Jumat, 08 September 2023

Peranan Evaluasi Pendidikan

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Evaluasi Pendidikan
Dosen pengampu : Sabar Siswoyo, MPd.
Oleh Kelompok 02 :
1. Aisyah (PAI)
2. Azka Hasanah (SBA)
3. Dina Zahernanda (SBA)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhaanahu wa ta’aala yang telah melimpahkan petunjuk, kesehatan, ketabahan, dan kesabaran kepada kami penulis makalah “Peranan Evaluasi Pendidikan” ini terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi Mahasiswa pada umumnya, dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.

Jakarta, 8 September 2022

Penyusun Makalah
Kelompok 02

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
1.2 Rumusan Masalah.
1.3 Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Mengidentifikasi Perubahan Perilaku.
2.2 Tiga Batasan Penting Dalam Evaluasi.
2.3 Hubungan Antara Evaluasi dan Pengukuran.
2.4 Pengukuran Acuan Normatif, Acuan Patokan, dan Acuan Tujuan.
2.5 Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Normatif dan Acuan Patokan.
BAB III PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada tiga faktor yang perlu dipahami oleh seorang guru dalam proses pembelajaran. Tiga faktor ini memiliki posisi strategis guna membawa siswa dapat mencapai satu tahapan mampu melakukan perubahan perilaku. Ketiga faktor yang dimaksud, yaitu metode evaluasi, cara belajar, dan tujuan pembelajaran.

Seorang guru perlu memahami metodo evaluasi. Yang dimaksud metode evaluasi yaitu cara-cara evaluasi yang digunakan oleh seorang guru agar memperoleh informasi yang diperlukan. Dari pemahaman bermacam-macam método evaluasi tersebut, kemudian dipilih yang paling tepat untuk dapat diterapkan kepada para peserta didik.[1]
[1] Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011) hlm. 16

Dilihat dari aspek fungsi evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalamproses belajar mengajar, pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi duamacam, yaitu a) membantu guru dalam menentukan derajat tujuan pengajaranagar dapat dicapai, b) membantu guru mengetahui keadaan yang benar daripara siswanya. Fungsi pertama merupakan tujuan mendasar dari evaluasi, sedangkan fungsi kedua merupakan tujuan tambahan sebagai implikasi adanya evaluasi dalam proses pembelajaran.

Tugas guru dalam melakukan evaluasi adalah membantu siswa dalam mencapai tujuan umum dari pendidikan yang telah ditetapkan. Agar tercapai tujuan pendidikan yang dimaksud, seorang guru perlu bertindak secara aktif dalam membantu setiap langkah dalam proses pembelajaran. Tindakan aktif tersebut sebaiknya merupakan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang guru agar dikatakan bermakna apabila hasil akhirnya berorientasi pada tujuan pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas.

Dalam tingkatan praksis, tujuan pendidikan acap kali diabaikan oleh para guru. Di bagian lain, banyak guru memahami dengan secara otomatis manakala mereka telah mengacu dan merasa terikat oleh pedoman baku dari pemerintah, dalam hal ini departemen pendidikan nasional (Depdiknas). Tujuan pendidikan, selain diacu dari kebijakan pemerintah pusat atau Depdiknas, juga dapat diturunkan dari kebutuhan masyarakat, di mana siswa bersama orang tuanya tinggal dan hidup di dalamnya.

Tujuan pendidikan yang telah ditetapkan untuk dicapai sebaiknya ditunjukkan sejak dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi pengajaran. Di samping itu, tujuan pendidikan pun dapat dilihat implikasinya dalam perilaku siswa. Siswa yang telah memahami dan menguasai materi yang diajarkan dengan mereka yang belum, hendaknya dapat dibedakan dalam kaitannya dengan adanya penunjukan perubahan perilaku. Bentuk perilaku para siswa ini biasanya dapat diidentifikasi dalam suatu fenomena atau indikator, misalnya pengetahuan, pemahaman, sikap, penghargaan atau apresiasi, keterampilan dan kemampuan siswa yang telah dispesifikasi dalam matapelajaran (subject-matter). Dalam pendidikan pengertian tujuan dapat bervariasi maknanya, tergantung dari aspek keluasan atau cakupan yang hendak dicapai. Dari aspek cakupan tersebut tujuan dapat dibedakan menjadi beberapa macam: a) aim, misalnya tujuan nacional atau tujuan institunasional, b) goals atau tujuan umum, dan c) objectives atau tujuan khusus. Dalam proses pembelajaran di kelas, tujuan yang perlu diperhatikan seorang guru antara lain tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.[2]
[2] Ibid., hlm. 17

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara untuk mengedintifikasi perubahan perilaku?
2. Apa saja batasan penting dalam evaluasi?
3. Bagaimana hubungan antara evaluasi dan pengukuran?
4. Apa yang dimaksud dari acuan normatif, acuan patokan, dan acuan tujuan?
5. Apa persamaan dan perbedaan dari pengukuran acuan, normatif, dan acuan patokan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengedintifikasi perubahan perilaku.
2. Mengetahui batasan penting dalam evaluasi.
3. Mengetahui hubungan antara evaluasi dan pengukuran.
4. Mengetahui acuan normatif, acuan patokan, dan acuan tujuan.
5. Mengetahui persamaan dan perbedaan dari pengukuran acuan, normatif, dan acuan patokan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MENGIDENTIFIKASI PERUBAHAN PERILAKU

Perubahan perilaku yang telah direncanakan secara sistematis oleh seorang guru sebagai akibat pengalaman pendidikan dapat diungkap melalui proses evaluasi yang dibedakan dalam dua cara, yaitu a) proses testing (testing procedures), dan b) proses nontesting.

Testing prosedur, termasuk tes yang direncana dan dikembangkan oleh seorang guru, maupun oleh para ahii evaluasi yang mendalami dan menekuni masalah tes dan ujian. Yang termasuk testing prosedur ini di antaranya ialah tes yang menggunakan a) papers and pencils (kertas dan pensil), b) tes tertulis, c) tes lisan, dan d) tes penampilan.

Yang termasuk proses nontesting di antaranya cara mengeksplorasi informasi atau data tidak melalui tes: a) wawancara, b) anecdotal records; sosiometri, kuesioner, metode rangking, dan rating. Proses nontesting ini pada umumnya berusaha meringkas hasil dari sampel yang diambil dari para peserta didik atau produk dari perilaku siswa. Apapun metode yang digunakan untuk mengungkap informasi siswa, seorang guru sebaiknya selalu berusaha mencapai pada bentuk perilaku para siswanya, dalam kaitannya dengan pengetahuan yang relevan.

Prosedur nontesting pada umumnya memerlukan pengetahuaa komprehensif tentang apa yang diberikan kepada sekelompok siswa di Semakin lengkap pengetahuan terhadap materi maupun fenomena tentang siswa yang diajar, semakin baik dalam merepresentasikan evaluasi keadaan yan sebenarnya pada perilaku siswa.

Dalam proses pembelajaran, seorang guru pada prinsipnya dapat menggunakan alat testing buatan guru itu sendiri atau alat testing baku. Alat testing baku pada umumnya difokuskan untuk melengkapi butir-butir acuah normatif, berisi daftar skor sejenis yang diambil dari sampel siswa yang diasumsikan merepresentasikan populasi di mana tes direncanakan dapat digunakan. Sedangkan alat testing buatan sendiri digunakan jika guru ingin memperoleh informasi yang unik dan spesifik tentang para siswa.[3]
[3] Ibid., hlm. 18

Ada dua hambatan yang apabila tidak diperhatikan akan mencegah terjadinya evaluasi yang komprehensif terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Pertama, kesulitan menerjemahkan tujuan pendidikan ke dalam sikap, minat, dan perilaku siswa. Sering kali terjadi perubahan yang teridentifikasi tidak mendalam dan cenderung hanya secara kasar saja. Kedua, dalam beberapa hal, perubahan total yang diinginkan pada siswa mungkin tidak terobservasi sampai jangka waktu yang lama, termasuk berbulan-bulan, bahkan bertahun- tahun selama mengikuti proses pendidikan. Guru seharusnya dapat melihat perubahan pada siswa melalui beberapa aspek, di antaranya penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan terpupuknya rasa saling menghargai dengan sesama siswa.

Guru yang berhasil, harus mengantisipasi para siswanya. Guru dapat mulai dari menghafal para siswanya, seperti nama, alamat, pengalaman sekolah, nama orangtua, pekerjaan orangtua, hobi, dan sebagainya. Nama-nama siswa perlu dihafalkan agar merasa dekat dan kaitannya dengan moral antara guru dan siswa. Dengan mengamati, guru pun dapat memahami kondisi sosial ekonomi, tingkah laku siswa, kondisi fisik, pendidikan latihan (training) yang telah diikuti bahkan hobi dan harapan siswa pada masa mendatang.

Bagaimana dengan sifat-sifat yang tersembunyi pada para peserta didik? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, guru dapat melakukan dengan lebih mengenal tentang pencapaian hasil belajar pada waktu lampau atau ketika siswa mengikuti jenjang pendidikan di bawahnya, di samping juga mengetahui tingkat adaptasi sosial siswa di dalam kelas. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, seorang guru perlu menguasai dan mampu menggunakan teknik-teknik tertentu, di antaranya penerapan evaluasi dalam pendidikan. Atas dasar terkaan dengan observasi terbatas saja tidak cukup. Pengenalan faktor-faktor di atas akan lebih objektif apabila guru mendasarkan pada data-data objektif dan teradministrasi secara sistematis.

Dasar pertimbangan guru dalam menentukan apakah seorang siswa masuk kategori pandai, sedang, atau lemah dalam proses belajar mengajar dapat diungkap melalui evaluasi yang intensif dengan menerapkan teknik-teknik yang tepat. Mengenal siswa perlu waktu lama dan teknik yang kompleks. Untuk m encapai pengenalan siswa yang mendekati benar, merupakan kombinasi antara keterampilan guru, observasi yang cermat, instrumen tes yang baku, dan keterampilan klinis yang memadai.[4]
[4] Ibid., hlm. 19

2.2 TIGA BATASAN EVALUASI

Ada tiga batasan dalam evaluasi yang mcmiliki makna berbeda, tetapi diartikan sama oleh sebagian guru. Tiga batasan terscbut, yaitu pengukuran, dan tes. Pertama, evaluasi menurut Cross (1973) diartikan a process which determines the extent to which objectives have be achieved. (Evaluasi merupakan proses yang menentukan keadaan di mana tujuan dapat dicapai).[5]
[5] Cross, Home Economics Evaluation, (Coumbus Ohio: A Bell and Howell Company, 1973)

Kedua, batasan lain yang juga penting dalam pembahasan evaluasi yaitu batasan tentang pengukuran. Pengukuran ini lebih spesifik cakupannya, yaitu testing dan scaling(penskalaan). Pada proses pengukuran, fenomena dari objek ditransfer ke dalam satuan angka, agar para guru dapat memberikan makna yang relevan. Dalam pengukuran perilaku digunakan alat ukur yang berbeda dengan para guru pendidikan teknologi kejuruan, di mana objek yang diukur mungkin benda konkret yang mempunyai bentuk teratur. Dalam kaitannya dengan perubahan perilaku atau penguasaan hasil belajar guru menggunakan salah satu cara, yaitu dengan melakukan testing.

Ketiga, tes merupakan prosedur sistematis yang direncanakan oleh evaluator guna membandingkan perilaku dua orang siswa atau lebih. Dalam kenyataannya, kumpulan pertanyaan atau tugas yang harus dijawab oleh para peserta didik. Tujuan testing lebih lanjut dikatakan bahwa tes adalah untuk menghasilkan pertanyaan yang mewakili karakteristik siswa yang hendak direncanakan untuk diukur. Peristiwa ulangan dalam proses pembelajaran pada umumnya merupakan penggunaan dari tes dimana pada unit-unit silabus yang telah direncanakan siswa diberikan tes untuk dijawab oleh para siswa.

2.3 HUBUNGAN ANTARA EVALUASI DAN PENGUKURAN

Hubungan antara evaluasi. pengukuran, dan tes adalah sangat erat, saling mendukung dalam usaha seorang pendidik memperoleh informasi yang komprehensif terhadap peserta didik. Evaluasi pendidikan merupakan proses di mana seorang guru menggunakan informasi yang diturunkan dari beberapa sumber informasi agar dapat mencapai tingkat pengambilan keputusan dengan benar. Informasi mungkin diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan instrumen untuk menghasilkan data kuantitas tertentu; atau menggunakan teknik lain yang tidak harus menghasilkan data kuantitatif. Teknik lain yang termasuk teknik alat pengumpulan informasi di antaranya ceklis—observasi, angket—wawancara, dan dokumentasi.Teknik tersebut, selain menghasilkan data yang tanpa pengukuran, juga mampu memberikan informasi penting sebagai materi yang hendak dijadikan landasan terpercaya dalam pengambilan keputusan tentang peserta didik.

Dalam hal ini berarti, evaluasi bisa dilakukan, baik melalui pengukuran maupun tanpa pengukuran, di mana siswa memiliki sifat yang diidentifikasi dan dimodifikasi sebagai hasil pengalaman pendidikan. Keberadaan alat pengukuran yang baik, dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan.

Membedakan antara pengukuran dan evaluasi sering kali sulit. Karena kedua konsep tersebut sangat berkaitan. Evaluasi merupakan proses inklusif dari pengukuran, sedangkan pengukuran hanyalah bagian dari evaluasi. Walaupun demikian, pengukuran merupakan bagian yang sangat substantial dari evaluasi. Keberadaan pengukuran melengkapi informasi yang lebih pasti, karena simbol fenomena peserta didik diungkapkan dalam bentuk kuantitas sehingga lebih mudah dipahami oleh yang bersangkutan.

Perbedaan antara pengukuran dan evaluasi dapat dimetaforakan sebagai seseorang yang hendak membeli Sepeda motor. Suatu ketika, orang tersebut sampai kepada suatu pilihan merek apa yang harus dipilih. Berdasarkan informasi, terdapat motor Eropa, Jepang, Korea, atau China. la akan melakukan pengukuran sebagai tindakan awal, dengan cara menghitung biaya yang harus dikeluarkan, kekuatan atau keawetan mesin, ketersediaan spare part atau onderdil mesin, keiritan bahan bakar pada kecepatan yang bervariasi dan nilai memerlukan lagi. orang tersebut kemudian menggunakan cara, misalnya mencoba kendaraan yang hendak dipilih, juga melihat tampilan sepeda motor dan atau melihat informasi melalui brosur atau leaflet lainnya. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk memilih satu pilihan dari beberapa kemungkinan keadaan motor tersebut. Jika dicermati dari tindakan orang tersebut, untuk kemudian sampai kepada pilihan dihasilkannya dari pengambilan keputusan secara hati-hati termasuk di dalamnya pertimbangan data kuantitatif data kualitatif, dan akhirnya pengambilan keputusan subjektif.

Bagaimana persamaan dan pengukuran dalam proses pembelajaran? Untuk menjawab pertanyaan ini, kasus perumpamaan di atas dapat dicermati dengan teliti, dan akhirnya dapat diperoleh kesamaannya.

1. Kedua batasan merupakan alat atau metodo yang digunakan untuk mencari dan menggali data dari para subjek didik atau peserta didik.

2. Evaluasi dan pengukuran merupakan metode untuk membuat keputusan terhadap anak didik.

3. Pengukuran memiliki cakupan yang lebih sempit dibanding evaluasi yaitu mengkuantitatifkan fenomena yang muncul dari subjek yang dievaluasi.

4. Evaluasi dapat melalui proses pengukuran jika para guru ingin menstransfer data kuantitatif dan tanpa melalui pengukuran ketika data kuaIitatif diinginkan oleh guru.

2.4 PENGUKURAN ACUAN NORMATIF, ACUAN PATOKAN, DAN ACUAN TUJUAN

Dilihat dari aspek bagaimana hasil suatu tes dan prosedur evaluasi pengukuran diinterpretasikan oleh seorang guru atau evaluator, secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu 1) norm-referenced, 2) criterion- referenced, dan 3) objective-referenced measurement.

1. Norm referenced measurement pada umumnya disebut pula sebagai penilaian acuan normatif, merupakan pengukuran yang mendeskripsikan penampilan atas dasar posisi relatif seorang siswa terhadap siswa Iain di dalam kelompok atau kelasnya. Pada proses belajar, penilaian acuan normatif pada umumnya banyak dilakukan oleh seorang guru. Pada penilaian acuan normatif, seorang guru dapat mengacu pada ketentuan atau norma yang berlaku di sekolah, daerah atau Iokal, di samping juga seorang guru bisa menggunakan acuan normatif nasional. Untuk melakukan itu guru dapat membandingkan hasil belajar yang dapat dicapai di dalam kelas dengan acuan norma yang ada, termasuk pencapaian lulusan siswa dengan standar nasional yang besarnya 4,26. Apabila ternyata hasil pencapaian belajar di kelas tidak berbeda secara signifikan berarti para siswa dapat dikatakan memiliki kemampuan baku.

2. Criterion referenced measurement atau disebut juga penilaian acuan patokan. Dikatakan demikian apabila posisi siswa merupakan hasil penampilannya dalam mengerjakan suatu tes pengukuran. Pada penilaian acuan patokan ini hasil penampilan seorang siswa menunjukkan posisinya sendiri tanpa membandingkan dengan hasil penampilan siswa lain. Dengan kata lain, dalam acuan patokan, apa yang dicapainya dalam suatu tes adalah menggambarkan penampilannya dalam mengerjakan tes. Interpretasi penilaian acuan patokan dapat dibuat secara bervariasi. Sebagai contoh, tujuan yang hendak dicapai dalam proses evaluasi dapat ditunjukkan seperti berikut.

a) Siswa dapat menampilkan perhitungan 8 dari 10 soal, dengan tanpa bantuan alat hitung seperti kalkulator.

b) Dapat menghafalkan 3 di antara 5 metode mengoperasionalkan mesin secara aman.

c) Dapat mencapai dalam ujian bahasa Inggris dengan nilai 425 ujian , setara TOEFL.

Dalam penilaian dengan acuan patokan ini, siapapun individual yang dapat mencapai ketentuan yang berlaku seperti pada ketiga contoh tersebut, misalnya 425 setara TOEFL, dikatakan lulus. Sebaliknya, siswa yang tidak dapat mencapai kriteria baku yang telah ditetapkan dianggap gagal.[6]
[6] Sukardi, op. cit. hlm 23

3. Cara interpretasi lain yang masih belum banyak dikenalkan oleh para evaluator yaitu penilaian terhadap siswa didasarkan pada tujuan yeng telah ditetapkan sebelumnya oleh seorang evaluator. Gronlund dan Linn memberikan definisi sebagai a test designed to provide a measure of performance that is interpretable in terms of a specific instructional objective (suatu tes yang terencana untuk memberikan pengukuran penampilan siswa yang dapat diinterpretasi dalam batas-batas tujuan instruksional tertentu).[7] Pada acuan tujuan ini interpretasi bukan pada norma maupun patokan atau kriteria, tetapi berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai. Pengukuran ini, implementasinya mirip dengan acuan patokan, tetapi tidak mencakup semua domain tugas yang biasa dinyatakan dalam criterion referenced measurement (pengukuran yang direferensikan kriteria).
[7] Gronlund dan Linn, Measurement and Evaluation in Teaching, (New York: Macmillan Publishing Company, 1990) hlm. 24

2.5 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENGUKURAN ACUAN NORMATIF DAN ACUAN PATOKAN

Pengukuran acuan normatif dan acuan patokan mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan karakteristik yang dapat digambarkan seperti berikut:

1. Kedua pengukuran acuan normatif dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan eavluasi spesifik sebagai menentukan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.

2. Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang di ukur mempresentasikan populasi siswa yang hendak menjadi target akhir pengmbilan keputusan.

3. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam suatu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrumen.

4. Kedua pengukuran memerlukan prasyarat pokok, yaitu validitas dan reabilitas. Validitas yaitu apakah item yang di susun mengkur apa yang hendak di ukur, sedangkan sreabilitas yaitu apakah item tes memilki hasik yang konsistensi. Suatu item dikatakan memiliki reliabilitas, apabila tes yang dibuat memiliki hasil yang konsistensi dalam mengukur apa yang hendak di ukur Sukardi (2003).

5. Kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumul data siswa yang dievaluasi.

Di samping persamaan karakteristik antara pengkuran atau normatif dan acuan patokan tersebut, kedua pengukuran tersebut pun memiliki beberapa perbedaan seperti berikut.

a. Pengukuran acuan normatif di antaranya sebagai berikut.

1. Merupakan tes yang mencangkup domain tugas pembelajaran dengan item pengukuran yang spesifik.

2. Menekankan perbedaan antara individual siswa atau dengan siswa lain dalam kelompok/kelas.

3. Item-item yang memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dan cenderung menghilanhkan item yang memiliki tingkat kesulitan yang rendah.

4. Lebih banyak digunakan, khususnya pada kelas yang memiliki kelompok-kelompok dengan perbedaan antara siswa pandai, di atas rerata, di bawah rerata, dan bodoh.

5. Interpretasi evaluasi memerlukan adanya pengelompokan atas kelompok-kelompok tertentu secara jelas.

b. Pengukuran dengan acuan patokan diantaranya sebagai berikut.

1. Merupakan tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain tugas belajar dengan tingkat kesulitan sejumlah item sesuai dengan tugas pembelajaran.

2. Menekankan penggambaran tugas apa yang dipelajari oleh para siswa.

3. Item kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa menghilangkan item atau soal yang memilki tingkat kesulitan rendah.

4. Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas pembelajaran dengan konsep atau penguasaan materi belajar.

5. Interpretasi memerlukan grup tertentu dengan memenuhi kriteri tertentu atau domain pencapaian belajar.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat di simpulkan sebagai berikut:

1. Dalam proses belajar mengajar dapat di kelompokkan menjadi dua macam yaitu: membantu guru dalam menentukan tujuan pengajaran agar dapat dicapai dan membantu guru untuk mengetahui keadaaan dari para siswanya.

2. Agar tercapai tujuan pendidikan, seorang guru perlu bertindak secara aktif dalam membantu setiap langkah proses pembelajaran.

3. Tindakkan yang dilakukan seorang guru agar dikatakan bermakna apabila hasil akhirnya berorientasi pada tujuan pembelajaran yang diterapkan didalam kelas

4. Evaluasi merupakan proses yang menentukan keadaan dimana tujuan dapat dicapai.

5. Tes adalah prosedur sistematis guna membandingkan prilaku dua orang siswa atau lebih dengan menggunakan sekumpulan item

6. Ada tiga batasan dalam evaluasi yang memiliki makna berbeda, tetapi sering diartikan sama oleh sebagian guru. Yaitu : evaluasi, pengukuran, dan tes.


DAFTAR PUSTAKA

Sukardi ( 2010). Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Oprasionalnya. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar