Sabtu, 06 Juli 2024

Manusia dan Kewajiban Belajar Mengajar

Disusun untuk memenuhi ujian mata kuliah “Tafsir Tarbawi”
Dosen Pengampu : Dr. Muh. Ichsanuddin, M. Phil
Diusun oleh kelompok 4 Angkatan 5:
1. Siti Fauzia Tis Sakinah (SBA)
2. Ega Cahya Ningrum (PAI)
3. Nilla Sari (PAI)
4. Yossy Darma (PAUD)

KATA PENGANTAR

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ وَهَدَىنَا عَلَى الدِّيْنِ الْاِسْلَامِ صَلَاةُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَى خَيْرِ الْأَنَامِ وَءَالِهِ وَصَحْبِهَ اَجْمَعِيْنَ، أمَّا بَعْدُ

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah subhanahu wa ta’ala atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Tafsir Tarbawi yang berjudul “Manusia dan Kewajiban Belajar Mengajar”.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.

Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen mata kuliah yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Riau, 13 Juni 2023

Penyusun Makalah
Kelompok 4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB 1 PENDAHULUAN.
A. Latar belakang.
B. Rumusan masalah.
C. Manfaat penelitian.
D. Metodologi Penelitian.
BAB 2 PEMBAHASAN.
A. Pengertian belajar dan mengajar.
B. Tafsir Alquran tentang kewajiban belajar mengajar.
C. Pengertian fungsi pendidikan Islam.
D. Ayat yang menjelaskan fungsi pendidikan.
BAB 3 PENUTUP.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam merupakan agama yang mempunyai perhatian besar terhadap Ilmu. Penekanan terhadap masalah ilmu banyak dijumpai di dalam ayat-ayat Al Qur‟an. Bahkan Wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah membuktikan bahwa agama Islam diawali dengan perintah menuntut ilmu. menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Nabi shallallahualahi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”.

Bahkan menuntut ilmu merupakan ibadah yang paling afdhol. Karena seluruh ibadah tak akan bisa ditunaikan, sesuai yang diinginkan Allah dan RasulNya, kecuali dengan ilmu. Kemampuan untuk menuntut ilmu atau belajar merupakan sebuah karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia untuk mampu belajar dan menjadi pemimpin di dunia ini.

Setelah manusia mengetahui suatu ilmu Maka ia bisa mengajarkan kepada orang lain. Keutamaan mengajarkan ilmu banyak dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadits nabi shalallahu alaihi wa Allah taala berfirman: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Ali Imran: 110).

Rasullullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari no. 3461).

Maka dari itu manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu sehingga bisa mengajarkan atau menyampaikan kepada orang lain. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis mencoba menjabarkan tafsir ayat- ayat Al Qur‟an yang menjelaskan tentang kewajiban belajar dan mengajar berdasarkan sumber referensi dari beberapa ulama dan ahli tafsir.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam hal ini kami hanya membahas beberapa hal sebagai berikut:
a. Apa pengertian belajar dan mengajar?
b. Bagaimana tafsir Alquran tentang kewajiban belajar mengajar?
c. Apa pengertian fungsi pendidikan Islam?
d. Apa saja ayat yang menjelaskan tentang fungsi pendidikan Islam?

C. MANFAAT PENELITIAN

a. Mengetahui pentingnya proses belajar mengajar
b. Mengetahui tafsir ayat tentang kewajiban belajar mengajar
c. Mengetahui apa saja fungsi pendidikan Islam.
d. Mengetahui ayat yang menjelaskan fusngsipendidikan.

D. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, baik berupa buku-buku, periodikal-periodikal seperti majalah-majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala, kisah-kisah berkala, dokumen-dokumen dan materi perpustakaan lainnya yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiah.[1]
[1] Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyususnan Skripsi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 95-96.

Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.[2]
[2] Beni Ahmad Saebani, (mengutip Ruslan Rosady, dalam Metode Penelitian PR dan Komunikasi), Pedoman Aplikatif Metode Penelitian dalam Penyusunan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2017), hal. 74.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BELAJAR DAN MENGAJAR

Di dalam Al-Qur’an terdapat istilah yang berkonotasi belajar, yaitu ta’allama di mana dalam istilah harfiah ta’allama di maknai menerima ilmu sebagai akibat dari suatu pengajaran. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan secara sederhana bahwa belajar yakni suatu aktivitas yang diperoleh lewat proses pengajaran dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.

Penjelasan belajar dalam Al-Qur’an tidak jauh beda dengan definisi dalam ilmu psikologi pendidikan, di mana makna belajar (learning) yaitu kegiatan yang mengacu adanya perubahan perilaku dari segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan.

Berdasarkan definisi di atas belajar dapat di maknai sebagai proses pembelajaran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Di mana kegiatan belajar ini mampu merubah manusia dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Sehingga berpengaruh juga terhadap implementasi sikapnya. Bagaimana manusia harus bersikap dengan pengetahuan yang telah diperolehnya.

Selanjutnya membahas makna “mengajar” yang mempunyai akar kata sama halnya dengan belajar, yakni belajar dari kata “ajar”. Secara harfiah mengajar diartikan kepada memberikan pembelajaran. Artinya, mengajar sebagai suatu pekerjaan melibatkan berbagai hal, yaitu guru sebagai pengajar lalu adanya materi belajar dan peserta didik.

Mengajar dalam Al-Qur’an menggunakan makna allama. Menurut Luis Ma‟luf mengartikan kata allama yakni lebih condong membuat orang mengetahui. Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya mengajar yaitu menyalurkan ilmunya kepada peserta didik. Agar peserta didik dapat mengerti dan memahami suatu pengetahuan yang diajarkan.[3]
[3] https Ec6e8-makalah-kewajiban-belajar-mengajar-dalam-al-qur’an. Diakses pada selasa, 02 juli 2024 pukul 04.39.

B. TAFSIR ALQURAN TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR

Ada beberapa ayat dalam Al Qur’an yang bercerita tentang kewajiban belajar mengajar, diantaranya 4 ayat yang akan kami jelaskan:

1. Tafsir Surat Al Anbiya’: 7

Allah berfirman;

﴿ وَمَآ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ﴾

“Kami tidak mengutus sebelum engkau (Nabi Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka. Maka, bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui” [4]
[4] Q.S Al Anbiya’ (21): 7

“Ayat ini, meskipun sebabnya khusus mengenai pertanyaan tentang jatii diri para rasul yang telah berlalu kepada ahli dzikir, yaitu ulama, tapi sesungguhnya konteksnya umum, mencakup setiap permasalahan agama, perkara yang inti atau cabangnya. Jika seseorang tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, hendaknya dia menanyakannya kepada orang yang mengetahuinya. Dalam keterangan ini terkandung pelajaran, adanya perintah untuk belajar dan bertanya kepada ulama. Tidaklah diperintahkan untuk bertanya kepada mereka (ulama) melainkan karena mereka wajib mengajarkan ilmu dan menjawab permasalahan yang mereka ketahui. Di dalam pengkhususan melontarkan pertanyaan kepada ulama, terkandung larangan bertanya kepada orang yang sudah dikenal dengan kebodohannya dan tida berilmu. Di dalamnya juga terkandung larangan bagi orang yang bodoh untuk memposisikan diri untuk menjawab. Dalam ayat ini termuat sebuah dalil bahwa tidak ada nabi dari kalangan wanita, termasuk Maryam atau lainnya bukan nabi. Hal ini berdasarkan Firman Allah, “Melainkan beberapa orang laki-laki.”[5]
[5] Abdurrahman As Sa’di, Taisir Al Karim Ar Rahman, (Riyadh, Darussalam: 2002), Cet. 2, h. 605

Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan adanya kewajiban belajar dan mengajar dari beberapa sisi:

a. Kata (فَسْـَٔلُوْٓا) “Bertanyalah kalian”, bertanya merupakan sarana untuk belajar. Dimana dengan bertanya banyak sekali ilmu yang akan terungkap. Semakin seseorang rajin bertanya dalam perkara ilmu maka ilmuya pun akan semakin banyak. Inilah yang juga diungkapkan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma ketika ditanya oleh murid-muridnya “Bagaimana engkau bisa mendapatkan ilmu yang begitu luas ini?”, beliau menjawab (بلسانٍ سؤول وقلب عقول) “itu semua karena aku banyak bertanya dan hatiku banyak memikirkan ilmu”.

b. Kata (اَهْلَ الذِّكْرِ) “Orang – orang berilmu”, orang berilmu ialah orang yang memiliki keilmuan yang matang setelah ia belajar dengan sungguh- sungguh. Seorang yang tidak belajar maka mustahil menjadi ahli ilmu. Disini ada indikasi bahwa jika hendak menjawab pertanyaan wajib memiliki ilmu terlebih dahulu. Dan memiliki ilmu wajib melalui proses pembelajaran dan pendidikan. Setelah ia berilmu wajib ia ajarkan pada orang lain apalagi terkhusus untuk yang bertanya kepadanya.

c. Kata (اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ) “Jika kalian tidak mengetahui”, kalimat ini mengandung makna bahwa orang yang tidak berilmu wajib belajar agar ia memiliki ilmu. Dari sini kita dapat pula menyimpulkan, jika seseorang telah berilmu maka ia yang akan ditanya agar orang lain mengambil manfaat dari ilmunya.

2. Tafsir Surat At Tahrim : 6

Allah berfirman:

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ﴾

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”[6]
[6] Q.S At Tahrim (66): 6

Ibnu Katsir[7] ketika menafsirkan ayat ini membawakan riwayat dari sahabat Ali bin Abi Thalib bahwa beliau berkomentar terhadap ayat ini:
[7] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzhim, (Beirut: Daar Ibnu Hazm, 2000) h. 1894

Ajarilah mereka adab dan ajarilah mereka ilmu agama”.

Dalam Tafsir al-Misbah dinyatakan bahwa: Ayat di atas memberikan sebuah tuntunan untuk meneladani Nabi dalam kehidupan rumah tangganya, yakni dengan cara menjaga istri, dan anak-anaknya yang mana seluruh anggota dari keluarga tersebut adalah tanggung jawab dari seorang kepala keluarga/suami. Cara menjaga yang dimaksudkan disini adalah dengan memberikan pengajaran atau pun pendidikan terkait agama kepada para anggota keluarga tersebut sehingga mereka tidak melakukan hal-hal yang melenceng dari syari‟at Islam dan terhindar dari panasnya api neraka kelak.[8]
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), jilid. 14, h. 326

Selain diperintahkan untuk selalu mendidik istri dalam masalah agama, suami juga dituntut untuk tidak mengabaikan hal tersebut, dan juga tidak boleh merasa bosan dalam mengajarkannya, serta tidak diperbolehkan merasa jenuh untuk mengingatkan istri taat kepada Allah.[9]
[9] Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunnah Untuk Wanita, (Jakarta: al-I‟tishom Cahaya Umat, 2007), h. 719

Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan adanya kewajiban belajar dan mengajar dari beberapa sisi:

a. Kata (قُوْٓا) “Jagalah oleh kalian”, kalimat ini adalah kalimat perintah untuk menjaga. Nah kalimat menjaga disini umum artinya yaitu menjaga dari yang sifatnya tampak maupun tak tampak. Seseorang yang menjaga tentulah ia wajib memiliki ilmu terhadap apa yang ia jaga. Misalnya seseorang yang menjaga anak bayi, paling minimal iya mengetahui bahwa anak ini cara menjaganya bukan dibiarkannye bermain begitu saja. Namun menjaganya perlu dilihat, diawasi setiap gerak geriknya, diarahkan, diajak bercerita, dicegah jika ada yang membahayakan dll. Berbeda dengan menjaga barang yang tidak perlu sedetail itu penjagaannya.

b. Kata (اَنْفُسَكُمْ) “Dirikalian”, kalimat ini mengindikasikan bahwa kita sendiri wajib belajar apalagi sebagai kepala rumah tangga. Sebelum mengajarkan ilmu kepada anak dan istri, seorang suami wajib belajar terlebih dahulu. Jika tidak, maka tidak ada yang bisa ia ajarkan pada anak dan istrinya.

c. Kata (وَاَهْلِيْكُمْ) “Dan keluarga kalian”, kalimat ini mengindikasikan bahwa melindungi keluarga itu sebuah kewajiban. Maka disini ada kewajiban mengajarkan ilmu agama dan adab pada keluarga. Dan keluarganya pun -baik anak dan istri- wajib belajar agar terhindar dari bahaya Neraka.

3. Tafsir Surat Toha 114

Allah berfirman;

﴿ فَتَعٰلَى اللّٰهُ الْمَلِكُ الْحَقُّۚ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْاٰنِ مِنْ قَبْلِ اَنْ يُّقْضٰٓى اِلَيْكَ وَحْيُهٗ ۖوَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا ﴾

“Mahatinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya. Janganlah engkau (Nabi Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur’an sebelum selesai pewahyuannya kepadamu dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.” [10]
[10] Q.S Thaha (20): 114

Tafsir ayat ini ialah “Ketika ketergesaan dan kesegeraan beliau untuk menerima wahyu menunjukkan kecintaan beliau yang utuh kepada ilmu dan keantusiasan untuk menguasainya, maka Allah memerintahkan beliau untuk meminta tambahan ilmu. Sesungguhnya ilmu itu baik, dan banyak kebaikan itu dituntut, kebaikan itu berasal dari Allah, dan jalan menuju ke sana adalah melalui ketekunan, kerinduan kepada ilmu, memohon dan meminta pertolongan kepadaNya serta duduk bersimpuh kepadaNya di setiap waktu. Bisa di ambil pelajaran dari ayat yang mulia ini, mengenai etika dalam menerima ilmu, bahwa orang yang mendengarkan ilmu seyogyanya perlahan-lahan dan bersabar, sampai pendikte dan pengajar selesai dari penjelasannya yang saling berkaitan. Jika ia sudah selesai darinya, pencari ilmu menanyakan (nya) bila dia punya pertanyaan. Janganlah dia bersegera bertanya dan memotong keterangan orang yang mengajar. Sesungguhnya sikap ini penyebab terhalangi (dari menguasai ilmu). Demikian juga orang yang ditanya, seharusnya ia meminta penjelasan lebih lanjut tentang pertanyaan penanya dan melacak maksudnya sebelum menjawab. Sesungguhnya sikap ini menjadi penyebab ketepatan dalam menjawab dengan benar.[11]
[11] Abdurrahman As Sa’di, Taisir Al Karim Ar Rahman, (Riyadh, Darussalam: 2002), Cet. 2, h. 599
Berkata Imam Ibnu ‘Utaibah –rahimahullah- : “Nabi senantiasa meminta tambahan ilmu pada Allah sampai beliau wafat”[12]
[12] Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Adzim, (Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2000), Cet. 1, h. 1227

Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan adanya kewajiban belajar dan mengajar dari beberapa sisi:

a. Firman Allah (فَتَعٰلَى اللّٰهُ الْمَلِكُ الْحَقُّۚ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْاٰنِ مِنْ قَبْلِ اَنْ يُّقْضٰٓى اِلَيْكَ وَحْيُهٗ) “Mahatinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya. Janganlah engkau (Nabi Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur’an sebelum selesai pewahyuannya kepadamu dan katakanlah”. Ini memberikan kita gambaran proses belaja yaitu dengan perlahan-lahan tidak boleh tergesa-gesa. Adapun ketergesaan Nabi dalam membaca Al Qur’an bukan bersifat negatif, namun karena semangat beliau yang luar biasa dalam menuntut ilmu. Namun Allah mengingatkan agar membacanya dengan perlahan agar lebih membekas dan lebih kokoh ilmunya didalam dada. Sisi mengajarnya ada pada Jibril ‘Alaihissalam yang mengajarkan Nabi Al Qur’an. Dari sini juga dapat disimpulkan perlunya guru dalam belajar dan betapa pentingnya peranan mengajarkan ilmu sampai Allah utus Jibril untuk mengajarkan ilmu kepada Nabi-Nya. Dari sini dapat kita simpulkan adanya proses belajar dan mengajar.

b. Firman Allah (وَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا) “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.”. Ayat ini perintah kepada Nabi ﷺ untuk minta ditambahkan ilmu kepada Allah. Ini mengejarkan pada kita bahwa yang memiliki ilmu itu ialah Allah. Maka diantara proses belajar ialah meminta pada sang pemilik ilmu agar diberi ilmu yang bermanfaat. Kalaulah Nabi ﷺ yang sudah dijamin keselamatan dan keilmuannya masih meminta tambahan ilmu pada Allah, apatah lagi kita manusia biasa yang tidak memiliki jaminan apa-apa.

4. Tafsir Surat At Taubah 122

Allah berfirman;

﴿ ۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ﴾

“Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”[13]
[13] Q.S At Tubah (9): 122

Syaikh Abdurrahman As Sa’di menafsirkan ayat ini “Kemudian Allah mengingatkan bahwa menetapnya sebagian dari mereka dengan tidak berangkat berperang mengandung kemaslahatan lain yang tidak terwujud jika mereka semua berangkat perang, Dia berfirman, “Untuk memperdalam pengetahuan mereka”, yakni orang-orang yang tidak berangkat “tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya.” Yakni agar mereka belajar ilmu syari, mengetahui makna-maknanya, memahami rahasia-rahasianya, dan mengajarkan kepada selain mereka, dan agar mereka dapat memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka kembali kepadanya.

Ini mengandung keterangan tentang keutamaan ilmu, khususnya pemahaman dalam agama, dan bahwa ia adalah perkara terpenting, bahwa siapa yang mempelajari ilmu, maka dia harus menyebarkannya dan mengajarkannya kepada manusia serta memberi nasihat kepada mereka dengannya, karena menyebarnya ilmu dari seorang alim adalah termasuk keberkahannya dan pahalanya yang berkembang. Adapun seorang alim yang hanya membatasi ilmu pada dirinya,tidak mendakwakannya kepada jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik, serta tidak mengajarkannya kepada orang-orang bodoh yang tidak mengerti, maka manfaat apa yang didapat oleh kaum Muslimin darinya? Apa hasil dari ilmunya? Akhirnya dia mati dan ilmunya pun mati bersamanya, dan ini adalah hasil dari orang yang diberi ilmu dan pemahaman oleh Allah tetapi tidak mau mengajarkannya.

Ayat ini juga mengandung dalil, petunjuk, dan arahan yang sangat halus kepada satu faidah penting, yaitu bahwa hendaknya kaum Muslimin menyediakan orang-orang khusus yang dapat menunaikan setiap kepentingan umum mereka, yang berkonsentrasi dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya, tanpa menengok kepada selainnya, agar kepentingan kaum Muslimin bisa terlaksana dan kebaikan mereka bisa terpenuhi, dan agar arah pandang serta target yang mereka tuju adalah satu, yaitu menegakkan kemaslahatan agama dan dunia mereka, walaupun jalanNya berbeda-beda, dan caranya bermacam-macam. Jadi, perbuatannya beraneka ragam, namun targetnya adalah satu, dan ini termasuk hikmah yang bersifat umum yang berguna dalam segala urusan.”[14]
[14] Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Adzim, (Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2000), Cet. 1, h. 407-408

Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan adanya kewajiban belajar dan mengajar dari beberapa sisi:

a. Firman Allah (لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ) “untuk memperdalam pengetahuan agama mereka”, ini menunjutkkan pada kita pentingnya belajar agama. Tidak semua orang harus ikut berjihad lalu tidak ada satupun yang belajar agama. Ini artinya betapa pentingnya belajar sehingga tidak dibolehkan semua kaum muslimin ikut berjihad.

b. Firman Allah (وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ) “dan memberi peringatan kepada kaumnya”, ini menunjukkan bahwa setelah belajar ada kewajiban mengajarkan ilmu tersebut dengan mengingatkan manusia ini yang benar dan ini yang salah.

c. Firman Allah (لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ) ” agar mereka dapat menjaga dirinya”, ini menunjukkan tujuan dari pembelajaran dan pendidikan yaitu agar ilmu itu menjaga dirinya dari segala keburukan dunia maupun akhirat. Dan tentunya tujuan ini tidak akan tercapai kecuali harus melalui proses belajar dan mengajar.

C. PENGERTIAN FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM

- Pengertian Pendidikan

Pendidikan dalam bahasa arab adalah asal kata dari Tarbiyah yang artinya pengajaran yang berasal dari kata RabbaYaribbuTarbiyatan, dan juga dalam kata lain dalam islam adalah ta’lim dengan arti sama halnya seperti Tarbiyyah yaitu pengajaran Allama berasal dari kata AllamaYuallimu Ta’liman Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya Tarbiyah wa ta’lim Sedangkan pendidikan islam dalam bahasa arabnya adalah Tarbiyah Islamiyah.

Pendidikan islam adalah suatu usaha memberikan pencerahan kepada manusia supaya manusia mengenali keperibadiannya sebagai seorang muslim. Selain itu juga pendidikan islam berusaha memberikan pendidikan terhadap kerohanian dan juga kejasmanian sebagaiman kakikat islam adalah rahmatan lilalamin yaitu rahmat bagi seluruh alam.

- Fungsi pendidikan Islam

Fungsi pendidikan Islam secara mikro sudah jelas yaitu memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insan yang ada pada subyek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma islam. Atau dengan istilah lazim digunakan yaitu menuju kepribadian muslim. Menurut pandangan pendidikan islam, fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik, tetapi juga menyelamatkan fitrahnya.

Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki aqidah keimanan yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus menerus mengokohkannya, sehinggamati dalam keadaan fitrah yang semakin mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama dan faham-faham yang selain Islam.

Betapa pentingnya fungsi pendidikan dan pengajaran di dalam menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain, pendidikan dan pengaajaran juga berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi/ kekuatan-kekuatan yang ada pada diri anak agar ia bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi pergaulan hidup di sekelilingnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.[15]
[15] https://an-nur.ac.id/pengertian-pendidikan-islam-objek-ruang-lingkup-urgensi-dan-fungsinya/

۞ وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَٰلِحًا ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَٱسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَٱسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّى قَرِيبٌ مُّجِيبٌ

Artinya: ”Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".[16]
[16] Q.S Hud : 61

D. BEBERAPA AYAT YANG MENJELASKAN TENTANG FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM

Fungsi pendidikan Islam sendiri ada dalam beberapa ayat Al Qur’an diantaranya:

1. Surah Hud ayat 61:

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَٰلِحًا ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَٱسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَٱسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّى قَرِيبٌ مُّجِيبٌ

Artinya: “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".

Tafsir Al Muyassar :

Dan Kami mengutus kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shaleh. Kemudian dia berkata kepada mereka, ”wahai kaumku, sembahlah Allah semata, karena tidak ada tuhan yang berhak disembah bagi kalian kecuali Dia, maka murnikanlah ibadah bagiNya. Dia lah yang memulai penciptaan kalian dari tanah dengan menciptakan bapak moyang kalian, Adam darinya, dan menjadikan kalian orang-orang yang memakmurkannya, maka mohonlah kepadaNya agar berkenan mengampuni dosa-dosa kalian, dan kembalilah kepadaNya dengan taubat nasuha. Sesungguhnya tuhanku dekat kepada orang yang mengikhlaskan ibadah kepadaNya dan mau bertaubat kepadaNya, lagi mengabulkan (permintaannya), bila dia berdo’a kepadaNYa.”

2. Surah Al Anfal ayat 60:

وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ ٱلْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”

Tafsir Al Muyassar:

Dan persiapkanlah (wahai kaum muslimin), untuk menghadapi musuh-musuh kalian, semua yang dapat kalian perbuat dalam jumlah dan perlengkapan militer, supaya kalian bisa memasukan dengan itu rasa ketakutan di hati musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kalian yang senantiasa menunggu-nunggu kesempatan menghabisi kalian, dan juga kalian dapat menakut-nakuti orang-orang lain yang belum menampakan api permusuhan kepada kalian sekarang. Akan tetapi Allah mengetahui mereka dan mengetahui apa yang mereka tutup-tutupi dalam hati mereka. Dan apa saja yang kalian keluarkan baik harta benda atau lainnya di jalan Allah sedikit ataupun banyak, Allah akan memberikan ganti bagi kalian di dunia dan menyimpan pahala amalan itu bagi kalian hingga hari kiamat, sedang kalian tidak mengalami pengurangan dari pahala amalan itu sedikitpun.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram:

Dan siapkanlah -wahai orang-orang mukmin- apa yang bisa kalian siapkan, baik berupa jumlah pasukan maupun peralatan perang, termasuk menyiapkan kuda-kuda untuk persiapan jihad fi sabilillah, guna menggentarkan hati musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kalian, baik dari golongan orang-orang kafir yang senantiasa menunggu-nunggu kesempatan untuk menyerang kalian maupun golongan-golongan lainnya. Kalian tidak mengetahui siapa mereka dan apa yang mereka sembunyikan di dalam hati mereka dari rasa permusuhan. Hanya Allah yang mengetahui siapa mereka dan apa yang mereka sembunyikan di dalam hati mereka. Dan harta yang kalian belanjakan, sedikit maupun banyak, akan diganti oleh Allah di dunia. Dan Dia akan memberi kalian ganjaran yang sempurna di Akhirat tanpa pengurangan sedikit pun. Maka bergegaslah membelanjakan harta kalian di jalan Allah.

3. Surah Al Baqarah ayat 247:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ ٱللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا ۚ قَالُوٓا۟ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ ٱلْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِٱلْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ ٱلْمَالِ ۚ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُۥ بَسْطَةً فِى ٱلْعِلْمِ وَٱلْجِسْمِ ۖ وَٱللَّهُ يُؤْتِى مُلْكَهُۥ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.”

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia:

Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah mengutus kepada kalian Thalut menjadi raja kalian sebagai bentuk pengabulan permintaan kalian, yang akan memimpin kalian untuk memerangi musuh-musuh kalian sebagaimana permintaan kalian.” Namun pembesar Bani Israil berkata, “Bagaimana bisa Thalut menjadi raja kami, dia tidak berhak atas itu, sebab dia bukan dari keturunan raja-raja, dan bukan dari keluarga Nabi. Dia tidak memiliki banyak harta yang dapat dipergunakan mengatur kerajaannya, maka kami lah yang lebih berhak menjadi raja daripada dia, karena kami sesungguhnya keturunan raja-raja dan berasal dari keluarga nabi. Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya daripada kalian sedang Dia lebih mengetahui urusan-urusan hamba-hamba Nya, dan telah memberinya tambahan keluasan dalam ilmu dan kekuatan dalam fisiknya untuk memerangi musuh. Dan Allah pemilik seluruh kerajaan memberikan kekuasaan bagi hamba-hamba Nya yang dikehendaki, dan Allah Maha luas karunia dan Anugerah, juga Maha Mengetahui hakikat-hakikat perkara-perkara dengan sebenarnya, tidak ada sesuatupun yang samar bagi Nya.

Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah:

Yaitu ketika mereka meminta kepada nabi mereka untuk mengangkat seorang raja dari kalangan mereka, maka Allah mengangkat Thalut untuk mereka. Dia adalah salah satu prajurit dari golongan mereka, dan dia bukan berasal dari keluarga kerajaan, karena raja sebelumnya dari keturunan Yahudza. Adapun Thalut bukan dari keturunan itu, oleh karena itu mereka berkata, (Bagaimana Thalut memerintah kami) yaitu bagaimana bisa dia menjadi raja kami (padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?) yaitu bahwa Thalut adalah seorang yang miskin dan tidak memiliki harta yang cukup untuk memimpin. Beberapa dari mereka menyebutkan bahwa dia adalah seorang tukang air. Dikatakan adalah seorang penyampaak kulit. Ini merupakan bentuk penentangan dan kekeras kepalaan mereka terhadap nabi mereka, padahal dia lebih baik dalam hal ketaatan dan perkataan yang bagus daripada mereka. Kemudian nabi menjawab mereka, (Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu) yaitu Dia telah memilih dia di antara kalian dan lebih mengetahui tentang hal itu daripada kalian. Aku bukanlah orang yang memilihnya sendiri, tetapi Allah yang memerintahkanku untuk memilihnya setelah kalian memintanya. (dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa) dalam hal ini dia lebih tahu, lebih mulia, lebih perkasa, lebih kuat, dan lebih sabar daripada kalian dalam hal peperangan dan lebih tahu tentang peperangan, yaitu lebih sempurna ilmunya dan kedudukannya daripada kalian. Dari sini, sebaiknya bahwa raja adalah orang yang berilmu, memiliki tubuh yang baik, dan sangat kuat. Kemudian Allah berfirman, (Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendakiNya) yaitu Allah adalah Dzat yang Maha Bijaksana atas apa yang Dia kehendaki, dan tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang Dia kerjakan, sedangkan mereka mempertanyakan terhadap pengetahuan, hikmah, dan kasih sayangNya terhadap makhlukNya. Oleh karena itu Allah berfirman, (Dan Allah Maha Luas pemberianNya lagi Maha Mengetahui) yaitu Dia Maha luas keutamaanNya, Dia mengkhususkan rahmatNya kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan Maha Mengetahui tentang siapa saja yang pantas dan tidak pantas menjadi raja.

4. Surah Ar-Rahman ayat 33:

يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ إِنِ ٱسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا۟ مِنْ أَقْطَارِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ فَٱنفُذُوا۟ ۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَٰنٍ

Artinya: “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia:

Wahai jin dan manusia, bila kalian mampu menembus perintah Allah dan hukumNya dengan berlari dari ujung langit dan bumi, maka lakukanlah. Kalian tidak sanggup melakukannya kecuali dengan kekuatan dan hujjah serta izin dari Allah. Mana mungkin kalian lakukan, sedangkan kalian sendiri tidak memiliki kuasa untuk mendatangkan manfaat dan mudarat untuk diri kalian? Maka nikmat manakah dari nikmat-nikmat Tuhan kalian berdua (wahai jin dan manusia) yang kalian dustakan?

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram:

Allah berfirman pada hari Kiamat jika sudah mengumpulkan jin dan manusia, “Wahai jin dan manusia! Jika kalian bisa mendapatkan jalan keluar dari salah satu bagian langit dan bumi maka lakukanlah, dan kalian tidak akan mampu melakukan hal itu kecuali dengan kekuatan dan petunjuk, dari mana kalian mendapatkan itu?

5. Surah An-Nisa ayat 6

وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا۟ ۚ وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ فَأَشْهِدُوا۟ عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبًا

Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).”

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia:

Dan ujilah orang-orang yang berda dalam pengasuhan kalian dari anak-anak yatim untuk mengetahui kemapuan mereka mengelola harta mereka dengan baik, sehingga apabila dia telah mencapai usia baligh dan kalian melihat keshalihan pribadi mereka dalam beragama dan kemampuan untuk menjaga harta benda mereka, maka serahkanlah (harta benda) itu kepada mereka, dan janganlah kalian berbuat melampaui batas terhadapnya dengan mempergunakannya bukan pada tempat yang sepatutnya dengan berlebih-lebihan dan bersegera menghabiskannya sebelum mereka mengambilnya dari kalian. Barangsiapa diantara kalian memiliki harta cukup ,hendaknya menjaga diri dengan kecukupan yang ada pada dirinya dan tidak mengambil sedikitpun dari harta anak yatim. Dan barang siapa yang miskin, hendaknya mengambil sesuai kebutuhannya saja ketika darurat. Lalu apabila kalian telah mengetahui bahwa mereka mampu menjaga harta-harta mereka setelah mereka mencapai usia baligh dan kalian serahkan harta itu kepada mereka maka persaksikanlah atas mereka, demi memastikan sampainya hak mereka dengan sempurna kepada mereka, dan agar mereka tidak mengingkari di kemudian hari. Dan cukuplah Allah bagi kalian bahwa Dia mengawasi kalian dan memperhitungkan amal perbuatan kalian sesuai apa yang kalian perbuat.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram:

Dan ujilah anak-anak yatim itu -wahai para wali- apabila mereka mendekati usia balig. Yaitu memberikan sebagian harta mereka untuk mereka belanjakan sendiri. Apabila mereka mampu mengelolanya dengan baik dan kalian melihat kedewasaan mereka, maka serahkanlah harta mereka secara lengkap tanpa dikurangi sedikit pun. Dan janganlah kalian memakan harta mereka melampaui batas yang diperbolehkan Allah untuk kalian ketika kalian membutuhkannya. Dan janganlah kalian terburu-buru memakan harta mereka karena takut mereka akan mengambilnya ketika mereka balig. Barangsiapa di antara kalian yang memiliki harta yang cukup, maka sebaiknya ia menahan diri untuk tidak memakan harta anak yatim. Tetapi barangsiapa di antara kalian yang miskin dan tidak punya harta, maka sepatutnya ia makan (dari harta anak yatim) menurut kebutuhannya. Apabila kamu menyerahkan harta mereka setelah mereka balig dan dewasa, maka persaksikanlah penyerahan itu dalam rangka menjaga hak-hak dan mencegah timbulnya perselisihan. Cukuplah Allah menjadi saksi atas hal tersebut dan menjadi penghitung amal perbuatan manusia.

6. Surah Al Hajj ayat 78:

وَجَٰهِدُوا۟ فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦ ۚ هُوَ ٱجْتَبَىٰكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَٰهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّىٰكُمُ ٱلْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِى هَٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعْتَصِمُوا۟ بِٱللَّهِ هُوَ مَوْلَىٰكُمْ ۖ فَنِعْمَ ٱلْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ ٱلنَّصِيرُ

Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia:

Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, Muhammad, rukuk dan sujudlah kalian dalam shalat kalian, sembahlah Tuhan kalian semata, tanpa menyekutukan apa pun denganNya, dan lakukanlah kebajikan-kebajikan, agar kalian beruntung. Dan berjihadlah menundukkan diri kalian sendiri, laksanakanlah perintah Allah dengan sempurna, dan serulah manusia ke jalan-Nya. Berjihadlah kalian dengan harta benda, lisan dan diri kalian, dengan mengikhlaskan niat padanya karena Allah, juga berserah diri kepadaNya dengan hati dan anggota tubuh kalian. Dia telah memilih kalian untuk mengemban agama ini. Dan Dia telah mencurahkan kenikmatan pada kalian dengan menjadikan ajaran syariat agama kalian penuh kemudahan, tidak menyempitkan dan tidak menyulitkan dalam beban ajaran-ajaran dan hokum-hukumNya, sebagaimana dulu terjadi pada sebagian umat sebelum kalian. Ajaran agama yang penuh kemudahan ini merupakan ajaran bapak moyang kalian, Ibrahim. Dan sesungguhnya Dia telah menamakan kalian dengan nama “orang-orang Muslim” sejak sebelumnya, yaitu dalam kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya dan juga dalam al-Qur’an ini. Dan Dia telah mengkhususkan kalian dengan pilihan ini supaya penutup para rasul,Muhamad menjadi saksi atas kalian bahwa dia telah menyampaikan risalah Tuhannya pada kalian, dan kalian menjadi saksi-saksi atas umat-umat bahwa rasul-rasul mereka sungguh telah menyampaikan apa yang dikabarkan Allah pada kalian dalam kitab sucinya. Maka kewajiban kalian untuk menyadari urgensi kenikmatan ini, lalu kalian mensyukurinya, dan menjaga rambu-rambu agama Allah dengan menjalankan shalat dengan memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya, mengeluarkan zakat yang wajib, dan agar kalian kembali kepada Allah dan bertawakal kepadaNya. Dia adalah sebaik-baik Pelindung bagi orang yang berwala’ kepadaNYa dan Dia sebaik-baik Penolong bagi hamba yang meminta pertolongan kepada-Nya.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram:

Dan berjihadlah di jalan Allah dengan jihad yang ikhlas karena mengharap rida-Nya. Dia memilih kalian dan menjadikan agama kalian sebagai agama yang mudah, tidak ada kesukaran dan pemaksaan di dalamnya. Agama yang mudah ini adalah agama nenek moyang kalian, Ibrahim -'alaihissalām-, dan Allah telah menamai kalian dalam kitab-kitab terdahulu dan dalam Al-Qur`ān sebagai orang-orang muslim, agar rasul menjadi saksi atas kalian bahwa ia telah menyampaikan pada kalian apa yang diperintahkan padanya untuk disampaikan, dan agar kalian menjadi saksi atas segenap umat-umat terdahulu bahwa rasul-rasul mereka telah menyampaikan wahyu Allah tersebut. Maka bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat itu dengan mendirikan salat secara sempurna, tunaikanlah zakat harta kalian, kembalilah kepada Allah, dan berpegang teguhlah kepada-Nya dalam segala urusan, sungguh Dia sebaik-baik pelindung bagi orang-orang mukmin yang dilindungi-Nya, dan sebaik-baik penolong bagi orang-orang mukmin yang ditolong-Nya, maka mintalah perlindungan dan pertolongan kepada-Nya niscaya Dia pasti melindungi dan menolong kalian.

7. Surah Al -Maidah ayat 16:

يَهْدِى بِهِ ٱللَّهُ مَنِ ٱتَّبَعَ رِضْوَٰنَهُۥ سُبُلَ ٱلسَّلَٰمِ وَيُخْرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذْنِهِۦ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Artinya: “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia:

Allah memberi petunjuk dengan kitab yang nyata ini kepada orang-orang yang mengikuti keridhaan Allah ke jalan-jalan keamanan dan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dengan izinNya dari kegelapan-kegelapan kekafiran menuju cahaya keimanan, dan memberikan taufik bagi mereka menuju agamaNya yang lurus.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram:

Melalui kitab ini Allah menunjukkan orang yang mengikuti apa yang diridai-Nya, yaitu iman dan amal saleh ke jalan yang menyelamatkannya dari azab Allah, yaitu jalan menuju Surga, dan mengeluarkannya dari gelapnya kekafiran dan kemaksiatan menuju terangnya keimanan dan ketaatan atas izin-Nya, serta membimbingnya ke jalan yang lurus, yaitu agama Islam.

8. Surah An Nur ayat 52:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

Artinya: "Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia:

Adapun orang-orang Mukmin yang sebenarnya, maka sikap pasti mereka jika diseru untuk menetapkan hokum dalam perselisihan mereka kepada Kitabullah dan ketetapan RasulNya, mereka menerima keputusan hukumnya dan mengatakan, “Kami mendengar apa yang disampaikan kepada kami dan mentaati orang yang menyeru kami kepadanya”Mereka itulah orang-orang yang beruntung memperoleh keinginan mereka di surga-surga yang penuh kenikmatan.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram:

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar perkataannya, dan kami patuh terhadap perintahnya.' Dan orang-orang yang memiliki sifat seperti ini adalah orang-orang yang beruntung di dunia dan di Akhirat."

9. Surah Hud ayat 112:

فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ ۚ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia:

Maka tetaplah kamu lurus (Wahai Rasul), sebagaimana Tuhanmu memetintahkanmu dan orang-orang yang bertabaut bersamamu, dan janganlah kalian berbuat melampaui batas yang telah Allah tentukan kepada kalian. Sesungguhnya Tuhan kalian Maha Melihat semua perbuatan yang kalian lakukan seluruhnya, tidak ada yang tersembunyi bagiNya dari segala sesuatu dari perbuatan mereka, dan Dia akan memebiri balasan kepada kalian atas perbuatan-perbuatan tersebut.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram:

Maka tetaplah engkau -wahai Rasul- tegak seperti yang Allah perintahkan kepadamu. Maka jalankanlah perintah-perintah-Nya dan jauhilah larangan-larangan-Nya. Pun hendaknya orang-orang mukmin yang bertobat tetap mengikuti perintah Allah bersamamu dan tidak melampaui batas, berupa melakukan perbuatan maksiat. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka perbuat. Tidak ada satupun amal perbuatan mereka yang luput dari pengetahuan-Nya. Dan Dia akan memberikan balasan yang setimpal kepada kalian.[17]
[17] Referensi : https://tafsirweb.com/

Faedah:
1. Bahwasanya pendidikan islam sangat berperan penting dalam kehidupan manusia.
2. Pendidikan islam juga merupakan pondasi dasar untuk mencetak generasi yang lebih baik.

BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN

Manusia diciptakan Allah unutuk belajar, dimana belajar adalah proses untuk mengetahui segala yang ada. Berdasarkan pengertian belajar dalam Al-Quran lebih berorientasi agar manusia bertakwa kepada Allah, bersyukur akan kekuasaannya. Belajar adalah proses pembelajaran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Di mana kegiatan belajar ini mampu merubah manusia dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Kemudian setelah seseorang tersebut berilmu wajib baginya untuk mengamalkannya, salah satunya melalui proses mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain.

Tafsir ayat tentang kewajiban belajar mengajar banyak Allah jelaskan di dalam Alquran. Salah satu ayat yang menjelaskan hal tersebut adalah surat Al Anbiya ayat 7 dimana Allah perintahkan Kita untuk bertanya kepada ahli ilmu jika Kita tidak tahu. Disini ada perintah untuk Kita belajar dengan bertanya kepada ahli ilmu karena dengan banyak bertanya Maka kita akan banyak mengetahui kebenaran. Dan ahli ilmu juga memiliki kewajiban untuk mengajarkan kebenaran kepada manusia yang belum tahu.

Adapun pendidikan islam adalah suatu usaha memberikan pencerahan kepada manusia supaya manusia mengenali keperibadiannya sebagai seorang muslim. Selain itu juga pendidikan islam berusaha memberikan pendidikan terhadap kerohanian dan juga kejasmanian sebagaimana kakikat islam adalah rahmatan lilalamin yaitu rahmat bagi seluruh alam. Fungsi pendidikan Islam adalah memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insan yang ada pada subyek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma islam.

Tak ada gading yang tak retak dan tak ada makalah yang sempurna. Kami memohon dengan sangat saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca yang budiman. Wallahu ‘alam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman As Sa’di, Taisir Al Karim Ar Rahman, (Riyadh, Darussalam: 2002)

Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunnah Untuk Wanita, (Jakarta: al-I‟tishom Cahaya Umat, 2007)

Beni Ahmad Saebani, (mengutip Ruslan Rosady, dalam Metode Penelitian PR dan Komunikasi), Pedoman Aplikatif Metode Penelitian dalam Penyusunan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2017)

https Ec6e8-makalah-kewajiban-belajar-mengajar-dalam-al-qur’an.

https://an-nur.ac.id/pengertian-pendidikan-islam-objek-ruang-lingkup-urgensi-dan-fungsinya/

Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzhim, (Beirut: Daar Ibnu Hazm, 2000)

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)

Referensi : https://tafsirweb.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar