapat teman-temannya. Setelah diskusi saya membiasakan mereka untuk bertanya, dengan tujuan agar mereka bisa menerima sebuah kritikan atau pun berfikir kritis.”[17]
[17] Ely Makiyah, Wawancara, 22 Januari 2020.

Ely Makiyah menambah pemaran ini bahwa ;

“Di SMA Negeri 1 Sukodadi ini juga menerapkan bagaimana memelihara hubungan Kepada orang tua murid dengan tujuan menjadikan peserta didik di sini lebih baik. Misalkan, Ketika ada yang melanggar maka sanksi yang pertama cukup di ingatkan tapi Jika sudah terlibat tiga kali orang tuanya yang dipanggil kesekolah, agar orang tua ini mengerti kesalahan apa yang dilakukan anaknya di sekolah. Jika masih tetap melakukan pelanggaran maka jangan pernah salahkan pada pihak sekolah yang akan mengeluarkan anaknya, karena sudah berulang kali diperingatkan, tapi masih saja melanggar. Semua ini diberlakukan untuk kepentingan pendidikan.”[18]
[18] Ely Makiyah, Wawancara, 22 Januari 2020.

2. Teladan

Teladan mempunyai arti yang penting dalam pendidikan, karena setiap apa yang dilihat atau apa yang dikerjakan akan ditiru, baik oleh guru maupun peserta didiknya. Disini kepala Sekolah sudah memberikan contoh realnya seperti apa yang dikatakan oleh Khafid Haqiqil Kirom bahwa;

“Apa yang diberikan guru itu haruslah kebaikan karena guru itu di contoh. Kita tidak sedang membenarkan guru, melainkan itu sudah realitanya. Kepala sekolah sering mengingatkan tetap berperilaku baik agar peserta didik bisa meniru apa yang kita kerjakan. Dan memang beliau tidak bicara saja melainkan tindak lakunya itu nyata. Terkadang ada juga sebagaian guru yang banyak bicara tapi tidak berbuah nyata. Maka disinilah banyak pengalaman yang bisa saya pelajari salah satunya adalah brsikap objektif.”[19]
[19] Khafid Haqiqil Kirom, Wawancara, 20 Maret 2020.

Tidak hanya itu, cara memenegemen waktu juga perlu diteladani, seperti pendapat Ely Makiyah bahwa ;

“Kepala sekolah yang baru ini memang sudah berusia, tapi jiwanya masih milenial. Dari ucapannya yang tegas dan bisa di mengerti lalu perilakunya yang baik, bisa dijadikan contoh untuk para guru-guru lain. Beliau itu banyak jadwal tapi masih bisa membagi waktunya dengan baik. Ketika di sekolah pasti meneliti setiap ruang dan juga lingkungan sekolahnya, sekiranya ada yang perlu diperbaiki langsung di tindak lanjuti, itu yang saya saluti. Tidak pernah memikirkan uang yang terpenting tujuan dari pendidikan itu di kedepankan atau di nomer satukan.”[20]
[20] Ely Makiyah, Wawancara, 22 Januari 2020.

2.4 Fungsi kode etik guru

Kode etik dimaksud berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua atau walisiswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.[21]
[21] Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm: 100

Pada dasarnya kode etik berfungsi sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi itu, dan sebagai pelindung bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan suatu profesi. Sutan Zanti dan Syahmiar Syahrun (1992) secara spesifik mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri. Keempat fungsi kode etik tersebut sebagai berikut.[22]
[22] Nurhuda & Agus Baskara. Etika Profesi Guru, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), hlm:99

1. Agar guru terhindar dari penyimpangan melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawabnya, karena sudah ada landasan yang digunakan sebagai acuan.

2. Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat, dan pemerintah.

3. Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.

4. Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.

Fungsi adanya kode etik adalah untuk menjaga kredibilitas dan nama baik guru dalam menyandang status pendidik. Dengan demikian, adanya kode etik tersebut diharapkan para guru tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap kewajibannya. Secara umum, fungsi kode etik guru adalah sebagai berikut:

1. Agar guru memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam melaksanakan tugasnya, sehingga terhindar dari penyimpangan profesi.

2. Agar guru bertanggung jawab atas profesinya.

3. Agar profesi guru terhindar dari perpecahan dan pertentangan internal.

4. Agar guru mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, sehingga jasa profesi guru diakui dan digunakan oleh Masyarakat.

