Rabu, 17 Juli 2024

Implementasi Kebijakan Pendidikan

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Pendidikan
Dosen Pengampu : Ust. Sabar, M.Pd
Disusun Oleh Kelompok 6 Angkatan 5:
1. Muhammad Miftahuddin (PAI).
2. Muhammad Faiz Tholib (PAI).
3. Willy Rahman (SBA).
4. Agis Sugiana (SBA).
5. Nanda Fajar Aprillianto (PAI).

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu wa ta’ala. Dengan pertolongan dan kemudahan dari-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat dan salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam beserta keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah mengikutinya hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kebijakan Pendidikan yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pendidikan”. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak sekali kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh sebab itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi membantu perbaikan dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang luas serta dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dalam upaya merencanakan sistem pendidikan yang lebih baik kedepannya.

Bekasi, 09 Juli 2024

Penyusun Makalah
Kelompok 6

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
1.2 Rumusan Masalah.
1.3 Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Konsep Dasar Implementasi Kebijakan Pendidikan.
2.2 Identifikasi Aktor Pelaksana Kebijakan Pendidikan.
2.3 Arena Kebijakan Pendidikan.
2.4 Jenis-jenis Kebijakan Pendidikan.
2.5 Langkah-langkah Implementasi Kebijakan Pendidikan.
BAB III PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat urgen bagi sebuah Negara. Sebab pendidikan menjadi sarana utama untuk meningkatkan sumber daya manusia yang mampu mengoptimalkan potensi diri dan mampu mengelolanya secara maksimal dan bijaksana. Hal ini sesuai dengan tujuan utama pendidikan nasional yaitu mewujudkan sistem pendidikan guna meningkatkan pranata sosial yang berwibawa dan kuat sehingga mampu memberdayakan masyarakat Indonesia yang berkualitas dan proaktif dalam memecahkan tantangan zaman yang berubah-ubah. Kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik yang mana suatu keputusan yang dibuat secara langsung oleh pihak tertentu. Kebijakan public adalah suatu keputusan yang mengatur dan mengelola sumber daya yang ada untuk kepentingan warga negaranya. Munculnya sebuah kebijakan disebabkan adanya permasalahan yang melatarbelakangi kebijakan tersebut, sehingga kebijakan sebagai pedoman atau strategi dalam menjawab persoalan-persoalan yang ada.

Kebijakan adalah putusan yang di buat sedemikian rupa oleh sebuah lembaga atau aparatur negara yang berwenang baik itu lembaga eksekutif,legislatif dan yudikatif, kebijakan itu di buat karena untuk melaksanakan tujuan negara. pengertian kebijakan di sini adalah dapat di putuskan oleh pemerintah melalui hasil musyawarah dengan lembaga seperti ( eksekutif,legislatif dan yudikatif) untuk memajukan masyarakat karena kebijakan yang akan di putuskan dapat merajai kehidupan bermasyarakat dari keseluruhan secara umum. Kebijakan yang baik dapat baemanfaat bagi banyak orang dan tidak merugikan banyak orang karena di dalam kebijakan di buat berdasarkan undanundang yang sudah jelas adanya.

Implementasi kebijakan pendidikan menjadikan suatu hal yang penting sebab dengan tahap ini menjadikan kebijakan yang diberikan akan terlihat diimplementasikan dengan baik atau tidak. Dengam implementasi kebijakan pendidikan nantinya bisa dilakukan tahap evaluasi untuk melihat kembali dari kebijakan yang diterapkan tersebut. Dalam implementasi ini juga perlu diperhatikannya tahapan-tahapan, pendekatan dalam implementasi kebijakan pendidikan.

Tujuan dari implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan dapat terealisasi. Implementasi merupakan factor terpenting dalam dari sebuah kebijakan, proses implementasi kebijakna menjadi penentu akhir yang sangat penting atas keseluruhan pembuatan kebijakan, sebagus apapun formulasi dan rumusan kebijakn yang dihasilkan, menjadi tidak berarrti manakala formulasi itu tidak dilanjutkan dengan proses implementasi.

1.2 Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah diantaranya:
1. Bagaimana Konsep Dasar Implementasi Kebijakan Pendidikan?
2. Siapa Saja Aktor Pelaksana Kebijakan Pendidikan?
3. Bagaimana Arena Kebijakan Pendidikan?
4. Apa saja Jenis-jenis Kebijakan Pendidikan?
5. Bagaimana Langkah-langkah Implementasi Kebijakan Pendidikan?

1.3 Tujuan.

1. Mengetahui Konsep Dasar Implementasi Kebijakan Pendidikan.
2. Dapat Mengidentifikasi Aktor Pelaksana Kebijakan Pendidikan.
3. Mengetahui Arena Kebijakan Pendidikan.
4. Mengetahui Jenis-jenis Kebijakan Pendidikan.
5. Mengetahui Langkah-langkah Implementasi Kebijakan Pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Implementasi Kebijakan Pendidikan

Kebijakan adalah terjemahan dari policy, yang bersumber dari bahasa inggris. Kata policy dapat juga diartikan sebuah rencana dalam kegiatan yang di dalamnya berisikan tujuan-tujuan yang akan di ajukan serta di beri keputusan oleh pemerintah, partai politik dan yang lainya.

Secara kata etimology kata kebijakan (policy) berasal dari bahasa yunani yang berarti polis yang artinya kota. Kebijakan merupakan sebuah putusan yang di buat untuk sebuah lembaga atau aparatur negara yang bertanggung jawab baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif kebijakan di buat karena melaksanakan tujuan negara tersebut. Kebijakan disini adalah adanya putusan oleh pemerintah memalu hasil musyawarah dengan beberapa lembaga seperti (eksekutif, legislatif dan yudikatif) agar masyarakat bisa maju karenanya diambilah kebijkan yang dapat diputuskan dan memberikan jalan kehidupan bermasyarakat dari seleruh secara umum. 

Kebijakan yang baik ialah yang dapat bermanfaat untuk banyak orang dan tidak merugikan oleh banyak orang karena di dalam kebijakan di buat berdasarkan undangundang yang jelas adanya. Implementasi kebijakan pendidikan merupakan bagian proses untuk pembuatan kebijakan, yang ada seperti dinyatakan oleh (Hasbuallah,2015) bahwasanya di dalam proses pembuatan kebijakan yang berlangsung dalam beberapa tahap pembuatan kebijakan politik dimana aktivitas politik yang sedang berlangsung dalam tahapan membuat kebijakan dan di visualkan sebagai serangkaian dari tahap yang saling mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain yang dapat di atur berdasarkan urutan waktu dan seperti penyusunan agenda, formulasi, adoptasi dan implementasi kebijakan pendidikan mengilustrasikan secara rinci pada fase dan karakter pembuat kebijakan itu dan dimana implementasi adalah bagian yang ada di dalamnya.

Di fase pertama merupakan penyusunan agenda. Karakter fase misalnya beberapa pejabat yang di pilih dan di angkat menempatkan adanya masalah pada publik.

Di fase kedua merupakan formulasi kebijakan karakter. Di fase ini adalah pejabat yang merumuskan kebijakan untuk mengatasi semua masalah, yang di alternatifkan kebijakan dapat melihat ada perlunya membuat perintah eksekutif dan peradilan dan tingkatan legislatif.

Di fase ketiga merupakan adopsi kebijakan karakter. Misalnya unit pemeriksaan dan akuntansi di dalam pemerintahan yang menentukan badan eksekutif, yudikatif dan legislatif serta peradilan.

Fase yang keempat merupakan implementasi kebijakan. Karaktaristik kebijakan yang di laksanakan oleh beberapa unit administrasi pada sumber finansial dan kemanusiaan.

Fase yang terakhir merupakan penilaian kebijakan berkarakter. Di fase ini adanya unit pemeriksaan dan akutansi di dalam pemerintah dapat menentukan badan eksekutif, yudikatif dan legislatif serta peradilan yang memenuhi persyaratan di dalam undang-undang yang membuat implementasi kebijakan yang terbagi menjadi tiga tahap yaitu : perumusan masalah, tahap formulasi dan adoptasi kebijakan. Dengan demikian penemuan ini dapat berkembang secara dinamis dengan adanya berbagai keragaman situasi dan kondisi yang di hadapi yang meliputi dari keagamaan stratifikasi kebijakan,jenis-jenis kebijakan dan lingkungan kebijakan (hassbuallah 2015).

2.2 Identifikasi Aktor Pelaksana Kebijakan Pendidikan

Thompson dalam Kadir (2014:51) mengungkapkan bahwa peran aktor dalam pelaksanaan suatu kebijakan atau program dipengaruhi oleh kekuatan (power) dan kepentingan (interest) yang dimiliki oleh actor tersebut, sehingga dapat dikategorikan menjadi 4 jenis yaitu:

1. Aktor dengan Tingkat kepentingan (interest) yang tinggi tetapi memiliki kekuatan (power) yang rendah diklasifikasikan sebagai Subyek (Subjects). Aktor ini memiliki kapasitas yang rendah dalam pencapaian tujuan, akan tetapi dapat menjadi berpengaruh dengan membentuk aliansi dengan aktor lainnya. Aktor ini sering bisa sangat membantu sehingga hubungan dengan faktor ini harus tetap dijaga dengan baik.

2. Aktor dengan Tingkat kepentingan (interest) dan kekuatan (power) yang tinggi diklasifikasikan sebagai Pemain Kunci (Key Players). Aktor ini harus lebih aktif dilibatkan secara penuh termasuk dalam mengevaluasi strategi baru.

3. Aktor dengan Tingkat kepentingan (interest) dan kekuatan (power) yang rendah diklasifikasikan pengikut lain, untuk melibatkan aktor ini lebih jauh karena kepentingandan pengaruh yang dimiliki biasanya berubah seiring berjalannya waktu. Aktor ini harus tetap dimonitor dan dijalin komunikasi dengan baik.

4. Aktor dengan Tingkat kepentingan (interest) yang rendah tetapi memiliki kekuatan (power) yang tinggi diklasifikasikan sebagai pendukung (contest setters). Aktor ini dapat mendatangkan resiko sehingga keberadaannya perlu dipantau dan dikelola dengan baik. Aktor ini dapat berubah menjadi key players karena suatu peristiwa. Hubungan baik dengan stakeholder ini terus dibina. Untuk itu segala informasi yang dibutuhkan harus tetap diberikan sehingga mereka dapat terus berperan aktif dalam pencapaian tujuan. Sebagaimana dinyatakan terdahulu bahwa keterlibatan aktor dalam proses kebijakan tidaklah bebas Nilai atau bebas dari kepentingan. Nilai adalah sesuatu yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat. Para aktor baik yang berasal dari kalangan pemerintah atau nonpemerintah terlibat dengan persoalan nilai dalam proses kebijakan (Islamy,2000). [1]
[1] https://media.neliti.com/media/publications/95455-ID-analisis-aktor-implementasi-dalam-kebija.pdf

Memaknai aktor-aktor perumusan kebijakan pendidikan, adalah orang-orang yang terlibat dalam perumusan kebijakan negara tersebut sebagai aktor perumusan kebijakan negara. Orang orang yang terlibat dalam perumusan kebijakan pendidikan disebut sebagai aktor perumus kebijakan pendidikan. Sebutan lain bagi aktor adalah partisipasi, peserta perumusan kebijakan pendidikan. Oleh karena kebijakan pendidikan mempunyai tingkatan-tingkatan (nasional, umum, khusus, dan teknis), maka para aktor perumusan kebijakan di setiap tingkatan-tingkatan tersebut berbeda.

Secara konseptual actor atau pelaku dan perumus kebijakan publik di Indonesia adalah perumus kebijakan itu sendiri (legislatif:DPR dan MPR), pemerintah (eksekutif: Presiden), badan administratif (Menteri Kabinet), dan peserta non-struktural (partai politik, interest groups, tokoh maupun perorangan).

Perwujudan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tersebut dapat dikategorisasikan menjadi 2 bentuk, yaitu yang pertama, terwujud dalam bentuk peraturan pemerintah seperti: GBHN, TAP MPR, UU tentang pendidikan, PP, dan seterusnya; yang kedua terwujud dalam bentuk sikap pemerintah, terutama dari Menteri Pendidikan Nasional yang meliputi sikap formal yang dituangkan melalui SK atau Permen, dan sikap non-formal seperti komentar, pernyataan, atau anjuran tentang segala hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional (Assegaf, 2005). Tentunya, dalam pembentukan segala jenis peraturan pemerintah dan sikap formal pemerintah, tidaklah berjalan tanpa aturan.

Di Indonesia, pembuatan kebijakan publik telah diatur dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Mekanisme pembuatan kebijakan tersebut terbagi dalam tahap perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundang-undangan, dan penyebarluasan (Sirajuddin dkk, 2007). Tentunya kebijakan publik yang dimaksud juga meliputi kebijakan pendidikan yang berada dalam ranah publik.

Pembahasan mengenai masalah kebijakan pendidikan nasional tentunya tidak akan pernah terlepas dari pembahasan mengenai dimensi politik yang mengonstruknya. Dapat dikatakan
bahwa segala kebijakan pendidikan pada dasarnya merupakan keputusan politik (Supriadi dan Hoogenboom, 2003).

Aktor-aktor perumusan kebijakan negara dapat digolongkan menjadi: aktor utama perumusan kebijakan pendidikan dan aktor non utama. Aktor utama lazim disebut aktor resmi dan aktor struktural. Sebaliknya selain aktor utama disebut sebagai aktor non utama, tidak resmi dan non struktural. 

Yang termasuk aktor utama dalam perumusan kebijakan pendidikan antara lain:

a. Legislatif

Legislatif sering dimaksudkan sebagai pembentuk perundang-undang dan perumus kebijakan dalam suatu sistem politik. Para perumus kebijakan tersebut mempunyai sebutan yang berbeda-beda pada kebanyakan negara. Ada yang disebut parlemen, ada yang disebut DPR, MPR.

b. Eksekutif

Yang dimaksud dengan eksekutif adalah pelaksana undangundang. Sungguh pun sebagai pelaksana, eksekutif juga berperan dalam perumusan kebijakan. Selain alasan-alasan yang dikemukakan di atas, ada alasan lain mengapa eksekutif juga berperan dalam perumusan kebijakan. Yaitu, bahwa agar kebijakan yang dibuat atau dirumuskan oleh legislatif dapat dilaksanakan sesuai dengan faktor kondisional dan situasional, eksekutif biasanya merumuskan kembali kebijakan yang dibuat oleh legislatif dalam bentuk kebijakan jabaran.

c. Administrator

Administrator tertinggi masing-masing departemen di negara-negara merdeka umumnya memegang peranan penting dalam merumuskan kebijakan departemennya, oleh karena mereka lebih tahu banyak tentang apa-apa ynag harus mereka kelola. Administrator departemen tersebut (dalam hal ini adalah Menteri) dikenal sebagai pembantu eksekutif, membidangii masing-masing bidang yang di departemen realisasikan. Dengan sendirinya, ia mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan departemennya, sering kali juga berasal dari usulan departemennya. Dengan demikian, secara meterial administrator tersebut mempunyai kewenangan untuk merumuskan, meskipun secara legalitas yang menetapkan adalah jajaran yang berada di atasnya: legislatif dan eksekutif.

d. Partai politik

Yang dimaksud dengan partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisir serta berusaha untuk mengendalikan pemerintah agar dapat melaksanakan program-programnya dan menempatkan anggota-anggota lainnya dalam jajaran pemerintah.

Partai politik berusaha memperoleh kekuasaan dengan dua cara, ialah secara sah dan secara tidak sah. Adapun fungsi partai politik adalah: sebagai wahana pendidikan politik, sosialisasi politik, pemilihan pemimpin-pemimpin politik, pemaduan pemikiran-pemikiran politik, memperjuangkan kepentingan rakyat, melakukan tata hubungan politik, mengkritik rezim yang berkuasa, membina opini masayarakat, mengusulkan calon, memilih pejabat-pejabat yang akan diangkat, bertanggung jawab atas pemerintah, menyelesaikan perselisihan dan menyatukan pemerintahan.

e. Interest group

Interest group atau kelompok kepentingan adalah suatu kelompok yang beranggotakan orang-orang yang mempunyai kepentingan sama. Kelompok ini berusaha mempengaruhi pengurus kebijakan formal. Kelompok ini berusaha agar kepentingan kelompoknya dapat terakomodasi dalam kebijakan yang dirumuskan oleh para perumus formal.

f. Organisasi masa

Organisasi massa adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai cita-cita dan keinginan yang sama. Sifat organisasi ini adalah non politis. Organisasi ini dapat berdiri atau independen dan dapat juga berafilisasi denbgan organisasi politik tertentu.

g. Perguruan tinggi

Perguruan tinggi adalah suatu lembaga di mana para elit akademikus berada. Dalam penyusunan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan, umumnya tidak pernah dikesampingkan. Ia memegang peranan penting, meskipun tidak berada dalam jajaran peserta perumusan kebijakan formal. Sebab, harapan-harapan, aspirasi-aspirasi dan masukan-masukan yang berasal dari masyarakat lewat berbgai macam saluran, umunya dimintakan pendapatnya kepada perguruan tinggi.

h. Tokoh perorangan

Tokoh perorangan dapat berasal dari berbagai bidang: agama, politik, ekonomi, pendidikan, budaya, seni dan teknologi. Karena kapasitas pribadinya, tokoh perorang dapat saja memberikan gagasan-gagasan, pikiran-pikiran yang brilian bagi penyusunan kebijakan. Oleh karena tokoh perorangan ini umumnya langsung berhubungan dengan para perumus kebijakan formal, mereka dapat langsung menyampaikan gagasan dan sumbangan pikiran.

2.3 Arena Kebijakan Pendidikan

Arena atau lingkungan implementasi kebijakan pendidikan dasar merupakan lingkungan strategis yang menjadi argumentasi konseptual dan metodologis diimplementasikannya sebuah kebijakan, khususnya pendidikan dasar. Arena atau lingkungan kebijakan dimaksud, dapat diidentifikasi dan dianalisis sebagai berikut:

1) tingkat pertumbuhan penduduk, yang pada periode tertentu akan menjadi APK usia pendidikan dasar. Jumlah APK ini penting untuk memetakan dan merumuskan kebijakan jumlah lembaga pendidikan yang disediakan, jumlah guru yang direkrut, jumlah fasilitas dan infrastruktur lain yang akan disediakan, dan seterusnya.

2) tingkat ekonomi masyarakat sebagai asal APK pendidikan dasar. informasi tingkat ekonomi strategis dalam menentukan sejumlah resources yang diinvestasikan dalam rumusan kebijakan pendidikan dasar. Tidak terbatas pada jumlah, tetapi dari keseluruhan jumlah yang dibutuhkan, masing-masing akan mengambil peranan dalam partisipasi stakeholders pendidikan.

3) lingkungan fisik, budaya, dan sosial masyarakat di lingkungan pendidikan dasar. Informasi tentang struktur tanah, resiliensi terhadap bencana, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat, pola komunikasi dan sistem guyub masyarakat menjadi penting dalam implementasi kebijakan pendidikan dasar.

Contoh-contoh arena atau lingkungan implementasi kebijakan pendidikan dasar sangat ditentukan oleh pemahaman konseptual dan metodologis, paradigma kebijakan, dan pola relasi pemerintah masyarakat oleh pelaku kebijakan. Implementasi kebijakan tidak jarang dimaknai sebagai proses business as usual, yang hanya bertanggung memenuhi tanggung jawab rutin tanpa pemahaman komprehensif dan efektivitas penyelenggaraan kebijakan, seperti yang dipaparkan oleh (Suherman 2014) bahwa proses pengorganisasian pekerjaan di lingkungan sekolah sudah menjadi rutinitas. Sering kali juga ditemukan kasus memberikan layanan dan insentif kebijakan pendidikan dasar dalam bentuk dan pola seragam kepada masyarakat yang berbeda. Dengan alasan pemerataan dan keadilan, investasi kebijakan diberikan secara sama pada kelompok masyarakat berbeda. Selain karena kurang paham paradigma kebijakan, ada kecenderungan pengampu kebijakan pendidikan dasar melakukan praktek “cari aman” dengan praktik demikian, menghindari komplain, dan disharmoni dalam pengambilan kebijakan.

Kebijakan pendidikan mencakup berbagai aspek strategis dan keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pendidikan untuk mengatur, mengelola, dan mengembangkan sistem pendidikan dalam suatu negara atau wilayah. Berikut adalah beberapa arena utama dalam kebijakan pendidikan:

1. Akses dan Kesetaraan: Memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan yang adil untuk mengakses pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi, termasuk akses bagi mereka yang berada di daerah terpencil atau rentan.

2. Kurikulum dan Standar Pendidikan: Menetapkan standar akademik dan kurikulum nasional yang relevan dengan kebutuhan zaman dan memastikan kualitas pendidikan yang konsisten di seluruh institusi.

3. Pengajaran dan Metode Pembelajaran: Mendukung inovasi dalam pengajaran dan pembelajaran, termasuk penerapan teknologi pendidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

4. Evaluasi dan Penilaian: Mengembangkan sistem evaluasi yang adil dan efektif untuk mengukur kemajuan siswa, menilai kinerja sekolah, dan memberikan umpan balik yang konstruktif.

5. Pendidikan Inklusif: Mempromosikan pendidikan yang inklusif, yang mengakomodasi kebutuhan khusus siswa dengan disabilitas atau kebutuhan khusus lainnya.

6. Pendidikan Karakter dan Moral: Mengintegrasikan nilai-nilai moral dan etika dalam kurikulum untuk membentuk karakter yang baik dan warga negara yang bertanggung jawab.

7. Pendidikan Vokasional dan Kesiapan Kerja: Menyediakan pendidikan vokasional yang mempersiapkan siswa dengan keterampilan praktis yang diperlukan di pasar kerja.

8. Investasi dan Pengelolaan Sumber Daya: Mengalokasikan sumber daya finansial dan manusia yang cukup untuk mendukung implementasi kebijakan pendidikan yang efektif dan berkelanjutan.

9. Partisipasi Komunitas dan Orang Tua: Mendorong partisipasi aktif komunitas lokal, orang tua, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka.

10. Penelitian dan Pengembangan Pendidikan: Mendukung penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan untuk memajukan praktik pendidikan dan kebijakan yang berbasis bukti.

Setiap negara memiliki tantangan dan prioritas unik dalam pengembangan kebijakan pendidikan, tetapi tujuan umumnya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, menciptakan kesetaraan akses, dan mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan global di masa depan.

Implementasi kebijakan pendidikan melibatkan serangkaian langkah strategis dan praktis untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan menjadi kenyataan dalam sistem pendidikan. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam arena implementasi kebijakan pendidikan:

1. Perencanaan Detail: Menyusun rencana yang jelas dan terinci mengenai bagaimana kebijakan akan diterapkan, termasuk tujuan jangka pendek dan panjang, langkah-langkah konkret, serta alokasi sumber daya yang diperlukan.

2. Kolaborasi dan Konsultasi: Melibatkan semua pemangku kepentingan terkait, seperti guru, kepala sekolah, orang tua, komunitas lokal, dan organisasi non-pemerintah dalam proses perencanaan dan implementasi.

3. Pelatihan dan Pengembangan Profesional: Memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, terutama guru dan staf sekolah, mendapatkan pelatihan yang diperlukan untuk memahami dan mengimplementasikan perubahan yang diperlukan.

4. Monitoring dan Evaluasi: Menetapkan sistem monitoring yang efektif untuk mengukur kemajuan dalam implementasi kebijakan, mengidentifikasi hambatan, dan menanggapi perubahan yang diperlukan berdasarkan evaluasi yang objektif.

5. Pengelolaan Perubahan: Memahami bahwa implementasi kebijakan pendidikan sering kali melibatkan perubahan budaya, proses, dan praktik di sekolah dan sistem pendidikan. Penting untuk membangun kapasitas untuk mengelola perubahan ini dengan baik.

6. Penggunaan Data dan Bukti: Menggunakan data dan bukti empiris untuk mendukung keputusan implementasi, termasuk mengumpulkan data tentang dampak kebijakan terhadap siswa, guru, dan institusi pendidikan.

7. Komunikasi yang Efektif: Menyampaikan informasi dengan jelas dan transparan kepada semua pemangku kepentingan tentang tujuan, manfaat, dan langkah-langkah implementasi kebijakan

8. Fleksibilitas dan Responsivitas: Mengakomodasi perubahan dan tantangan yang mungkin terjadi selama implementasi kebijakan, dan bersedia untuk menyesuaikan strategi dan taktik sesuai kebutuhan.

9. Pemantauan Keuangan: Memastikan bahwa ada sumber daya finansial yang memadai untuk mendukung implementasi kebijakan, termasuk alokasi anggaran yang memadai dan pengelolaan yang efisien.

10. Pengorganisasian Sistemik: Mengintegrasikan kebijakan baru ke dalam struktur organisasi yang sudah ada, dan memastikan bahwa ada koordinasi yang baik antara berbagai tingkat dan departemen dalam sistem pendidikan.

Implementasi kebijakan pendidikan yang berhasil memerlukan kerjasama yang kuat antara semua pemangku kepentingan, kesabaran untuk menangani perubahan yang kompleks, serta komitmen untuk mencapai hasil yang bermakna bagi semua siswa dan masyarakat secara keseluruhan.

2.4 Jenis-jenis Kebijakan Pendidikan

Menurut Anderson (1979), mengemukakan beberapa jenis kebijakan, diantaranya:

1. Subtantive policies

Subtantive policies yaitu merupakan materi, isi, atau kebijakan. Misalnya, kebijakan dibidang pendidikan, hukum, perburuan.

2. Procedural policies

Procedural policies, adalah menyangkut siapa, kelompok mana dan pihak mana yang terlibat dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan. Misalnya, dalam merancang, membuat dan melaksanakan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

3. Distributive policies

Distributive policies, adalah kebijakan yang memberikan pelayanan atau keuntungan kepada sejumlah atau sekelompok masyarakat.

4. Redistributive policies,

Redistributive policies, kebijakan yang arahnya memindahkan hak, kepemilikan, kepunyaan pada masyarakat. Misalnya, pemindahan hak dari kalangan mampu dan tidak mampu.

5. Regulatory policies

Regulatory policies, adalah kebijakan yang berkenaan dengan pembatasan atas tindakan terhadap seseorang atau sekelompok orang. Misalnya, pembatasan penjualan obat-obatan tertentu.

6. Self regulatory policies

Self regulatory policies, adalah kebijakan yang didukung oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. 

7. Material policies

Material policies, adalah kebijakan mengenai penyediaan sumber-sumber material kepada penerimanya, dengan mengenakan beban atau kerugian kepada yang mengalokasikannya.

8. Symbolic policies

Symbolic policies. Kebijakan ini umumnya tidak memaksa kepada khalayak karena dilaksanakan tidaknya kebijakan tersebut, tidak selalu besar dampaknya terhadap masyarakat.

9. Collective good policies

Collective good policies, adalah kebijakan tentang penyediaan barang dan pelayanaan guna memenuhi kepentingan orang banyak. 

10. Private good policies

Private good policies, adalah kebijakan penyediaan kebutuhan tertentu kepada masyarakat yang membutuhkan, tetapi masyarakat tersebut harus menyediakan biaya untuk mendapatkan layanan.

11. Liberal policies

Liberal policies, adalah suatu kebijakan yang menuntut kepada pemerintah untuk mengadakan perubahan-perubahan. Perubahan tersebut mengarah pada pengurangan ketidak merataan hidup masyarakat.

12. Conserpative policies

Kebijakan konservativ ini merupakan kebalikan dari kebijakan liberal. Kebijakan konservative justru mempertahankan apa yang telah ada. Bahkan tuntutan tuntutan atas perubahan pun diperlambat. Perubahan, menurut paham konserfativ ini, dibiarkan berjalan secara alamiah dan tidak perlu di rekayasa.[2]
[2] https://media.neliti.com/media/publications/95455-ID-analisis-aktor-implementasi-dalam-kebija.pdf

2.5 Langkah-langkah Implementasi Kebijakan Pendidikan

Implementasi kebijakan pendidikan merupakan sebuah proses yang kompleks dan dinamis yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pendidik. Pendidik memainkan peran penting dalam memastikan bahwa kebijakan pendidikan diimplementasikan secara efektif di ruang kelas dan berdampak positif pada peserta didik. Berikut adalah langkah-langkah implementasi kebijakan pendidikan yang harus dilakukan oleh seorang pendidik:

1. Memahami Kebijakan Pendidikan

Langkah pertama adalah memahami kebijakan pendidikan secara mendalam. Pendidik harus membaca dan memahami tujuan, sasaran, strategi, dan indikator keberhasilan kebijakan pendidikan. Pendidik juga harus memahami konteks di mana kebijakan tersebut dibuat dan bagaimana kebijakan tersebut diharapkan untuk mencapai tujuannya. Langkah awal yang esensial adalah pendidik harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang kebijakan pendidikan yang akan diimplementasikan. Hal ini meliputi:

• Tujuan dan sasaran kebijakan: Pendidik perlu memahami dengan jelas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut.

• Ruang lingkup kebijakan: Pendidik harus memahami cakupan kebijakan, termasuk aspek-aspek mana yang akan diimplementasikan di kelas.

• Implikasi kebijakan: Pendidik perlu mengidentifikasi implikasi kebijakan terhadap praktik pembelajaran, baik bagi dirinya maupun peserta didik

Pendidik dapat memperoleh pemahaman ini melalui berbagai sumber, seperti:

• Dokumen resmi kebijakan: Pendidik perlu mempelajari dokumen resmi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau pemangku kepentingan terkait.

• Sosialisasi kebijakan: Pendidik dapat mengikuti sosialisasi atau pelatihan yang diadakan oleh pihak berwenang terkait kebijakan tersebut.

• Pembahasan dengan kolega: Pendidik dapat berdiskusi dengan kolega lain untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kebijakan.

2. Menganalisis Kebijakan Pendidikan dalam Konteks Sekolah

Setelah memahami kebijakan pendidikan, pendidik perlu menganalisisnya dalam konteks sekolahnya sendiri. Pendidik harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti karakteristik peserta didik, sumber daya yang tersedia, dan budaya sekolah. Pendidik juga harus mengidentifikasi potensi tantangan dan hambatan dalam implementasi kebijakan pendidikan.

3. Menyusun Rencana Implementasi

Berdasarkan pemahaman dan analisis kebijakan pendidikan, pendidik perlu menyusun rencana implementasi yang konkret. Rencana implementasi harus memuat tujuan yang jelas, strategi yang terukur, dan langkah-langkah yang terjadwal. Pendidik juga harus menetapkan indikator keberhasilan untuk memantau kemajuan implementasi kebijakan pendidikan.Setelah memahami kebijakan dengan baik, pendidik perlu melakukan persiapan matang untuk implementasinya. Persiapan ini meliputi:

• Penyusunan rencana pembelajaran: Pendidik perlu menyusun rencana pembelajaran yang selaras dengan tujuan dan sasaran kebijakan.

• Pengembangan bahan ajar: Pendidik perlu mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kebijakan dan kebutuhan peserta didik.

• Penyiapan media pembelajaran: Pendidik perlu menyiapkan media pembelajaran yang menunjang efektivitas proses pembelajaran.

• Koordinasi dengan pihak terkait: Pendidik perlu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti kepala sekolah, guru lain, dan orang tua, untuk memastikan kelancaran implementasi kebijakan.

4. Melakukan Sosialisasi dan Konsultasi

Pendidik perlu mensosialisasikan kebijakan pendidikan kepada seluruh pemangku kepentingan di sekolah, termasuk peserta didik, orang tua, guru, dan staf sekolah. Pendidik juga perlu membuka ruang untuk konsultasi dan diskusi dengan pemangku kepentingan untuk mendapatkan masukan dan saran.

5. Melaksanakan Kebijakan Pendidikan

Setelah melakukan sosialisasi dan konsultasi, pendidik perlu melaksanakan kebijakan pendidikan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pendidik harus menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang efektif dan kreatif untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kebijakan pendidikan.

6. Melakukan Monitoring dan Evaluasi

Pendidik perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk memantau kemajuan implementasi kebijakan pendidikan. Pendidik harus mengumpulkan data dan informasi tentang efektivitas kebijakan pendidikan dan mengidentifikasi potensi masalah atau hambatan. Monitoring dan evaluasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:

• Observasi pembelajaran: Pendidik dapat melakukan observasi pembelajaran untuk melihat bagaimana kebijakan diterapkan di kelas.

• Analisis hasil belajar: Pendidik dapat menganalisis hasil belajar peserta didik untuk mengetahui apakah kebijakan berdampak positif terhadap prestasi belajar mereka.

• Pengumpulan umpan balik: Pendidik dapat mengumpulkan umpan balik dari peserta didik, orang tua, dan pihak terkait lainnya untuk mengetahui sejauh mana kebijakan diterima dan efektif dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, pendidik dapat melakukan penyesuaian terhadap rencana dan strategi implementasi kebijakan jika diperlukan.

7. Melakukan Refleksi dan Pembelajaran

Pada akhir proses implementasi kebijakan pendidikan, pendidik perlu melakukan refleksi dan pembelajaran. Pendidik harus merefleksikan pengalamannya dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan dan mengidentifikasi apa yang berhasil dan apa yang tidak berhasil. Pendidik juga harus belajar dari pengalamannya dan menggunakan pengetahuannya untuk meningkatkan implementasi kebijakan pendidikan di masa depan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebijakan adalah putusan yang di buat sedemikian rupa oleh sebuah lembaga atau aparatur negara yang berwenang baik itu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, kebijakan itu di buat karena untuk melaksanakan tujuan negara. pengertian kebijakan di sini adalah dapat di putuskan oleh pemerintah melalui hasil musyawarah dengan lembaga seperti (eksekutif, legislatif dan yudikatif) untuk memajukan masyarakat karena kebijakan yang akan di putuskan dapat merajai kehidupan bermasyarakat dari keseluruhan secara umum. Kebijakan yang baik dapat bermanfaat bagi banyak orang dan tidak merugikan banyak orang karena di dalam kebijakan di buat berdasarkan undan-undang yang sudah jelas adanya. 

Implementasi kebijakan pendidikan merupakan bagian dari proses pembuatan kebijakan (policy making process). Seperti dinyatakan Hasbullah, bahwa proses pembuatan kebijakan merupakan proses politik yang berlangsung dalam tahap-tahap pembuatan kebijakan politik, dimana aktivitas politis ini dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan, dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung satu sama lainnya, yang mengatur berdasarkan urutan waktu seperti penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

Dari beberapa ulasan di atas dapat ditarik disimpulkan, bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu cara untuk melaksanakan suatu kebijakan dengan tahapan-tahapan yang dilakukan menjadikan kebijakan tersebut mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA.

Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),

Elih Yuliah, Implementasi Kebijakan Pendidikan, Jurnal at-Tadbir Media Hukum dan Pendidikan ( Jawa Barat : Pengawas Sekolah di Kementrian Agama, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan ) Volume 30 Nomor 2 Tahun 2020,

H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) Warni T Sumar “Analisis Kebijakan Pendidikan Kajian Teoretis Eksploratif dan Aplikatif”

Dr. H. A. Rusdiana, MM., NIP: 196104041986031001, Kebijakan Pendidikan, buku ajar pertama digunakan pada Jurusan Manajemen Pendidikan FTK UIN SGD Bandung Semester Genap Tahun 2013/2014, Pustaka Setia Bandung tahun 2015.

https://media.neliti.com/media/publications/95455-ID-analisis-aktor-implementasi-dalam-kebija.pdf

Kholifah, A., dkk. (2020). Implementasi kebijakan pendidikan terhadap kebijakan publik. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 5(2), 117-132. https://jim.usk.ac.id/

Subarsono, A. (2013). Kebijakan pendidikan nasional dan implementasinya pada sekolah dasar. E-Journal STP-IPI Malang, 2(1), 10-21. https://e-journal.stp-ipi.ac.id/

Hasbuallah. (2015). Implementasi kebijakan pendidikan: Sebuah kajian pustaka. Jurnal Pendidikan Islam STAIN Kudus, 1(2), 187-204. https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/about/contact

Tidak ada komentar:

Posting Komentar