Jumat, 14 Juni 2024

Studi Analisis Kebijakan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu: Sabar, M. Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 2 Angkatan 5:
1. Alberza (PAI)
2. Farhan Maulana Al-Atsari (PAI)
3. Hadni (PAI)
4. Uu Ubaidillah (MPI)
5. Osa Maliki (MPI)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Terlebih dahulu kami panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah, yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Studi Analisis Kebijakan.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi Studi Analisis Kebijakan dan kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan, kami berharap kritik dan saran yang membangun agar kami dapat memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas makalah.

Semoga makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca terhadap pengetahuanStudi Analisis Kebijakan. Kami berharap, setelah membaca makalah ini, pembaca dapat lebih memahami bagaimana menerapkan Studi Analisis Kebijakan. Terima kasih telah membaca makalah kami dan mohon maaf jika terdapat kesalahan atau kekurangan dalam penulisan. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Bogor, 15 Juni 2024

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN.
A. Karakteristik Studi Analisis Kebijakan.
B. Analisis Kebijakan Sebagai Diskursus.
C. Pendekatan dalam Analisis Kebijakan.
D. Ragam Model/Teknik Analisis Kebijakan.
E. Keterbatasan Analisis Kebijakan.
F. Skenario Analisis Kebijakan.
BAB III PENUTUP.
A. Kesimpulan.
B. Saran.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan selalu menjadi sumber perdebatan di tengah masyarakat, baik itu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau yang dikeluarkan oleh dunia bisnis, organisasi profit, atau organisasi non profit begitu juga lembaga pendidikan. Masyarakat secara aktif terlibat dalam diskusi mengenai kebijakan, baik yang terkait dengan internal organisasi maupun yang berdampak pada lingkup yang lebih luas, serta terus memantau setiap masalah yang muncul dengan tujuan mencari kebijakan yang tepat dan efektif. Sebelum kita menjelaskan lebih lanjut analisis kebijakan , penting untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang konsep kebijakan ini.

Hal ini perlu dilakukan karena konsep dan istilah kebijakan digunakan dalam berbagai konteks yang beragam, dan hal ini dapat menghasilkan sudut pandang yang berbeda dalam memahami konsep dan istilah tersebut serta mungkin memunculkan paradigma baru. Seiring dengan perkembangan zaman, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik semakin penting. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang mengedepankan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka. Undang-undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 7 ayat 2 huruf, menegaskan kewajiban pejabat pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk mengemukakan pendapat mereka sebelum membuat keputusan atau tindakan yang akan diambil sesuai dengan aturan perundang-undangan. Hal ini mencerminkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam administrasi pemerintahan.

Pada dasarnya kebijakan diharapkan dapat membawa angin segar, tetapi pada kenyataannya kebijakan sering menjadi polemik ditengah masyarakat, dimana penjadi topik pembahasan diantara para anggota organisasi dan adanya pro kontra ditengah-tengah mereka.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa karakteristik studi analisis kebijakan ?
2. Bagaimana analisis kebijakan sebagai diskursus ?
3. Bagaimana pendekatan dalam analisis kebijakan?
4. Apa ragam model/teknik analisis kebijakan ?
5. Apa saja keterbatasan analisis kebijakan?
6. Bagaimana skenario analisis kebijakan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui karakteristik studi analisis kebijakan.
2. Untuk mengetahui bagaimana analisis kebijakan sebagai diskursus.
3. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan dalam analisis kebijakan.
4. Untuk mengetahui ragam model/teknik analisis kebijakan.
5. Untuk mengetahui keterbatasan analisis kebijakan.
6. Untuk mengetahui bagaimana skenario analisis kebijakan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Studi Analisis Kebijakan.

Analisis kebijakan menurut Dunn (1981) merupakan disiplin ilmu social terapan yang menggunakan metode inquiri dan argumentasi berganda untuk menghasilkan dan mendayagunakan informasi kebijakan yang sesuai dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat politis untuk memecahkan masalah kebijakan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian tersebut mengandung dimensi rasional yaitu analisis yang menghasilkan informasi teknis; dan dimensi politik yaitu proses penentuan kebijakan melalui suatu perjuangan politik dari beberapa kelompok kepentingan berbeda. Studi analisis kebijakan sendiri mempunyai karakteristik berikut.

1. Bersifat terapan (applied)

Analisis kebijakan lebih berorientasi pada masalah (problem oriented bukan problem blind)

2. Bersifat deskriptif dan preskriptif

Analisis kebijakan bersifat preskriptif, bila upaya analisis berserta semua hasilnya secara sengaja dimaksudkan untuk keperluan pragmatis praktis dengan membantu menyediakan input yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah kebijakan relevan.

Dengan pengertian itu analisis kebijakan identik dengan penelitian kebijakan (policy research) (Majchrzak, dalam Solichin Abdul Wahab, 1998) yaitu proses pelaksanaan penelitian/analisis mengenai suatu masalah sosial mendasar guna membantu pembuat kebijakan dengan cara menyajikan rekomendasi bersifat pragmatis, berorientasi pada aksi untuk mengatasi masalah tersebut.

Analisis kebijakan bisa bersifat deskriptif, analitis atau berkaitan dengan proses-proses kausal dan penjelasan atas proses itu sendiri (Marshall, dalam Solichin Abdul Wahab, 1998). Bersifat deskriptif apabila kegiatan analisis kebijakan berserta seluruh hasil pengetahuan yang diperoleh dimaksudkan untuk tujuan mencari hubungan kausalitas antara tindakan pemerintah dan efek/perubahan yang ditimbulkan pada kelompok sasaran/masyarakat umum; dan memperkuat pemahaman atas proses pembuatan kebijakan dan implementasi kebijakan sebagai sistem tindakan atau sebagai suatu subsistem dari sistem politik yang lebih luas.

3. Bersifat interdisipliner, multidisipliner, dan integratif

Analisis kebijakan bukan sebuah disiplin tunggal (a single discipline) melainkan bersifat multidisipliner terhadap persoalan-persoalan sosial yang kompleks dan saling berkaitan.

4. Kaitan relevansi social

Dari Uraian di atas kiranya dapat dirumuskan karakteristik dasar analisis kebijakan :

1. Pertama, analisis kebijakan merupakan suatu proses atau kegiatan "sintesa" informasi yang berarti pemaduan berbagai informasi, termasuk hasil penelitian, sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang selaras. Hal ini berarti obyek analisis kebijakan ialah proses penyusunan dan paket kebijakan. Kegiatan utama analisis kebijakan ialah pengumpulan informasi secara sistematis dan penarikan kesimpulan logis dari informasi tersebut. Dengan demikian, analisis kebijakan berdasarkan pada kaidah ilmiah.

2. Kedua, salah satu sumber utama informasi yang menjadi bahan analisis kebijakan ialah hasil-hasil penelitian. Hal ini berarti bahwa analisis kebijakan merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari hasil-hasil penelitian sehingga siap digunakan dalam pengambilan keputusan dan desain kebijakan publik. Oleh karena itu, analisis kebijakan merupakan salah satu bentuk diseminasi hasil-hasil penelitian.

3. Ketiga, output analisis kebijakan ialah rekomendasi opsi keputusan atau desain kebijakan publik. Hal ini berarti bahwa output kebijakan adalah berupa nasehat atau petunjuk operasional tentang bahan pengambilan keputusan publik bagi spesifik klien. Oleh karena itu, analisis kebijakan haruslah disajikan secara jelas, singkat, padat, lengkap dan seksama.

4. Keempat, klien analisis kebijakan ialah para pengambil keputusan kebijakan publik (pemerintah dan DPR) dan kelompok yang berkepentingan (interest groups) atas kebijakan pemerintah tersebut. Klien pengguna analisis kebijakan bersifat spesifik. Hal ini berkaitan langsung dengan output analisis kebijakan yang berupa nasehat tentang kebijakan publik.

5. Kelima, analisis kebijakan berorientasi klien (client oriented). Hal ini merupakan implikasi dari sifat analisis kebijakan yang menghasilkan nasehat keputusan siap-guna bagi klien spesifik. Tanpa berorientasi klien analisis kebijakan tak akan mungkin siap guna. Hal ini berarti analisis kebijakan haruslah didasarkan pada "dari, oleh dan untuk klien". Analisis kebijakan hanya dilakukan apabila ada permintaan atau "patut diduga"

6. benar-benar dibutuhkan kliennya. Analisis kebijakan didorong oleh kebutuhan mendesak kliennya (client's need push).

B. Analisis Kebijakan Sebagai Diskursus.

Pemikiran mengenai analisis kebijakan sebagai diskursus dapat dijelaskan berikut (Solichin Abdul Wahab, 1998,61-62).

1. Para analis kebijakan umumnnya menolak anggapan bahwa dengan menggunakan metode ilmiah bisa memperoleh pemahaman yang netral dan objektif atas isu-isu kebijakan. Mereka meyakini bahwa fakta mesti berdiri pada apa yang penting dan apa yang menyebabkan apa. Realitas sesungguhnya bukanlah gambaran mengenai apa yang ada di luar sana, melainkan apa yang secara sosial dikonstruksikan (socially construct) melalui keyakinan dan nilai-nilai.

2. Adanya kemajemukan/pluralisme nilai-nilai dan argumentasi yang bisa dimanfaatkan untuk memahami isu kebijakan apapun.

Pemahaman analisis kebijakan sebagai diskursus berdasar White (dalam Solichin Abdul Wahab, 1998,62-66) dikelompokkan berikut:

a. Model diskursus analitik

Teknik-teknik analisis apapun pada dasarnya memuat bias tertentu, dan untuk mengatasinya dengan mengundang beragam pendapat dan pandangan. Analisis kebijakan perlu memanfaatkan beragam perumusan masalah, beragam sumber data dan menggunkana beragam teknik dalam menganalisis data, serta menghendaki adanya keterbukaan dan keluwesan sikap analis pada keseluruhan tahap proses analisis.

b. Model diskursus kritis

Pentingnya kaitan fakta dan nilai-nilai, bukan hanya pada nilai-nilai semata dan bukan hanya pertukaran gagasan dan pandangan secara kritis, melainkan juga pengujian kritis atas fakta-fakta yang relevan. Rasionalitas bukan sekedar dipelakukan dan dipahami sebagai instrumen utnuk menemukan cara yang tepat mencapai tujuan, melainkan justru dijadikan sebagai refleksi kritis dalam menetapkan asumsi dan pilihan.

c. Model diskursus persuasive

Para analis dan pembuat kebijakan bermaksud mempengaruhi gagasan-gagasan,namun untuk bisa berbuat demikian mereka harus mau berbagi gagasan atau pengalaman dengan public (masyarakat atau target group) lewat diskursus. Gagasan dan preferensi individu sulit untuk dibedakan apakah merupakan pengejawantahan kepentingan pribadi (self interest) atau kepentingan umum (public interest). Oleh karenanya perspektif ini memfokuskan persoalan itu dengan melihat pada bagaimana gagasan dan preferensi itu terbentuk, dan lewat mekanisme tertentu bagaimana hal tersebut dapat diubah, serta peluang yang dimiliki para pembuat kebijakan dan analis kebijakan dalam mempengaruhipreferensi tersebut.

C. Pendekatan dalam Analisis Kebijakan.

Pendekatan dalam analisis kebijakan menggunakan pendekatan deskriptif dan normatif. Pendekatan deskriftif bertujuan untuk menyajikan informasi apa adanya kepada pengambil keputusan, agar pengambil keputusan memahami permasalahan yang sedang disoroti dari suatu isu kebijakan. Sedangkan pendekatan normatif bertujuan untuk membantu para pengambil keputusan dalam memberikan gagasan hasil pemikiran agar para pengambil keputusan dapat memcahkan suatu kebijakan. Dunn menambahkan satu pendekatan lagi yang sejalan dengan pendekatan deskriptif yaitu pendekatan evaluatif, yaitu menerangkan apa adanya tentang hasil dari suatu upaya yang dilakukan oleh suatu kegiatan atau program.

Pendekatan normatif yang sering juga disebut pendekatan prespektif merupakan upaya dalam ilmu pengetahuan untuk menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat digunakan oleh pemakai dalam rangkah memecakan masalah. Tujuan pendekatan ini ialah membantu mempermudah para pemakai hasil penelitian dalam menentukan atau memilih salah satu dari beberapa pilihan cara atau prosedur yang paling efisien dalam menangani atau memecahkan masalah.

Analisis kebijakan pendidikan sebagai salah satu cabang ilmu sosial terapan juga menggunakan pendekatan deskriptif dan pendekatan normatif. Pendekatan deskriptif dimaksudkan untuk menyajikan informasi apa adanya kepada pengambil keputusan. Tujuan dari pendekatan deskriptif dalam analisis kebijakan pendidikan agar para pengambil keputusan memahami permasalahan yang sedang disoroti dari suatu isu kebijakan. Pendekatan normatif dimaksudkan untuk membantu para pemgambil keputusan dalam bentuk pemikiran-pemikiran mengenai cara atau prosedur yang paling efisien dalam memecahkan suatu masalah kebijakan publik.

D. Ragam Model/Teknik Analisis Kebijakan.

1. Teknik yang dikembangkan sebagai alat bantu untuk mendesain sistem informasi, sehingga keputusan kebijakan dapat dibuat lebih baik dan implementasinya dapat dikontrol.

2. Teknik analisis yang dimaksudkan untuk mendesain dan mengembangkan organisasi, dengan cara menciptakan unit organisasi spesialis yang dimaksudkan untuk memberikan dukungan analisis bagi perumusan pilihan kebijakan (policy options) (Solichin Abdul Wahab, 1998,76).

1. Model Kuantitatif Analisis Kebijakan

Metode kuantitatif merupakan bentuk operasional dari paradigma empiris atau pendekatan kuantitatif-empiris. Pengukuran secara objektif masalah sosial dilakukan dengan menjabarkan terlebih dahulu masalah sosial ke dalam beberapa komponen masalah, variabel, dan indikator. Setiap variabel yang ditentukan dalam suatu model kemudian diukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda-beda terhadap kategori informasi yang berkaitan dengan variabel yang sedang diukur. Dengan menggunakan simbol angka, teknik perhitungan secara kuantitatif-matematik dapat dilakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang berlaku umum dalam suatu parameter.

Tujuan utama kuantitatif bukan menjelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan suatu generalisasi atau realitas yang diperkirakan. Dengan generalisasi, peneliti dan analis kebijakan dituntut menghasilkan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan secara menyeluruh dalam lingkup lebih luas secara efisien dan objektif. Generalisasi tidak perlu dilakukan pengukuran/pengkajian terhadap keadaan sebenarnya dalam populasi, karena dapat dihasilkan melalui metode perkiraan/estimasi yang umum berlaku dalam metodologi statistik induktif. Metode estimasi dilakukan berdasar pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas lingkupnya melalui sampel, sehingga yang diukur dalam penelitian sebenarnya bagian kecil dari populasi atau disebut sebagai data. Dengan demikian, kemampuan dalam mengembangkan model yang akan digunakan untuk estimasi merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki seorang analis kebijakan yang menggunakan metode kuantitatif.

Beragam teknik kuantitatif untuk analisis kebijakan disebut pula pendekatan analycentric sebagai bentuk social engineering yang umumnya digunakan adalah operation research (OR); programme evaluation and review technique (PERT) sebagai network analysis; critical path method (CPM) sebagai network analysis; planning programming and budgetting system (PPBS) yang merupakan pengembangan dari budgetting theory; management by objective (MBO); cost-benefit analysis (CBA); dan game theory. Studi kuantitatif tersebut dalam penggunaannya menggunakan pendekatan analisis sistem (system analysis) yang memadukan beragam model kuantitatif. Menurut Quade (dalam Solichin Abdul Wahab, 1998) analisis sistem merupakan studi analitik yang dirancang secara khusus untuk membantu pembuat kebijakan mengidentifikasikan suatu pilihan tindakan tertentu yang diinginkan diantara sejumlah alternatif yang tersedia.

Dalam aplikasi yang terbatas dan selektif, analisis sistem dengan kuantitatif dapat meningkatkan derajad rasionalitas dalam proses pembuatan keputusan di sektor publik (termasuk kebijakan pendidikan). Pendekatan dalam analisis analycentric lebih ditujukan pada dekomposisi masalah sosial makro strategis menjadi beberapa masalah yang lebih operasional. Sebagai contoh, masalah mutu pendidikan dapat didekomposisikan menjadi beberapa komponen masalah yang berkaitan langsung atau tidak, seperti mutu guru, mutu siswa, mutu pengelolaan, mutu proses pendidikan, mutu sarana prasarana, mutu proses pengajaran. Selanjutnya dilakukan analisis kebijakan terhadap masing-masing komponen secara tuntas sehingga menghasilkan beberapa alternatif kebijakan yang masing-masing diperkirakan mempunyai akibat yang komplementer terhadap pemecahan masalah makro mutu pendidikan tersebut, dan setiap akibat yang ditimbulkan masing-masing bagian harus terorganisasi dalam kesatuan konsep.

Dalam analisis efisiensi pendidikan baik internal maupun eksternal, pendekatan analycentric menganggap bahwa pendidikan dapat dianalogikan sebagai suatu industri, yang mana output pendidikan merupakan fungsi dari berbagai faktor input pendidikan. Sumbangan masing-masing input terhadap output pendidikan dapat diukur secara tepat sehingga dimungkinkan untuk dilakukan simulasi yang mampu menghasilkan kesimpulan, seberapa besar suatu input pendidikan dapat ditingkatkan/ditekan agar menghasilkan suatu tingkat output yang diinginkan.

Namun kritik yang ditujukan pada model ini adalah kentalnya pengaruh model-model ekonomi yang mengutamakan aspek rasionalitas dan pendekatan kuantitatif dari teori ekonomi (neo-classical economic theory), ekonomi mikro (micro economics), ekonomi kesejahteraan (welfare economics), dan teori kuantitatf dalam pengambilan keputusan (quantitative decision theory) sehingga masalah kebijakan publik yang sangat kompleks dan beragam cenderung direduksi dan dipandang hanya sekedar persoalan teknis semata yaitu bagaimana mengalokasikan sumberdaya ekonomi (the eceonomic models of resources) secara tepat diantara sejumlah alternatif.

Dalam kompleksitas kebijakan, sungguh sulit mengaplikasikan bagaimana mengalokasikan sumberdaya politik (political resources) status, legitimasi, kewenangan, kekuasaan, kepentingan secara tepat. Dalam kasus lain, sesungguhnya sangat sulit untuk merumuskan realitas masalah sosial politik dalam ukuran kuantitatif. Demikian pula dengan sejumlah isu dan masalah politik problematik yang dihadapi akan cenderung disederhanakan untuk menyesuaikan diri pada keinginan analis dan metode kuantitatif yang dipakai, sehingga mengakibatkan hal mendasar menyangkut konteks realitas sosial politik yang bersifat keperilakuan dan dianggap tidak bisa dikuantitatifkan dalam analisis cenderung diabaikan dan tidak dapat digambarkan secara penuh.

Dalam derajad terbatas metodologi analisis kuantitatif memang dapat membantu pembuat kebijakan untuk mengklarifikasi isu kebijakan dan menganalisis masalah-masalah kebijakan. Namun menurut Dror (dalam Solichin Abdul Wahab, 1998) bahwa keberhasilan analisis sistem tersebut lebih terletak pada kearifan, kecanggihan dan keterbukaan dari orang-orang yang berada di belakangnya, serta kesigapan sikap mereka untuk memerangi kelambanan organisasi dan kecenderungan berpikir yang bertele-tele ketimbang pada teknik itu sendiri (atau dengan kata lain human factors yang menjadi penentu). Oleh karenanya analisis sistem kuantitatif sekedar berfungsi sebagai faktor penunjang dalam analisis kebijakan.

Dampak dari aplikasi model ekonomi ke dalam pembuatan kebijakan menurut Johnson (dalam Solichin Abdul Wahab, 1998) mengakibatkan cenderung dianggap tidak pentingnya dimensi kekuasaan, nilai-nilai prosedural diabaikan, hadirnya kepentingan kolektif (collective interest) dan dampaknya tidak dilihat, dan faktor ketidakpastian dalam pencapaian tujuan dan harapan cenderung diremehkan. Padahal esensi atau substansi pembuatan kebijakan publik adalah proses politik bukan sekedar proses solusi atas suatu masalah secara intelektual (Gregory dan Hammerseley, dalam Solichin Abdul Wahab, 1998).

Untuk mengatasi permasalahan bagaimana teknik analisis kebijakan alternatif yang baik dan mampu menjelaskan kompleksitas kebijakan, Dror (dalam Solichin Abdul Wahab, 1998) mengemukakan persyaratan berikut.

1. Aspek politik dari pembuatan kebijakan publik, khususnya kelayakan politik, perekrutan dukungan politik, pengakomodasian atas tujuan yang saling bertentangan, dan kesadaran diri akan adanya keragaman nilai-nilai

2. Konsepsi pembuatan kebijakan haruslah diperluas tidak sekedar memandang pembuatan keputusan sebagai persoalan alokasi sumberdaya ekonomi semata namun diperlukan eksplorasi kualitatif jauh melampaui analisis kuantitatif dan estimasi biaya- manfaat (cost- benefit).

3. Upaya kreatif dan pencarian alternatif kebijakan baru dibarengi dengan pemikiran inovatif, ketimbang pada analisis yang hanya memperbandingkan alternatif yang telah tersedia

4. Aspek kearifan (tacit knowledge), pemunculan ide segar, pemanfaatan pemikiran imajinatif, pengintegrasian secara sistematik intuisi terlatih dalam analisis kebijakan (penyusunan skenario dengan soft system methodology in action), model dan metode kualitatif, ketimbang pada pengetahuan eksplisit dan model kuantitatif

5. Pemikiran ke depan dengan jangkauan prediksi panjang, dan pemikiran spekulatif mengenai keadaan masa depan sebagai esensi untuk pembuatan kebijakan sekarang

6. Pendekatan harus luwes, tidak kaku, dan sistematik. Harus menyadari kompleksitas saling ketergantungan sarana (means) dan tujuan (ends), sifat kemajemukan kriteria pengambilan keputusan, sifat parsial dan sifat kesementaraan. Sedangkan tujuan utamanya adalah klarifikasi isu, upaya penemuan alternatif baru, dan perhatian lebih masa depan.

2. Model Kualitatif Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan pada dasarnya merupakan proses pemahaman terhadap masalah kebijakan sehingga dapat melahirkan gagasan/pemikiran mengenai caracara pemecahannya. Masalah kebijakan sendiri bersifat kualitatif sehingga proses pemahaman tersebut juga penuh dengan pemikiran yang bersifat kualitatif. Pemahaman terhadap masalah kebijakan dilahirkan dari cara berpikir deduktif, cara berpikir yang dimulai dari wawasan teoritis yang dijabarkan menjadi satuan konsep yang lebih operasional dan dapat dihubungkan dengan kenyataan. Wawasan teoritis sendiri tidak berdiri sendiri karena sangat tergantung pada subjektivitas seorang analis kebijakan. Perbedaan wawasan tidak semata disebabkan oleh sifat dan jenis masalah kebijakan, namun cenderung diakibatkan oleh cara pandang berlainan atau perbedaan paradigma pemikiran atau filsafat pemikiran yang berlainan.

Metode kualitatif dalam analisis kebijakan dilakukan untuk memahami secara mendalam terhadap masalah kebijakan daripada melihat permasalahan kebijakan untuk kepentingan generalisasi. Metode ini menggunakan teknis analisis mendalam (in-depth analysis) yang mengkaji masalah kebijakan secara kasus per kasus dikarenakan sifat masalah yang berbeda satu sama lain, sehingga cara pemecahannya pun akan berbeda antar satu masalah dengan masalah lain.

Model kualitatif menurut Kent (dalam Solichin Abdul Wahab, 1998) dijabarkan ke dalam langkah-langkah dalam analisis kebijakan berikut:

1. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi sekarang.

2. Mengidentifikasi para aktor kepada siapa rekomendasi/nasehat kebijakan ditujukan.

3. Mendeskripsikan karakteristik permasalahan secara rinci, identifikasi pihak terkait;bagaimana preferensi, sikap, nilai mereka terhadap masalah.

4. Mengkaji saran dan pandangan yang pernah diajukan dalam menangani masalah tersebut.

5. Mangkaji pengalaman sebelumnya dalam menangai masalah tersebut.

6. Membuat daftar tentang berbagai macam tindakan yang mungkin akan ditempuh aktor berkenaan dengan masalah tersebut.

7. Memilih tindakan tertentu yang bermanfaat untuk diteliti lebih lanjut dengan masuknya sejumlah informasi, opini dan peluang baru dalam analisis.

8. Menguraikan secara rinci tindakan yang telah disusun, termasuk saran bagaimana mengimplementasikan, sehingga dihasilkan daftar calon tindakan yang direkomendasikan.

9. Menguraikan berbagai akibat/konsekuensi dari masing-masing tindakan, termasuk tanggapan stakeholders/pihak yang akan dipengaruhi.

10. Mengestimasi bagaimana peluang masing-masing tindakan akan membawa konsekuensi/akibat.

11. Mengevaluasi kualitas dampak yang diduga muncul, akibat mana yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.

12. Menyingkirkan tindakan tertentu yang menimbulkan dampak tidak baik.

13. Merumuskan kembali daftar tindakan yang mungkin menjadi seperangkat alternatif yang sifatnya mutually exclusive (satu sama lain jelas bedanya) untuk mempertegas pilihan yang harus dilakukan.

14. Mengemukakan akibat / hasil tindakan yang direkomendasi dan alasan mengapa alternatif itu dipilih.

15. Menguraikan rinci karakter masing-masing tindakan dan peluang modifikasi, dan bagaimana kriteria memilihnya.

16. Mengkaji ulang estimasi akibat yang bakal terjadi dari tindakan yang direkomendasi beserta asumsi mengenai fakta dan nilai yang mendasari rekomendasi, resiko yang mungkin terjadi,dan mengembangkan cara baru mengurangi resiko.

17. Menguraikan rangkuman kesimpulan dari rekomendasi yang diajukan.

18. Merangkum rekomendasi pada pihak berkompeten untuk kritik, dan revisi analisis/rekomendasi dari hasil kritik.

19. Mengkomunikasikan rangkuman hasil analisis dan kesimpulan rekomendasi pada pembuat kebijakan dan pihak yang akan dipengaruhi kebijakan.

E. Keterbatasan Analisis Kebijakan.

Dalam menanalisis sebuah kebijakan tentunya ada keterbatasan di dalamnya saat melakukan analisis kebijakan, beberapa keterbatasan yang mungkin dihadapi antara lain:

1. Keterbatasan Data.

2. Keterbatasan Sumber Daya.

3. Keterbatasan Waktu.

4. Keterbatasan Kapasitas Analisis[1]
[1] Buku Pegangan Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikanjurusan administrasi pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan ,Universitas Negeri Yogyakarta. 2005.

Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, perlu dilakukan upaya yang cermat dan teliti dalam mengumpulkan data, memanfaatkan sumber daya yang ada dengan efisien, mengatur waktu dengan baik, dan meningkatkan kapasitas analisis melalui pelatihan dan pendidikan yang diperlukan.

Oleh karena itu Analisis kebijakan memiliki keterbatasan mendasar seperti:

1. Analisis kebijakan tidak dapat menyediakan jawaban yang cepat untuk masalah yang ruwet dan tidak bisa dikelola (intractable)

2. Analisis kebijakan bukan ilmu pasti dan tidak akan menjadi demikian

3. Analisis kebijakan bukanlah obat mujarab bagi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada kebijakan publik, dan tidak akan menjamin bahwa keputusan kebijakan akan dengan sendirinya berpihak / sejalan dengan kepentingan publik (Quade dalam Solichin Abdul Wahab, 1998).

Namun demikian, fungsi utama analisis kebijakan adalah kemampuan memainkan peran secara maksimal utamanya dalam meluruskan kembali posisi suatu permasalahan menjernihkan sesuatu isu kebijakan; dan menemukan alternatif baru dengan cara melibatkan diri secara total dalam proses pemikiran yang kreatif dan imajinatif.

Mungkin beberapa hal ini dapat mengurangi keterbatasan dan kekurangan analisis kebijakan :
a. Meningkatkan Kerjasama dengan Pihak Terkait.
b. Memperluas Jaringan Informasi.
c. Memanfaatkan Teknologi Informasi yang Tersedia.
d. Melibatkan Ahli dan Praktisi dalam Proses Analisis.
e. Melakukan Evaluasi dan Revisi Secara Berkala.
f. Menyusun Rencana Tindak Lanjut yang Komprehensif- Mengidentifikasi Stakeholder yang Penting

F. Skenario Analisis Kebijakan.

Skenario merupakan langkah-langkah hipotetik yang difokuskan pada prosesproses kausalitas dan titik-titik kritis keputusan (Solichin Abdul Wahab, 1998). Selanjutnya seorang analis perlu memikirkan beberapa hal dalam menentukan langkah menyusun skenario analisis kebijakan sebagai berikut:

1. Merumuskan lingkungan politik yang relevan dengan masalah kebijakan yang ditanganinya

2. Menghimpun dan mengorganisasikan informasi politik yang diperlukan

3. Membuat pertimbangan politik dan mneyiapkan perkiraan kelayakan politiknya. Adapun langkah-langkah secara garis besar dalam membuat skenario analisis kebijakan adalah sebagai berikut:

a. Sebelum menyusun desain alternatif kebijakan, perlu merumuskan dulu bentuk serangkaian pernyataan-pernyataan hipotetikal, misalnya, jika kita merekomendasikan kebijakan X, maka kelompok Y akan mendukungnya, sebaliknya kelompok Z akan cenderung menentangnya

b. Merumuskan secara tepat policy space (ruang kebijakan) dan mengkaitkannya dengan substansi kebijakan sebagai policy issue area (daerah isu kebijakan). Setiap sistem politik pada esensinya diasumsikan terdiri atas sejumlah ruangruang kebijakan yang posisinya tumpang tindih, yang dicirikan adanya sejumlah aktor tertentu yang preferensi dan predesposisi atas kebijakan sangat jelas. Misalnya guru, siswa, dinas pendidikan, orangtua murid, stakeholders adalah termasuk daerah isu kebijakan dalam lingkup ruang kebijakan pendidikan dasar dan menengah.

c. Memperhatikan aspek waktu dan fisibilitas sebuah kebijakan

d. Mengkaji informasi politik yang relevan yaitu menyangkut aktor kunci; motivasi aktor; kepercayaan politik aktor; sumberdaya; pentas para aktor; dan pertukaran (Solichin Abdul Wahab, 1998,102). Dalam kaitan dengan skenario analisis kebijakan, ramalan (estimasi) merupakan hal penting bagaimana fakta yang ada digunakan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi. Estimasi sendiri berkaitan dengan data dan teori yang dapat menjelaskan tentang subjek yang kompleks. Data dilihat dalam kaitannya dengan teori yang menjelaskan tentang hubungan antara komponen dalam sistem sosial. Kekurangpahaman tentang hubungan sosial elementer dalam mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengklasifikasikan data akan mengakibatkan gagalnya analisis kebijakan dilaksanakan.

Dunn (1981) mengemukakan mengenai bentuk-bentuk estimasi (ramalan) kebijakan seperti berikut:

Dasar ramalan : Bentuk ramalan > Fokus utama argumen yang mendukung.
Proyeksi : Kecenderungan sekarang dan historis. > Metode kasus parallel.
Prediksi : Sebab (hukum teoritis) analogi > Asumsi teoritis.
Perkiraan : Judgment subjektif. > Pemahaman motivasi.

Diagram 2.1. Bentuk estimasi (ramalan) kebijakan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk dibicarakan sebab biasanya kecerdasan manusia dilihat dari seberapa tinggi seseorang tersebut mengenyam pendidikan. Dengan adanya pendidikan, manusia dapat mencapai kebutuhan hidupnya dengan berbagai cara.

Kebijakan dalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyrakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau organisasi masyrakat dalam berprilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan hukum (law) dan peraturan (Regulation), kebijakan lebih adaftif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilanghkan ciri lokal yang spesifik.

Kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan kondisi spesifik yang ada. Sementara itu kebijakan pendidikan yang digunakan di Indonesia seperti yang diungkapkan Yoyon yaitu banyak menggunakan analisis kebijakan politik yang didasarkan pada asumsi-asumsi politis. Hal ini dilihat dari beberapa indikator-indikator. Pertama, ketidak jelasan asumsi-asumsi yang digunakan terhadap permaslahan-permasalahnpendidikan. Kedua, dalam melakukan analisis kebijakan pendidikan kurang kontektual sebagai suatu kebijakan yang utuh dan teritegrasi secara empiricial, evaluative, normativ, predicative yang memberikan pedoman jelas bagi pengejawentahan formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun sudah berusaha memaparkan dan menjelaskan materi dengan semaksimal mungkin, tapi tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunannya, baik dari segi materi, maupun penyusunannya, oleh karena itu penyusun mengharapakan sumbangsih pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya, dan harapan bagi penyusun, semoga makalah ini dapat memberi manfaat dalam proses evaluasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Arwildayanto, M.Pd. Dr.Arifin Suking,M.Pd.Dr.Warni Tune, Sumar, S.Pd., M.Pd.. Analisis Kebijakan Pendidikan Kajian Teoretis, Eksploratif, dan Aplikatif. CV Cendikia Press. 2008

Rokim, R. (2019). Analisis Kebijakan Versi Dunn & Implementasinya Dalam Pendidikan Islam. Pancawahana: Jurnal Studi Islam, 14(2), 60-69.

Simatupang, P. (2003). Analisis Kebijakan: Konsep dasar dan prosedur pelaksanaan. Analisis Kebijakan Pertanian, 1(1), 1-23.

Sutapa, Mada. Buku Pegangan Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikanjurusan administrasi pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan ,Universitas Negeri Yogyakarta. 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar