Dosen Pengampu : Ustadz Aldila, M.Pd.
Disusun Oleh Kelompok 2 Prodi PAI :
1. Nashira Salsabila Pasjchal, NIM. 21862068
2. Harnum Suri, NIM : 228620077
3. Jannatul Firdausi Nuzula, NIM. 218620873
4. Raisa Salsabila, NIM. 218620108
5. Roslina Asis, NIM. 218620105
6. Eko Sulistyaningsih, NIM. 228620067
7. Fitridha Iqlima Khoirunnisa, NIM. 228620073
8. Utami Rahmawati, NIM. 228620138
9. Jenny Paramitha, NIM. 228620140
10. Nanda Nurazizah Rizqi Prayogo, NIM. 218620119
11. Najwa, NIM. 228620103
12. Dhiya’uz Zahra Amatullah, NIM. 21862086113. Fitrianti Ali, NIM. 21862094
14. Futty Nayu Soka Kemala, NIM. 21862093
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, kita memuji Nya, kita meminta pertolongan kepada Nya, kita memohon ampun kepada Nya, dan kita meminta perlindungan kepada Allah dari kejelekan diri dan kejelekan amal kita. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, sahabat–sahabatnya, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah azza wa jalla yang telah memberikan kemudahan dan pertolongan Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan, dalam rangka memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Manajemen Kelas.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ustadz Aldila, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Kelas yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah azza wa jalla memberikan balasan kebaikan yang berlimpah dan dicatat sebagai amal ibadah. Aamiin.
Kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami akan sangat menghargai kritikan dan saran untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada kita semua.
Bekasi, 04 Oktober 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan Penulisan.
D. Metodologi Penelitian.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Belajar.
B. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Belajar.
C. Macam-macam Lingkungan Belajar.
D. Prinsip-prinsip Pengelolaan Lingkungan Belajar.
E. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengelolaan Lingkungan Belajar.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak sekali hal yang mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya yaitu kondusifnya suatu lingkungan belajar. Untuk mengkondusifkan lingkungan belajar memerlukan pengelolaan lingkungan belajar. Guru sangat berperan dalam pengelolaan lingkungan belajar.
Lingkungan belajar yang kondusif berpengaruh pada proses belajar mengajar siswa karena untuk mendorong anak belajar dengan tenang dan berkonsentrasi.
Pengelolaan lingkungan belajar dapat diartikan sebagai suatu proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan berbagai komponen lingkungan yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku anak sehingga dapat terfasilitasi dengan baik. Pengelolaan lingkungan belajar yang baik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Oleh karena itu, dengan judul makalah ini “Pengelolaan Lingkungan Belajar” pembaca dapat mengelola lingkungan belajar dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan maksimal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengelolaan lingkungan belajar?
2. Apa tujuan pengelolaan lingkungan belajar?
3. Ada berapa macam lingkungan belajar?
4. Apa saja prinsip pengelolaan lingkungan belajar?
5. Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan belajar?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian pengelolaan lingkungan belajar.
2. Mengetahui tujuan pengelolaan lingkungan belajar.
3. Mengetahui macam-macam lingkungan belajar.
4. Mengetahui prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan belajar.
5. Mengetahui hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan belajar.
D. Metode Penelitian
Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan metode kualitatif dimana pengumpulan datanya dilakukan dengan literasi dari berbagai sumber dengan beberapa perubahan dalam penulisannya yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Belajar
Pengelolaan adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris “management”, yang berarti mengurus, mengelola, mengendalikan, mengusahakan, dan memimpin.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengelolaan yaitu proses atau cara perbuatan mengelola atau proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi atau proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.[1] Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah penyelenggaraan atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
[1] Daryanto, kamus bahasa indonesia lengkap, Surabaya, Apollo, 1997, Hal. 348
Dr. Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa manajemen adalah tentang mengurus berbagai hal. Ketika kita mengelola, kita melakukan banyak langkah seperti mengumpulkan informasi, membuat rencana, mengatur berbagai hal, melaksanakan rencana tersebut, dan memeriksa untuk melihat bagaimana semuanya berjalan. Manajemen yang baik membantu kita menciptakan sesuatu yang baru, dan hal baru itu dapat membantu kita melakukan pekerjaan yang lebih baik di lain waktu.[2]
[2] Arikunto Suharsimi, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Jakarta, CV. Rajawali, 1988, Hal. 8
Manajemen diibaratkan sebagai kapten dalam tim. Artinya membuat rencana, mengatur semua orang, membimbing orang, dan memastikan semuanya dilakukan dengan benar sehingga tim dapat mencapai tujuannya. Di sekolah, manajemen pendidikan bekerja dengan cara yang sama. Manajemen pendidikan membantu guru dan siswa menggunakan sumber daya mereka, seperti buku dan perlengkapan, untuk belajar dan mencapai tujuan pembelajaran mereka.
Manajemen pendidikan berbasis masyarakat berarti bahwa masyarakat membantu proses ini. Manajemen pendidikan melibatkan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian semua yang dibutuhkan untuk pendidikan, tetapi dengan melibatkan masyarakat untuk membantu.
Kata "lingkungan" berarti tempat atau hal-hal di sekitar kita yang dapat membantu kita tumbuh dan belajar. Dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, kata ini memiliki arti yang sama—lingkungan sekitar yang memengaruhi orang. Jadi, jika kita gabungkan semuanya, "manajemen lingkungan belajar" berarti menciptakan tempat atau lingkungan yang membantu siswa belajar dan berubah dengan cara yang positif. Manajemen lingkungan belajar memastikan lingkungan sekitar baik untuk belajar dan tumbuh.[3]
[3] Siti Misra Susanti, Manajemen Pengelolaan Lingkungan Belajar PAUD Berbasis Masyarakat, dalam "JURNAL TUMBUH KEMBANG" Vol. 5, No.1, Mei 2018, Hal. 2-3
Penulis percaya bahwa menciptakan ruang belajar yang baik membantu siswa merasa bersemangat dan bebas menjadi diri mereka sendiri. Hal ini memungkinkan mereka untuk aktif, menggunakan imajinasinya, mencoba hal-hal baru, dan melakukan berbagai kegiatan.
B. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Belajar
Pengajaran menjadi indikator penting dalam menilai suatu proses belajar mengajar di dalam kelas oleh karena itu pengelolaan lingkungan belajar seringkali disebut juga tujuan pengajaran. Pengelolaan lingkungan belajar bertujuan menciptakan lingkungan yang mampu memberikan kesempatan beraktivitas pada siswa dan secara umum yaitu menyediakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual di dalam kelas pada proses belajar mengajar. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan bagi siswa untuk belajar dan bekerja. Terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa.
Maksudnya adalah bahwa lingkungan belajar yang dibangun tersebut harus mampu memberikan kesempatan beraktivitas dan berkreasi pada anak secara leluasa. Lingkungan belajar yang demikian memungkinkan anak dapat melakukan berbagai kegiatan seperti mengeksplorasi, bereksperimen, dan mengamati. Segala kegiatan tersebut berkontribusi atau memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan dan peningkatan mutu belajar siswa.[4]
[4] Rita Mariyana, dkk., Pengelolaan Lingkungan Belajar, hlm. 22
Selain itu, diantara tujuan pengelolaan lingkungan belajar adalah sebagai berikut[5]:
[5] Rusman. Manajemen Pengelolaan Kelas: Pendekatan dan prosedu, (Surabaya: UMSurabaya Publishing, 2018), hlm:5
Ø Mewujudkan situasi dan kondisi kelas baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
Ø Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi belajar mengajar.
Ø Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa dalam kelas.
Ø Membina dan memimpin sesuai dengan latar belakang sosial ekonomi budaya serta sifat-sifat individunya.
Sementara itu, menurut Usman pengelolaan kelas mempunyai dua tujuan yaitu:[6]
[6] User Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm: 10.
Ø Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas belajar untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik.
Ø Tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa belajar dan bekerja, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
C. Macam-macam Lingkungan Belajar
1. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal. Anak-anak yang biasa turut serta mengerjakan segala pekerjaan di dalam keluarganya, dengan sendirinya mengalami dan mempraktekkan bermacam-macam kegiatan yang amat berfaedah bagi pendidikan watak dan budi pekerti seperti kejujuran, keberanian, ketenangan, dan sebagainya. Keluarga juga membimbing dan mengembangkan perasaan sosial anak seperti hidup hemat, menghargai kebenaran, tenggang rasa, menolong orang lain, hidup damai dan sebagainya. Jelaslah bahwa lingkungan keluarga bukannya pusat penanam dasar pendidikan watak pribadi saja, tetapi pendidikan sosial didalam keluargalah tempat menanam dasar pembentukan watak anak-anak.
Cara keluarga mendidik anaknya besar pengaruh terhadap belajar anaknya. Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya dapat menyebabkan anaknya tidak/kurang berhasil dalam belajarnya. Mendidik dengan cara memanjakan adalah cara mendidik yang tidak baik, karena anak akan berbuat seenaknya saja, begitu pula mendidik anak dengan cara memperlakukannya terlalu keras adalah cara mendidik yang salah juga.
Keadaan ekonomi keluarga juga erat hubungannya dengan belajar anak. anak yang sedang belajar membutuhkan fasilitas belajar yang memadai, sedangkan fasilitas belajar itu bisa dipenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang kurang mampu bahkan harus bekerja untuk membantu orang tuanya, akan dapat mengganggu belajarnya. Sebaliknya keluarga yang berkecukupan, orang tua selalu memenuhi kebutuhan belajar anak akan membuat anak lebih fokus pada belajar
Secara garis besar beberapa fungsi keluarga dalam mendewasakan anak dapat dikelompokkan sebagai berikut, yaitu melindungi dan menjaga anak dari mara bahaya dan pengaruh buruk dari luar atau dalam serta melindungi dari ketidakmampuan anak untuk bergaul menyesuaikan diri terhadap lingkungan. memberi kasih sayang, kehangatan, kepercayaan dan keakraban serta menumbuhkan emosi dan sentimen positif terhadap diri anak dan menjaga dari ha-hal yang bersifat negatif terhadap pertumbuhan diri anak. Fungsi secara religius yaitu mengajak anak dan semua anggota keluarga untuk hidup dan suasana yang agamis yang mempunyai keimanan yang kuat.[7]
[7] Kartini Kartono, Pengantar Ilmu mendidik Teoritis, (Bandung: Mandarmadya,2017 ) hal. 115-117.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Seperti telah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman. Keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap lingkungan sekolah.
Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam dalam proses pembangunan masyarakat itu. Dari sisi lain sekolah juga menerima banyak kritik atas berbagai kelemahan dan kekurangannya, yang mencapai puncaknya dengan gagasan Iwan Mich untuk membebaskan masyarakat dan wajib sekolah dengan buku yang terkenal ‘’Bebas dari Sekolah’’.
Kondisi lingkungan sekolah yang juga dapat mempengaruhi kondisi belajar antara lain adanya guru yang baik dalam jumlah yang cukup memadai sesuai dengan jumlah bidang studi yang ditentukan, peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung sekolah yang memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang baik, adanya teman, guru dan keharmonisan di antara semua personil sekolah.[8]
[8] Turshan Hakim, Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Alfabeta,2016), hal. 18.
Permasalahan Lingkungan Belajar di Sekolah salah satunya yaitu keterbatasan peralatan penunjang pembelajaran di sekolah. Hal tersebut terlihat ketidaksesuaian antara jumlah siswa dengan peralatan penunjang yang tersedia. Sehingga kegiatan belajar mengajar tidak dapat berjalan secara optimal. Sarana dan prasana merupakan salah satu penunjang kegiatan belajar mengajar. Lingkungan belajar di sekolah meliputi kondisi ruang kelas, taman sekolah, halaman sekolah, dan lapangan. Lingkungan tersebut sangat berpengaruh pada kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang baik akan menunjang kegiatan belajar mengajar.
Fasilitas belajar sendiri sangat penting bagi proses pembelajaran dan juga menimbulkan minat dan perhatian peserta didik untuk mempermudah penyampaian materi. Kegiatan pembelajaran di kelas membutuhkan adanya fasilitas agar proses dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Fasilitas yang termasuk dalam kegiatan belajar mengajar antara lain berupa ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium dan media pengajaran. Fasilitas yang mendukung kegiatan belajar mengajar belum bisa dimanfaatkan secara optimal oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Akan tetapi orang tua juga ikut berperan penting dalam menyumbang tersedianya fasilitas belajar. Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa, faktor pendekatan siswa juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat/sosial, adalah tempat individu yang satu berinteraksi dengan individu yang lain. Hubungan antara individu dan lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu. Bahkan hubungannya terjadi secara timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi individu dan individu dapat mempengaruhi lingkungannya (envi-ronment). Masing-masing individu terutama dalam kepribadiannya adalah hasil interaksi antara gen-gen (hereditas) dan lingkungannya, karena interaksi ini, maka tiap-tiap individu adalah unik.[9]
[9] Ardana,Wayan. Dasar-dasar kependidikan . (Malang: FIP IKIP Malang. 2018) hal.235
Lingkungan masyarakat memiliki peran penting dalam Pendidikan diantaranya :
a. Membentuk kepribadian dan perilaku sosial.
b. Meningkatkan kualitas Pendidikan.
c. Membantu kegiatan sosial.
d. Meningkatkan akses sumber daya.
e. Meningkatkan partisipasi keluarga.
f. Mengembangkan kepemimpinan.
Selain itu, lingkungan juga dapat mempengaruhi kualitas belajar siswa. Lingkungan yang baik dapat memberikan dampak positif bagi proses belajar peserta didik, sedangkan lingkungan yang buruk dapat menghambat perkembangan kemampuan belajar mereka.
D. Prinsip-prinsip Pengelolaan Lingkungan Belajar
Untuk dapat mewujudkan lingkungan belajar yang sesuai harapan maka diperlukan prinsip-prinsip berikut:
1. Prinsip Merefleksikan Selera Anak (Child’s Taste)
Secara sederhana maksudnya adalah bahwa lingkungan belajar harus menarik bagi anak. Oleh karena itu dalam penyediaan dan pengemasan lingkungan belajar tersebut harus dipertimbangkan karakteristik, perasaan, minat, dan dinamika belajar anak. Artinya, lingkungan belajar yang diciptakan perlu diselaraskan dengan tahapan-tahapan perkembangan dan cara-cara khas belajar anak.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru untuk dapat memenuhui tujuan dari prinsip child’s taste:
a. Dari Sudut Aktivitas yang Disediakan
Aktivitas yang disukai anak adalah aktifitas melalui bermain dengan demikian guru harus mengurangi kegiatan pembelajaran yang bersifat formal karena akan menimbulkan pembelajaran yang monoton. Sudut Aktivitas yang Disediakan Aktivitas yang disukai anak adalah aktivitas belajar melalui bermain atau dengan bantuan permainan. Suasana yang diciptakan dapat merujuk kepada suasana seperti di rumah, sehingga anak-anak menikmatinya dengan rasa santai dan terhindar dari berbagai tekanan yang dapat menyebabkan stres. Aktivitas yang dilakukan anak akan berhasil jika di dukung oleh guru yang memiliki kemampuan berkomunikasi secara baik dengan anak-anak, serta memiliki rasa empati dan kesabaran yang memadai. Namun perlu diingat bahwa segala aktivitas yang dirancang bukan hanya untuk kegiatan belajar, melainkan juga untuk kebutuhan istirahat, makan bahkan untuk keperluan tidur siang bagi sekolah yang memiliki jam belajar cukup panjang.
b. Dari Sudut Dukungan Fasilitas
Terdapat sejumlah saran agar dukungan fasilitas lingkungan belajar dapat sesuai selera anak, diantaranya:
· Pilihan Warna
Baik warna dinding kelas, warna berbagai media dan ruangan sumber belajar sehingga anak-anak sangat menyukai warna yang kontras dan mencolok.
· Pilihan Bentuk
Bentuk-bentuk tertentu yang khas dan menarik anak disamping dikemas melalui warna.
· Pilihan Ukuran
Ukuran biasanya berhubungan dengan panjang, pendek, tinggi, dan rendah. Para guru hendaklah mampu memilih atau membuat segala fasilitas yang ukurannya menarik bagi anak. Jangan terlalu rendah atau terlalu tinggi juga terlalu pendek dan terlalu panjang.
· Pilihan Bobot
Anak-anak akan menghindari suatu fasilitas belajar yang terlalu berat bagi mereka. Begitupun sebaliknya, jika terlalu ringan, maka fasilitas tersebut akan dianggapnya enteng dan akhirnya ditinggal juga.
· Variasi Pilihan
Semakin memunculkan variasi kondusif dan fasilitas, baik berupa area-area belajar maupun kelengkapan sarananya akan sangat baik dalam mengundang selera anak. Fasilitas belajar yang kaya dan bervariasi akan lebih memungkinkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan anak.
2. Prinsip Berorientasi pada Oftimalisasi Perkembangan Anak
Pada prinsip ini anak diharapkan dapat mencapai yang terbaik serta mendapatkan kebermaknaan bagi kehidupan anak dengan tidak semata-mata untuk mencapai kemampuan dasar saja tapi mengembangkan kemandirian tanggung jawaab serta menumpuk kreatifitas dan imajinasi anak pada lingkungan tersebut.
3. Prinsip Berpijak pada Efisiensi Pembelajaran
Maksud dari prinsip ini adalah upaya guru untuk menciptakan lingkungan belajar dalam rangka mewujudkan efisien atau menjadikan kegiatan pembelajaran dilakukan secara produktif dan tepat guna baik dilihat dari waktu, energi, maupun upaya yang dilakukan.[10]
[10] Resi Wulansari, “Makalah Tujuan Fungsi Prinsip Pengelolaan Lingkungan Belajar Anak Usia Dini”, diakses dari https://www.academia.edu/
E. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengelolaan Lingkungan Belajar
1. Memahami sifat yang dimiliki siswa
Pada dasarnya anak memiliki imajinasi dan sifat ingin tahu. Semua anak terlahir dengan membawa dua potensi ini. Keduanya merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap atau pikiran kritis dan kreatif. Oleh karenanya, kegiatan pembelajaran perlu dijadikan lahan yang kita olah agar menjadi tempat yang subur bagi perkembangan kedua potensi anugerah Tuhan itu. Suasana pembelajaran yang diiringi dengan pujian guru terhadap hasil karya siswa, yang disertai pertanyaan guru yang menantang dan dorongan agar siswa melakukan percobaan, merupakan pembelajaran yang baik untuk mengembangkan potensi siswa.
2. Memahami perkembangan kecerdasan siswa
Jean Piaget menjelaskan tentang perkembangan kecerdasan akal atau perkembangan kognitif manusia berlangsung dalam empat tahap, yakni :
a. Sensory-motor (Sensori-motor / 0-2 tahun)
Adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan :
1) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan dengan terutama dengan refleks.
2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan
3) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder muncul dari usia sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6) Sub-tahapan awal representasi simbolik berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
b. Pre-operational ( Pra-operasional / 2 -7 tahun )
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda- benda dengan kata-kata dan gambar.
c. Concrete-operational ( Konkret-operasional / 7 – 11 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai dua belas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
1. Pengurutan — kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2. Klasifikasi — kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya kedalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
3. Decentering — anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap bahwa cangkir yang pendek tapi lebar memiliki isi lebih sedikit dibanding cangkir yang tinggi tapi ramping.
4. Reversibility — anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda - benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5. Konservasi — memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda - benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6. Penghilangan sifat Egosentrisme — kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Maya menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Budi memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Maya kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Maya akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Budi.
d. Formal-operational
(Formal- operasional / 11 tahun ke atas). Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas.[11]
[11] Wikipedia, “Teori perkembangan kognitif” https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif diakses pada 29 September 2024
2. Mengenal Siswa Secara Perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Semua siswa dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah.
3. Memanfaatkan Perilaku Siswa Dalam Pengorganisasian Belajar
Perilaku ini dapat di manfaatkan dalam pengorganisasian belajar siswa contoh, siswa dapat bekerjasama secara kelompok maupun berpasangan dengan menyelesaikan tugas secara baik, dengan cara ini memudahkan siswa utuk dapat berinteraksi dan bertukar pikiran, akan tetapi siswa juga harus mampu menyelesaikan tugasnya secara individu.
4. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan kemampuan Memecahkan Masalah
Berfikir kritis dan kreatif berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas pendidik ialah untuk dapat mengembangkannya antara lain dengan sering memberikan tugas atau memberikan pertanyaan terbuka yang memungkinkan siswa berpikir mencari alasan dan menganalisis yang kritis.
5. Mengembangkan Ruang Kelas Sebagai Lingkungan Belajar Yang Menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dengan cara memajangkan hasil karya siswa, yang dibuat secara perorangan dan secara kelompok. Pajangannya dapat berupa kalighrafi, puisi, karangan, peta dan lainnya. Ruang kelas yang ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam dalam kegiatan pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas sebuah masalah.
6. Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar dan objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat siswa merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus di luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu.
7. Memberikan Umpan Balik Yang Baik Untuk Meningkatkan Kegiatan Belajar
Pemberian umpan balik dari pendidik kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi keduanya. Dengan adanya umapan balik ini akan lebih banyak mengungkapkan kekuatan daripada kelemahan, dan tidak lupa untuk memberikan umpan balik secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat lebih percaya diri dalam menghadapi tugas lainnya. Beberapa teknik untuk mendapatkan umpan balik dari siswa diantaranya :
a. Memancing aspirasi siswa.
b. Memanfaatkan teknik alat bantu yang praktis.
c. Memilih bentuk motivasi yang akurat.
d. Menggunakan metode yang bervariasi.
8. Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks dan guru menggunakannya untuk menciptakan pengejaran yang efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar dengan nyaman. [12]
[12] Hal-hal yang perlu diperhatikan pada lingkungan belajar https://www.studocu.com/id/document/universitas-jember/bahasa-indonesia/hal-hal-yang-perlu-diperhatikan-pada-lingkungan-belajar/26815585 diakses pada tanggal 29 September 2024
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan mengenai pengelolaan lingkungan belajar ini adalah bahwa lingkungan belajar yang kondusif sangat berpengaruh pada proses belajar mengajar siswa. Pengelolaan lingkungan belajar tidak hanya melibatkan aspek fisik seperti fasilitas belajar yang memadai, tetapi juga mencakup aspek sosial dan emosional yang mendukung perkembangan siswa secara maksimal. Tugas guru adalah menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman, berkreasi, dan mengembangkan potensinya.
Selain itu, lingkungan belajar yang baik juga harus mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan siswa, seperti perbedaan dalam kemampuan belajar dan perkembangan kognitif. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengelolaan lingkungan belajar, seperti berorientasi pada perkembangan anak dan optimalisasi pembelajaran, sangat penting dalam menciptakan suasana yang produktif dan efisien.
Dengan pengelolaan yang tepat, lingkungan belajar dapat membantu siswa mencapai hasil yang lebih baik dan mendukung perkembangan karakter, intelektual, dan sosial mereka. Oleh karena itu, guru, keluarga, dan masyarakat memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung proses belajar yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Wayan. (2018). Dasar-dasar kependidikan. Malang: FIP IKIP Malang. hal.235.
Hakim, Turshan. (2016). Interaksi Belajar Mengajar, Bandung: Alfabeta, hal. 18.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada lingkungan belajar https://www.studocu.com/id/document/universitas-jember/bahasa-indonesia/hal-hal-yang-perlu-diperhatikan-pada-lingkungan-belajar/26815585 diakses pada tanggal 29 September 2024
Jannah, Siti Aminatul (2006) “Pengelolaan lingkungan belajar siswa Madrasah Ibtidaiyah di MI. Roudlotus Salamah Purworejo Pasuruan”. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. http://etheses.uin-malang.ac.id/44897/1/01110098.pdf
Kartono, Kartini. (2017). Pengantar Ilmu mendidik Teoritis, Bandung: Mandarmadya hal. 115-117.
Mariyana, R., & dkk. (2013). Pengelolaan Lingkungan Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Rusman. 2018. Manajemen Pengelolaan Kelas: Pendekatan dan prosedur. Surabaya: UMSurabaya Publishing.
Susanti, Siti Misra. (Mei, 2018). ”Manajemen Pengelolaan Lingkungan Belajar PAUD Berbasis Masyarakat”. Jurnal Tumbuh Kembang, 5, 2-3. https://ejournal.unsri.ac.id/
Wulansari, Resi, “Makalah Tujuan Fungsi Prinsip Pengelolaan Lingkungan Belajar Anak Usia Dini”, diakses dari https://www.academia.edu/
Wikipedia, “Teori perkembangan kognitif” https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif diakses pada 29 September 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar