Jumat, 08 Maret 2024

Ulumul Hadits dan Cabang-cabangnya

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hadits
Dosen Pengampu : Dr. Muh. Ihsanuddin, M.Phil.
Oleh Kelompok 2 Angkatan 5 :
1. Binty Sholikhah (SBA)
2. Ega Cahya Ningrum (PAI)
3. Nindy Kurnianingrum (PAI)
4. Putri Khairunissa (PAI)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu wa ta’ala. Dengan pertolongan dan kemudahan dari-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat dan salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam beserta keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah mengikutinya hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata Ilmu Hadits yang berjudul “Ulumul Hadits dan Cabang-cabangnya”. Dengan kerja sama yang baik dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terimakasih banyak.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak sekali kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh sebab itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi membantu perbaikan dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang luas serta dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dalam upaya merencanakan sistem pendidikan yang lebih baik kedepannya.

Sambas, 8 Maret 2024

Penyusun Makalah
Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN.
A. Pengertian Ulumul Hadits.
B. Perkembangan Ulumul Hadits.
C. Cabang-cabang Ulumul Hadits.
BAB III PENUTUP.
A. Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mempelajari hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam kehidupan kita, karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.

Ilmu Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dari segi ihwal para perawinya, yang menyangkut keadilan.

Pada masa permulaan Islam, umat Islam belum mengenal adanya ulumul hadits atau ilmu hadits. Hal ini mungkin dikarenakan fokus perhatian umat Islam pada waktu itu masih terpecah antar dakwah dan pendalaman Al-Qur’an.

Pada zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, terutama setelah bermunculan hadits-hadits palsu barulah perhatian umat Islam terhadap hadits Nabi meningkat pesat. Ini ditandai dengan munculnya beberapa ulama yang mulai melakukan penghimpunan hadits serta mulai merintis ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadits. Ilmu ini kemudian berkembang dari masa ke masa sampai zaman sekarang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah diantaranya :

1. Apa yang dimaksud dengan ulumul hadits ?
2. Bagaimana perkembangan ulumul hadits ?
3. Apa saja cabang dari ulumul hadits ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian ulumul hadits
2. Mengetahui perkembangan ulumul hadits
3. Mengetahui cabang dari ulumul hadits

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ulumul Hadits

Yang dimaksud dengan ilmu hadits menurut ulama mutaqaddimin adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad dan sebagainya.

Pada perkembangannya, oleh ulama mutaakhirin, ilmu hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.

· Ilmu Hadits Riwayah

Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya.

Obyek ilmu Hadits Riwayah ialah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, dan memindahkan atau mendewankan.

Adapun faedah mempelajari ilmu Hadits Riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

· Ilmu Hadits Dirayah

Menurut Al–Tirmizi ilmu Hadits Dirayah adalah undang–undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan lain-lain.

Menurut Ibnu al-Akfani ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam Hadits yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.[1]
[1] Munzier Saparta , Ilmu Hadis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 23-15.

B. Perkembangan Ulumul Hadits

Selama dua puluh tiga tahun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencurahkan segala aktifitasnya untuk mendakwahkan Islam kepada umat manusia sehingga belahan dunia (Arab) tersinari oleh agama yang hanif ini. [2]
[2] Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 45

Perkembangan ilmu hadits selalu beriringan dengan pertumbuhan pembinaan hadits itu sendiri. Hanya saja ia belum wujud sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam masih hidup ditengah- tengah kaum muslimin, ilmu ini masih wujud dalam bentuk prinsip-prinsip dasar, yang merupakan embrio bagi pertumbuhan ilmu hadits dikemudian hari. Misalnya tentang pentingnya pemeriksaan dan tabayyun, terhadap setiap berita yang didengar, atau pentingnya persaksian orang adil dan sebagainya. Firman Allah dalam (Al-Hujurat [49]: 6) menyatakan:

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu"

Demikian pula dalam (Al-Thalaq [65]: 2)

... وأشهدوا ذوي عَدْلٍ مِنكُمْ وَأَقِيمُوا الشهادة لله ذلكم يوعظ به من كانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

"...persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar."

Ayat di atas jelas memberikan perintah kepada kaum muslimin supaya memeriksa, meneliti dan mengkaji berita yang dating, khususnya berita yang dibawa oleh orang-orang fasiq. Tidak semua berita yang datang pasti diterima sebelum diperiksa siapa pembawanya dan apa materi isinya. Jika pembawanya orang terpercaya dan adil, maka pasti diterima. Tetapi sabaliknya, jika mereka tidak jujur dan fasik, tidak obyektif, maka berita akan ditolak.

Sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabat Nabi sangat hati-hati dalam periwayatan hadits, karena konsentrasi mereka masih banyak tercurahkan kepada al-Qur'an, yang baru mulai dibukukan pada zaman khalifah Abu Bakar dan disempurnakan pada saat sahabat Utsman bin Affan menjadi Khalifah. Selanjutnya ketika mulai terjadi konflik politik, yang memicu munculnya firqah di kalangan kaum muslimin; Syi'ah, Murji'ah dan Jama'ah, dan pada gilirannya mendorong timbulnya periwayatan yang dimanipulasi, dipalsukan dan direkayasa, maka para ulama bangkit untuk membendung pemalsuan dan menjaga kemurnian hadits Nabi. Dari usaha ini, terbentuklah teori-teori tentang periwayatan. Keharusan menyertakan sanad menjadi bagian penting yang dipersyaratakan dalam setiap periwayatan. Hal ini telah dilakukan antara lain oleh Ibnu Syihab al-Zuhri ketika menghimpun hadits dari para ulama.

Ketika para ulama hadits membahas tentang kemampuan hafalan /daya ingat para perawi (dhabit), membahas bagaimana system penerimaan dan penyampaian yang dipergunakan (tahammul wa ada al-hadits), bagaimana cara menyelesaikan hadits yang tampak kontradiktif, bagaimana memahami hadits yang musykil dan sebagainya, maka perkembangan ilmu hadits semakin meningkat. Ketika Imam al-Syafi'i (wafat 204 H) menulis kitab al-Risalah, sebenarnya ilmu hadits telah mengalami perkembangan lebih maju, sebab di dalam kitab tersebut telah dibahas kaidah-kaidah tentang periwayatan, hanya saja masih bercampur dengan kaidah ushul fiqih. Demikian pula dalam kitab al-Umm. Di sana telah ditulis pula. kaidah yang berkaitan dengan cara menyelesaikan hadits-hadits yang bertentangan, tetapi masih bercampur dengan fiqih. Artinya ilmu hadits pada saat itu sudah mulai tampak bentuknya, tetapi masih belum terpisah dengan ilmu lain, belum menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Sesudah generasi al-Syafi'i, banyak sekali para ulama yang menulis ilmu hadits, misalnya Ali bin al-Madini menulis kitab Mukhtalif al-Hadits, Ibnu Qutaibah (wafat 276 H) menyusun kitab Ta'wil Mukhtalif al-Hadits. Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab shahihnya, Al-Turmudzi menulis al-Asma' wa al-Kuna, Muhammad bin Sa'ad menulis al-Thabaqat al-Kubra. Demikian pula al-Bukhari menulis tentang rawi-rawi yang lemah dalam kitab al-Dlu'afa'. Dengan banyaknya ulama yang menulis tentang persoalan yang menyangkut ilmu hadits pada abad 3 H ini, maka dapat difahami mengapa abad ini disebut sebagai awal kelahiran Ilmu Hadits, walaupun tulisan yang ada belum membahas ilmu hadits secara lengkap dan sempurna.

Penulisan ilmu hadits secara lebih lengkap baru terjadi ketika Al-Qadli Abu Muhammad al-Hasan bin Abd. Rahman al-Ramahurmudzi (wafat 360 H) menulis buku Al-Muhaddits al-Fashil Baina al-Rawi wa al-Wa'i. Kemudian disusul al-Hakim al-Naisaburi (wafat 405 H) menulis Ma'rifatu Ulum al-Hadits,al-Khathib Abu Bakar al-Baghdadi menulis kitab Al-Jami li Adab al-Syaikh wa al-Sami', al-Kifayah fi Ilmi al-Riwayat dan al-Jami' li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami'.[3]
[3] Jawad Mughofar KH dkk, "Pengertian Sejarah Perkembangan dan Cabang-cabang Ulumul Hadits". 2014, hal. 7-9.

C. Cabang-cabang Ulumul Hadits

Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah:

1. Ilmu Rijal al-Hadis

Ilmu Rijal al-Hadis, ialah:

علم يعرف بها رواة الحديث من حيث أنهم رواة الحديث

"Ilmu untuk mengetahui para perawi Hadits dan kapasitas mereka sebagai perawi hadits."[4]
[4] Nur al-Din’Atar, Manhaj al-Naqd fi Ulum al Hadis, Dar Ilm al Malayin. Hlm.92

Ilmu ini sangat penting kedudukannya dalam lapangan ilmu hadits. Hal ini kerena, sebagaimana diketahui, objek kajian hadis pada dasarnya pada dua hal yaitu matan dan sanad. Ilmu Rijal al-Hadits dalam hal ini, mengambil porsi khusus mempelajari persoalan-persoalan disekitar sanad. Apabila dilihat lebih lanjut, ditemukan dua cabang ilmu hadits lain yang dicakup oleh ilmu ini, yaitu: ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil dan ilmu Tarikh ar-Ruwah.

2. Ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil

Ilmu al Jarh, yang secara bahasa berarti luka atau cacat, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada kedhabitan dan keadilanya. Para ahli hadis dalam hal ini mendefenisikan al-Jarh dengan : [5]
[5] ibid

الطعن في الراوي الحديث بما يسلب أو يخل بعدالته أو ضبطه

Kecacatan pada perawi hadis disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan dan kedhabitan para perawi."[6]
[6] ibid

Sedangkan al-Ta'dil, secara bahasa bearti al-Tasyiwiyah (menyamakan) menurut istilah berarti : 
 عكسه هو تزكية الراوي والحكم عليه بأنه عدل أو ضابط

"Pembersihan atau pensucian perawi dan ketetapan, bahwa ia adil atau dhabit.[7]
[7] ibid

Berdasarkan pengertian di atas, para ulama mendefenisikan Ilmu al Jarh dan al-Ta`dil dengan rumusan:

علم يبحث عن الرواتب من حيث ما ورد في شأنهم مما يشمنيهم أو يزكيهم بألفاظ مخصوصة

"Ilmu yang membahas tentang para perawi hadis dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, dengan ungkapan atau lafaz tertentu".[8]
[8] As Saleh Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Hadis terj. Tim Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007.hlm 109

Contoh ungkapan tertentu untuk mengetahui keadilan para perawi, antara lain: فلان أوثق الناس (fulan orang yang paling dipercaya فلان ضابط (fulan itu kuat hafalannya) dan فلان حجة (fulan hujjah). Sedangkan contoh untuk kecacatan perawi antara lain : فلان أكذب الناس (fulan orang yang paling berdusta), فلان متهم بالكذب ia tertuduh dusta ( فلان ليس بالحجة fulan bukan dusta)

3. Ilmu Tarikh al-Ruwah

Ilmu Tarikh al-Ruwah, adalah:

العلم الذي يبحث في أحوال الروضة من الناحية التي تتعلق بروايتهم للحديث

“Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadis.” [9]
[9] Mahmud ad Tahnan, Taisir Mustholah al Hadis, Dar al Quran al Karim, Beurut, i979, hlm.224.

Ilmu ini bermanfaat untuk mempelajari keadaan identitas para perawi, seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, kapan mereka mendengar hadits dari gurunya, siapa orang meriwayatkan hadis daripadanya. Tempat tinggal mereka, tempat mereka mengadakan lawatan, dan lain-lain. Sebagai bagian dari ilmu Rijal al-hadis, ilmu ini mengkhususkan pembahasannya secara mendalam pada sudut kesejarahan dari orang-orang yang terlibat dalam periwayatan.

Hubungannya dengan ilmu Thabaqat al-Ruwah, di antara para ulama terdapat perbedaan pendapat. Ada ulama yang membedakannya secara khusus, tetapi ada juga yang mempersamakannya. Menurut al Suyuti, antara ilmu Thabaqah al-Ruwah dengan ilmu Tarikh al-Ruwah adalah umum dan khusus, keduanya bersatu dalam pengertian yang berkaitan dengan para perawi, tetapi ilmu Tarikh al-Ruwah menyendiri dalam hubungannya dengan kejadian-kajadian yang baru. Menurut al Sakhawi bahwa ulama Mutakhirin membedakan antara kedua disiplin ilmu tersebut. Menurut mereka bahwa ilmu Tarikh al-Ruwah, melalui ekstensinya memperhatikan kelahiran dan wafatnya para perawi dan melalui sifatnya memperhatikan kelahiran dan wafatnya mereka.[10]
[10] As Suyuthi Jalal ad Din hlm.380

4. Ilmu Ilal al-Hadits

Kata 'llal" adalah bentuk jama' dari kata "al-llaah" yang menurut bahasa berarti "al-Marad" (penyakit atau sakit). Menurut ulama muhaddisin istilah "illah" berarti sebab tersembunyi atau samar-samar yang berakibat tercemarnya hadis, akan tetapi yang kelihatan adalah kebaikannya, yakni tidak terlihat adanya kecacatan. Adapun yang dimaksud dengan ilmu `ilal al-Hadits, menurut ulama hadits, adalah :

علم يبحث عن الأسباب الخفية الغامضة حيث أنها تقدح في صحة الحديث كول منقطع مرفوع موقوف وإدخال الحديث في حديث وما شابه ذلك

"Ilmu yang membahas tentang sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan kesahihan hadits, seperti mengatakan Muttasil terhadap hadits yang Muntaqi menyebut marfu` dengan hadis yang mauquf, memasukan hadits ke dalam hadits lain dan hal-hal seperti itu."[11]
[11] Subhi as Shaleh op. cit., hlm 112

Menurut Abu Abdullah al-hakim al-Naisaburi dalam kitannya "Ma`rifah Ulum al-Hadits" menyebutkan bahwa ilmu "Ilal al-Hadis, ialah ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu shaheh dan dha'if, jarh, dan ta`dil. la menerangkan bahwa "illat" hadis yang tidak termasuk ke dalam bahasan al jarh, sebab hadis yang majruh, adalah hadis yang gugur dan yang tidak dipakai. Illat' hadis terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang kepercayaan, yaitu orang-orang yang menceritakan sesuatu hadis yang padahal mempunyai 'lllat, akan tetapi illat itu tersembunyi. Karena hadis tersebut, maka haditsnya di sebut hadis ma`lul. Lebih lanjut al-Hakim menyebutkan, bahwa dasar penetapan illat hadits, adalah hafalan yang sempurna, pemahaman yang mendalam pengetahuan yang cukup.[12]
[12] Abu Abdillah al Hakim an Naisaburi, Ma’rifat Ulum al Hadis, Maktabah al Mutanabi, Kairo. Hlm 112-113

5. Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh

Yang dimaksud dengan ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh di sini terbatas di sekitar nasikh dan mansukh pada hadis. al-Nasikh secara bahasa terkandung dua pengertian, yaitu:
(الإزالة) al-Izalah (menghilangkan) نسخت الشمس الظل (matahari menghilangkan bayangan) dan juga sebagaimana dalam QS. al-Hajj 52 : (فينسخ الله ما يلقى الشيطان ثم يحكم الله أياته ) Kemudian Allah meniadakan atau menghilangkan Allah apa yang dimasukkan oleh syaithan, lalu Allah memperkuat ayat-ayatNya).
(النقل) : al-naql (menyalin) seperti : نسخت الكتاب (saya menyalin kitab), yang berarti, "Saya menyalin isi suatu kitab untuk saya pindahkan ke kitab lain."

6. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits

Kata Asbab adalah jama' dari sabab. Menurut ahli bahas diartikan al-habl (tali).[13]
[13] At Tahanawi, Kasyf Istilah al Funun,jilid III, Hai’at al Ammah lil Kutub, hlm 127

Yang menurut lisan al-Arab dinyatakan bahwa kata ini dalam bahasa Arab berarti saluran, yang artinya dijelaskan sebagai: "segala yang menghubungkan satu benda dengan benda lainnya."[14]
[14] Ibnu Manzhur, Lisan al Arab, jilid I, Bulaq, hlm 440-442.

Menurut istilah adalah:

كل شيئ يتوصل به إلى غايته

"Segala sesuatu yang mengantar kepada tujuan"[15]
[15] Al Tahanawi, loc.cit.

Ada juga yang memdefinisikan dengan "Suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh dalam hukum itu."[16]
[16] Ibid

Kata wurud (sampai, muncul) berarti :

الماء الذي يورد

"Air yang memancar atau air yang mengalir"[17]
[17] Ibnu Manzhur,op.cit, jilid IV, hlm.471

Dalam pengertian lebih luas, al-Suyuthi merumuskan pengertian asbab wurud al-hadits dengan: "suatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak, atau muqayyad, dinasakhkan dan seterusnya, atau suatu arti yang dimaksud sebuah hadis saat kemunculannya. [18]
[18] Jalal al Din as Suyuthi, Lubab an Nuqul fiy Asbab al Nuzul, Dar al Fikr, Beirut. Hlm.5

Dari pengertian asbab wurud al-hadits sebagaimana di atas, dapat dibawah pada pengertian ilmu asbab wurud al-hadits yakni suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu, seperti sabda Rasul tentang suci dan menyucikan air laut yang artinya."Laut itu suci airnya, dan halal bangkainya "Hadits ini dituturkan oleh Rasul karena seorang sahabat hendak berwudu' ketika ia berada ditengah laut ia dalam kesulitan. Contoh lain adalah Hadits tentang niat, hadis ini dituturkan berkenan dengan peristiwa hijrahnya Rasul ke Madinah, Salah seorang muhajir yang ikut karena didorong ingin mengawini wanita dalam hal ini adalah Ummu Qais.

Urgensi Asbab al-Wurud terhadap hadis sebagai salah satu jalan untuk memahami kandungan hadis, sama halnya dangan urgensi asbab nuzul al-Qur'an terhadap al-Qur'an.ini terlihat beberapa faedahnya, antara lain dapat mentakhsis arti yang umum membatasi arti yang mutlak, menunjukan perincian yang mujmal, menjelaskan kemusykilan, dan menunjukan 'ilat suatu hukum. Maka dengan memahami Asbab Wurud al-hadis ini, dapat dengan mudah memahami apa yang dimaksud atau dikandung suatu hadis. Namun demikian, tidak semua hadis mempunyai asbab wurud, seperti halnya tidak semua ayat al- Quran mempunyai asbabun nuzul-nya.

Tentang keberadaan kitab-kitab Asbab al-Wurud al-Hadits al-Suyuthiy dengan mengutip pendapat al-Zahabiy dan ibn Hajar, mengatakan ada beberapa kitab tentang Asbab Wurud al-Hadis tersebut antara lain adalah:

1. Karya al-Hafs al-Akhbariy, wafat 399H. karya ini sampai saat sekarang belum diketahui kecuali hanya namanya saja.

2. Karya Abu Hamid Abdull Jalil al-Jubbariy. Karya al-Jubbariy itu sampai sekarang belum diketahui kecuali hanya namanya saja.

3. Karya al-Suyutiy, al-Luma fiy Asbab Wurud al-Hadits (اللمع في أسباب الورود الحديث)

4. Karya Abu Hamzah al-Dimasyqiy, al-Bayan wa al-Ta'rif fi Asbab Wurud al Hadits. (البيان والتعريف في أسباب الورود الحديث)[19]
[19] Ibid

Dua buku Asbab wurud al-hadis yang disebutkan terakhir ini, yakni Asbab Wurud al-Hadits karya al Suyutiy dan al-Dimasyqiy, merupakan buku primer penulis dalam penelitian ini dan merupakan pengetahuan penulis hanya dua buku ini lah yang ada.

7. Ilmu Gharib al-Hadits

Ilmu Gharib al-Hadits Menurut Ibnu Shalah, yang dimaksud ilmu Gharib al-Hadits ialah :

علم يعرف بها معنى ما وقع في متون الأحاديث

"Ilmu untuk mengetahui dan menerangkan makna yang terdapat pada lafaz-lafaz hadis yang jauh dan sulit dipahami, karena lafaz tersebut jarang digunakan."

Ilmu ini muncul atas usaha para ulama setelah wafat karena banyaknya bangsa-bangsa yang bukan Arab memeluk islam serta banyak nya yang kurang memahami istilah atau lafaz-lafaz tertentu yang gharib atau yang sukar dipahaminya. Para ulama berusaha menjelaskan apa yang dikandung oleh kata-kata yang gharib itu dengan mensyarahkannya. Bahkan ada yang berusaha mensyarahkannya secara khusus hadis yang terdapat kata-kata gharib. Di antara ulama yang pertama kali menyusun hadis-hadis yang garib adalah: Abu Ubaidah Ma`mar bin Matsna al-Tamimi al-Bisri (wafat 210 H) dan Abu al-Hasan bin Ismail al-Mahdini al-Nahawi (wafat 204 H). salah satu kitab "al-Nihayah fi Garib al-Hadits". Karya Ibnu al Atsir.[20]
[20] ibid

8. Ilmu al-Tashif wa al-Tahrif

Ilmu al-Tashif wa al-Tahrif adalah ilmu Pengetahuan yang berusaha menerangkan hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakalnya (mushhaf) dan bentuknya (Muharraf). Al-Hafiz Ibn Hajar membagi ilmu ini menjadi dua bagian, yaitu ilmu al-Tashif dan ilmu al Tahrif. Sedangkan ilmu Sholah dan para pengikutnya menggabungkan kedua ilmu ini menjadi satu ilmu. Menurutnya, Ilmu ini merupakan satu disiplin ilmu yang menilai tinggi, yang dapat membangkitkan semangat para penghafal hadits (huffaz). Hal ini disebabkan karena dalam hapalan terkadang para ulama terjadi kesalahan bacaan dan pendengaran yang diterima dari orang lain.[21]
[21] Al Hafizh Ibn Katsir, al Basis al Hadis, syarh ikhtisor ulum al Hadis, Daar ats Tsaqofah al Islamiyah, Beirut. Hlm. 203-204

Sebagai contoh, dalam suatu riwayat disebutkan juga, bahwa salah seorang yang meriwayatkan hadis dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari Bani Sulaimah, adalah Utbah ibn al-Bazr, padahal yang sebenarnya adalah 'Utbah ibn al Nazr. Dalam hadis ini terjadi perubahan sebutan al-Nazr menjadi al-Bazr.

9. Ilmu Mukhtalif al-Hadis

Ilmu Mukhtalif al-Hadis ialah:

العلم يبحث في الأحاديث التي ظهرها متعارض فيزيل تعارضها أو يوفق بينها كما يبحث في الأحاديث التي يشكل فهمها أو تصورها فيدفع إشكالها ويوضح حقيقتها

"ilmu yang membahas hadits-hadits, yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan, agar pertentangan itu dapat dihilangkan atau dikompromikan keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit dipahami isi atau kandunganya, dengan menghilangkan kemusyikilannya atau kesulitan serta menjelaskan hakikatnya."[22]
[22] Ajjaj al Khatib, op.cit. hlm 283

Ilmu ini muncul atas usaha para ulama setelah Rasul wafat karena mengingat banyaknya bangsa bangsa yang bukan Arab memeluk Islam serta banyaknya orang yang kurang memahami istilah atau lafadz-lafadz tertentu yang gharib atau yang sukar dipahaminya.

Para ulama berusaha menjelaskan apa yang dikandung oleh kata-kata yang gharib (ganjil) itu dengan mensyarahkannya secara khusus hadits-hadits yang terdapat kata-kata gharib. Diantara ulama yang menyusun hadits-hadits yang gharib ialah Abu Ubaidah Ma`mar bin Matsna al-Tamimi al-Bisri (wafat 210 H) dan Abu al-Hasan bin Ismail al-Mahdini al-Nahawi (wafat 204 H.) salah satu kitab yang terbaik yang ada sekarang ini, adalah kitab "al-Nihayah fi garib al-Hadis" Karya al- Atsir.[23]
[23] Ibid

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ulumul Hadis adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Objek kajiannya adalah Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Ilmu Hadis Dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau di tolaknya.

Cabang-cabang Ulumul Hadits diantaranya adalah:
1. Ilmu Rijal al-Hadis. > Ilmu Dirayah.
2. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil. > Ilmu Dirayah.
3. Ilmu Tarikh al Ruwah. > Ilmu Dirayah.
4. Ilmu `Ilalil Hadits. > Ilmu Dirayah.
5. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis. > Ilmu Riwayah.
6. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits. > Ilmu Riwayah.
7. Ilmu Gharibul-Hadits. > Ilmu Riwayah.
8. Ilmu at Tashif wa al Tahrif. > Ilmu Riwayah.
9. Ilmu Mukhtalif al-Hadis. > Ilmu Riwayah.

DAFTAR PUSTAKA

KH Mughofar, J. dkk. (2014) "Pengertian Sejarah Perkembangan dan Cabang-cabang Ulumul Hadits", hal. 7-9.

Abu Abdillah al Hakim an Naisaburi, Ma’rifat Ulum al Hadis, Maktabah al Mutanabi, Kairo. Hlm 112-113

Ajjaj al Khatib, op.cit. hlm 283

Al Hafizh Ibn Katsir, al Basis al Hadis, syarh ikhtisor ulum al Hadis, Daar ats Tsaqofah al Islamiyah, Beirut. Hlm. 203-204

Al Tahanawi, loc.cit.

As Saleh Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Hadis terj. Tim Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007.hlm 109

As Suyuthi Jalal ad Din hlm.380

At Tahanawi, Kasyf Istilah al Funun,jilid III, Hai’at al Ammah lil Kutub, hlm 127

Ibnu Manzhur, Lisan al Arab, jilid I, Bulaq, hlm 440-442.

Ibnu Manzhur,op.cit, jilid IV, hlm.471

Jalal al Din as Suyuthi, Lubab an Nuqul fiy Asbab al Nuzul, Dar al Fikr, Beirut. Hlm.5

Jawad Mughofar KH dkk, "Pengertian Sejarah Perkembangan dan Cabang-cabang Ulumul Hadits". 2014, hal. 7-9.

Mahmud ad Tahnan, Taisir Mustholah al Hadis, Dar al Quran al Karim, Beurut, i979, hlm.224.

Munzier Saparta , Ilmu Hadis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 23-15.

Nur al-Din’Atar, Manhaj al-Naqd fi Ulum al Hadis, Dar Ilm al Malayin. Hlm.92

Subhi as Shaleh op. cit., hlm 112

Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar