Jumat, 10 Maret 2023

Metode Pendidikan Ta’lim, Tabyiin, Tafshiil, Tafhiim, dan Tarjih

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. (C) Lena Rahmidar, M. Pd
Oleh Kelompok 1 Angkatan 5 :
1. Binty Solikhah (SBA)
2. Dina Zahernanda (SBA)
3. Neng Hindy Handiyani (SBA)
4. Nila Sari (PAI)
5. Nur Annisa (PAUD)
6. Nurul Izzah Razali (SBA)
7. Suci Mardhotilla (PAUD)

KATA PENGANTAR

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله، وكفى بالله شهيداً.وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليماً مزيداً.أما بعد

Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, meminta pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya. Diantara kewajiban yang harus seseorang terhadap perintah dan larangan dari Allah adalah berilmu dengan hal tersebut.

Maka kami kelompok satu akan berusaha menjadi bagian dari penyusunan sebuah pembahasan tentang Metode Pendidikan ta’lim, Tabyiin, Tafshiil, Tafhiim, Tarjih, semoga penyusunan makalah ini dicatat sebagai amal shalih disisi Allah dan semua yang terlibat memperoleh ganjaran berlipat ganda

Akan tetapi jika dalam penyusunan ini terdapat kesalahan, kami selaku penyusun meminta saran dan kritiknya untuk memperbaiki apa yang kurang dari pembahasan pada makalah ini.

Shalawat berserta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi-Nya, Muhammad bin Abdillah, juga kepada keluarganya dan para sahabat beliau serta kepada orang-orang yang setia mengikuti jalannya hingga hari kiamat. Aamiin

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Manfaat Penelitian.
BAB 2 PEMBAHASAN.
2.1 Metode Pembelajaran Ta’lim.
2.2 Metode Pembelajaran Tabyiin.
2.3 Metode Pembelajaran Tafshiil.
2.4 Metode Pembelajaran Tafhiim.
2.5 Metode Pembelajaran Tarjiih.
BAB 3 PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Quran sebagai Kalamullah yang diturunkan (al-munazzal) kepada Nabi Muhammad selain sebagai wahyu terakhir yang melengkapi kitab-kitab samawi yang sebelumnya juga meliputi ajaran-ajaran Islam yang paripurna, walau demikian, harus pula ditandaskan bahwa keparipurnaan ajarannya seakan tidak dapat “berbicara” dengan sendirinya melainkan membutuhkan justifikasi.

penafsiran yang dalam hal ini adalah hadis Nabi yang diposisikan sebagai sumber ajaran kedua setelah al-Quran. Dengan demikian, al-Quran dan hadis dalam struktur kajian keislaman menempati posisi yang istimewa walaupun pada akhirnya seringkali menimbulkan “perkelahian” antar golongan dalam mengklaim dirinya sebagai penganut yang paling absah untuk menyuarakan slogan “ar-ruju’ ila al-qur’an wa sunnah” (kembali kepada al-Quran dan hadits).[1]
[1] Tafsir Tarbawi “Pengertian Ta’lim dalam Al-qur’an” hal 1, jakarta 2021, (di akses rabu, 1 maret 2023 pukul 13:30).

Pendidikan memegang peranan yang menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakat. Hal ini karena pendidikan merupakan proses usaha melestarikan, mengalihkan, serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus. Sementara itu, pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Pendidikan dalam Islam sering dijumpai dengan menggunakan istilah al-tarbiyah, al-ta`lim, al-ta`dib dan al-riyadah. [2]
[2] Tafsir Tarbawi “Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an dan Penerapan dalam Pembelajaran” hal 1, Medan 2019, ( diakses pada Rabu 1 maret 2023 pukul 13.45)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa sajakah jenis-jenis metode pembelajaran?
2. Apa pengertian dari metode Ta’liim, Tabyiin, Tafshiil, Tafhiim, dan Tarjiih?

1.3 Manfaat Penelitian

1. Mengenal beberapa metode pembelajaran.
2. Mengetahui pengertian metode Ta’liim, Tabyiin, Tafshiil, dan Tarjiih.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Metode Pembelajaran Ta’lim

A. Pengertian Ta’lim

Istilah Ta’lim, kata ini termasuk kata yang juga popular sebagaimana kata tarbiyah. Banyak kegiatan pendidikan yang menggunakan kata ta’lim. Di Indonesia misalnya kita jumpai seperti majelis ta’lim dan mengacu pada tempat melakukan aktivitas pengajaran Al- Muallim. Di kalangan para ahli pendidikan di zaman klasik pemakaian kata al-ta’lim banyak di jumpai.

Mereka terkadang menggunakan kata al- Tarbiyah dan al-Ta’lim untuk kegiatan pendidikan. Penggunaan kata Ta’lim biasanya dijumpai pada saatpembicaraan antara guru dan murid. Kata Ta’lim adalah isim mashdar dari kata allama yu’allimu ta’liman.

Menurut Raghib al Asfahani kata ta’lim adalah al-tanbih al-nafs litashawwur al-manly yang artinya memperingatkan jiwa untuk menggambarkan berbagai pengertian. Adapun kata at-ta’allum berarti proses mengigatkan jiwa dengan tujuan memperoleh gambaran tentang berbagai makna. Kata ta’lim biasanya digunakan juga untuk pengertian memberikan makna dan memberitahukan jika kata ta’lim itu digunakan berulang-ulang. Di dalam Al-Qur’an kata ta’lim dijumpai pada ayat yang berbunyi :

قُلْ اَتُعَلِّمُوْنَ اللّٰهَ بِدِيْنِكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Katakanlah (kepada mereka), “Apakah kamu akan memberi tahu Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi serta Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hujarat:16)[3]
[3] Quran Kemenag, (di akses 1 maret 2023 pukul 19.40)

Pada ayat tersebut kata at ta’limu atau ta'lim di artikan sebagai memberitahukan sesuatu. Dengan cara demikian, seorang yang sebelumnya belum mengetahui menjadi tahu. Kata at ta’lim terkait erat dengan proses transfer of information (mengalihkan atau mengalirkan informasi). Hasil dari at ta’lim adalah ilmu yang berarti suatu upaya mendapatkan sesuatu yang sesungguhnya.

Pengertian ta’lim mempunyai beberapa makna antara lain :

1. Ta’lim adalah proses pemberitahuan susuatu dengan berulang-ulang dan sering (intensitas) sehingga muta’alim ( siswa ) dapat maknanya serta berbekas didalam dirinya (selalu diingat).

2. Ta’lim adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dan murid dengan batasan-batasan adab tertentu, bersahabat dan bertahap.

3. Ta’lim merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru, tidak hanya sekedar penyampaian materi, melainkan juga dijelaskan isi, makna dan maksudnya agar murid menjadi paham dan terhindar dari kekeliruan, kesalahan, dan kebodohan.

4. Ta’lim merupakan pembinaan intelektual, pemberian ilmu yang mendorong amal yang bermanfaat sehingga guru menjadi suri tauladan dalam perkataan dan perbuatan.[4]
[4] Tafsir Tarbawi “Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an dan Penerapan dalam Pembelajaran” hal 2, Medan 2019, ( diakses pada Rabu 1 maret 2023 pukul 13.48)

B. Tafsir Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang Ta’lim

1. Surat Al Baqarah Ayat 31

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ٣١

Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian Dia memperlihatkannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar!” (QS. Al Baqarah :31).

Tafsir Ibnu Katsir :
Hal ini merupakan sebutan yang dikemukakan oleh Allah Ta’ala di dalamnya terkandung keutamaan Adam atas malaikat berkat apa yang telah dikhususkan oleh Allah baginya berupa ilmu tentang nama-nama segala sesuatu, sedangkan para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.

Sesungguhnya bagian ini didahulukan atas bagian tersebut (yang mengandung perintah Allah kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam) karena bagian ini mempunyai ikatan erat dengan ketidaktahuan para malaikat tentang hikmah penciptaan khalifah, yaitu disaat mereka menanyakan hal tersebut. Kemudian Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Dia mengetahui apa yang tidak mereka ketahui. Karena itulah Allah menyebutkan bagian ini sesudah hal tersebut, untuk menjelaskan kepada mereka keutamaan Adam, berkat kelebihan yang dimilikinya diatas mereka berupa ilmu pengetahuan tentang nama-nama segala sesuatu. Untuk itu Allah Ta’ala berfirman “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”.

As-Saddi mengatakan dari orang yang menceritakannya dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna “wa ‘allama adamal asma a kullaha”. Bahwa Allah Ta’ala mengajarkan kepada Adam nama-nama semua anaknya seorang demi seorang, dan nama-nama seluruh hewan.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai makna firman-Nya ini. Bahwa yang dimaksud ialah nama-nama yang dikenal manusia, misalnya manusia, hewan, langit, bumi, dataran rendah, laut, kuda, keledai, dan nama-nama makhluk yang serupa lainnya.

Menurut Mujahid, makna ayat ini ialah Allah mengajarkan kepada Adam nama semua hewan, semua jenis burung, dan nama segala sesuatu. Hal yang sama dikatakan pula oleh riwayat dari Sa’id Ibnu Jubair, Qatadah dan kalangan ulama salaf lainnya. Bahwa Allah mengajarkan kepadanya nama-nama segala sesuatu. Ar-rabi’ dalam salah satu riwayatnya mengatakan bahwa yang dimaksud ialah nama-nama malaikat. Hamid Asy-Syami mengatakan nama-nama bintang-bintang. Abdur Rahman Ibnu Zaid mengatakan bahwa Allah mengajarkan kepadanya nama-nama seluruh keturunannya.

Menurut pendapat yang shahih, Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama segala sesuatu, yakni semua zat, sifat dan karakternya, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, hingga nama angin yang keluar dari dubur, yakni nama-nama semua zat dan karakternya dalam bentuk mukabbar dan musaggar.

Firman Allah “faqola ambiuni biasma i ha ula i inkuntum shodiqin”. As-Saddi dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas dan Murrah, dari Ibnu Mas’ud serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya”. Kemudian dia mengemukakan makhluk-makhluk itu kepada para malaikat. Menurut Ibnu Juraij, dari Mujahid, setelah itu Allah mengemukakan semua makhluk yang diberi nama-nama itu kepada para malaikat.

Ibnu Jarir mengatakan dari Al-Qasim, dari Al-Husain, dari Al-Hajjaj, dari Jarir Ibnu Hazim dan Mubarak Ibnu Fudalah, dari Al-Hasan dan Abu Bakar, dari Al-Hasan dan Qatadah. Keduanya mengatakan bahwa Allah mengajarkan kepada Adam nama segala sesuatu, dan Allah menyebutkan segala sesuatu dengan namanya masing-masing serta Dia mengemukakannya kepada Adam satu kelompok demi kelompok.

Dengan sanad yang sama dari Al-hasan dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya “In kuntum shodiqin”. Disebutkan bahwa sesungguhnya Aku tidak sekali-kali menciptakan makhluk melainkan kalian (para malaikat) lebih mengetahui daripada dia (Adam), maka sebutkanlah kepada-Ku nama-nama semuanya itu jika memang kalian orang-orang yang benar.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya “In kuntum shodiqin”. Yakni jika kalian memang mengetahui bahwa Aku tidak usah menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.

As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik dan Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari Murrah, dari Ibnu mas’ud dan dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya “In kuntum shodiqin”. Yakni jika kalian memang orang-orang yang benar bahwa Bani Adam suka membuat kerusakan di muka bumi dan gemar mengalirkan darah.

Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang paling utama dalam masalah ini ialah takwil dari Ibnu Abbas dan orang-orang yang sependapat dengannya. Makna hal tersebut ialah, bahwa Allah Ta’ala berfirman “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda yang telah Kukemukakan kepada kalian, hai malaikat yang mengatakan, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? Apakah dari kalangan selain kami atau dari kalangan kami? Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau’, Jika kalian memang orang-orang yang benar dalam pengakuannya. Jika Aku menjadikan khalifah-Ku di muka bumi dari kalangan selain kalian, niscaya dia durhaka kepada-Ku, begitu pula keturunannya, lalu mereka membuat kerusakan dan mengalirkan darah. Tetapi jika Aku menjadikan khalifah di muka bumi dari kalangan kalian, niscaya kalian taat kepada-Ku dan mengikuti semua perintah-Ku dengan mengagungkan dan menyucikan-Ku. Apabila kalian tidak mengetahui nama-nama mereka yang Kuketengahkan kepada kalian dan kalian saksikan sendiri, berarti terhadap semua hal yang belum ada dari hal-hal yang akan ada, hanya belum diwujudkan, kalian lebih tidak mengetahui lagi”.

2. QS. Ar-Rahman ayat 2 dan 4

عَلَّمَ الْقُرْاٰنَۗ

“telah mengajarkan Al-Qur’an.” (QS. Ar-Rahman :2)

Pada Ayat ini di jelaskan Allah menyebut rahmat-Nya yang paling agung. Dialah Tuhan Yang telah mengajarkan Al-Qur'an kepada siapa saja yang Dia kehendaki.

Pada ayat ini Allah yang Maha Pemurah menyatakan bahwa Dia telah mengajarkan Al-Qur'an kepada Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang selanjutnya diajarkannya keumatnya. Ayat ini turun sebagai bantahan bagi penduduk Mekah yang mengatakan:

انَّمَا يُعَلِّمُهٗ بَشَرٌۗ

“Sesungguhnya Al-Qur'an itu hanya diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. (an-Nahl/16: 103)

Oleh karena isi ayat ini mengungkapkan beberapa nikmat Allah atas hamba- Nya, maka surah ini dimulai dengan menyebut nikmat yang paling besar faedahnya dan paling banyak manfaatnya bagi hamba-Nya, yaitu nikmat mengajarkan Al-Qur'an kepada manusia. Hal itu karena manusia dengan mengikuti ajaran Al-Qur'an akan berbahagia di dunia dan di akhirat dan dengan berpegang teguh pada petunjuk-petunjuk-Nya akan tercapai tujuan di kedua tempat tersebut. Al-Qur'an adalah induk kitab-kitab samawi yang diturunkan melalui makhluk Allah yang terbaik di bumi ini yaitu Nabi Muhammad .

Kemudian, pada ayat 2 surat Ar-Rahman, kalimat “allama al-Quran” diartikan dengan pengajaran yang tidak hanya terbatas pada lafadz semata melainkan pada kandungannya. Dengan begitu kata “allama” digunakan untuk menunjuk kepada objek yang agung karena Al-Quran merupakan nikmat yang memiliki posisi terhormat yang sekaligus menjadi ukuran kesenangan dunia dan akhirat.

عَلَّمَهُ الْبَيَانَ

“Dia mengajarinya pandai menjelaskan”.(QS. Ar-Rahman :4)

Pada Tafsir ini di jelaskan bahwa makhluk yang paling memerlukan tuntunan- Nya, dan kemudian mengajarnya pandai berbicara untuk mengungkapkan ide dalam benaknya.

Pada ayat ini Allah menyebutkan nikmat-Nya yang lain yaitu penciptaanmanusia. Nikmat itu merupakan landasan nikmat-nikmat yang lain. Sesudah Allahmenyatakan nikmat mengajarkan Al-Qur'an pada ayat yang lalu, maka pada ayatini Dia menciptakan jenis makhluk-Nya yang terbaik yaitu manusia dan diajari- Nya pandai mengutarakan apa yang tergores dalam hatinya dan apa yang terpikir dalam otaknya, karena kemampuan berpikir dan berbicara itulah Al-Qur'an bisa diajarkan kepada umat manusia.

3. QS. Al-Kahfi Ayat 66

قَالَ لَهٗ مُوْسٰى هَلْ اَتَّبِعُكَ عَلٰٓى اَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا

Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) dari apa yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” (QS. Al-Kahfi :66)

Tafsir dari ayat ini adalah Nabi Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu, yakni menjadi pengikut dan muridmu yang senantiasa bersamamu ke mana pun engkau pergi, agar engkau mengajarkan kepadaku sebagian dari ilmuyang telah diajarkan Allah kepadamu untuk menjadi petunjuk bagiku?"

Dalam ayat ini, Allah menyatakan maksud Nabi Musa Alaihis salam datang menemui Khidir, yaitu untuk berguru kepadanya. Nabi Musa memberi salam kepada Khidir dan berkata kepadanya, "Saya adalah Musa." Khidir bertanya, "Musa dari Bani Israil?" Musa menjawab, "Ya, benar!" Maka Khidir memberi hormat kepadanya seraya berkata, "Apa keperluanmu datang kemari?" Nabi Musa menjawab bahwa beliau datang kepadanya supaya diperkenankan mengikutinya dengan maksud agar Khidir mau mengajarkan kepadanya sebagian ilmu yang telah diajarkan Allah kepadanya, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang shaleh.

Dalam ayat ini, Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa sebagai calon murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk pertanyaan. Itu berarti bahwa Nabi Musa sangat menjaga kesopanan dan merendahkan hati.

Beliau menempatkan dirinya sebagai orang yang bodoh dan mohon diperkenankan mengikutinya, supaya Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah diberikan kepadanya. Menurut al-Qadhi, sikap demikian memang seharusnya dimiliki oleh setiap pelajar dalam mengajukan pertanyaan kepada gurunya.[5]
[5] Tafsir Tarbawi “Pengertian Ta’lim dalam Al-qur’an” hal 5-12, jakarta 2021, (di akses rabu, 1 maret 2023 pukul 14.00).

2.2 Metode Pembelajaran Tabyiin

A. Pengertian Tabyiin

At-Tabyin merupakan masdar dalam bahasa Arab yang berasal dari kata; bayyana -  yubayyinu - tabyiinan atau tibyaanan. Menurut Mahmud Yunus, kata-kata bayyana atau abaana tersebut artinya adalah menyatakan atau menerangkan. Dalam kamus mu’jam al-‘arabi disebutkan bahwa kata bayyana itu memiliki dua masdar yaitu tabyin dan tibyan yang artinya juga menerangkan atau menyatakan. Padanan Kata yang lainnya adalah bayan dalam bahasa arab juga memiliki banyak arti sesuai dengan kedudukannya didalam kalimat. Diantara arti dari kata “Bayan” adalah asy-syarhu wal idhah yang artinya adalah penjelasan dan keterangan, juga dapat diartikan at-tashriih yang berarti pernyataan. Juga sering diartikan at-taqriir (ketetapan).

Dalam kamus Al-Bisri disebutkan bahwa kata al-bayyinah juga dapat berarti al-hujjah wal burhan yang berarti keterangan dan bukti. Kata Tabyin dapat juga diartikan pertunjukan, penjelasan dan klarifikasi. Dengan demikian dapatlah kita simpulkan bahwa kata At-Tabyin atau tibyan yang merupakan akar kata dari bayyana memiliki arti yang banyak seperti penjelasan, keterangan, ketetapan, bukti serta hujjah.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa “Metode Tabyin” adalah suatu cara atau system penjelasan yang dilakukan dalam proses pendidikan yang menyangkut tentang beberapa hal tertentu. Metode Tabyin adalah suatu cara atau system penjelasan dengan menggunakan keterangan dan hujjah yang nyata menyangkut dengan proses pendidikan islam.

B. Metode Tabyiin Dalam Perspektif Al-Qur’an

Didalam Al-Qur’an banyak sekali kita temukan kata-kata yang memiliki akar kata yang sama dengan “tabyin” yaitu kata “bayyana, fatabayyanu, yubayyinu, li yubayyina, tabayyana ar-rusydu, bil bayyinaat”. Didalam “faharits alfaadhul qur’an” kalau kita hitung hampir seratus kata yang memiliki akar kata yang sama dengan “Tabyin” itu disebutkan dan tersebar di berbagai ayat didalam al-qur’an terutama didalam surat-surat Madaniyah. Bahkan kalau kita perhatikan ada satu surat khusus didalam al-qur’an yang berkenaan dengan pembahasan ini yaitu surat “Al-Bayyinah”.

Beberapa hal yang dapat diuraikan tentang Metode Tibyan, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Untuk check and recheck informasi.

Metode tabyin dapat digunakan dalam pendidikan islam untuk melakukan check and recheck atau klarifikasi sebuah informasi yang tidak jelas kebenarannya. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting karena menyangkut dengan tindakan atau kesimpulan yang diambil berdasarkan sebuah informasi. Ini digambarkan oleh Allah didalam al-qur’an:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ ﴿الحجرات : ٦ ﴾

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". (QS.Al-hujurat: 6)

Dari ayat diatas jelaslah bahwa sebuah informasi yang didapat harus jelas dari mana datangnya agar tidak salah dalam menindak lanjuti sebuah berita. Ini merupakan sebuah metode yang dikembangkan didalam islam dalam pendidikan sehingga tidak terjadi kesimpang siuran dalam menerima sebuah informasi. Sekarang metode ini sangat jarang dipakai dalam dunia pendidikan apa lagi di media massa sehingga banyak terjadi fitnah yang dapat meresahkan masyarakat.

b. Untuk menjelaskan kebenaran yang hakiki

قالُواْ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لّنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لاَّ فَارِضٌ وَلاَ بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُواْ مَا تُؤْمَرونَ ﴿٦٨﴾ قَالُواْ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاء فَاقِـعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ ﴿٦٩﴾ قَالُواْ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ إِنَّ البَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِن شَاء اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ ﴿٧٠﴾

Artinya: Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." (QS. Al-Baqarah 68 s/d 70)

Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa, kebenaran yang hakiki itu harus diperoleh dalam pendidikan islam. Metode untuk mendapatkannya adalah dengan memberikan penjelasan yang tuntas atas setiap pertanyaan yang diajukan sehingga mendapatkan sebuah ketetapan hati dan keyakinan yang mendalam. Metode ini sangat penting terutama dalam menjelaskan persoalan yang prinsipil dalam islam.

c. Untuk memberikan penjelasan yang tepat

لآَإِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ) البقرة : (256

Artinya: "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Q.S.Al-Baqarah: 256)

Penjelasan yang tepat dan sesuai dengan kondisi merupakan sebuah metode yang harus dikembangkan dalam pendidikan. Ketepatan dalam penjelasan dengan memberikan bandingan yang sebaliknya merupakan suatu hal yang dapat menyebabkan seseorang berubah secara total dalam hidupnya dari kesesatan menuju kepada hidayah dan keta’atan terhadap perintah agama islam.

d. Untuk pembuktian sesuatu hal

وَقَالُوا لَوْلَا يَأْتِينَا بِآيَةٍ مِّن رَّبِّهِ أَوَلَمْ تَأْتِهِم بَيِّنَةُ مَا فِي الصُّحُفِ الْأُولَى ﴿١٣٣﴾

Artinya: Dan mereka berkata: "Mengapa ia tidak membawa bukti kepada kami dari Tuhannya?" Dan apakah belum datang kepada mereka bukti yang nyata dari apa yang tersebut di dalam kitab-kitab yang dahulu?

Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang menentang para rasul selalu meminta bukti tentang kebenaran risalahnya. Padahal Allah telah memberitahukan kepada mereka bahkan melalui kitab yang sebelumnya tentang kebenaran ajaran rasulullah. Oleh karena itu menjadi suatu pelajaran bagi kita metode penjelasan dengan melakukan pembuktian tentang kebenaran sesuatu sehingga para subyek didik tidak meminta buktinya di kemudian hari karena ada sesuatu yang masih meragukannya.

e. Untuk memberikan penjelasan terhadap keterangan yang belum difahami

قَالُوا أَوَلَمْ تَكُ تَأْتِيكُمْ رُسُلُكُم بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا بَلَى قَالُوا فَادْعُوا وَمَا دُعَاء الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ ﴿٥٠﴾

Artinya: Penjaga Jahannam berkata: "Dan apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?" Mereka menjawab: "Benar, sudah datang". Penjaga-penjaga Jahannam berkata: "Berdo`alah kamu". Dan do`a orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka.

Orang yang tidak memahami hakekat persoalan selalu melakukan sesuatu yang menyimpang dari kebenaran. Oleh karena itu menjelaskan sesuatu dengan detil merupakan sebuah keharusan. Dengan demikian maka metode penjelasan dengan penyampaian keterangan yang jelas yang belum dipahami haruslah selalu dilakukan dalam proses pendidikan islam.

f. Untuk menguatkan keyakinan

لمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ ﴿١﴾

Artinya: "Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata", (QS. Al-Bayyinah: 1)

Dari sini dapat kita lihat bahwa metode tabyin dengan menguatkan keyakinan kepada kebenaran merupakan suatu hal yang mutlak kita lakukan untuk dapat merubah keyakinan terhadap kesyirikan yang sudah mengakar dalam hidupnya. Karena hanya dengan metode ini yang dapat menguatkan hati mereka untuk menerima kebenaran agama islam.[6]
[6] “Metode Tabyin Dalam Perspektif Al-Qur’an”, https://www.juragandesa.net/2019/11/metode-tabyin-dalam-perspektif-al-quran.html, (Diakses pada 05 Maret 2023 pukul 19.50)

2.3 Metode Pembelajaran Tafshiil

Metode tafshil adalah cara untuk memberi keterangan secara detail mengenai suatu masalah agar lawan bicara memperoleh pengertian secara utuh dan mendalam mengenai berbagai sifat dari obyek yang dibicarakan, sehingga diharapkan apa yang hendak dilakukan berkenaan dengan obyek pembicara itu terlaksana dengan utuh dan benar.

Metode tafshil biasanya digunakan untuk memberikan penjelasan kepada lawan bicara berkaitan dengan suatu hal yang harus dilakukanya secara benar. Misalnya, pengerjaan sebuah proyek atau pelaksanaan suatu tugas yang memerlukan pemahaman secara rinci dari proyek atau tugas yang akan diemban oleh lawan bicara.

Allah berfirman dalam QS. Huud ayat 1-3 :

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ الٓر ۚ كِتَٰبٌ أُحْكِمَتْ ءَايَٰتُهُۥ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّا ٱللَّهَ ۚ إِنَّنِى لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ
وَأَنِ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَٰعًا حَسَنًا إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِى فَضْلٍ فَضْلَهُۥ ۖ وَإِن تَوَلَّوْا۟ فَإِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

"Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa khabar gembira kepadamu daripada-Nya, dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat".

Allah menjelaskan pada ayat di atas tentang rincian dari ketentuan-Nya yang di bebankan kepada manusia, yaitu tidak boleh menyembah sesuatu selain Allah, memohon ampun, kepada-Nya dan bertaubat bila telanjur berbuat dosa. Ini merupakan rincian dari apa yang dimaksud dengan perintah – perintah yang dikukuhkan.

Ayat di atas memberikan metode pandidikan kepada kita bahwa dalam memberikan ketentuan, perintah, atau larangan, dibutuhkan rincian untuk memudahkan pelaksanaannya. Dalam bidang pendidikan agama penerapan metode ini dapat diberikan contoh :

1. Dalam bidang aqidah, misalnya menjelaskan tentang Tuhan yang berhak disembah. Untuk membedakan antara Allah dengan dewa atau tuhan yang menjadi sesembahan agama lain kepada lawan bicara memperoleh pengertian bahwa tuhan yang berhak disembah yang diajarkan oleh islam berbeda secara hakiki dengan yang diajarkan oleh agama-agama lain.

2. Dalam bidang ibadah, misalnya shiam atau puasa Ramadhan. Orang tua atau pendidik memberi penjelasan mengenai waktu, syarat dan rukunnya, sehingga dalam menunaikan ibadah ini lawan bicara tidak kliru.

3. Dalam bidang akhlaq, dapat dicontohkan tentang tata pergaulan dengan wanita bukan mahram atau laki – laki bukan mahram. Kepada lawan bicara dijelaskan bahwa wanita tidak boleh bersendirian dengan laki -laki bukan mahram. Ia tidak boleh saling memandang atau menampakkan auratnya yang wajib ditutup di depan laki- laki bukan mahram. Dengan demikian, lawan bicara tahu batas kesopanan pergaulan laki- laki dengan perempuan yang bukan mahramnya.

Penerapan metode tafshil diberikan kepada lawan bicara yang hendak melakukan suatu tugas atau perkerjaan atau mengikuti suatu ketentuan agama yang wajib dilaksanakannya secara utuh dan benar. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat membedakan mana yang benar dan salah dari apa yang hendak dia lakukan. Bagi seorang muslim misalnya, untuk mematuhi tata pergaulan Islam tersebut. Jadi, metode ini berorientasi pada pemberian pengetahuan kepada lawan bicara dalam rangka melaksanakan ketentuan atau tugas.

Cara menerapkan metode ini bisa dilakukan dengan :
a. Memberikan sejumlah daftar yang harus dilakukan
b. Memberikan catatan rincian yang harus diketahui
c. Meberikan batasan-batasan tentang tugas atau kewajiban yang akan dipikulkan kepada lawan bicara agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan.

Dalam mendidik anak-anak menjadi shalih, orang tua tidak terlepas dari membuat peraturan, tata tertib, tanggung jawab, dan kegiatan bersama keluarga yang harus dijalankan oleh anak dengan tepat, diperlukan adanya rincian yang jelas. Maksud rincian ini adalah untuk memudahkan anak mengerti apa yang dijalankannya, juga sekaligus menjadi alat kontrol bagi dirinya sendiri maupun pihak lain tentang apa yang sudah dan belum dikerjain.

Dalam suatu keluarga Islam, anak – anak harus di didik disiplin menjalankan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri yang di sebut dengan pembinaan akhlak pribadi. Juga dalam melaksanakan tugas – tugas menjaga kebersihan dan kesucian, anak – anak perlu sekali mendapatkan rincian ketentuan yang harus dilakukannya. Karena itu, supaya anak dapat melaksanakan tuntunan islam, maka orang tua menyampaikan rincinnya atau menuliskannya agar apat dijadikan pedoman praktis bagi anak. Dengan begitu, anak akan mudah mengetahui mana yang lupa atau belum dilakukannya. Misalnya, dalam hal tata tertib keluar masuk kamar mandi. Orang tua dapat menuliskan adab keluar kamar mandi secara rinci, lalu menempelnya di depan kamar mandi. Dengan demikian anak mudah membacanya dan mengingat – ngingatnya. Begitu juga orang tua dengan mudah dapat mengontrol kesalahan anaknya dalam menjalankan tuntunan tersebut.

Rincian ketentuan dan tata tertib yang ingin dididikkan orang tua kepada anak seperti contoh di atas, merupakan penggunaan metode tafshil. Metode ini kita pergunakan untuk mmberikan perintah, larangan, aturan, atau tata tertib agar dapat dengan mudah dijalankan oleh anak-anak yang menjadi obyek-nya. Karena jika tidak ada tafshiil (rinciannya), mungkin anak-anak akan bingung atau mengerjakan tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberi perintah, aturan, larangan, atau tata tertib. Untuk mencegah, kesimpangsiuran dan kebingungan, maka metode tafshil ini dapat kita guakan dengan sebaik-baiknya.

2.4 Metode Pembelajaran Tafhiim

1. Pengertian Metode Tafhim

Tafhim berasal dari bahasa Arab yaitu تفهيما - يفهم - فهم yang artinya memahamkan. Sedangkan menurut istilah merupakan upaya untuk memberikan kesamaan persepsi tentang sesuatu, atau dengan memberi pemahaman persepsi kepada objek didik dengan persepsi yang sama, sehingga tidak terjadi perselisihan mengenai objek yang dibicarakan. Biasanya perselisihan itu timbul karena adanya pemahaman yang berbeda tentang objek yang sama Adapun Imam Syahid Hasan AlBanna seperti apa yang dikutip oleh Fathi Yakan memberi pengertian tentang Al-Fahm adalah memahami sesuatu dengan pemahaman yang satu dan benar. (Fathi Yakan, 2003: 177).

Jika dikaitkan dengan pendidikan, pembelajaran dengan metode tafhim akan memberikan pengaruh yang besar terhadap proses pendidikan karena objek didik dapat dengan terarah dalam mencari kebenaran karena adanya pemahaman dan bimbingan yang jelas dan menyeluruh. Sehingga tujuan dan cita-cita dari pada pendidikan dapat terwujud dengan baik dan dalam jangka waktu yang tepat.

2. Langkah-langkah metode Tafhim dalam Pendidikan Islam

Adapun langkah-langkah dalam metode tafhim yaitu sebagai berikut:

a. Membenarkan kekeliruan Dan Pemecahan Masalah

Seorang guru memberi pemahaman-pemahaman yang belum diketahui oleh anak didik dan membenarkan pemahaman yang dianggap benar selama ini padahal pemahaman tersebut mengandung kekeliruan.

Dalam penerapannya seorang guru memberikan pemahaman kepada siswa sesuai dengan kemampuannya, tidak memberi pemahaman yang tidak mampu dipahaminya seperti memberikan pemahaman yang terlalu tinggi bahasanya. Pemahaman-pemahaman tentang kebenaran dapat dilakukan dengan mengungkapkan bahwa al-Qur’an sebagai dasar Islam

dalam mengatur tata kehidupan, pedoman hidup, sumber ilmu, sumber akhlak yang wajib dipelajari dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu guru juga melatihnya untuk mengkaji masalah-masalah tertentu agar dapat menangkap dan menguasai permasalahan, serta dibantu dengan menjelaskan hikmahnya, tempat-tempat pengambilannya dari ushul syariat mana masalah tersebut diambil, guru juga dapat menyuguhkan berbagai contoh kepada siswa tentang kebenaran dari suatu permasalahan. Berbagai upaya tersebut agar mereka yakin bahwa kebenaran yang diberikan oleh guru bukanlah untuk membela ucapan dan mempertahankan pendapat yang ia pegang tetapi merujuk pada sumber-sumber ajaran Islam.

Firman Allah yang artinya:

“Maka Kami telah memberikan pemahaman kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.” (QS. Al-Anbiya: 79)

Pada ayat ini jelas bahwa keputusan Nabi Sulaiman lebih tepat dari pada keputusan Nabi Daud. Dengan merujuk dari ayat tersebut sangatlah tepat upaya guru untuk meluruskan setiap permasalahan-permasalahan yang masih mengganjal dan keliru pada diri setiap siswa sehingga memudahkan siswa dalam mencari kebenaran dan memanfaatkan kebenaran tersebut dalam hidupnya.

b. Dengan Pentahapan

Pentahapan merupakan salah satu langkah yang penting untuk ditempuh karena tidak mungkin siswa dapat mendalami suatu ilmu dengan benar dalam jangka waktu yang

singkat. Dibutuhkan waktu yang relatif lama agar pemahaman yang diberikan dapat diresap dengan baik. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Daud, At-Turmudzi dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Amru bin Ash, Rasulullah bersabda:

مل يفقه من قرأ القرآن ىف أقل من ثالث.

“Tidak akan paham orang yang membaca Al-Qur'an dalam waktu kurang dari tiga hari".

Hadits ini menjelaskan bahwa waktu tercepat dalam mengkhatamkan Al- Qur’an adalah tiga hari. Karena apabila seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu kurang dari tiga hari maka dianggap tergesa-gesa hingga tidak mendukung yang membacanya untuk memahami danbertadabur. (Abdullah Nashih, 1999: 67).

Sebagaimana al-Quran juga tidak diturunkan sekaligus, melainkan surat demi surat dan ayat demi ayat, dan kadangkadang menurut peristiwa-peristiwa yang menghendaki diturunkannya, supaya dengan cara demikian lebih disenangi dan dipahami oleh jiwa dan lebih mendorong ke arah menaatinya serta bersiap-siap untuk meninggalkan ketentuanketentuan lama untuk menerima hukum yang baru. (Munzier Suparta, 2003: 57)

Sebagai contoh di antaranya penerapan terhadap pembelajaran fiqh maka hal yang paling utama dulu diajarkan adalah bab thaharah baru kemudian diajarkan bab shalat, hal ini agar para siswa mengetahui cara mensucikan diri dari segala hadats dan najis sebelum melaksanakan shalat. Hal ini akan merangsang anak untuk memahami bahwa thaharah merupakan salah satu jalan agar shalat dapat diterima oleh Allah.

Pertahapan ini dilakukan dengan cara berulang-ulang, terprogram dan berkesinambungan pendidikan diberikan mulai dari yang paling ringan agar anak didik bias melaksanakan proses pendidikan secara bertahap dan pendidikan juga diberikan dengan materi yang sesuai dengan perkembangan anak. Jaudah, 1995: 66)

c. Proses Belajar Mengajar yang bervariasi

Seorang guru sudah seharusnya mencontoh terhadap apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam mendidik mad’u atau murid-muridnya, beliau selalu berselang-seling dalam memberikan pemahaman agar murid-muridnya tidak merasa jemu dan bersemangat untuk belajar lebih dalam lagi tentang Islam. (Abdul Fattah, 1988: 188).

Sebagaimana hadits Nabi yaitu: Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud berkata: “Nabi berselang-seling dalam memberikan pelajaran agar terhindar dari kebosanan.”

Berselang-seling di sini bisa diterapkan dari segi cara atau gaya dalam pembelajaran bisa juga dari segi waktu haruslah diselang-seling antara materi yang satu dengan yang lainnya. Misalnya antara materi ibadah dengan materi muamalah diberikan secara berselang-seling.

Dalam proses belajar mengajar para siswa akan mengalami kejenuhan, para siswa tidak akan merasa senang jika dihadapkan dengan cara belajar yang ituitu saja. Maka seorang gur perlu melakukan variasi dalam belajar mengajar. Yang dimaksud dengan variasi dalam belajar mengajar adalah berbagai upaya dalam menggunakan berbagai komponen yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar seperti dalam hal penggunaan bahan pengajaran, metode dan pola interaksi antara guru dan siswayaitu variasi dalam metode, gaya pendekatan. (Basyiruddin, 2002: 23).

Sebagaimana diketahui bahwa metode dan pola interaksi tidak hanya satu macam saja tetapi sangat beragam. Semua hal tersebut perlu dipertimbangkan untuk dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga kegiatan belajar mengajar semakin variatif dan berkembang. Dengan adanya pembelajaran yang bervariasi tersebut maka akan memudahkan siswa dalam memahami dan menangkap setiap materi-materi yang diajarkan oleh guru.

2.5 Metode Pembelajaran Tarjiih

A. Pengertian Tarjiih

Secara bahasa Tarjiih (الترجيح)berarti menguatkan. Adapun menurit istilah adalah cara memilih suatu hujjah dari beberapa hujjah dengan memperhitungkan kekuatan atau mana yang lebih banyak maslahatnya.

Bila terdapat dua pendapat mengenai suatu masalah maka harus dipertimbangkan mana diantara kedua pendapat yang lebih kuat alasannya atau yang lebih mendekati kemaslahatan agama dan kehidupan itulah yang kita pilih. Tindakan memilih seperti ini disebut menggunakan metode tarjiih.

Banyak kasuk yang dialami anak-anak, baik di rumah maupun diluar, yang penyelesaiannya memerlukan metode tarjiih ini. Untuk memudahkan memahami metode ini dalam praktek marilah kita perhatikan contoh di bawah ini:

▪️ Pada saat yang sama anak dihadapkan pada dua kepentingan yang berbeda, yaitu antara keharusan membayar uang ujian dengan keinginan membeli sepatu, karena sepatu lama rusak padahal uang yang tersedia hanya cukup untuk kepentingan salah satunya saja. Anak dituntut untuk mengambil langkah prioritas dari bermacam-macam kepentingannya, manakah yang benar-benar mendesak. Disini orangtua harus dapat mendidik supaya anak-anak mampu menilai tingkat kepentingan dari dua hal yang dihadapinya. Untuk itu, orangtua hendaknya meminta argumentasi anaknya dalam melakukan pilihan. Dengan argumentasi yang diajukan anak, orangtua dapat menilai apakah anaknya telah mampu untuk berfikir fungsional atau masih berpikir emosional. Berpikir fungsional berarti berpikir dengan melihat fungsi permasalahan. Berpikir emosional berarti sekedar mrngikuti dorongan kesenangan sementara tanpa memikirkan fungsinya.

Berdasarkan penilaian tersebut, orangtua hendaklah dapat membimbing anaknya untuk berfikir fungsional agar kelak anaknya mampu mengambil pilihan pilihan yang benar di tengah-tengah kepentingan yang bermacam-macam.

Metode tarjiih sangat tepat digunakan kala orangtua menghadapi pilihan bermacam-macam dalam memenuhi kebutuhan anak atau menyelesaikan kasus perselisihan sesama anak kandung atau saat anak dihadapkan pada pilihan yang bermacam-macam.

Dalam kasus perselisihan sesama anak kandungnya, orangtua dituntut untuk mendengarkan alasan masing-masing , jika ternyata alas an masing-masing sama kuat, maka orangtua tidak boleh memihak secara apriori. Orangtua harus bersikap adil dan jujur. Metode yang digunakan adalah menimbang mana diantara kedua alas an tersebut yang lebih mendekati kebenaran. Dengan cara tarjiih ini diharapkan anak-anak akan selalu berpikir positif. Apabila mereka menghadapi perselisihan atau perbedaan, maka yang dijadikan titik persoalannya adalah sisi kebenarannya bukan asal pandai bicara atau kuat.

Dalam bidang pendidikan agama, penerapan metode ini dapat diberikan contoh sebagai berikut:

1. Dalam bidang aqidah ialah bila ada dua alasan mengenai siksa kubur dan nikmat kubur yang hendak diajarkan orangtua kepada anak, maka hendaklah orangtua memilih dalil yang paling kuat, jika orangtua tidak mampu memilih sendiri hendaklah ia berusaha menanyakan kepada ahlinya sehingga mereka dapat mengajarkan masalah tersebut berdasarkan dalil yang lebih kuat

2. Dalam bidang ibadah pun ditemukan perbedaan-perbedaan pendapat yang harus dicermati orangtua. Ketika orangtua mengajarkan urusan ibadah yang di tengah masyarakat terlihat adanya perbedaan pelaksanaannya, maka hendaklah kepada anak diajarkan mana yang benar-benar kuat dalilnya.

3. Dalam bidang akhlak misalnya mengenai masalah berjabat tangan, antara yang berlaku di tengah masyarakat dengan ketentuan agama. Menurut agama, dilarang berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Namun di tengah masyarakat anak-anak mendapati kenyataan adanya jabat tangan ketika berkenalan dan bertamu. Disini anak dan orangtua dituntut mempertimbangkan alasan dari perbuatan yang saling bertentangan tersebut. Dalam hal ini orangtua harus mengambil sikap tarjiih dalam menanamkan akhlak tersebut kepada anak-anaknya.

Metode tarjiih kita terapkan dalam menghadapi dua alasan yang berbeda mengenai suatu masalah dengan mengkaji kuat tidaknya alasan masing-masing. Kita harus berpihak pada alasan atau dalil yang lebih kuat dan meninggalkan alasan yang atau dalil yang lemah.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Al-Qur’an adalah kitab suci yang lengkap dengan petunjuk-petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, dan bersifat universal, dan Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan islam dapat di pahami melalui ayat Al-Qur’an itu sendiri.

Metode pendidikan islam adalah sarana-sarana yang dilakukan pendidik kepada peserta didik agar tercapai tujuan pendidikan islam yang bersumber dari Al-qur’an dan As-Sunnah

Nabi muhammad ﷺ adalah sebagai pendidik islam pertama, telah menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan disamping sunnah beliau sendiri.

Dan diantara metode pendidikan islam yang telah dijelaskan dalam makalah ini adalah metode ta’lim, metode tabyiin, metode tafshiil, metode tafhiim, dan metode tarjih.

DAFTAR PUSTAKA

Qur'an Kemenag RI

Tafsir Tarbawi “Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an dan Penerapan dalam Pembelajaran” Medan 2019

Tafsir Tarbawi “Pengertian Ta’lim dalam Al-qur’an”, jakarta 2021.

Akyuni Qurrata. 2020. Metode Tafhim Dalam Pendidikan Islam. Jurnal Studi Pemikiran, Riset dan Pengembangan Islam. 8 (1). 44-52.

https://www.juragandesa.net/2019/11/metode-tabyin-dalam-perspektif-al-quran.html

M. I. (1975). Metode Pembelajaran Tarjih . Konsep Tarjih Dalam Ilmu Ushul Fiqih, 1-8.

M. T. (1996). Metode Pelajaran Tarjih . Bandung : Irsyad Baitussalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar