Materi ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Morfologi Bahasa Arab
Dosen Pengampu : Sabar Siswoyo, M.Pd
Pemateri : Kelompok 2
Anggota :
1. Abdul Mutawakkil, NIM. 23220023
2. Agis Sugiana, NIM. 023210069
3. Azzubair Juarsa, NIM. 023210073
DAFTAR ISI
1. Pembagian Isim Berdasarkan Makna dan Fungsi.
2. Pembagian Isim Berdasarkan Jenis Kelamin.
3. Pembagian Isim Berdasarkan Ketentuan 'I’rab.
4. Pembagian Isim Berdasarkan Ma’rifat dan Nakirah.
5. Pembagian Isim Berdasarkan Keberadaan Huruf 'Alif Lam'.
6. Pembagian Isim Berdasarkan Keberadaan Tanwin.
7. Pembagian Isim Berdasarkan Kemampuan Dirafa’kan.
BAB I
PENDAHULUAN
PENGERTIAN ISIM DALAM ILMU NAHWU
a. Definisi Isim menurut bahasa dan istilah:
Secara bahasa (لغويًا):
"Isim" berasal dari kata "السِّمَة" (as-simah) yang berarti tanda atau ciri. Dalam arti ini, isim berfungsi sebagai penanda makna.
Secara istilah (اصطلاحًا):
Dalam ilmu Nahwu, isim didefinisikan sebagai: "Kalimat (kata) yang menunjukkan pada suatu makna dan tidak terikat dengan waktu."
Artinya, isim itu menunjuk pada suatu benda, orang, tempat, konsep, atau hal tertentu, tanpa dikaitkan dengan masa seperti lampau, sekarang, atau akan datang.
Contoh: رَجُلٌ (seorang laki-laki), بَيْتٌ (rumah), عِلْمٌ (ilmu).
b. Ciri-ciri umum Isim:
Untuk mengenali sebuah kata sebagai isim, para ulama Nahwu memberikan beberapa tanda (alamat). Di antaranya:
1. Bisa menerima Alif Lam (ال):
Misal: كِتاب (buku) → الكتاب (buku itu).
2. Bisa diberi Tanwin (نُونَةٌ زَائِدَةٌ):
Yaitu bunyi "n" tambahan di akhir kata, seperti: رَجُلٌ (seorang laki-laki).
3. Bisa didahului oleh huruf jar (حرف جر):
Seperti: في البيتِ (di dalam rumah), "fi" diikuti oleh isim.
4. Bisa menerima tanda I'rab (perubahan akhir kata) karena kedudukan dalam kalimat:
Misalnya, perubahan harakat akhir karena menjadi subjek, objek, dll.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PEMBAGIAN ISIM BERDASARKAN JUMLAH DAN MAKNANYA
Dalam ilmu nahwu, isim dibagi berdasarkan jumlah dan maknanya menjadi beberapa bagian:
A. ISIM MUFRAD (الإسم المفرد)
Isim mufrad adalah kata benda yang menunjukkan satu benda, orang, tempat, atau hal lainnya. → Artinya, kata itu hanya menunjuk satu tanpa memperhitungkan jumlah lebih dari satu.
Contoh:
رَجُلٌ (seorang laki-laki)
كِتَابٌ (sebuah buku)
طَالِبٌ (seorang murid)
B. ISIM MUTSANNA (الإسم المثنى)
Isim mutsanna adalah kata benda yang menunjukkan dua benda, orang, atau tempat.
→ Biasanya dibentuk dengan menambahkan -انِ (-ani) atau -يْنِ (-ayni) di akhir kata.
Contoh:
رَجُلَانِ (dua orang laki-laki)
كِتَابَانِ (dua buah buku)
طَالِبَيْنِ (dua orang murid — dalam posisi majrur atau manshub)
C. ISIM JAMAK (الإسم الجمع)
Definisi:
Isim jamak adalah kata benda yang menunjukkan lebih dari dua (tiga atau lebih) benda, orang, tempat, atau hal.
Isim jamak terbagi lagi menjadi tiga:
1) Jamak Taksir (جمع التكسير)
Jamak taksir adalah jamak yang bentuk kata dasarnya berubah saat dijamakkan.
Ciri-ciri:
Tidak ada pola tambahan khusus, bentuk katanya berubah.
Contoh:
رَجُلٌ → رِجَالٌ (laki-laki → para laki-laki)
كِتَابٌ → كُتُبٌ (buku → buku-buku)
2) Jamak Mudzakkar Salim (جمع مذكر سالم)
Jamak mudzakkar salim adalah jamak untuk laki-laki yang dibentuk dengan menambahkan وْنَ (-uuna) saat marfu’ atau يْنَ (-iina) saat manshub dan majrur, tanpa mengubah bentuk dasar isim.
Contoh:
مُسْلِمٌ → مُسْلِمُوْنَ (seorang muslim → para muslim)
مُعَلِّمٌ → مُعَلِّمِينَ (guru → para guru — dalam posisi majrur/manshub)
3) Jamak Muannats Salim (جمع مؤنث سالم)
Jamak muannats salim adalah jamak untuk perempuan dengan menambahkan ـاتٌ (-aatun) atau ـاتٍ (-aatin) di akhir isim muannats.
Contoh:
طَالِبَةٌ → طَالِبَاتٌ (mahasiswi → para mahasiswi)
مُعَلِّمَةٌ → مُعَلِّمَاتٍ (guru perempuan → para guru perempuan — dalam posisi majrur)
2.2. PEMBAGIAN ISIM BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Dalam ilmu Nahwu, isim juga dibagi berdasarkan jenis kelamin menjadi mudzakkar (maskulin) dan muannats (feminin).
A. ISIM MUDZAKKAR (الاسم المذكر)
Isim mudzakkar adalah kata benda yang menunjukkan laki-laki atau sesuatu yang diperlakukan sebagai laki-laki dalam tata bahasa Arab.
Contoh:
رَجُلٌ (laki-laki)
غُلامٌ (anak laki-laki)
قَلَمٌ (pena — diperlakukan mudzakkar)
Catatan:
Tidak harus manusia; benda pun bisa disebut mudzakkar jika gramatikalnya dianggap laki-laki.
B. ISIM MUANNATS (الاسم المؤنث)
Isim muannats adalah kata benda yang menunjukkan perempuan atau sesuatu yang diperlakukan sebagai perempuan dalam tata bahasa Arab.
Ciri-ciri isim muannats:
1. Berakhiran tā’ marbūṭah (ة) di akhir kata.
2. Kadang tanpa tanda khusus tetapi diketahui dari maknanya.
Contoh:
مَرْأَةٌ (perempuan)
طَالِبَةٌ (mahasiswi)
Isim Muannats terbagi lagi menjadi dua:
1). Muannats Haqiqi (المؤنث الحقيقي)
Muannats haqiqi adalah isim muannats yang menunjukkan makhluk hidup betul-betul perempuan.
Contoh:
فَاطِمَةُ (Fatimah)
أُمٌّ (ibu)
نَاقَةٌ (unta betina)
2). Muannats Majazi (المؤنث المجازي)
Muannats majazi adalah isim muannats yang menunjukkan benda mati atau konsep yang dianggap feminin secara tata bahasa, bukan betulan perempuan.
Contoh:
شَمْسٌ (matahari)
سَيَّارَةٌ (mobil)
دَارٌ (rumah)
Catatan:
Meskipun benda-benda ini tidak berjenis kelamin, dalam bahasa Arab mereka dianggap muannats.
2.3. PEMBAGIAN ISIM BERDASARKAN KETENTUAN 'I’RAB
Dalam ilmu Nahwu, 'i’rab merujuk pada perubahan atau pergeseran harakat (tanda baca) pada kata dalam kalimat, yang biasanya dipengaruhi oleh peran atau posisi kata tersebut dalam kalimat. Isim, sebagai salah satu jenis kata dalam bahasa Arab, dibagi menjadi dua kategori berdasarkan ketentuan 'i’rab: Isim Mu’rab dan Isim Mabni.
A. ISIM MU’RAB (الإسم المعرب)
Isim mu’rab adalah isim yang mengalami perubahan harakat pada akhir kata sesuai dengan kedudukan dan fungsi gramatikalnya dalam kalimat.
Perubahan harakat ini terjadi karena posisi kata tersebut dalam kalimat, apakah menjadi subjek (raf‘), objek (nasb), atau terpengaruh oleh huruf jar (majrur).
Ciri-ciri:
1. Mengalami perubahan pada akhir kata, tergantung peran sintaksisnya dalam kalimat.
2. Memiliki tiga macam harakat utama:
a. Raf‘ (رفع): Harakat dhammah (contoh: رَجُلٌ - laki-laki).
b. Nasb (نصب): Harakat fathah (contoh: رَجُلًا - seorang laki-laki).
c. Jarr (جر): Harakat kasrah (contoh: رَجُلٍ - laki-laki, setelah huruf jar).
Contoh:
رَجُلٌ (laki-laki - subjek/raf‘)
رَجُلًا (seorang laki-laki - objek/nasb)
رَجُلٍ (laki-laki - setelah huruf jar/majrur)
B. ISIM MABNI (الإسم المبني)
Isim mabni adalah isim yang tidak mengalami perubahan harakat pada akhir kata, meskipun posisi kata tersebut dalam kalimat berubah. Artinya, kata ini tetap pada satu harakat tanpa terpengaruh oleh kedudukan dalam kalimat.
Ciri-ciri:
1. Tidak berubah harakat pada akhir kata meskipun fungsi sintaksisnya berubah.
2. Biasanya berbentuk tetap dan lebih sedikit jenisnya dibandingkan isim mu’rab.
3. Tergolong dalam kategori ini adalah isim-isim yang sudah jelas fungsinya dan tidak mengikuti aturan 'i’rab.
Contoh:
ال (artikel definitif, alif lam)
→ الْبَيْتُ (rumah itu)
هَذَا (ini - untuk benda dekat)
→ هَذَا رَجُلٌ (ini seorang laki-laki)
تِلْكَ (itu - untuk benda jauh)
→ تِلْكَ شَجَرَةٌ (itu pohon)
2.4. PEMBAGIAN ISIM BERDASARKAN MA’RIFAT DAN NAKIRAH
Dalam bahasa Arab, ma’rifat dan nakirah merujuk pada status kepemilikan atau tingkat kejelasan suatu isim dalam kalimat. Pemahaman mengenai ma’rifat dan nakirah penting dalam menganalisis peran isim dalam kalimat.
A. DEFINISI MA’RIFAT DAN NAKIRAH
1. Ma’rifat (المعرفة)
Ma’rifat adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui atau pasti. Isim ma’rifat biasanya menunjukkan objek atau hal yang jelas dan spesifik. Isim ini bisa merujuk pada orang, benda, atau hal yang sudah dikenal atau ditentukan dalam konteks tertentu.
Contoh:
الكتاب (buku itu - karena ada alif lam yang menunjukkan bahwa itu sudah jelas).
الرجل (laki-laki itu - menunjukkan laki-laki yang sudah dikenal).
2. Nakirah (النكرة)
Nakirah adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang umum atau tidak spesifik. Isim ini merujuk pada benda atau hal yang tidak pasti, tidak diketahui dengan jelas, atau hanya mengacu pada jenis atau kategori secara umum.
Contoh:
كتابٌ (sebuah buku - tidak spesifik, hanya buku secara umum).
رجلٌ (seorang laki-laki - tidak spesifik, bisa siapa saja).
B. JENIS-JENIS ISIM MA’RIFAT
Berikut adalah jenis-jenis isim yang termasuk dalam kategori ma’rifat:
1. Isim Dhomir (الضمير)
Isim dhomir adalah kata ganti yang digunakan untuk menggantikan isim lain, baik itu orang, benda, atau hal yang telah disebutkan sebelumnya.
Ciri-ciri:
Dhomir selalu jelas merujuk pada suatu pihak yang sudah dikenal dalam konteks kalimat.
Contoh:
هو (dia - untuk laki-laki)
هي (dia - untuk perempuan)
هما (keduanya)
2. Isim ‘alam (الإسم العلم)
Isim 'alam adalah nama diri atau nama khusus yang merujuk pada individu, tempat, atau entitas tertentu yang sudah dikenal.
Ciri-ciri:
Isim 'alam selalu menunjukkan entitas yang sudah pasti atau dikenal.
Contoh:
محمد (Muhammad)
مكة (Mekkah)
نهر النيل (Sungai Nil)
3. Isim Isyarah (الإسم الإشارة)
Isim isyarah adalah isim yang digunakan untuk menunjukkan benda atau hal tertentu dengan menggunakan kata tunjuk.
Ciri-ciri:
Biasanya digunakan untuk menunjuk sesuatu yang sudah jelas dalam konteks percakapan.
Contoh:
هذا (ini - untuk benda dekat)
تلك (itu - untuk benda jauh)
4. Isim Maushul (الإسم الموصول)
Isim maushul adalah isim yang digunakan untuk menghubungkan kalimat atau bagian kalimat, seperti kata yang digunakan untuk menyambungkan atau memperkenalkan klausa relatif.
Contoh:
الذي (yang - untuk laki-laki)
التي (yang - untuk perempuan)
اللذان (yang keduanya - untuk dua laki-laki)
5. Isim Yang Disandarkan Kepada Ma’rifat (الإسم المنسوب إلى المعرفة)
Isim yang disandarkan kepada ma’rifat adalah isim yang dalam posisinya bergantung pada isim ma’rifat lainnya, baik karena kata yang mengikutinya atau karena konteks yang sudah ditentukan.
Contoh:
البيت الكبير (rumah besar itu)
الكتاب الذي قرأته (buku yang aku baca - karena ada kata yang mengarah ke ma’rifat sebelumnya)
6. Al-Ma’ruf Bil Alif Wal Lam (المعرف بالـ ألف واللام)
Al-Ma’ruf bil Alif wal Lam adalah isim ma’rifat yang memiliki alif lam di depan kata, yang berfungsi untuk menunjukkan kepastian atau penentuan yang jelas.
Ciri-ciri:
Isim yang menggunakan alif lam di depan kata selalu dianggap ma’rifat karena menunjukkan sesuatu yang pasti atau sudah dikenal.
Contoh:
السماء (langit)
الطاولة (meja)
المدرسة (sekolah)
2.5. PEMBAGIAN ISIM BERDASARKAN KEBERADAAN HURUF 'ALIF LAM'
Dalam bahasa Arab, penggunaan alif lam (ال) berfungsi sebagai penanda untuk membedakan antara isim ma'rifah dan isim nakirah. Alif lam memberi penanda yang jelas bahwa suatu kata adalah ma'rifah, yang berarti sesuatu yang sudah dikenal atau pasti, sementara tanpa alif lam menunjukkan bahwa isim tersebut adalah nakirah, yang berarti sesuatu yang tidak spesifik atau umum.
A. ISIM NAKIRAH (اسم نكرة)
Isim nakirah adalah isim yang tidak menggunakan alif lam dan menunjukkan sesuatu yang umum atau tidak spesifik. Biasanya, isim nakirah merujuk pada benda, orang, atau hal yang belum dikenal atau yang sifatnya umum.
Ciri-ciri:
1. Tidak ada penggunaan alif lam (ال) di depan kata.
2. Menunjukkan sesuatu yang tidak jelas atau tidak dikenal dalam konteks kalimat.
3. Biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata sebuah atau seorang.
Contoh:
كتابٌ (sebuah buku)
رَجُلٌ (seorang laki-laki)
قَلَمٌ (sebuah pena)
شَجَرَةٌ (sebuah pohon)
دَرَجَةٌ (sebuah tingkat)
Semua contoh di atas tidak merujuk pada benda atau orang tertentu, melainkan pada kategori atau jenis benda secara umum.
B. ISIM MA’RIFAH (اسم معرفة)
Isim ma’rifah adalah isim yang menggunakan alif lam (ال) atau bentuk ma'rifah lainnya yang menunjukkan bahwa benda atau hal yang dimaksud sudah dikenal atau pasti, baik itu sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya atau sesuatu yang spesifik.
Ciri-ciri:
1. Menggunakan alif lam di depan kata (ال).
2. Bisa merujuk pada orang, benda, atau hal tertentu yang sudah diketahui atau spesifik.
3. Bisa juga berupa bentuk lainnya seperti isim dhomir (kata ganti) dan isim ‘alam (nama diri).
Contoh:
الكتاب (buku itu - menunjukkan buku yang sudah dikenal)
الرجل (laki-laki itu)
الشجرة (pohon itu)
المدينة (kota itu)
السماء (langit - sebagai objek yang dikenal dengan pasti)
Isim ma'rifah dengan alif lam menunjukkan bahwa objek atau hal yang dimaksud sudah pasti dan dikenali oleh pembicara dan pendengar. Biasanya, alif lam digunakan untuk mengacu pada benda atau orang yang sudah disebutkan sebelumnya dalam percakapan atau yang sudah jelas dalam konteksnya.
2.6. PEMBAGIAN ISIM BERDASARKAN KEBERADAAN TANWIN
Tanwin adalah harakat tambahan yang berupa dua tanda fathah, kasrah, atau dhammah di akhir sebuah kata. Tanwin digunakan untuk menandakan bahwa isim tersebut merupakan isim nakirah (tidak spesifik atau umum). Berdasarkan keberadaan tanwin ini, isim dibagi menjadi dua jenis utama: Isim Munawwan (bertanwin) dan Isim Ghairu Munawwan (tidak bertanwin).
A. ISIM MUNAWWAN (الإسم المنوّن)
Isim munawwan adalah isim yang diakhiri dengan tanwin, yaitu dua harakat yang menunjukkan bahwa isim tersebut adalah isim nakirah (umum atau tidak spesifik). Tanwin bisa berupa dhammah, fathah, atau kasrah, tergantung pada fungsi sintaksisnya dalam kalimat.
Ciri-ciri:
1. Menggunakan tanwin (doubled harakat) pada akhir kata.
2. Tanwin ini menandakan bahwa isim tersebut tidak spesifik dan bersifat umum atau tak tentu.
3. Digunakan untuk menggambarkan benda, orang, atau hal yang belum dikenal secara jelas dalam kalimat atau konteks.
Contoh:
كتابٌ (sebuah buku)
رَجُلٌ (seorang laki-laki)
شَجَرَةٌ (sebuah pohon)
قَلَمٌ (sebuah pena)
Semua contoh di atas menunjukkan kata yang tidak merujuk pada benda atau orang yang sudah jelas atau spesifik, melainkan pada jenis atau kategori benda yang umum.
B. ISIM GHAIRU MUNAWWAN (الإسم غير المنوّن)
Isim ghairu munawwan adalah isim yang tidak memiliki tanwin di akhir kata, yang biasanya menandakan bahwa isim tersebut merupakan isim ma'rifah atau isim yang spesifik dan sudah dikenal. Isim ini bisa berfungsi sebagai subjek, objek, atau bagian lain dalam kalimat, dan sering kali memiliki makna yang lebih pasti atau jelas.
Ciri-ciri:
1. Tidak ada tanwin di akhir kata.
2. Biasanya menunjukkan objek atau hal yang spesifik, pasti, atau sudah dikenal oleh pembicara dan pendengar.
3. Bisa merupakan isim ma'rifah (dengan alif lam) atau bentuk lainnya seperti isim dhomir (kata ganti).
Contoh:
الكتاب (buku itu - dengan alif lam menunjukkan spesifik)
الرجل (laki-laki itu)
الشجرة (pohon itu)
المدرسة (sekolah itu)
هو (dia - kata ganti)
Isim ghairu munawwan merujuk pada hal-hal yang sudah dikenali, baik karena alif lam yang digunakan pada isim ma'rifah atau karena penggunaan kata ganti yang sudah jelas.
2.7. PEMBAGIAN ISIM BERDASARKAN KEMAMPUAN DIRAFA’KAN
Dalam ilmu nahwu, suatu isim dapat memiliki kemampuan untuk berada pada posisi tertentu dalam kalimat, tergantung pada fungsi sintaksisnya. Salah satu aspek penting adalah apakah isim tersebut dapat dirafa’kan (diberi tanda fathah pada akhir kata). Pembagian ini berdasarkan kemampuannya untuk menjadi Mubtada’, Fa’il, Maf’ul, atau Mudhaf Ilaih.
A. ISIM YANG DAPAT MENJADI MUBTADA’ DAN FA’IL
Isim yang dapat menjadi Mubtada’ (subjek) dan Fa’il (pelaku) adalah isim yang bisa berdiri sebagai subjek dalam kalimat nominal (kalimat yang dimulai dengan isim) maupun sebagai pelaku dalam kalimat verbal (kalimat yang dimulai dengan fi'il). Isim yang dapat dirafa'kan ini sering disebut sebagai isim yang dapat diposisikan di awal kalimat (Mubtada') atau di posisi setelah fi'il (Fa'il).
Ciri-ciri:
1. Isim yang dapat berada dalam posisi Mubtada’ (subjek) dan Fa’il (pelaku), biasanya memiliki fungsi sebagai subjek yang dikenalkan terlebih dahulu atau sebagai pelaku yang melakukan suatu tindakan.
2. Isim jenis ini bisa berupa isim ma'rifah (dikenal dengan pasti) atau isim nakirah (umum) tergantung pada konteksnya.
Contoh dalam Kalimat:
Mubtada' (Subjek):
الكتاب مفيدٌ (Buku itu bermanfaat)
الكتاب adalah mubtada', yang berada di awal kalimat dan menunjukkan subjek dari kalimat.
Fa'il (Pelaku):
الولد يكتبُ الدرس (Anak laki-laki itu menulis pelajaran)
الولد adalah fa'il, yang bertindak sebagai pelaku yang melakukan perbuatan menulis.
B. ISIM YANG HANYA MENJADI MAF'UL ATAU MUDHAF ILAIH
Isim yang hanya dapat menjadi Maf’ul (objek) atau Mudhaf Ilaih (kata yang disandarkan kepada) adalah isim yang tidak bisa menjadi Mubtada’ atau Fa’il, tetapi bisa diposisikan sebagai objek dalam kalimat atau menjadi kata yang disandarkan pada kata lain (mudhaf ilaih).
Ciri-ciri:
1. Isim jenis ini tidak dapat berada di posisi Mubtada’ atau Fa'il. Biasanya, isim ini berfungsi untuk menerima aksi atau menjadi pelengkap dalam kalimat.
2. Isim-isim ini sering ditemukan dalam posisi maf’ul (objek) atau mudhaf ilaih (kata yang disandarkan kepada).
Contoh dalam Kalimat:
Maf'ul (Objek):
رأيتُ الكتابَ (Saya melihat buku itu)
الكتابَ adalah maf’ul, yang menerima aksi dari kata kerja "melihat".
Mudhaf Ilaih (Disandarkan):
بيتُ محمدٍ (Rumah Muhammad)
محمدٍ adalah mudhaf ilaih yang disandarkan kepada بيت (rumah).
BAB III
KESIMPULAN
Isim dalam ilmu nahwu adalah kata benda atau kata yang menunjukkan makna tanpa terikat waktu, seperti nama orang, benda, tempat, atau sifat. Isim memiliki karakteristik khusus dan dalam penggunaannya, isim diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan berbagai aspek, di antaranya:
1. Pembagian Berdasarkan Makna dan Fungsi:
Isim dibagi menjadi isim mufrad (tunggal), isim mutsanna (dua), dan isim jamak (banyak), dengan ragam bentuk jamak seperti jamak taksir, jamak mudzakkar salim, dan jamak muannats salim.
2. Pembagian Berdasarkan Jenis Kelamin:
Isim dibedakan menjadi isim mudzakkar (laki-laki/maskulin) dan isim muannats (perempuan/feminin), yang dalam muannats sendiri ada muannats haqiqi (perempuan sungguhan) dan muannats majazi (secara makna dianggap perempuan).
3. Pembagian Berdasarkan Ketentuan 'I’rab:
Isim diklasifikasikan berdasarkan perubahan akhirnya, yaitu mu’rab (bisa berubah bentuk i'rabnya) dan mabni (tetap bentuk akhirnya).
4. Pembagian Berdasarkan Ma’rifat dan Nakirah:
Isim terbagi menjadi isim ma’rifat (dikenal/spesifik) dan isim nakirah (umum/tidak spesifik), dengan beberapa jenis ma’rifat seperti isim dhomir, ‘alam, isyarah, maushul, dan lain-lain.
5. Pembagian Berdasarkan Keberadaan Huruf 'Alif Lam':
Isim dengan alif lam menjadi ma’rifat, sedangkan tanpa alif lam menjadi nakirah, yang mempengaruhi kejelasan makna kata tersebut.
6. Pembagian Berdasarkan Keberadaan Tanwin:
Isim munawwan (yang bertanwin) menunjukkan ketidakspesifikan (nakirah), sedangkan isim ghairu munawwan (yang tidak bertanwin) umumnya menunjukkan spesifikasi (ma’rifat).
7. Pembagian Berdasarkan Kemampuan Dirafa’kan:
Sebagian isim dapat berfungsi sebagai mubtada’ (subjek) dan fa’il (pelaku), sementara sebagian lain hanya dapat berfungsi sebagai maf’ul (objek) atau mudhaf ilaih (yang disandarkan kepada).
Dengan memahami berbagai pembagian isim ini, kita dapat lebih mudah memahami struktur kalimat dalam bahasa Arab, serta menentukan posisi dan peran kata dalam susunan nahwu dengan lebih tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zajjaji, Al-Jumal fi an-Nahw, hal. 12-14.
Al-Imam An-Nahwi, Matan Al-Ajurumiyyah.
Muhammad bin Salih Al-Utsaimin, Syarah Al-Ajurumiyyah.
Ibn Malik, Alfiyyat Ibn Malik
Az-Zamakhsyari, Al-Mufassal fi Ilm an-Nahw, Bab Al-Ism.
Ibnu 'Aqil, Syarh Ibn 'Aqil 'ala Alfiyyat Ibn Malik.