5. Agar profesi ini membantu dalam memecahkan masalah dan mengembangkan diri.

6. Agar profesi guru terhindar dari campur tangan profesi lain dan pemerintah.

2.5 Standar kompetensi yang harus dimiliki guru

Peran guru di kelas sangat penting, tidak hanya sebatas mengajar dan memberi nilai, namun juga kompeten. Terlebih lagi memasuki tantangan zaman yang kian kompleks, peran guru dituntut kian professional, menjadi guru yang profesional, ideal dan kompeten memang tidak mudah. Sebab meski sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjadi pendidik, namun guru tetap saja kerap mendapat kritik dan koreksi baik dari guru, orang tua murid, sesama guru maupun kepala sekolah.

Untuk itu agar tujuan pendidikan bisa tercapai sekaligus guru bisa menguasai standar kompetensi maka guru dapat mengikuti aturan yang dibuat oleh pemerintah ini. Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa, “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.”[23]
[23] Undang-Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 10 ayat 1.

1. Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan atau keterampilan guru mengelola proses pembelajaran atau interaksi belajar mengajar dengan peserta didik. Terdapat tujuh aspek dalam kompetensi pedagogik yang wajib dikuasai, yaitu:

a) Karakteristik para peserta didik.

b) Teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik.

c) Pengembangan kurikulum.

d) Pembelajaran yang mendidik.

e) Pengembangan potensi para peserta didik.

f) Cara berkomunikasi.

g) Penilaian dan evaluasi belajar.

2. Kompetensi kepribadian.

Kompetensi kepribadian berkaitan dengan karakter guru, yang wajib dimiliki agar menjadi teladan bagi para peserta didik. Selain itu, para guru juga harus mampu mendidik para muridnya agar membantu mereka memiliki kepribadian yang baik. Kemampuan guru dalam menunjukkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan menjadi teladan.

3. Kompetensi profesional

Kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam, serta memahami kode etik profesi guru, menguasai Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan tujuan pembelajaran dari pelajaran yang diampu.

Mampu mengembangkan materi pelajaran dengan kreatif sehingga bisa memberi pengetahuan dengan lebih luas dan mendalam.

Mampu bertindak reflektif dami mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan

Mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam proses pembelajaran serta pengembangan diri.

4. Kompetensi sosial

Kemampuan guru dalam berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat di lingkungan sekitar.

Selain itu, guru juga perlu membuka diri untuk selalu belajar dan menerima masukan atau kritikan, menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, menjunjung tinggi kode etik profesi guru, berperilaku sesuai dengan norma agama, hukum, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat.[24]
[24] M. Hasbhi Ashsiddiqi, Kompetensi Sosial Guru Dalam Pembelajaran Dan Pengembangannya, Jurnal Ta’DIB, Vol.ⅩⅤⅡ, No.01, Edisi Juni 2012., hlm 66.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman perilaku profesional yang mengatur kewajiban moral dan etika seorang guru dalam menjalankan tugasnya.

Salah satu tujuan utama pengembangan kode etik adalah untuk menjamin bahwa tanggung jawab yang terkait dengan profesi tertentu dilaksanakan sebagaimana mestinya, dengan mendorong akuntabilitas dan integritas dalam semua urusan profesional. Dengan demikian, kode etik tersebut tidak hanya melindungi kepentingan para praktisi dalam profesi tersebut, tetapi juga melindungi hak dan kebutuhan klien, pemangku kepentingan, dan masyarakat luas sebagaimana mestinya.

Implementasi kode etik guru dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, bertujuan membimbing peserta didik seutuhnya untuk membentuk manusia yang berjiwa Pancasila dan memiliki kejujuran profesional.

Kode etik guru berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua atau walisiswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.Karena,pada dasarnya kode etik berfungsi sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi itu, dan sebagai pelindung bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan suatu profesi

STANDAR KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI GURU :

1. Kompetensi pedagogik

2. Kompetensi kepribadian

3. Kompetensi profesional

4. Kompetensi sosial

DAFTAR PUSTAKA

Armai, Arief. "Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam." 2002: 67. Ashshiddiqi, M. Hasbhi. "Kompetensi Sosial Guru dalam Pembelajaran dan Pengembangannya." 2012: 66.

Danim, Sudarwan. "Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru." 2010: 100. Djamarah, Syaiful Bahri. "Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif." 2000: 49.

Muhammad Rahman, Sofan Amri. "Kode Etik Profesi Guru Legalitas, Realitas, dan Harapan." Prestasi Pustakarya, 2014: 55.

Nur Fitriatin, dkk. "Pengaruh Kode Etik Guru terhadap Proses Pembelajaran." 2023: 589-590.

Soetjipto, Rafli Kosasi. "Profesi Keguruan." 1999: 31.