Jumat, 27 September 2024

Konsep Dasar Etika

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan
Dosen Pengampu : Syarifaeni Fahdiah, M.Hum
Disusun Oleh Kelompok 1 Prodi PAI :
1. Chotami Fajrin Lowchin, NIM.218620851
2. Efni Redho, NIM.21862097
3. Ega Cahya Ningrum, NIM.228620066
4. Yuni Heri Suciasih, NIM.218620100
5. Adilah Az Zahra, NIM.228620052
6. Aliefiah Putri Dema, NIM.228620055
7. Azizah Amatulloh, NIM.228620058
8. Syaffana Azharah, NIM.228620132
9. Partika, NIM.228620110


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wababarakatuh.

Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan Rahmat dan Ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta para keluaraga dan sahabat sahabatnya yang gtelah memberikan suri tauladan yang baik dan berjuang demi agama islam, yaitu agama yang diridhoi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta kepada kita seluruh umatnya yang senantiasa mengikuti dan mengamalkan ajaran, syariat dan sunnah sunnahnya hingga akhir zaman.

Syukur yang tiada henti kami panjatkan kepada Allah Azza Wa Jalla atas kemudahan dan pertolongan dari-Nya, kami dapat menyusun makalah ini, guna memenuhi tugas mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan dengan tema “Konsep dasar etika”. Kami berharap makalah ini dapat menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang bermanfaat bagi diri kami dan kaum muslimin.

Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu dan juga kepada rekan-rekan, apabila masih banyak terdapat kesalahan baik dalam penulisan atau pun dalam penyampaian materi. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan makalah ini..

Kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini, ustadzah Syarifaeni Fahdiah, M.Hum yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyusun makalah ini, juga kepada seluruh pihak yang telah membantu.

Semoga Allah Azza Wa Jalla memberikan balasan kebaikan yang berlimpah Aamiin Allahumma Aamiin....

Sragen, 26 September 2024

Tim Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
B. Rumusan masalah.
C. Batasan masalah.
D. Tujuan penelitian.
E. Manfaat penelitian.
BAB II PEMBAHASAN.
A. PENGERTIAN ETIKA.
1. Perbedaan etika dan moral.
2. Pengertian etika pendidikan.
3. Teori Etika.
4. Teori Hak.
5. Teori Keutamaan (Virtue Theory).
6. Teori Etika Teonom.
7. Prinsip-prinsip Etika.
B. ETIKA PROFESIONAL
C. ETIKA PERSONAL (INDIVIDUAL)
BAB III PENUTUP.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Pasal 1, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,membimbing, mengarahlan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pesertadidik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikandasar, dan pendidikan menengah. Dalam melaksanakan tugas-tugaskependidikan tersebut, guru pasti akan melakukan interaksi sosial dengansemua orang yang terlibat di dalam proses pendidikan. Guru akan berhubungan langsung dengan peserta didik, teman sejawat dan masyarakatkhususnya orang tua atau wali peserta didik. Dalam hubungan yangdemikian, perbedaan pendapat, konsepsi, pertimbangan dan lain sebagainya akan mudah terjadi

Kode etik profesi guru yang sesuai dengan norma-norma yang berlakudi masyarakat sangat diperlukan sebagai pedoman guru dalammelaksanakan tugas kependidikannya, terlebih dalam hal menjalin komunikasi dan interaksi sosial dengan semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai konsep dasar etika profesi keguruan personal dan propesional

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tinjauan umum konsep etika profesi keguruan.
2. Bagaimana pengertian etika dan profesi.
3. Bagaimana arti penting ada nya etika personal dan propesional.
4. Bagaimana teori dan prinsip etika keguruan.

C. Batasan masalah

Mengingat banyaknya permasalahan pada penelitian ini, maka kami membatasi masalah yang akan diteliti adalah tentang definisi etika, teori etika, prinsip-prinsip etika, etika personal dan propesional keguruan.

D. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui definisi etika.
2. Mengetahui teori etika.
3. Mengetahui prinsip-prinsip etika.
4. Mengetahui etika personal dan etika propesional.

E. Manfaat penelitian

1. Untuk sekolah : agar sekolah lebih berusaha untuk menjadi yang terbaik kedepannya
2. Untuk kepala sekolah : untuk mengawasi majelis guru untuk menerapkan kode etik guru dengan baik
3. Untuk guru : agar guru bisa menerapkan kode etik secara maksimal dan sebagai informasi bahwa penting nya implementasi kode etik guru
4. Untuk penulis : menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETIKA

Etika merupakan satu hal penting dalam kehidupan. Penerapan etika meliputi seluruh bidang kehidupan, termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan. Orang yang beretika tapi tidak berpendidikan juah lebih terhormat daripada orang berpendidikan tapi tidak beretika. Etika adalah hal paling mendasar dalam pendidikan. Etika pendidikan merupakan pondasi bagi ilmu pengetahuan, penelitian dan pelayanan.

Etika merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu 'ethos' yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etika memiliki arti: 1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak serta kewajiban moral. 2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan 3) Asas perilaku yang menjadi pedoman. Pada defenisi pertama etika dimaksudkan sebagai suatu disiplin ilmu. Pada defenisi kedua etika yang dimaksud adalah kode etik. Sementra defenisi ketiga mirip dengan defenisi moral. Etika yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah etika pada defenisi yang kedua.

1. Perbedaan Etika dan Moral

Dalam kehidupan sehari-hari istilah etika dan moral memiliki arti yang serupa dan sulit dibedakan. Moral merupakan suatu aturan( norma) atau prinsip hidup yang membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Moral sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut masyarakat, baik nilai universal, nilai agama, adat ideologi dan sebagainya. Pengertian moral lebih kepada penilaian perbuatan yang dilakukan, baik atau buruk.

Etika lebih mengarah pada sistem nilai yang berlaku dan mempelajari bagaimana hakikat dan penerapan kaidah moral tersebut. Etika berfungsi untuk memberi penilaian kritis dan rasional atas perbedaan nilai-nilai moral yang ada, benar atau salah.

Contoh sederhana untuk membedakannya, membunuh adalah moral yang buruk, sesuai dengan nilai yang dianut masyarakat. Pelakunya dikatakan bermoral buruk atau tidak bermoral. Namun bagaimana hakikat dari aturan tentang membunuh, keputusan benar atau salah, dan bagaimana penerapan aturannya dipelajari dan diatur melalui etika. Seorang eksekutor terpidana mati tidak dapat dikatakan tidak bermoral, meskipun sama-sama membunuh. Hal ini disebebkan adanya etika (aturan) yang membenarkan dan "mengizinkannya" untuk melakukan hal itu.

2. Pengertian Etika Pendidikan

Pendidikan telah didefinisikan secara berbeda oleh berbagai kalangan yang banyak dipengaruhi pandangan dunia (weltanschauung) masing-masing. Namun pada dasarnya semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan awal ; pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.

Pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi dalam arti mental.

Nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik manusia ke arah kedewasaan yang bersifat baik maupun buruk, sehingga berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dalam kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius dan berbudaya. Jadi pendidikan etika dapat disimpulkan sebagai suatu proses mendidik, memelihara, membentuk dan memberikan latihan mental dan fisik tentang etika dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal maupun informal, sehingga menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat. Pendidikan etika harus ditanamkan sejak dini, baik dari lingkungan, keluarga dan sekolah. Agar anak dapat berkembang dengan etika dan moral yang baik dan sesuai dengan ajaran agama.

Dapat diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia kemudian menetapkan hukum baik atau buruk. Secara fisik, manusia ada yang sehat dan ada juga yang cacat, ada yang buta, tuli, lumpuh dan kekurangan kekurangan lainnya yang bersifat jasmaniah. Tetapi dapatkah kita menyebutkan bahwa kekurangan-kekurangan jasmaniah tersebut juga menunjukkan adanya kekurangan dalam segi rohani dan kepribadiannya? Dalam kehidupan ini, kita sering tertipu dengan orang-orang yang berpenampilan baik sehingga kita menganggap dan menamainya sebagai orang baik.[1]
[1] https://id.scribd.com/document/358168976/Pengertian-Etika

3. Teori Etika

Teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam (dan sosial) yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada, sedangkan teori adalah pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Fungsi teori dan ilmu pengetahuan adalah untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol. Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Sebagai ilmu, etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang berpengaruh:

a. Egoisme

Rachel (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish). Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interst). Jadi yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Paham/teori egoisme etis ini menimbulkan banyak dukungan sekaligus kritikan.

Alasan yang mendukung teori egoisme etis, antara lain:

a). Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri.

b). Pandangan tentang kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan moralitas sehat.

Alasan yang menentang teori egoisme etis antara lain:

a). Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan.

b). Egoisme etis bersifat sewenang-wenang.

b. Utilitarianisme

Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).

Dari uraian sebelumnya, paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut:

a). Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan, atau hasilnya).

b). Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.

c). Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

Beberapa kritik yang dilontarkan terhadap paham ini antara lain:

a). Sebagaimana paham egoisme, utilitarianisme juga hanya menekankan tujuan/manfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani (spiritual).

b). Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu/minoritas demi keuntungan sebagian besar orang (mayoritas).

3. Deontologi

Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Kedua teori egoisme dan utilitarianisme sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut. Bila akibat dari suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleologi.

Untuk memahami lebih lanjut tentang paham deontologi ini, sebaiknya dipahami terlebih dahulu dua konsep penting yang dikemukakan oleh Kant, yaitu konsep imperative hypothesis dan imperative categories. Imperative hypothesis adalah perintah-perintah (ought) yang bersifat khusus yang harus diikuti jika seseorang mempunyai keinginan yang relevan. Imperative categories adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja tanpa syarat apa pun. Dengan dasar pemikiran yang sama, dapat dijelaskan bahwa beberapa tindakan seperti membunuh, mencuri, dan beberapa jenis tindakan lainnya dapat dikategorikan sebagai imperative categories, atau keharusan/kewajiban moral yang bersifat universal dan mutlak.Teori ini memiliki keyakinan bahwa sesuatu yang baik berakar dari keberhasilan manusia dalam mengerjakan tugas atau kewajibannya. Teori ini diketahui juga bertentangan dengan teori Teleological yang mengganggap bahwa semua hal di dunia diciptakan Tuhan untuk melayani umat manusia. Teori deontologi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Rational monism

Teori ini dibuat oleh Immanuel Kant yang menyakini bahwa suatu tindakan dianggap bermoral jika dilakukan dengan sense of duty (rasa tanggung jawab). Tugas atau kewajiban individu adalah melakukan sesuatu yang rasional dan bermoral, sehingga semua tindakan yang berasal dari keinginan Tuhan dianggap bermoral. Untuk membedakan tindakan bermoral dan tidak bermoral, maka perlu diajarkan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Ukuran yang digunakan adalah hati nurani individu yang bersangkutan.

b. Traditional deontology

Teori ini memiliki dasar religi yang kuat, yaitu menyakini Tuhan dan kesucian hidup. Tugas dan kewajiban moral berpedoman pada perintah Tuhan. Semua tindakan yang harus dilakukan harus berdasarkan perintah Tuhan.

c. Intuitionistic pluralis

Teori ini tidak memiliki prinsip utama, hanya menyatakan bahwa ada beberapa aturan moral atau kewajiban yang harus diikuti oleh semua manusia. Aturan dan kewajiban tersebut sama pentingnya sehingga sering muncul konflik satu aturan dengan aturan lainnya. Tujuh kewajiban utama yang harus dilakukan manusia :

1) Kewajiban akan kebenaran, kepatuhan, ketaatan, menjaga rahasia, setia, dan tidak berbohong.

2) Kewajiban untuk berderma, murah hati, dan membantu orang lain.

3) Tidak merugikan orang lain.

4) Menjunjung tinggi keadilan.

5) Wajib memperbaiki kesalahan yang ada

6) Wajib bersyukur, membalas budi kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita (khususnya orang tua).

7) Kewajiban untuk mengembangkan kemampuan diri Dewi (2016) menyebutkan bahwa unsur utama yang terkandung dalam etika deontologi adalah sebagai berikut:

a. Kemurahan Hati

Inti dari prinsip kemurahan hati adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan orang lain dan menghindari perbuatan yang merugikan orang lain.

Dapat diimplementasikan oleh karyawan dengan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, bersikap sopan terhadap klien atau pihak luar, serta bekerja sesuai standar yang telah ditentukan perusahaan dan bekerja maksimal untuk mencapai tujuan yang baik.

b. Keadilan

Prinsip keadilan menyatakan bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tida sederajat diperlakukan tidak sederajat sesuai dengan kebutuhan mereka. Misal dengan memperlakukan setiap karyawan dengan sama, pemberian kompensasi yang sesuai dengan tingkat kerja karyawan, serta menempatkan karyawan pada posisi kerja yang sesuai dengan kemampuannya.

c. Otonomi

Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Perusahaan dapat memfasilitasi karyawannya untuk mengembangkan karirnya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan perusahaan.

d. Kejujuran

Prinsip kejujuran dapat diartikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak berbohong. Kejujuran merupakan dasar timbulnya saling percaya antar karyawan di organisasi. Penyelesaian sebuah proyek perusahaan dengan baik oleh karyawan merupakan salah satu bentuk implementasi prinsip kejujuran.

e. Ketaatan

Prinsip ketaatan diartikan sebagai tanggung jawab untuk setia pada suatu kesepakatan. Dapat dinilai berdasarkan ketaatan terhadap peraturan perusahaan, ketaatan terhadap perjanjian, ketaatan terhadap prosedur kerja dan atasan perusahaan.

4. Teori Hak

Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM). Namun sebagaimana dikatakan oleh Bertens (2000), teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu: hak hukum (legal right), hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dan hak kontraktual (contractual right). Hak legal adalah hak yang didasarkan atas sistem atau yuridiksi hukum suatu negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar negara yang bersangkutan. Hak moral dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok - bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak kontraktual mengikat individu individu yang membuat kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Indonesia juga telah mempunyai Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999. Hak-hak warga negara yang diatur dalam UU ini, antara lain:

a. Hak untuk hidup.

b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan.

c. Hak untuk memperoleh keadilan.

d. Hak untuk kebebasan pribadi.

e. Hak atas rasa aman.

f. Hak atas kesejahteraan.

g. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.

h. Hak wanita.

i. Hak anak.

5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)

Teori keutamaan tidak menyatakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Bila ini ditanyakan pada penganut paham egoisme, maka jawabannya adalah: suatu tindakan disebut etis bila mampu memenuhi kepentingan individu (self-interest) dan suatu tindakan disebut tidak etis bila tidak mampu memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan. Teori ini tidak lagi memepertanyakan suatu tidakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat- sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Sebenarnya, teori keutamaan bukan merupakan teori yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori etika tindakan (deontologi, teleologi) karena sifat keutamaan bersumber dari tindakan yang berulang-ulang.

6. Teori Etika Teonom

Sebenarnya setiap agama mempunyai filsafat etika yang hampir sama. Salah satunya adalah teori etika teonom yang dilandasi oleh filsafat Kristen. Teori ini mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan-aturan/perintah Allah sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci. Ada empat persamaan fundamental filsafat etika semua agama, yaitu:

a). Semua agama mengakui bahwa umat manusia memiliki tujuan tertingggi selain tujuan hidup di dunia.

b). Semua agama mengakui adanya Tuhan dan semua agama mengakui adanya kekuatan tak terbatas yang mengatur alam raya ini.

c). Etika bukan saja diperlukan untuk mengatur perilaku hidup manusia di dunia, tetapi juga sebagai salah satu syarat mutlak untuk mencapai tujuan akhir (tujuan tertinggi) umat manusia.

d). Semua agama mempunyai ajaran moral (etika) yang bersumber dari kitab suci masing-masing.

Terlepas dari apakah manusia mengakui atau tidak mengakui adanya Tuhan, setiap manusia telah diberikan Tuhan potensi kecerdasan tak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi, kecerdasan spiritual, atau apa pun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan rasional. Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapai bila potensi kecerdasan tak terbatas ini dimanfaatkan.

7. Prinsip-prinsip Etika

Terdapat beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan etika, diantaranya:

1) Prinsip Tanggung Jawab

Setiap profesional harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan juga terhadap hasilnya. Selain itu, profesional juga memiliki tanggung jawab terhadap dampak yang mungkin terjadi dari profesinya bagi kehidupan orang lain atau masyarakat umum.

2) Prinsip Keadilan

Menuntut perlakuan yang adil dan setara terhadap semua orang. Keadilan mencakup distribusi sumber daya, kesempatan, dan hak secara merata tanpa adanya diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, atau status sosial.

3) Prinsip Otonomi

Mengakui hak individu untuk membuat keputusan sendiri berdasarkan nilai dan keyakinan mereka. Memiliki wewenang dan kebebasan dalam menjalankan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Artinya, seorang profesional memiliki hak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan mempertimbangkan kode etik profesi.

4) Prinsip Integritas Moral

Integritas moral adalah kualitas kejujuran dan prinsip moral dalam diri seseorang yang dilakukan secara konsisten dalam menjalankan profesinya. Artinya, seorang profesional harus memiliki komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya, dirinya, dan masyarakat.

5) Prinsip Kebaikan (Beneficence)

Mewajibkan seseorang untuk bertindak demi kebaikan orang lain. Ini mencakup tindakan untuk mencegah bahaya, menghilangkan bahaya, dan mempromosikan kebaikan. Dalam konteks medis, misalnya, dokter harus berusaha untuk menyembuhkan pasien dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

6) Prinsip Tidak Merugikan Orang Lain (Non-maleficence)

Mengharuskan seseorang untuk tidak menyebabkan kerugian atau bahaya kepada orang lain. Prinsip ini sering diringkas dalam ungkapan Latin “primum non nocere” yang artinya, “pertama, jangan menyakiti”.

B. ETIKA PROFESIONAL

1. Pengertian etika profesi keguruan

Kata “etik” atau “ethica” mengandung makna nilai-nilai yang mendasari tingkah laku manusia. Termasuk etika berasal dari Bahasa filsafat bahkan menjadi salah satu cabangnya. Etika juga disepadankan dengan istilah adab, moral, ataupun akhlaq[2] Kajian etika merupakan pembahasan yang dekat dengan ajaran agama islam, karena didalam etika diungkapkan tentang perilaku dan sikap yang baik, tidak baik atau buruk, perilaku yang berdimensi pahala dan dosa Sebagian konsekuensi perilaku baik dan buruk atau jahat menurut tuntunan ajaran islam dimana didalamnya ditentukan norma dan ketentuan-ketentuannya.
[2] Mujahid, Pengembangan Profesi Guru (Malang: UIN Maliki Press,2011) hlm 42

Profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan, karena terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu[3]. Sedangkan menurut Kunandar istilah profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu[4]. Profesi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh para pelaku atas dasar suatu janji public dan sumpah bahwa mereka akan menjalankan tugas mereka sebagaimana mestinya dan akan membangkitkan diri mereka untuk tugas tersebut. Profesi berdasarkan kepada keahlian, kompetensi, dan pengetahuan spesialis, sehingga untuk professional seseorang harus menjalani Pendidikan yang relatif lama[5].
[3] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. ke-6 hlm 1-2
[4] Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm.45
[5] Qamari Anwar dan Syaiful Sagala, Profesi Jabatan Kependidikan dan Guru sebagai Upaya Menjamin Kualitas Pembelajaran (Jakarta: Uhamka Press, 2004), cet. Ke-1, hlm 101-102

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa profesi ialah suatu bagian pekerjaan yang ditekuni seseorang membutuhkan suatu keahlian yang mempuni dibidangnya, atau suatu pekerjaan yang membutuhkan kelanjutan ke jenjang yang lebih tinggi dan tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Untuk menjadi guru yang profesional seorang guru harus memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas Pendidikan dan pengajaran. Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional baik bersifat pribadi, sosial maupun akademis. Kompetensi merupakan kemampuan atau kecakapan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Kompetensi harus dimiliki oleh pendidik agar ia berhasil dalam melaksanakan tugasnya. Firman Allah dalam Qur’an Surah Al-israa ayat 84 yang artinya : Katakanlah : “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya. (Qs. Al-israa ayat 84) Kompetensi guru berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10[6], meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
[6] Tim Penyusun, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Departemen Agama, 2006), hlm. 6

Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaaan pembelajaraan, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlaq mulia. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran disekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Etika profesi keguruan merupakan etika umum yang mengatur perilaku keguruan. Atau norma moralitas yang menjadi acuan profesi dalam perilaku guru. Dasar perilaku guru selain dari hukum-hukum Pendidikan dan prosedur kependidikan termasuk juga nilai moral dan etika menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan kebijakannya.

Dalam pandangan Islam, profesionalisme adalah keharusan bagi tiap profesi dan pengampu amanah. Raulullah shalallahu’Alaihi wasallam pernah bersabda “Jika urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari)

2. Tujuan Etika Profesi Keguruan

Dalam ajaran Islam, guru ditempatkan pada kedudukan sangat istimewa. Tingginya kedudukan guru dalam islam, menurut Ahmad Tafshir, semua ilmu pengetahuan itu bersumber pada Allah, sebagaimana dalam Surah Al-baqarah ayat 32 yang artinya : Mereka menjawab,”Mahasuci Engkau, Tidak ada pengetahuan bagi kami, selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana”

Dalam Islam, pengetahuan itu dimuliakan dan pengetahuan itu didapat antara belajar dan mengajar. Belajar adalah calon guru dan mengajar adalah guru. Tidak dapat dibayangkan jika belajar tanpa adanya guru. Dalam pandangan Islam tentang guru, kedudukan guru tidak terlepas dari nilai kelangitan. Aktrivitas kegiatan proses belajar mengajar bagi guru merupakan titik sentral yang berkaitan dengan fungsinya sebagai pendidik, pengajar, pembimbing. Oleh sebab itu, untuk menjadi guru profesional harus memahami betul etika keguruan. Guru harus mempelajari etika profesi keguruan agar ia dapat bersikap dan bertindak yang tepat dan benar dalam melaksanakan tugas keguruannya. Tujuan etika profesi keguruan antara lain untuk menjungjung tinggi martabat profesi guru. Etika ini dapat menjaga agar profesi guru terhindar kesan rendah dari pihak luar atau masyarakat luas. Dengan pemahaman etika profesi keguruan dapat meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Seorang guru dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu, etika profesi keguruan dapat meningkatkan mutu profesi keguruan.

3. Etika Guru dalam Pandangan Hadist Rasulullah Shalallahua’laihiwasalam

Dalam pandangan Islam, untuk menjadikan guru yang profesional, dapat mengikuti tuntunan nabi Muhammad shalallahu’Alaihi wasallam, karna beliau satu-satunya guru yang berhasil dalam rentang waktu yang cukup singkat, Sehingga diharapkan dapat mendekatkan kepada guru/Pendidik yang dengan ideal (Rasulullah). keberhasilan nabi shalallahu’Alaihi wasallam sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul, kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial religius, serta semangat ketajamannya dalam iqra’ bismi rabbik yaitu membaca, menganalisis, meneliti dan mengeksperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan menyebut nama Allah.

Rasulullah telah memberikan tuntunan dalam hadist nya tentang etika profesi guru tersebut, antara lain etika guru terhadap diri sendiri, etika guru terhadap peserta didik dan etika terhadap teman sejawat.

Etika guru terhadap diri sendiri antara lain :

1. Seorang guru harus mampu membuat keputusan, keahlian dan mampu bertanggung jawab teori dan wawasan keilmuannya. Kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara profesional.

2. Seorang guru harus berusaha secara terus menerus agar memperbaiki dirinya menuju kearah yang lebih baik lagi, berusaha maksimal, menyadari kekurangan diri dan selalu bersikap jujur.

3. Seorang guru professional harus mengamalkan ilmu yang dimilikinya, Guru melaksanakan apa yang diajarkannya, sehingga ilmunya tersebut bermanfaat untuk dirinya sendiri dan bermanfaat untuk orang lain.

4. Seorang guru profesional harus mampu memahami kondisi peserta didiknya. Peserta didik memiliki perbedaan satu sama lain, misalnya berbeda kemampuan yang dimilikinya, oleh karna itu seorang guru profesional memberikan pengajaran kepada peserta didik sesuai dengan kemmapuan mereka.

5. Seorang guru hendaknya menjungjung tinggi harga diri, integritas dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya dengan memuliakannya dan berusaha untuk memperbaiki tingkah lakunya yang tidak sesuai dengan syariat. Ibnu katsir dalam tafsirnya[7] menyatakan bahwa Allah menyuruh hamba-hambaNya yang beriman supaya tolong menolong dalam mengerjakan berbagai kebaikan dan ketaqwaan dan meninggalkan aneka kemungkaran, serta melarang mereka tolong menolong dalam melakukan kebathilan dan bekerja sama dalam berbuat dosa dan keharaman.
[7] Ismail Ibnu Katsir, Tafshrir Al-Qur’an al-Azhim, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), hlm.7

Etika seorang guru professional selalu berusaha memberikan pelayanan dengan mudah kepada orang tua, peserta didik atau masyarakat berkenaan dengan layanan pendidikan, tanpa ada niat untuk mempersulit.

Sabda Rasulullah shalallahu Alaihi wasalam yang artinya : “Dari Anas bin malik dari nabi salallahuAlaihi wasalam, beliau bersabda: ”permudahlah dan jangan persulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lain lari “ (HR.Bukhari) Dalam etika guru terhadap orang tua peserta didik seorang guru berusaha membina hubungan Kerjasama yang efektif dan efesien dan bermusyawarah dalam melaksanakan proses Pendidikan. Hal ini mencontoh dari Rasulullah dalam pengambilan kebijakan, Rasulullah sering melakukan musyawarah dengan para sahabat dalam memutuskan suatu perkara.

Sabda Rasulullah yang artinya : “Dari Abu Hurairoh, ia berkata “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling sering bermusyawarah dengan para sahabat selain dari pada Rasulullah ShalallahuAlaihiwasalam.” (HR.Baihaqi).

C. ETIKA PERSONAL (INDIVIDUAL )

Etika personal (individual) adalah seperangkat nilai, prinsip, dan norma yang mengatur perilaku individu dalam berbagai konteks kehidupan. Ini melibatkan integritas, dengan individu diharapkan bertindak dengan jujur dan konsisten sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka. Kejujuran, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap hak privasi orang lain adalah aspek penting dari etika individual.

Selain itu, etika ini mendorong individu untuk memperlakukan orang lain dengan hormat, menghindari diskriminasi, dan menjalankan tugas-tugas sosial mereka dengan penuh tanggung jawab.

Etika dan moral sering dikaitkan dengan agama, tetapi sekolah juga dapat memberikan pelajaran penting dalam pemikiran dan tindakan etis pada peserta didik. Sebagai seorang pemimpin dan contoh teladan bagi anak, maka guru harus memiliki tingkah laku yang utama (kepribadian utama), seorang guru tidak hanya menunjukkan kata-kata itulah beginilah norma-norma dan sebagainya, akan tetapi guru harus mempraktikkannya, dengan kata lain guru itu menjadikan sifat-sifat terpuji sebagai keseluruhan dari kepribadiannya. Tanggung jawab seorang guru sangatlah penting bagi anak didik, karena anak membutuhkan bantuan atau pertolongan dari pendidik. Sifat tergantung ini dijumpai dalam hubungan kodrat antara orang tua dengan anak atau dengan yang bertanggungjawab atas perkembangannya.

Dikutip dari buku Etika Profesi Guru oleh Shilphy A. Octavia, adapun fungsi dan tujuan penetapan kode etik guru adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas.

2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalm keanggotaan profesi.

Guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki tugas yang sangat besar dalam membangun nilai karakter dan mengembangkan potensi yang ada di dalam diri peserta didik. Selain itu guru juga memiliki peranan besar dalam mentransfer ilmu dan memberi bekal ilmu kepada peserta didik. Betapa pentingnya peran yang dimiliki, sehingga guru dinilai sebagai sosok berpendidikan yang diharapkan mampu mendidik anak bangsa untuk masa depan. Membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter Indonesia.

Guru tidak sekadar mendidik dan memberikan materi akademik saja di sekolah, namun lebih dari itu. Guru diharapkan juga dapat menanamkan nilai-nilai positif, karena guru merupakan role model bagi para siswanya.

Berikut adalah contoh dari etika individual:

a). Seseorang berkata jujur kepada orang tuanya meskipun hal tersebut membuat ia dimarahi.

b). Seseorang yang melaksanakan kewajibannya sehingga bisa menyelesaikan setiap tugas dan tanggung jawabnya.

c). Seseorang yang menghargai privasi orang lain.

c). Seseorang yang memiliki sikap toleransi terhadap perbedaan yang ada di sekitarnya.

d). Seseorang yang memungut sampah di jalan.

Etika yang harus dimiliki guru terhadap peserta didik di antaranya:

a). Menghargai peserta didik

Guru harus memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang unik, menghormati hak-hak mereka, dan bereaksi secara manusiawi dan adil.

b). Memahami peserta didik

Guru harus berusaha memahami titik awal, pemikiran, dan pendapat peserta didik.

c). Membimbing peserta didik

Guru harus membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

d). Memiliki komitmen waktu

Guru harus memulai dan mengakhiri pembelajaran tepat waktu, dan memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan kepada siswa.

e). Menghormati orang tua peserta didik

Guru harus menghormati hak orang tua/wali peserta didik untuk berkonsultasi dan memberikan informasi secara jujur dan objektif.

f). Meneladani perilaku Nabi

Guru harus memposisikan diri seperti para Nabi, yakni mengajar dengan ikhlas mencari kedekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

g). Memberikan nasihat

Guru harus dapat memberi nasihat mengenai apa saja demi kepentingan masa depan muridnya.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Etika adalah seperangkat nilai dan prinsip yang memandu perilaku manusia. Sederhananya, etika membantu kita membedakan antara yang benar dan salah, baik dan buruk. Etika juga berperan dalam menjaga hubungan sosial yang harmonis.

Konsep dasar etika mencakup :

1. Nilai : Keyakinan mendasar tentang apa yang berharga dalam hidup.

2. Norma : Aturan atau pedoman perilaku yang diharapkan dalam suatu Masyarakat.

3. Moral : Perasaan atau keyakinan tentang apa yang benar dan salah secaar pribadi.

Mengapa etika penting?

1) Menjaga Hubungan :Etika membantu kita berinteraksi dengan orang lain secara baik dan menghormati.

2) Membuat Keputusan : Etika memberikan kerangka kerja untuk mengambil Keputusan yang etis.

3) Membangun Karakter : Menerapkan nilai nilai etika secara konsisten akan mebentuk karakter yang kuat.

Seorang guru atau pendidik dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan dan melaksanakan berbagai etika profesi keguruan, baik yang berkenaan dengan etika terhadap diri sendiri, etika terhadap peserta didik, etika terhadap orang tua peserta didik, dan etika terhadap masyarakat.

Kepribadian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai seorang pengajar atau guru profesional, hendaklah dijadikan teladan dalam menerapkan etika profesi keguruan.

Intinya, etika adalah kompas moral yang kita gunakan untuk menavigasi kehidupan. Dengan memahami konsep dasar etika, kita dapat hidup lebih bermakna dan memberikan konstribusi positif bagi masyarakat. Kepribadian Rasulullah shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai seorang pengajar atau guru professional dijadikan teladan dalam penampilan etika profesi keguruan

DAFTAR PUSTAKA

Ismail Ibnu Katsir. Tafshir Al-Qur’an al-Azim, jilid 2. Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyyah. 1999

Kunandar. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Press. 2009

Mujahid. Pengembangan Profesi Guru. Malang: UIN Maliki Press. 2011

Oemar Hamalik. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara. 2009. Cet.ke-6

Qomari Anwar dan Syaiful Sagala. Profesi Jabatan Kependidikan dan Guru sebagai Upaya Menjamin Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press. 2004. Cet.ke-1

Tim Penyusun. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Departemen Agama. 2006

Dr.H. Akhmad Ramli, M.Pd, Modul 3 Etika Profesi Kependidikan (E-book) http://repository.uinsi.ac.id/bitstream/handle/123456789/2958/Modul%20Etika%20profesi.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://brainly.co.id/tugas/4052497#readmore/

https://stekom.ac.id/artikel/pentingnya-etika-guru-terhadap-perkembangan-moral-peserta-didik/

https://stekom.ac.id/artikel/nilai-dan-prinsip-etika-guru/

https://id.scribd.com/document/358168976/Pengertian-Etika

https://www.academia.edu/36536866/PENGERTIAN_DAN_TEORI_TEORI_ETIKA

http://an-nur.ac.id/etika-pengertian-jenis-prinsip-penerapan-dalam-berbagai-bidang-dan-tantangan/

[1] https://id.scribd.com/document/358168976/Pengertian-Etika
[2] Mujahid, Pengembangan Profesi Guru (Malang: UIN Maliki Press,2011) hlm 42
[3] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. ke-6 hlm 1-2
[4] Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm.45
[5] Qamari Anwar dan Syaiful Sagala, Profesi Jabatan Kependidikan dan Guru sebagai Upaya Menjamin Kualitas Pembelajaran (Jakarta: Uhamka Press, 2004), cet. Ke-1, hlm 101-102
[6] Tim Penyusun, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Departemen Agama, 2006), hlm. 6
[7] Ismail Ibnu Katsir, Tafshrir Al-Qur’an al-Azhim, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), hlm.7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar