Rabu, 06 Maret 2024

Pendekatan Inovatif dalam Pembelajaran

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Syarifaeni Fahdiah, M.Hum
Disusun Oleh Kelompok 1 Angkatan 5 :
1. Aisyah (PAI)
2. Nurhidayati Putri (PAI)
3. Lutfi Andaristin (PAI)
4. Yuni Heri Suciasih (PAI)

KATA PENGANTAR

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله، وكفى بالله شهيداً.وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليماً مزيداً.أما بعد

Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, meminta pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya. Diantara kewajiban yang harus seseorang terhadap perintah dan larangan dari Allah adalah berilmu dengan hal tersebut.

Maka kami kelompok tiga akan berusaha menjadi bagian dari penyusunan sebuah pembahasan tentang Pendekatan Inovatif dalam Pembelajaran semoga penyusunan makalah ini dicatat sebagai amal shalih disisi Allah dan semua yang terlibat memperoleh ganjaran berlipat ganda

Akan tetapi jika dalam penyusunan ini terdapat kesalahan, kami selaku penyusun meminta saran dan kritiknya untuk memperbaiki apa yang kurang dari pembahasan pada makalah ini.

Shalawat berserta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi-Nya, Muhammad shallallahu ’alaihi wassalam, juga kepada keluarganya dan para sahabat beliau serta kepada orang-orang yang setia mengikuti jalannya hingga hari kiamat. Aamiin

Bekasi, 05 Maret 2024

Penyusun Makalah
Kelompok 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
1.2 Rumusan Masalah.
1.3 Manfaat penelitian.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK.
2.2 FLIPPED CLASSROM..
2.3 COOPERATIVE LEARNING..
BAB III PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Sistem kehidupan bermasyarakat saat ini sedang mengalami transformasi yang signifikan, hal ini tidak lepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Transformasi ini tidak dapat disangkal akan berdampak pada cara individu berpikir dan berperilaku. Orang akan memikirkan cara untuk menyederhanakan proses kehidupan. Proses berpikir ini akan melahirkan ide-ide baru yang menandakan bahwa manusia senantiasa melakukan inovasi. Dalam dunia yang terus berkembang, dapat dipastikan manusia akan terus berupaya untuk menggali seluruh potensi dan kemampuannya. Inovasi akan terus bertahan seiring dengan kemajuan masyarakat, sehingga membawa perubahan pada seluruh aspek kehidupan. Pesatnya kemajuan teknologi dan informasi telah membawa transformasi global yang signifikan di berbagai bidang, yang pada akhirnya membuka jalan bagi dunia tanpa batas. Salah satu bidang yang paling terkena dampak perubahan ini adalah pendidikan, karena teknologi dan informasi merasuki setiap aspek kehidupan kita. Sebagai tanggapannya, terdapat banyak inovasi dan reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menjembatani kesenjangan antara masa kini dan masa depan. Penting bagi kita untuk terus mendorong inovasi dalam pendidikan untuk memastikannya tetap selaras dengan kebutuhan dan pembangunan manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud pembelajaran berbasis proyek ?
2. Apa yang dimaksud flipped classroom ?
3. Apa yang dimaksud cooperative learning ?

1.3 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui apa yang dimaksud pembelajaran berbasis proyek
2. Mengetahui apa yang dimaksud flipped classroom
3. Mengetahui apa yang dimaksud cooperative learning

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Berbasis Proyek

Pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai inti pembelajaran (permendikbud, 2014:20). Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran inovatif yang melibatkan kerja proyek dimana peserta didik bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan mengkulminasikannya dalam produk nyata (Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, 2009:30).

Berikut ini beberapa pengertian model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) dari beberapa sumber buku:

1. Menurut NYC Departement of Education (2009:8), model pembelajaran Project Based Learning merupakan strategi pembelajaran dimana siswa harus membangun pengetahuan konten mereka sendiri dan mendemonstrasikan pemahaman baru melalui berbagai bentuk representasi.

2. Menurut Buck Institute for Education, model pembelajaran Project Based Learning adalah suatu metode pengajaran sistematis yang melibatkan para siswa dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan melalui proses yang terstruktur, pengalaman nyata dan teliti yang dirancang untuk menghasilkan produk (Sutirman, 2013).

3. Menurut Daryanto (2009:407), Project Based Learning merupakan cara belajar yang memberikan kebebasan berpikir pada siswa yang berkaitan dengan isi atau bahan pengajaran dan tujuan yang direncanakan.

4. Menurut Boss dan Kraus, Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP) adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang bersifat open-ended dan mengaplikasi pengetahuan mereka dalam mengerjakan sebuah proyek untuk menghasilkan sebuah produk otentik tertentu (Abidin, 2007:167).

Karakteristik Model Pembelajaran PjBL

Model pembelajaran Project Based Learnin dikembangkan berdasarkan tingkat perkembangan berfikir siswa dengan berpusat pada aktivitas belajar siswa sehingga memungkinkan mereka untuk beraktivitas sesuai dengan keterampilan, kenyamanan, dan minat belajarnya. Model ini memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan sendiri proyek yang akan dikerjakannya baik dalam hal merumuskan pertanyaan yang akan dijawab, memilih topik yang akan diteliti, maupun menentukan kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator, menyediakan bahan dan pengalaman bekerja, mendorong siswa berdiskusi dan memecahkan masalah, dan memastikan siswa tetap bersemangat selama mereka melaksanakan proyek.

Model pembelajaran Project Based Learning mempunyai beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut (Winastaman Gora dan Sunarto, 2010:119):
1. Mengembangkan pertanyaan atau masalah, yang berarti pembelajaran harus mengembangkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa.
2. Memiliki hubungan dengan dunia nyata, berarti bahwa pembelajaran yang outentik dan siswa dihadapkan dengan masalah yang ada pada dunia nyata.
3. Menekankan pada tanggung jawab siswa, merupakan proses siswa untuk mengakses informasi untuk menemukan solusi yang sedang dihadapi.
4. Penilaian, penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan hasil proyek yang dikerjakan siswa.

Sedangkan menurut Stripling, model Project Based Learning memiliki tujuh karakteristik sebagai berikut (Sani, 2014:173-174):

1. Mengarahkan siswa untuk menginvestigasi ide dan pertanyaan penting.
2. Merupakan proses inkuiri.
3. Terkait dengan kebutuhan dan minat siswa.
4. Berpusat pada siswa dengan membuat produk dan melakukan presentasi secara mandiri.
5. Menggunakan ketrampilan berpikir kreatif, kritis, dan mencari informasi untuk melakukan investigasi, menarik kesimpulan, dan menghasilkan produk.
6. Terkait dengan permasalahan dan isu dunia nyata yang autentik.

Prinsip-prinsip Model Pembelajaran PjBL

Menurut Thomas, pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa prinsip dalam penerapan-nya, yaitu (Wena, 2011):

1. Sentralistis. Model pembelajaran ini merupakan pusat dari strategi pembelajaran, karena siswa mempelajari konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Pekerjaan proyek merupakan pusat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di kelas.

2. Pertanyaan Penuntun. Pekerjaan proyek yang dilakukan oleh siswa bersumber pada pertanyaan atau persoalan yang menuntun siswa untuk menemukan konsep mengenai bidang tertentu. Dalam hal ini aktivitas bekerja menjadi motivasi eksternal yang dapat membangkitkan motivasi internal pada diri siswa untuk membangun kemandirian dalam menyelesaikan tugas.

3. Investigasi Konstruktif. Pembelajaran berbasis proyek terjadi proses investigasi yang dilakukan oleh siswa untuk merumuskan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengerjakan proyek. Oleh karena itu guru harus dapat merancang strategi pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan proses pencarian dan atau pendalaman konsep pengetahuan dalam rangka menyelesaikan masalah atau proyek yang dihadapi.

4. Otonomi. Pembelajaran berbasis proyek, siswa diberi kebebasan atau otonomi untuk menentukan target sendiri dan bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan. Guru berperan sebagai motivator dan fasilitator untuk mendukung keberhasilan siswa dalam belajar.

5. Realistis. Proyek yang dikerjakan oleh siswa merupakan pekerjaan nyata yang sesuai dengan kenyataan di lapangan kerja atau di masyarakat. Proyek yang dikerjakan bukan dalam bentuk simulasi atau imitasi, melainkan pekerjaan atau permasalahan yang benar-benar nyata.

Langkah-langkah Model Pembelajaran PjBL

Model pembelajaran Project Based Learning awalnya dikembangkan oleh The George Lucas Education Foundation dan Dopplet, dengan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan beberapa fase sebagai berikut (Kemdikbud, 2014:34):

1. Penentuan pertanyaan mendasar (start with essential question)

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Pertanyaan disusun dengan mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pertanyaan yang disusun hendaknya tidak mudah untuk dijawab dan dapat mengarahkan siswa untuk membuat proyek. Pertanyaan seperti itu pada umumnya bersifat terbuka (divergen), provokatif, menantang, membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking), dan terkait dengan kehidupan siswa. Guru berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para siswa.

2. Menyusun perencanaan proyek (design project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan kegiatan yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan penting, dengan cara mengintegrasikan berbagai materi yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3. Menyusun jadwal (create schedule)

Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal kegiatan dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: membuat jadwal untuk menyelesaikan proyek, (2) menentukan waktu akhir penyelesaian proyek, (3) membawa siswa agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang cara pemilihan waktu. Jadwal yang telah disepakati harus disetujui bersama agar guru dapat melakukan monitoring kemajuan belajar dan pengerjaan proyek di luar kelas.

4. Memantau siswa dan kemajuan proyek (monitoring the students and progress of project)

Guru bertanggung jawab untuk memantau kegiatan siswa selama menyelesaikan proyek. Pemantauan dilakukan dengan cara memfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses pemantauan, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan kegiatan yang penting.

5. Penilaian hasil (assess the outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar kompetensi, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

6. Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)

Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran PBL

Menurut Boss dan Kraus, model pembelajaran ini memiliki kelebihan atau keunggulan sebagai berikut (Abidin, 2007:170):

1. Model ini bersifat terpadu dengan kurikulum sehingga tidak memerlukan tambahan apapun dalam pelaksanaannya.

2. Siswa terlibat dalam kegiatan dunia nyata dan mempraktikan strategi otentik secara disiplin.

3. Siswa bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah yang penting baginya.

4. Teknologi terintegrasi sebagai alat untuk penemuan, kolaborasi, dan komunikasi dalam mencapai tujuan pembelajaran penting dalam caracara baru.

5. Meningkatkan kerja sama guru dalam merancang dan mengimplementasikan proyek-proyek yang melintasi batas-batas geografis atau bahkan melompat zona waktu.

Selain keunggulan, model pembelajaran ini juga dinilai memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut (Abidin, 2013:171):

1. Memerlukan banyak waktu dan biaya.
2. Memerlukan banyak media dan sumber belajar.
3. Memerlukan guru dan siswa yang sama-sama siap belajar dan berkembang.
3. Ada kekhawatiran siswa hanya akan menguasai satu topik tertentu yang dikerjakannya. [1]
[1] Riadi, Muchlisin. (2017). Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning/PjBL). Diakses pada 4/3/2024, dari https://www.kajianpustaka.com/2017/08/model-pembelajaran-berbasis-proyek.html

2.2 FLIPPED CLASSROOM

1. Pengertian Flipped Classroom

Flipped classroom atau kelas terbalik adalah strategi pembelajaran dan jenis pembelajaran campuran yang difokuskan pada keterlibatan siswa dan pembelajaran aktif, memberikan kesempatan yang lebih baik kepada instruktur untuk menangani siswa dengan kemampuan yang beragam, kesulitan siswa, dan preferensi belajar yang dibedakan selama waktu di dalam kelas.

Model pembelajaran ini memindahkan kegiatan pembelajaran dari luar kelas ke dalam kelas, termasuk pekerjaan rumah (PR). di kelas terbalik, siswa menonton pembelajaran daring, berkolaborasi dalam diskusi daring, atau melakukan penelitian di rumah sambil terlibat dalam konsep-konsep di kelas dengan bimbingan seorang mentor.

Dalam model tradisional pengajaran di kelas, guru menjadi fokus utama serta berperan sebagai penyebar informasi utama selama pembelajaran di dalam kelas. Guru menjawab pertanyaan sementara siswa tunduk terhadap guru untuk menerima bimbingan dan umpan balik. Pengajaran difokuskan pada penjelasan materi melalui ceramah. Keterlibatan siswa terbatas pada kegiatan di mana siswa bekerja secara mandiri atau dalam kelompok kecil pada tugas yang diberikan guru. Diskusi kelas berpusat pada guru yang mengontrol arah percakapan, memberi siswa tugas membaca dari buku teks atau mempraktikkan konsep dengan mengerjakan tugas, misalnya di luar sekolah.

Kelas terbalik mengalihkan instruksi ke model yang berpusat pada pembelajar dimana waktu di kelas digunakan untuk mengeksplorasi topik secara lebih mendalam dan menciptakan kesempatan belajar yang bermakna sementara siswa pada awalnya diperkenalkan dengan topik baru di luar kelas.

Di kelas terbalik pengiriman konten dapat mengambil berbagai bentuk seperti video, tayangan slide digital (misal : power point), diskusi kolaboratif daring, penelitian digital, bacaan teks dll. Durasi ideal untuk video pembelajaran adalah delapan hingga dua belas menit.[2]
[2] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelas-terbalik

Jadi dapat disimpulkan bahwa flipped classroom adalah bentuk pembelajaran blended (melalui interaksi tatap muka dan virtual/online) yang menggabungkan pembelajaran sinkron dengan pembelajaran mandiri yang asinkron.[3]
[3] https://sevima.com/apa-itu-flipped-classroom/

2. Sejarah Flipped Classroom

Metode flipped classroom pertama kali diperkenalkan/dipraktikkan oleh Jonathan Bergmann dan Aaron Sams pada tahun 2007[4] di tingkat sekolah menengah. Mereka merekam kegiatan belajar dan mengajar mereka dan mempostingnya secara daring untuk mengakomodasi siswa yang ketinggalan kelas. Mereka mencatat dan menyatakan bahwa tidak ada satu cara yang ‘benar’ untuk membalik kelas karena pendekatan dan gaya mengajar yang beragam, seperti kebutuhan sekolah. Mereka kemudian mengembangkan model “Flipped-Mastery” dan menulis secara luas tentang hal itu di buku mereka Flip Your Classroom.
[4] Jurnal Pendidikan Edutama, vol.6 no.1 Januari 2019 dan https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelas-terbalik

Pada tahun 2011, para pendidik di Michigan’s Clintondale High School membalik setiap kelas. Kepala sekolah Greg Green memimpin upaya untuk membantu para guru mengembangkan rencana untuk kelas terbalik, dan bekerja dengan guru IPS, Andy Scheel, untuk menjalankan dua kelas dengan materi dan tugas yang identik, satu terbalik dan satu konvensional. Kelas terbalik memiliki banyak siswa yang telah gagal di kelas beberapa kali. Setelah 20 minggu, siswa di ruang kelas terbalik mengungguli siswa di kelas tradisional. Sebaliknya, di kelas tradisional tidak menunjukkan perubahan. Berikutnya ketika guru menggunakan model kelas terbalik di kelas 9, tingkat kegagalan dalam studi bahasa inggris, matematika, sains, dan sosial turun secara signifikan, dengan tingkat kegagalan sekolah yang menurun dari 30 menjadi 10 persen pada tahun 2011. hasil pada tes standar naik pada 2012, tetapi kemudian menurun.

MEF University, sebuah universitas swasta nirlaba yang berlokasi di Istanbul, Turki, mengklaim sebagai universitas pertama di dunia yang mengadopsi model pendidikan “membalik kelas” di seluruh universitas.

Pada 27 Juni 2016, Jonathan Bergmann meluncurkan Flipped Learning Global Initiative, yang dipimpin oleh Errol St. Clair Smith. Pada 26 Januari 2018 Flipped Leaning Global Initiative memperkenalkan fakultas internasionalnya, yang dirancang untuk memberikan standar pelatihan yang konsisten dan dukungan berkelanjutan untuk sekolah dan sistem sekolah di seluruh dunia.[5]
[5] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelas-terbalik

3. Tahap-tahap Kegiatan Belajar Flipped Classroom [6]
[6] http://pusdatinkemendikbud.go.id/flipped-classroom-sebagai-solusi-pembelajaran-tatap-muka-bergilir-pasca-pandemi/#:~:text=Di%20antaranya%20ada%20yang%20mengembangkan,Evaluasi%20dan%20tindak%20%lanjut

Ada beberapa tahapan yang perlu diperharikan oleh seorang guru sebelum memulai kegiatan belajar flipped classroom, yaitu:

a) Kegiatan di rumah sebelum masuk kelas :

Hal-hal yang perlu dilakukan agar pembelajaran terarah dan siswa tidak bingung adalah:

· Guru memberikan tugas terkait apa yang harus dilakukan siswa di rumah.

· Tugas hendaklah yang sederhana atau tidak rumit, sehingga mudah dilakukan oleh siswa (misal : menonton video pembelajaran, mendengarkan audio, membaca teks, atau multimedia interaktif dll).

· Sebagai bukti telah melaksanakan tugas, siswa diminta untuk menulis rangkuman atau poin-poin penting dari apa yang telah dipelajarinya pada selembar kertas atau membuat gambar skema dll tergantung pada materi yang dipelajari.

b) Kegiatan belajar di kelas :

Dalam pertemuan tatap muka di kelas, guru dapat menggunakan beberapa metode, antara lain seperti presentasi, diskusi kelompok, galeri, praktikum dll. Contoh:

· Guru memilih diskusi kelompok, guru mempersilahkan siswa untuk menceritakan tentang apa yang telah mereka pelajari di rumah secara bergantian.

· Berikan keleluasaan siswa untuk bercerita.

· Berikan kesempatan siswa lain untuk menanggapi, sehingga terjadi diskusi.

· Jika siswa mendapati kesulitan, guru dapat membantu memberikan penjelasan.

· Jika guru memilih metode galeri, siswa dipersilahkan memasang display atau galeri hasil belajarnya di rumah (baik berupa gambar, teks, atau hasil karya).

· Hasil karya siswa tersebut dapat dipajang di meja masing-masing atau di tempel di dinding.

· Galeri dapat dikunjungi oleh siswa lainnya secara bergantian.

· Pengunjung diberikan kesempatan untuk memberikan komentar atau memberikan tanda bintang atau gambar jempol.

Inti dari kegiatan belajar tatap muka adalah pembelajaran dibuat bervariasi, membuat siswa aktif dan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Dalam hal ini guru harus bisa menahan diri untuk tidak memanfaatkan waktu tatap muka untuk mengajar dengan memberikan ceramah sepanjang waktu.

c) Kegiatan tindak lanjut

· Pada tahap ini guru dapat memberikan apresiasi, saran, motivasi dll bagi siswa agar tetap semangat belajar.

· Guru juga dapat mengaitkan pembelajaran yang telah dipelajari hari ini dengan kehidupan nyata siswa baik saat ini maupun masa yang akan datang. Sehingga siswa memahami makna dan tunjuan penting dari pembelajaran hari ini.

· Guru bisa juga memberikan tugas baru untuk putaran flipped classroom berikutnya.

4. Kelebihan dan Kekurangan Flipped Classroom[7]
[7] Jurnal ibriez/JurnalKependidikan Dasar Islam Berbasis Sains Vol.7 no. 1 2022

a) Kelebihan Flipped Classroom

Berikut kelebihan flipped classroom bagi siswa dan guru, antara lain :

· Meningkatkan interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa.

· Memungkinkan untuk melakukan diferensiasi.

· Menyediakan macam-macam gaya belajar.

· Menciptakan suasana kondusif, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa.

· Membantu guru dalam presensi siswa.

· Meningkatkan periode interaktif di dalam kelas.

· Guru dapat memiliki banyak waktu untuk memenuhi tuntutan belajar.

· Guru memiliki kedekatan emosional dengan siswa.

· Mendukung kerja tim dalam kelas.

· Siswa dapat mengakses video materi kapanpun dan dimanapun.

· Memberikan siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan mereka sendiri.

· Memberikan siswa lebih banyak waktu untuk membuat penelitian inventif.

· Dapat memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, berinteraksi secara intensif, dan terbentuk kemandirian belajar sehingga kelas terbalik memiliki pendekatan pembelajaran aktif, kolaboratif, problem solving, dan berbasis proyek.

Selain itu, orang tua juga dapat mengikuti kursus siswa dan dapat membantu anak mereka.

b) Kekurangan flipped classroom

Disamping memiliki kelebihan-kelebihan di atas, dalam literatur banyak disebutkan kekurangan-kekurangan flipped classroom ini, diantaranya:

· Siswa mungkin keras kepala di awal sehingga datang ke kelas tanpa persiapan.

· Guru kesulitan untuk mengetahui bahwa siswa akan melakukan tanggung jawabnya di luar kelas dengan baik.

· Kurangnya motivasi siswa untuk mempelajari materi secara mandiri.

· Materi (konten) yang sudah dibagikan justru tidak dipelajari oleh siswa, karena menganggap akan mempelajari langsung di kelas melalui ceramah atau mendengarkan penjelasan langsung dari guru.

· Siswa kesulitan dan kekurangan dalam memiliki peralatan selular (seperti handphone, tablet, atau komputer) dan memiliki masalah koneksi internet.

· Siswa banyak menggunakan waktunya di depan gawai.

· Apabila guru tidak mempersiapkan video ajar dengan baik hanya menyiapkan kegiatan di dalam kelas, maka metode ini dianggap menambah tugas guru bukan malah meringankan beban guru.

· Guru membutuhkan waktu untuk menyiapkan video bahan ajar yang berkualitas baik dan menarik sehigga siswa tidak merasa bosan/malas.

2.3 COOPERATIVE LEARNING

1. Pengertian Cooperative Learning

Dalam proses belajar mengajar dikenal metode cooperative learning atau pembelajaran yang bersifat gotong-royong. Cooperative Learning terdiri dari dua kata yaitu Cooperative dan Learning.

Menurut Wehmeier (2000: 276) Cooperative berarti “bertindak bersama-sama dengan tujuan yang sama”. Usman (2002: 14) mendefinisikan cooperative sebagai belajar kelompok atau bekerjasama. Menurut Burton yang dikutip oleh Nasution, kooperatif atau kerjasama ialah cara individu mengadakan relasi dan bekerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama (Nasution, 2000:148).

Sedangkan learning adalah suatu proses melalui pengalaman yang dapat menyebabkan adanya perubahan permanent dalam pengetahuan dan perilaku. Syaiful Sagala mendefinisikan bahwa learning adalah sebuah proses pembentukan perilaku melalui latihan dan pengalaman untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar (Sagala, 2000: 12-13).

Cooperative Learning menurut David dan Roger Johnson adalah suatu strategi pembelajaran yang dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dimana setiap peserta didik memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, dengan menggunakan berbagai macam aktifitas belajar untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi. Asep Gojwan mendefinisikan cooperative learning sebagai suatu model pembelajaran yang menekankan aktivitas kolaboratif peserta didik dalam proses belajar yang berbentuk kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam aktivitas belajar guna meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik dalam memahami materi pembelajaran dan memecahkan suatu masalah secara kolektif.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning adalah suatu strategi atau model pembelajaran yang efektif dengan cara membentuk sebuah kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif untuk saling bekerja sama, berinteraksi, bertukar pengetahuan, pikiran dan pendapat dalam proses belajar agar tercapai tujuan dan hasil belajar yang diinginkan.

Cooperative learning menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah peserta didik sebagai anggota kelompok kecil dengan tingkat kemampuannya yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik harus saling bekerja sama dan saling membantu antar anggota kelompoknya untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok tersebut belum menguasai bahan pelajaran.[8]
[8] Syahraini Tambak, “Metode Cooperative Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Al-hikmah Vol. 14 No. 1, UIR Pekanbaru, 2017, hlm 2-5

2. Unsur-unsur Pembelajaran Cooperative

Di bawah ini merupakan unsur-unsur pembelajaran cooperative, diantaranya:

1. Saling Ketergantungan Positif

Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi yang akan memungkinkan bagi sesama siswa untuk saling memberikan motivasi dalam meraih hasil belajar yang optimal. Dalam hal ini, setiap siswa bergantung pada anggota lainnya, oleh karena itu siswa satu dengan yang lainnya akan saling membutuhkan, karena apabila siswa tersebut tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas kelompoknya tidak dapat diselesaikan.

2. Tanggung Jawab Perseorangan

Apabila tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative learning, maka setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Karena masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas yang dilakukan bersama dengan kelompoknya dapat terselesaikan dengan baik.

3. Interaksi Tatap Muka

Dalam pembelajaran ini setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dengan anggota kelompoknya dan berdiskusi bersama. Kegiatan interaksi ini memberi peserta didik dalam membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Dengan saling menghargai perbedaan pendapat, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan yang ada dalam kelompok tersebut.

4. Komunikasi Antar Anggota Kelompok

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk bisa saling mendengarkan dan bagaimana kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka, serta keterampilan dalam berkomunikasi antar anggota kelompok. Proses ini sangat bermanfaat untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi ke Proses Kelompok

Seorang pengajar perlu memberikan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya mereka bisa bekerja sama dengan lebih efektif (Amri dan Ahmadi, 2010: 90-92).[9]
[9] Ahmad Syarifuddin, “Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Dalam Pembelajaran”, TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, IAIN Raden Fatah Palembang, 2011, hlm 213-215

3. Model Pembelajaran Cooperative

Berikut ini beberapa model pembelajaran cooperative, diantaranya:

1. Student Teams Achievement Division (STAD)

Menurut Slavin dijelaskan bahwa “pembelajaran kooperatif dengan model STAD”, yaitu siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4 atau 5 orang siswa yang merupakan campuran dari siswa yang berkemampuan akademik yang berbeda-beda, sehingga dalam setiap kelompok ada siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah atau dengan variasi jenis kelamin, kelompok, ras atau kelompok sosial lainnya.[10]
[10] Andi Sulistio, Dr, Nik Haryanti, “Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning Model)”, EUREKA MEDIA AKSARA, Cetakan 1, Purbalingga, 2022, hlm 16

2. Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok belajar heterogen dengan 5-6 orang anggota yang menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli.[11]
[11] Ibid, hlm 22

3. Group Investigation (GI)

Metode pembelajaran Group Investigation merupakan salah satu bentuk metode yang menekankan pada partisipasi dan aktifitas peserta didik untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya melalui buku pelajaran atau internet. Metode ini dapat melatih peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri dan keterampilan berkomunikasi. Peserta didik sudah dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Hal tersebut akan memberikan kesempatan peserta didik untuk lebih mempertajam pengetahuan dan pemahamannya terhadap materi.[12]
[12] Ibid, hlm 32

4. Team Game Tournament (TGT)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan secara individu, yang mana peserta didik berkompetisi sebagai wakil dari tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara mereka. Metode ini melibatkan aktivitas seluruh peserta didik tanpa harus ada perbedaan status, dan melibatkan peran peserta didik sebagai tutor teman sebaya dan mengandung unsur permainan dan penguatan. Metode ini juga memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.[13]
[13] Ibid, hlm 38

5. Think Pair Share (TPS)

Model pembelajaran tipe TPS ini merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Metode ini memberikan waktu kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan atau permasalahan yang akan diberikan oleh guru. Siswa saling membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing siswa. Setelah itu dijabarkan atau dijelaskan di ruang kelas.[14]
[14] Ibid, hlm 48

6. Numbered Heads Together (NHT)

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat dengan adanya struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan bertujuan untuk mempelajari materi yang telah ditentukan. Dengan metode ini akan mempermudah siswa dalam pembelajaran dan juga dalam pembagian tugas metode ini dapat meningkatkan rasa tanggung jawab pribadi siswa terhadap keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya.[15]
[15] Ibid, hlm 53

7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Model pembelajaran make a match merupakan suatu model pembelajaran yang mengajak peserta didik mencari jawaban atas suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu permainan kartu pasangan. Model pembelajaran ini mengajarkan siswa untuk dapat aktif dalam mencari, menemukan atau mencocokkan jawaban dan mengajarkan siswa berlatih disiplin terhadap waktu yang telah ditentukan. Tujuannya siswa dapat memperoleh pendalaman dan penggalian suatu materi pembelajaran.[16]
[16] Ibid, hlm 56

8. Model Pembelajaran Kooperatif Rotating Trio Exchange

Model pembelajaran ini merupakan sebuah cara mendalam bagi siswa untuk berdiskusi mengenai berbagai masalah dengan beberapa teman kelasnya. Dalam model pembelajaran ini siswa dapat saling bekerja sama dan saling mendukung, dan juga dapat mengembangkan kemampuan sosial siswa. Dalam pembelajaran ini pula siswa dilibatkan secara langsung ke dalam mata pelajaran guna membangun perhatian dan minat mereka, memunculkan keinginan mereka dan merangsang berfikir.[17]
[17] Ibid, hlm 62

4. Tujuan Cooperative Learning

a. Membantu peserta didik dalam mencapai hasil belajar yang optimal dan mengembangkan keterampilan sosial peserta didik.

b. Mengajarkan peserta didik akan keterampilan bekerja dan berkolaborasi dengan peserta didik lainnya.

c. Memberdayakan peserta didik kelompok atas sebagai tutor sebaya bagi kelompok bawah.

5. Karakteristik Model Cooperative Learning

a. Pembentukan kelompok dapat diambil dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

b. Jika memungkinkan, sebaiknya dalam setiap anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda.

c. Peserta didik belajar dalam kelompok secara kooperatif saling membantu dan bekerja sama untuk menuntaskan materi belajar tersebut.

d. Penghargaan dan penilaiannya lebih berorientasi untuk kelompok bukan individual.[18]
[18] Hayati Sri, “Belajar & Pembelajaran Berbasis Cooperative Learning”, GRAHA CENDEKIA, Magelang, 2017, hlm 14-15

6. Langkah-langkah Cooperative Learning

Fase Ke-1
Indikator : Menyampaikan tujuan dan motivasi peserta didik.
Aktivitas Pendidik : Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran (standar kompetensi) yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik untuk belajar.

Fase Ke-2
Indikator : Menyajikan informasi.
Aktivitas Pendidik : Pendidik menyajikan informasi kepada peserta didik melalui bahan bacaan.

Fase Ke-3
Indikator : Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok belajar.
Aktivitas Pendidik : Pendidik menjelaskan kepada peserta didik bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien

Fase Ke-4
Indikator : Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Aktivitas Pendidik : Pendidik membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas dalam hal menggunakan keterampilan kooperatif.

Fase Ke-5
Indikator : Evaluasi.
Aktivitas Pendidik : Pendidik mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok menyajikan karyanya.

Fase Ke-6
Indikator : Memberikan penghargaan.
Aktivitas Pendidik : Pendidik memberikan cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

7. Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning

a. Kelebihan Cooperative Learning:

1. Peserta didik dapat bebas dalam berinteraksi dengan peserta didik lainnya.

2. Dapat menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama teman sebaya.

3. Dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik.

4. Pembelajaran ini melatih peserta didik dalam beradaptasi dengan lingkungannya.

5. Dapat mempererat tali pertemanan dan persaudaraan.

6. Meningkatkan hasil akademik pembelajaran karena setiap peserta didik selalu dilibatkan dalam upaya pemecahan suatu masalah.

7. Dapat mengembangkan kemampuan dalam mengutarakan pendapat dan gagasan serta kemampuan berfikir peserta didik.

8. Saling menghargai perbedaan, berbagi pengalaman dan pengetahuan antar peserta didik.

9. Meningkatkan rasa tanggung jawab antara peserta didik dengan anggota kelompoknya

b. Kekurangan Cooperative Learning

1. Jika ada anggota dalam kelompok yang tidak solid, maka peserta didik yang tidak bertanggung jawab pada tugasnya hanya akan bergantung pada kelompoknya.

2. Peserta didik yang memiliki tingkat kemampuan yang lebih tinggi berpotensi dapat mengabaikan rekan kelompoknya yang dianggap tingkat kemampuannya lebih rendah darinya.

3. Hasil penilaian dari pembelajaran ini diberikan berdasarkan hasil kerja kelompok.

4. Jika pembelajaran ini tidak diarahkan dengan cukup baik, peserta didik dapat mengalami kesulitan dalam memahami materi secara komprehensif.[19]
[19] Sereliciouz, “Model Pembelajaran Kooperatif-Pengertian, Metode, Contoh”, Quipper Blog, November 2021 https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/model-pembelajaran-kooperatif/amp/

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pendidikan yang sesuai, dimungkinkan untuk menumbuhkan semangat siswa terhadap pelajaran, meningkatkan motivasi menyelesaikan tugas, memudahkan pemahaman materi, dan pada akhirnya mengarah pada peningkatan hasil akademik. Penting untuk dicatat bahwa setiap model pembelajaran memerlukan sistem manajemen dan lingkungan pembelajarannya sendiri-sendiri.

Pembelajaran inovatif adalah pendekatan pendidikan khas yang berbeda dari metode pengajaran konvensional. Penting bagi guru untuk merangkul inovasi pembelajaran karena inovasi tersebut membawa semangat dan signifikansi pada pengalaman pendidikan. Dengan bersikap terbuka terhadap eksplorasi, penemuan, dan pencarian terobosan, pendekatan, metode, dan strategi baru, guru memainkan peran penting dalam mendorong pengembangan praktik pembelajaran inovatif.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah, Nanang. dan Cucu, Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.

NYC Department of Education. 2009. Project-Based Learning: Inspiring Middle School Students to Engage in Deep and Active Learning. New York.

Sutirman. 2013. Media dan Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif & Inovatif. Jakarta: Publisher.

Abidin, Zainal. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: Raja Grafindo.

Winastwan, Gora dan Sunarto. 2010. Pakematik Strategy Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Jakarta: Flex Media Komputindo.

Abdulah Sani, Ridwan. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.

Wena, Meda. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasanudin, Cahyo dkk. Analisis Gaya Belajar Mahasiswa pada Pembelajaran Flipped Classroom. Jurnal Pendidikan Edutama, vol.6 no.1 Januari 2019

Sonia, Nur Rahmi. Model Flipped Classroom: Alternatif Pembelajaran Di Era New Normal bagi Siswa Dasar. Jurnal ibriez/JurnalKependidikan Dasar Islam Berbasis Sains Vol.7 no. 1 Tahun 2022

Syahraini Tambak, “Metode Cooperative Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Al-hikmah Vol. 14 No. 1, UIR Pekanbaru, 2017, hlm 2-5

Ahmad Syarifuddin, “Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Dalam Pembelajaran”, TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, IAIN Raden Fatah Palembang, 2011, hlm 213-215

Andi Sulistio, Dr, Nik Haryanti, “Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning Model)”, EUREKA MEDIA AKSARA, Cetakan 1, Purbalingga, 2022, hlm 16-62

Hayati Sri, “Belajar & Pembelajaran Berbasis Cooperative Learning”, GRAHA CENDEKIA, Magelang, 2017, hlm 14-16

Sereliciouz, “Model Pembelajaran Kooperatif-Pengertian, Metode, Contoh”, Quipper Blog, November 2021 https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/model-pembelajaran-kooperatif/amp/

http://pusdatinkemendikbud.go.id/flipped-classroom-sebagai-solusi-pembelajaran-tatap-muka-bergilir-pasca-pandemi/#:~:text=Di%20antaranya%20ada%20yang%20mengembangkan,Evaluasi%20dan%20tindak%20%lanjut diakses 2 maret 2024 pukul 22.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar