Sabtu, 29 Juni 2024

Model Analisis Kebijakan Pendidikan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Pendidikan
Dosen Pengampu : Sabar, M.Pd
Disusun Oleh Kelompok 3 :
1. Azka Hasanah (SBA)
2. Neng Hindi Hadiyani (SBA)
3. Suci Mardhotilla (PAUD)
4. Nanda Nur Azizah (PAI)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberikan hidayah serta nikmat-Nya, terutama nikmat sehat dan waktu luang sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata kuliah “Kebijakan Pendidikan”.

Sholawat serta salam tidak lupa kita sampaikan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat dan pengikutnya hingga hari kiamat kelak.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ustadz Sabar, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Kebijakan Pendidikan dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini maka itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Lahat, 27 Juni 2024 M/ Dzulhijjah 1445 H
Penyusun Makalah Model Analisis Kebijakan Pendidikan
Kelompok 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB IPENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
1.2 Rumusan Masalah.
1.3 Manfaat Penelitian.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Kerangka Berpikir Studi Analisis Kebijakan Pendidikan.
2.2 Kegiatan Analisis Kebijakan Pendidikan.
2.3 Perspektif Analisis Kebijakan Pendidikan.
BAB III PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik yaitu sebuah aturan dan juga keputusan yang dibuat oleh pihak tertentu (pemerintah) berdasarkan beberapa pertimbangan guna mengatur atau mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM), demi kepentingan umum, masyarakat, penduduk dan pihak-pihak yang terlibat agar diperoleh hasil yang optimal (Kamars, 2017, p. 63).

Dalam kehidupan, pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia baik dari kalangan anak-anak, remaja, maupun dewasa, sebab pendidikan merupakan tolak ukur yang akan membawa manusia kearah masa depan. Dengan adanya pendidikan itu sendiri kita dapat mengetahui kepentingan dalam perkembangan pada diri manusia yang meliputi tingkah laku, sifat, sikap, watak, yang semua itu akan sangat mempengaruhi dan berdampak pada diri manusia, serta bangsa dan Negara. Hal tersebut membuktikan bahwa Negara sangat membutuhkan manusia-manusia atau orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi.

Dalam dunia pendidikan setiap Negara memiliki visi misi serta tujuan masing-masing. Dimana aturan yang berkenaan dengan pendidikan diatur dalam kebijakan pendidikan, yakni salah satunya adalah kebijakan pengembangan professional guru.. Kebijakan pendidikan itu merupakan keputusan dan tindakan guna mengatur kepentingan publik, yaitu penduduk, masyarakat dan warga Negara. Merujuk pada kebijakan diatas Indonesia memiliki aturan atau kebijakan dan sistem yang baik, akan tetapi dapat kita lihat masih terdapat guru yang kurang maksimal dari segi mendidik, pengembangan guru yang kurang memuaskan dan lain sebagainya, yang memberikan dampak negative pada peserta didik itu sendiri termasuk tertinggal dari Negara lain. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi pada sumber daya manusia di Negara ini terlebih pada kualitas daya saing serta untuk menguasai ranah pikir kecerdasan intelektual yang tinggi dan juga model pendidikan (Supardi, 2015, p. 117).

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, penyusun membuat rumusan masalah sebagai barikut:
1. Bagaimana kerangka berpikir studi analisis kebijakan pendidikan ?
2. Bagaimana kegiatan analisis kebijakan pendidikan ?
3. Bagaimana perspektif analisis kebijakan pendidikan ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui kerangka berpikir studi analisis kebijakan pendidikan
2. Mengetahui kegiatan analisis kebijakan pendidikan
3. Mengetahui perspektif analisis kebijakan pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kerangka Berpikir Studi Analisis Kebijakan Pendidikan

Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan bagi suatu bangsa yang ingin maju, melebihi kebutuhan- kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan juga harus ikut diperhatikan. Pendidikan yang dilaksanakan harus memiliki visi dan misi yang jelas sehingga langkah-langkah yang hendak dilakukan dapat diatur dengan cepat dan tepat.

Mempelajari kebijakan merupakan suatu hal yang penting karena merupakan kebutuhan bagi ilmuwan pendidikan, untuk memahami studi mengenai kebijakan publik (public policy) khususnya kebijakan pendidikan (educational policy). Kepentingan ini erat kaitannya dengan peran yang diharapkan dari ilmuwan pendidikan, tidak saja nantinya diharapkan sebagai seorang perumus kebijakan pendidikan yang berkualitas apabila ilmuwan pendidikan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan (policy maker) - akan tetapi lebih dari sekadar itu, ilmuwan pendidikan diharapkan akan memberikan peran yang besar dalam memberikan koreksi terhadap berbagai kesalahan-kesalahan (ketidaktepatan) dalam perumusan berbagai kebijakan pendidikan yang telah dihasilkan oleh pemerintah selama ini. Dengan demikian studi kebijakan pendidikan akan memberikan dasar yang kuat bagi seseorang yang ingin mengembangkan profesi sebagai seorang analis kebijakan pendidikan (Sutapa, 2005:5).

2.1.1 Definisi Kebijakan Pendidikan

Kata kebijakan (Hasbullah, 2015: 37) adalah terjemahan darikata "policy dalam bahasa Inggris yang berarti mengurus masalah atau kepentingan umum, sehingga penekanannya bertuju kepada tindakan (produk). Kata "kebijakan jika disandingkan dengan "pendidikan maka merupakan hasil terjemahan dari kata "educational policy" yang berasal dari dua kata, sehingga (Hasbullah, 2015: 40) mengatakan kebijakan pendidikan memiliki arti yang sama dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Jika dilihat lagi maka kebijakan pendidikan ini adalah hasil produk dari orang/satuan yang terpilih, produk dari beberapa masukan dari semua pihak demi perbaikan mutu pendidikan.[1]
[1] Hasbullah, M. Kebijakan Pendidikan: Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan KondisiObjektif Pendidikan di Indonesia. (Depok: RajaGrafindo Persada: 2015)

Budi Winarno dan Solichin Abdul Wahab, sebagaimana dikutip oleh Suharno (2008:3) sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design. Dalam pengertian operatifnya, kebijakan dapat diartikan sebagai :

1. Suatu penggarisan ketentuan-ketentuan.

2. Bersifat sebagai pedoman, pegangan, atau bimbingan untuk mencapai kesepahaman dalam maksud, cara atau sarana.

3. Usaha dan kegiatarı sekelompok manusia yang berorganisasi

4. Dinamisasi gerak tindak yang terpadu, sehaluan, dan seirama mencapai tujuan bersama tertentu.

Secara konseptual, ada beragam pengertian yang diberikan para ahli tentang kebijakan. Namun, secara umum "kebijakan" dapat dikatakan suatu rumusan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah atau persoalan yang di dalamnya terdapat tujuan, rencana dan program yang akan dilaksanakan. Menurut Charles Q. Jones (Suharno, 2008:3) kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten yang berulang, baik oleh yang membuatnya maupun oleh mereka yang mentaatinya.

Kata publik dapat berarti masyarakat, negara, sistem politik atau administrasi. Sedangkan pemerintah adalah orang atau sekelompok orang yang diberi mandat oleh seluruh anggota suatu sistem politik untuk melakukan pengaturan terhadap keseluruhan sistem. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah guna memecahkan masalah publik.

Istilah "kebijakan pendidikan" merupakan terjemahan dari "educational policy" yang berasal dari kata education dan policy kebijakan adalah seperangkat aturan, sedangkan pendidikan menunjukkan kepada bidangnya. Jadi kebijakan pendidikan hampir sama artinya dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang mengatur khusus berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi, dan distrisbusi sumber serta pengaturan perilaku dalam ranah pendidikan. Kebijakan yang dimaksud disini adalah seperangkat aturan sebagai bentuk keberpihakan dari pemerintah dalam upaya membangun satu sistem pendidikan, sesuai dengan tujuan dan cita-cita yang diinginkan bersama.

Berikut ini beberapa definisi Kebijakan Pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli:

1. H.A.R. Tilaar dan Rian Nugroho

Melalui kajian yang mendalam Tilaar dan Nugroho (2008: 140) sebagai pakar di bidang pendidikan menyimpulkan bahwa: "Kebijakan Pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu".[2]
[2] Tilaar, H.A.R. dan Nugroho, Riant. Kebijakan Pendidikan Pengantar Untuk Memenuhi Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2016)

2. Arif Rohman

Definisi lain tentang Kebijakan Pendidikan dikemukakan oleh Arif Rohman (2012: 86), yaitu: "keputusan berupa pedoman bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan Pendidikan”.

2.1.2 Batasan Kebijakan Pendidikan

Pembahasan yang terarah dan memiliki titik temu yang tepat membutuhkan suatu batasan-batasan, demi menghindari pembahasan yang melebar dan sia-sia, maka terlebih dahulu difahami konsep kebijakan.

Kebijakan berasal murni dari pertimbangan akal manusia, sekalipun demikian tentu manusia yang lebih dominan dalam pemilihan opsi-opsi kebijakan, karena dalam pemutusannya terdapat penekanan kebijaksanaan dari faktor emosional dan irasional, bukan berarti kebijakan tidak rasional akan tetapi mungkin saja pada saat itu rasional belum tercapai atau merupakan intuisi (Tilaar dan Nugroho, 2016: 16-17).

Kebijakan pada umumnya adalah pedoman untuk menuju tujuan yang terarah, sedangkan menurut Carl Friedrich dalam Hasbullah (2015:39) bahwa kebijakan adalah suatu bentuk pengarahan demi mencapai tujuan dari hasil yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintahan. Sedangkan disisi lain ada yang berpendapat bahwa pemerintah pun memiliki wewenang di dalam memutuskan kebijakan pendidikan sehingga jika pemerintah memilih sesuatu maka harus memiliki tujuan dan semuanya meliputi tindakan pemerintah, bukan semata- mata dari keinginan pemerintah semata, inilah defenisi dari Thomas R. Dye (1998) dalam Hasbullah (2015:39).

Kebijakan pendidikan jika dilihat merupakan seperangkat aturan yang keberpihakannya dimiliki oleh pemerintah demi terciptanya pendidikan yang sesuai dengan cita-cita sehingga sampai dengan tujuan yang diinginkan, keberpihakan disini termasuk politik, anggaran, pemberdayaan, tata aturan dan sebagainya (Hasbullah, 2015:41).

Beberapa pendapat sebelumnya jika diperhatikan dapat menunjukkan bahwa kebijakan pendidikan merupakan instrumen yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan melalui kajian dari pada pemikiran dan pengalaman seseorang, kelompok atau pemerintahan demi terwujudnya perubahan yang semakin baik dan menutupi ketidak cocokan dari kebijakan sebelumnya, sehingga bisa saja terjadinya tambahan kebijakan bahkan perubahan total demi tergapainya tujuan yang diinginkan oleh seluruh pemeran pendidikan.

2.1.3 Karakteristik Kebijakan Pendidikan

Kebijakan yang dibahas pada buku ini hanya tertuju kepada ranah pendidikan, maka tentunya memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan yang lainnya, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Ali Imron (1995: 20) dalam Rijal (2016) bahwa karakteristik kebijakan pendidikan meliputi sebagai berikut:

1. Memiliki tujuan Pendidikan

Karakteristik yang paling menonjol dari pada munculnya kebijakan pendidikan yaitu harus memiliki tujuan, terkhusus kepada tujuan pada bidang pendidikan yang jelas dan terarah demi berkontribusi pada Pendidikan.

2. Memiliki aspek legal-formal

Berlakunya kebijakan pendidikan tentu harus mendapatkan pengakuan dari wilayah jika telah melalui prosedur yang telah ditentukan, sehingga harus adanya pemenuhan atas pra-syarat yang dilalui terlebih dahulu. Sehingga, kebijakan tersebut dapat memenuhi syarat konstitusional yang sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di setiap kebijakan tersebut. Sehingga dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.

3. Memiliki konsep operasional

Kebijakan pendidikan suatu panduan yang bersifat umum, maka ia harus memiliki manfaat agar dapat diterapkan agar memiliki tujuan pendidikan yang jelas, sehingga sesuai dengan cita-cita yang ingin dicapai. Adapun konsep operasional pada bidang ini menurut Ali Imron (1995: 20) dalam Rusdiana (2015: 38) sebagai berikut:

1) Dibuat oleh yang berwenang

Perumusan kebijakan pendidikan juga dibuat oleh para ahli di bidang tersebut, agar tidak terjadi kerusakan baik itu di dalam ataupun di luar lingkungan pendidikan. Adapun para pembuat kebijakan adalah Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan, merekalah unsur minimal dalam pembuatan kebijakan pendidikan.

2) Dapat dievaluasi

Kebijakan pendidikan tidak akan luput dari kesalahan maupun kekeliruan, oleh karena itu jika kebijakan yang diterapkan dianggap baik, maka perlu untuk dipertahankan atau bahkan dikembangkan, sebaliknya jika kebijakan yang diterapkan memiliki kesalahan, maka harus bisa diperbaiki, sehingga kebijakan pendidikan memiliki karakter yang dapat melalui kemungkinan adanya evaluasi demi melalui perbaikan dengan mudah dan efektif.

3) Memiliki sistematika

Kebijakan pendidikan harus memiliki kejelasan dalam sistematikanya agar jelas dan dapat mengatur seluruh aspek. Sistematika ini dituntut agar lebih efektifitas dan efisiensi demi kebijakan tersebut tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan memiliki struktur yang rapuh akibat adanya serangkaian faktor yang hilang atau berbenturan dengan yang lainnya.Oleh karenanya perlu perhatian khusus agar tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal.Sedangkan secara eksternal kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan yang lainnya seperti kebijakan politik, kebijakan moneter, bahkan kebijakan yang terdapat di atas, di samping dan di bawah pendidikan.

2.1.4 Dasar dan Tujuan Kebijakan Pendidikan

1. Dasar Kebijakan Pendidikan

Dasar kebijakan pendidikan ditinjau dari segi sosiologis adalah selain sebagai makhluk sosial, manusia adalah makhluk yang dapat dididik dan proses pendidikan tersebut harus sesuai dengan hakikat manusia yang bebas (H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, 2008: 140).

2. Tujuan Kebijakan Pendidikan

Terbentuknya rancangan kebijakan diperlukan rumusan kebijakan dalam pendidikan, guna terarahnya pandangan-pandangan yang sesuai dengant ujuan kebijakan (Irianto:29-32), yaitu:

a) Tujuan kebijakan dilihat dari tingkatan masyarakat

Secara umum pendidikan merupakan proses penyempurnaan demi mencapai harkat dan martabat manusia dengan upaya yang terus menerus. Sehingga pendidikan memiliki nilai-nilai yang dalam, oleh karenanya perlu untuk membentuk pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat dengan penuh kebhinekaan. Sekalipun pendidikan tidak bebas nilai dan budaya akan tetapi lebih diarahkan pada pembentukan warga negara, oleh karenanya semua komponen bangsa memiliki tanggung jawab.

b) Tujuan kebijakan dilihat dari tingkatan politisi

Tidak dapat dipungkiri bahwa sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik berbeda dengan tingkatan perkembangan sosial.Pada tingkat individual, kontribusi pendidikan dapat membantu perkembangan sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang positif untuk melatih warga negara yang benar dan bertanggung jawab. Pada lain hal juga diharapkan agar mengerti dan sadar tentang kewajiban dan tanggung jawab peserta didik terhadap bangsa dan negara sehingga wawasan dan perilakunya semakin demoktratis.

c) Tujuan kebijakan dilihat dari tingkatan ekonomi

Suatu keniscayaan bahwa pendidikan adalah suatu investasi jangka panjang, adapun alasannya sebagai berikut: Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan adalah fasilitas yang dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan serta keterampilan demi kehidupan, sebagai bukti umum bahwa pendapatan seseorang tergantung akan tingkat pendidikannya karena lebih produktif. Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai umpan balik (rate of return) yang lebih dibanding investasi yang lain. Nilai balik yang dikeluarkan dengan pendapatan yang akan diperoleh setelah memasuki dunia kerja. Pilihan ini pula harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil.

2.1.5 Unsur-Unsur Pokok Kebijakan Pendidikan

Kerangka analisis yang ditujukan pada proses kebijakan mencakup paling tidak mengandung empat unsur yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Unsur Masalah

Unsur masalah berkaitan dengan bidang-bidang garapan pemerintahan seperti pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kesehatan masyarakat, pengembangan wilayah, hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, perpajakan, kependudukan dan lain-lain.Unsur ini lebih dikenal dengan bidang ideologi, politik, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan.

Nanang Fattah (2006) mengelompokkan masalah yang dihadapi menjadi masalah global dan masalah nasional. Masalah global bersumber dari laporan OECD tahun 2003 mencakup:

a) Peningkatan IPTEK yang pesat yang membutuhkan penyesuaian budaya (culture lag)

b) Produktivitas tenaga kerja yang rendah “tenaga kerja terbesar merupakan unskill labor (buruh bangunan, buruh perkebunan, TKI/TKW)”

c) Kemampuan membaca siswa menduduki urutan ke-39

d) Kemampuan sains urutan ke-38 dari 41 negara maju dan berkembang.

Sementara masalah nasional meliputi:

a) Krisis multidimensi termasuk ekonomi mengakibatkan munculnya angkatan kerja yang tidak produktif

b) Mengabaikan relevansi relevansi pendidikan dengan perkembangan zaman dan kualitas pendidikan

c) Pendidikan terlalu berorientasi pada input (masukan) dan pola pembangunan yang dilakukan terpatok pada sarana-sarana fisik

d) Pemerataan akses untuk memperoleh pendidikan masih rendah (faktor ekonomi, geografis, kultural, gender dll)

e) Rendahnya mutu pendidikan atau kualitas pendidikan.

f) Tantangan yang dihadapi dalam pendidikan dasar dan berkaitan dengan mutu pendidikan dasar di Indonesia menurut Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar (1993) adalah faktor guru, buku pelajaran, proses pendidikan, alat-alat pelajaran, manajemen sekolah, besarnya kelas sekolah, dan faktor keluarga.

.2. Unsur Tujuan

Unsur tujuan berkenaan dengan sasaran yang hendak dicapai melalui program-program yang telah ditetapkan oleh Negara.Berikut ini mengenai tujuan umum dan khusus pendidikan.

a) Tujuan Umum Pendidikan

Tujuan umum pendidikan berkenaan dengan keseluruhan peristiwa-peristiwa pendidikan dan cita- cita ideal tentang manusia atau masyarakat. Tujuan umum pendidikan merupakan tujuan dari keseluruhan jenis kegiatan dan waktu berlangsungnya peristiwa- peristiwa pendidikan. Terdapat tujuan umum pendidikan yang berorientasi pada pencapaian manusia ideal, dari menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan (Langeveld), manusia yang berkarater dan bermoral sosial (Herbart), manusia seutuhnya (Indonesia), dan sebagainya.

b) Tujuan Khusus Pendidikan

Tujuan pendidikan bergerak dari tujuan pendidikan setiap peristiwa pendidikan (tujuan insidental pendidikan, yaitu tujuan yang terkandung dalam setiap peristiwa pendidikan, atau tujuan setiap kegiatan pendidikan) sampai dengan tujuan keseluruhan peristiwa-peristiwa pendidikan (tujuan umum pendidikan). Di antara keduanya terdapat beberapa macam tujuan, yaitu (Mudyaharjo, 2014: 96-97):

Tujuan sementara pendidikan, yaitu tujuan yang berkenaan dengan pencapaian tugas-tugas perkembangan pada setiap tahap perkembangan (masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak pertengahan, masa remaja, masa dewasa, dan masa usia lanjut).

Tujuan tak lengkap pendidikan, yaitu tujuan yang berkenaan dengan pencapaian perkembangan sesuatu aspek kepribadian (intelektual, moral, sosial, dan sebagainya).

Tujuan institusional pendidikan, yaitu tujuan pendidikan sesuatu jenis dan/atau jenjang pendidikan (TK, SD, SLTP, SMU/SMK, PT, Kursus, dan sebagainya).

Tujuan kurikuler pendidikan, yaitu tujuan berkenaan dengan pencapaian penguasaan suatu lingkup isi atau materi suatu jenis pendidikan.

Tujuan instruksional pendidikan, yaitu tujuan yang hendak dicapai dalam satu kesatuan kegiatan-kegiatan pendidikan atau rangkaian kegiatan pendidikan.

3. Cara Kerja atau Cara Pemecahan Masalah

Unsur cara kerja berkaitan dengan prosedur sistematis berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia; definisi; prediksi; deskripsi; dan evaluasi.[3]
[3] Dr. Abd. Madjid Analisis Kebijakan Pendidikan/-- (Yogyakarta: Samudra Biru: 2018)

Dalam analisis kebijakan prosedur-prosedur tersebut memperoleh nama-nama khusus.Perumusan masalah (definisi) menghasilkan informasi mengenai kondisi- kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. Peramalan (prediksi) menyediakan informasi mengenai konsekuensi pada masa datang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu. Rekomendasi (preskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan. Evaluasi, yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari-hari menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau mengatasi masalah.

2.1.6 Aspek Yang Harus Dikaji Dalam Analisis Kebijakan Pendidikan

Aspek yang harus dikaji dalam analisis kebijakan pendidikan adalah konteks kebijakan. Hal ini harus dilakukan karena kebijakan tidak muncul dalam kehampaan, melainkan dikembangkan dalam konteks seperangkat nilai, tekanan, kendala, dan dalam pengaturan struktural tertentu.Kebijakan juga merupakan tanggapan terhadap masalah-masalah tertentu, kebutuhan serta aspirasi yang berkembang. Aspek selanjutnya yang harus dikaji dalam analisis kebijakan pendidikan adalah sebagai berikut.

1. Pelaku Kebijakan/ Aktor kebijakan

Aktor kebijakan pendidikan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: para pelaku resmi dan pelaku tak resmi. Pelaku resmi kebijakan pendidikan adalah perorangan atau lembaga yang secara legal memiliki tanggung jawab berkenaan dengan pendidikan. Aktor tak resmi kebijakan pendidikan adalah individu atau organisasi yang terdiri dari kelompok kepentingan, partai politik, dan media.

2. Implementasi Kebijakan

Dalam memahami suatu proses kebijakan, terdapat aspek yang sangat penting yaitu implementasi kebijakan. Tolak ukur keberhasilan suatu kebijakan adalah pada tahap implementasi. Menurut Dunn (1994) seperti yang dikutip Yoyon Bahtiar Irianto, implementasi kebijakan lebih bersifat kegiatan praktis, termasuk di dalamnya mengeksekusi dan mengarahkan. Dengan demikian, implementasi kebijakan dapat disebut sebagai rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah sebuah kebijakan ditetapkan, baik yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah yang stratejik, maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijakan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran dari kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. Tingkat keberhasilan proses ini akan dipengaruhi berbagai unsur, baik yang bersifat mendukung atau menghambat, serta lingkungan, baik fisik, sosial maupun budaya.

Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan akan ditentukan oleh banyak faktor. misalnya, mengemukakan faktor-faktor tersebut antara lain:

a) Kompleksitas kebijakan yang telah dirumuskan;
b) Kejelasan rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah;
c) Sumber-sumber potensial yang mendukung;
d) Keahlian pelaksanaan kebijakan;
e) Dukungan dari khalayak sasaran;
f) Efektifitas dan efisiensi birokrasi.

Keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan dapat dievaluasi kemampuannya secara nyata dalam mengoperasikan program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya proses implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur dan membandingkan antara hasil akhir program-program tersebut dengan tujuan-tujuan kebijakan.

2.2 Kegiatan Analisis Kebijakan Pendidikan

Kegiatan analisis kebijakan pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan dengan prosedur tertentu untuk menghasilkan informasi data dalam bidang pendidikan yang mana data yang telah didapatkan tersebut akan dijadikan sebagai bagian-bagian perumusan kebijakan pendidikan dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang muncul dalam bidang pendidikan.

Analisis kebijakan pendidikan bertujuan untuk menganalisisis data dan informasi pendidikan serta mempertahankan aspek-aspek didalam proses perancangan dan pembuatan suatu kebijakan. Proses dari pembuatan kebijakan meliputi dari menganalisis masalah, pengumpulan data terkait pendidikan, penentuan alternatif hingga pada penyampaian alternative terhadap para pembentuk keputusan dalam pendidikan. Rumusan alternative pendidikan dibuat melalui pelaksanaan analisis kebijakan tidak serta merta muncul sendiri tanpa adanya analisis kebijakan terlebih dahulu. Setelah rumusan kebijakan pendidikan telah didukung oleh kekuatan kewanangan yang sudah ada, dari dukungan otoriter atau kewenangan tersebut maka alternatif kebijakan akan dapat berubah menjadi kebijakan pendidikan. Maka dari itu prosedur dapat menciptakan alternative kebijakan, sehingga proses tersebut menjadi rasional. Berlangsungnya proses kebijakan merupakan suatu bagian yang digunakan dalam proses politik oleh para wewenang yang memiliki otoritas atau kekuasaan.

Kebijakan pendidikan mempunyai sifat yang strategis yang terkait dengan polotik, meskipun banyak pihak yang menangkap serta memahami pendidikan harus bebas dari politik. Salah satunya tujuan, nilai-nilai, arah, dan dana pendidikan. Jadi pendidikan nasional semuanya diatur dalam kesepakatan politik. Begitupun realitanya, masih banyak ditemui proses rasional analisis kebijakan pendidikan yang melibatkan politik dan tidak dapat dipisahkan. Proses politik menjadi salahsatu bentuk rasioanal karena proses politik masih ada orientasi hubungan dengan kepentingan masyarakat.[4]
[4] Anesti Rohma Wardani dkk, “Konsep Dasar Analisis Kebijakan Pendidikan”. Education and Development. Vol. 10. No. 3, September 2022, hal 90.

2.3 Perspektif Analisis Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan merupakan proses evaluasi dan penilaian terhadap kebijakan yang diterapkan dalam sistem pendidikan untuk memastikan kebijakan tersebut efektif, efisien, dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Berikut adalah beberapa perspektif yang bisa dipertimbangkan dalam analisis kebijakan pendidikan:

1. Perspektif Kualitas Pendidikan

Analisis kebijakan pendidikan dari perspektif ini fokus pada bagaimana kebijakan tersebut meningkatkan kualitas pendidikan. Ini termasuk kurikulum, metode pengajaran, kualitas guru, dan infrastruktur pendidikan.

Kurikulum dan Metode Pengajaran: Apakah kurikulum yang diterapkan relevan dengan kebutuhan zaman dan mampu membekali siswa dengan keterampilan yang diperlukan di masa depan? Apakah metode pengajaran yang digunakan sudah mengikuti perkembangan teknologi dan pedagogi modern?

Kualitas Guru: Bagaimana kebijakan tersebut mendukung peningkatan kualitas guru melalui pelatihan, pengembangan profesional, dan insentif?

Infrastruktur Pendidikan: Apakah kebijakan tersebut memperhatikan infrastruktur seperti bangunan sekolah, fasilitas pendukung, dan akses terhadap teknologi pendidikan?

2. Perspektif Akses dan Kesetaraan

Analisis dari perspektif ini menilai apakah kebijakan pendidikan sudah mencakup semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi dan memastikan akses yang setara bagi semua.

Kesetaraan Gender: Apakah kebijakan tersebut memperhatikan kesetaraan gender dalam pendidikan?

Akses bagi Kelompok Rentan: Bagaimana kebijakan tersebut mendukung akses pendidikan bagi kelompok rentan seperti anak-anak dari keluarga miskin, anak-anak dengan disabilitas, dan masyarakat terpencil?

Pendidikan Inklusif: Apakah kebijakan mendukung pendidikan inklusif yang menerima dan mendukung semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus?

3. Perspektif Efisiensi dan Efektivitas

Perspektif ini menilai seberapa efisien dan efektif kebijakan pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Penggunaan Anggaran: Apakah anggaran pendidikan dialokasikan dan digunakan secara efisien dan efektif?

Hasil dan Dampak: Apakah kebijakan tersebut menghasilkan dampak positif yang signifikan dalam jangka pendek dan panjang?

4. Perspektif Pengembangan SDM dan Ekonomi

Kebijakan pendidikan juga dianalisis dari perspektif bagaimana kebijakan tersebut berkontribusi pada pengembangan sumber daya manusia dan perekonomian.

Keterkaitan dengan Pasar Kerja: Apakah kebijakan pendidikan menyiapkan siswa untuk memasuki pasar kerja dengan keterampilan yang relevan?

Inovasi dan Kewirausahaan: Bagaimana kebijakan mendukung inovasi dan kewirausahaan di kalangan siswa dan mahasiswa?

Dengan menggunakan perspektif-perspektif ini, analisis kebijakan pendidikan dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai efektivitas kebijakan yang ada dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan di masa depan.[5]
[5] Laporan tahunan dan tematik dari UNESCO mengenai pendidikan global,UNESCO Education Reports https://en.unesco.org/themes/education

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pendidikan adalah kebutuhan utama untuk kemajuan bangsa, dan peningkatan mutunya sangat penting. Kebijakan pendidikan harus memiliki visi dan misi yang jelas serta dibuat berdasarkan masukan berbagai pihak. Kebijakan ini berfungsi sebagai panduan untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat, politik, dan ekonomi. Analisis kebijakan pendidikan diperlukan untuk memastikan kebijakan tersebut efektif, efisien, dan inklusif, serta mendukung pengembangan sumber daya manusia dan perekonomian.

DAFTAR PUSTAKA

Anesti Rohma Wardani dkk. 2022. “Konsep Dasar Analisis Kebijakan Pendidikan”. Education and Development. Vol. 10. No. 3.

Dr. Abd. Madjid. 2018. Analisis Kebijakan Pendidikan/-- Yogyakarta: Samudra Biru

Hasbullah, M. 2015. Kebijakan Pendidikan: Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia. Depok: Raja Grafindo Persada.

Laporan tahunan dan tematik dari UNESCO mengenai pendidikan global,UNESCO Education Reports https://en.unesco.org/themes/education

Tilaar, H.A.R. dan Nugroho, Riant. 2016. Kebijakan Pendidikan Pengantar Untuk Memenuhi Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar