Jumat, 03 Mei 2024

Takhrij Hadits

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ilmu Hadits
Dosen Pengampu : Dr.Muh. Ichsanuddin, M. Phil
Oleh Kelompok 8 Angkatan 5 :
1. Azka Hasanah (SBA)
2. Harnum Suri (PAI)
3. Nurul Hasanah (PAI)
4. Nurul Haslinda (PAI)
5. Yossy Darma (PAUD)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu wa ta’ala. Dengan pertolongan dan kemudahan dari-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat dan salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah mengikutinya hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ilmu Hadits yang berjudul “Takhrij Hadits”. Dengan kerja sama yang baik dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih banyak.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak sekali kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh sebab itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi membantu perbaikan dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang luas serta dalam menambah pengetahuan bagi para pembaca dalam upaya merencanakan sistem Pendidikan yang lebih baik kedepannya.

Bangka Belitung, 06 April 2024

Penyusun Makalah
Kelompok 8

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
1.2 Rumusan Masalah.
1.3 Manfaat Penelitian.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Pengertian Takhrij Hadits.
2.2 Pentingnya Kegiatan Takhrij Hadits.
2.3 Metode Melakukan Takhrij Hadits.
BAB III PENUTUP.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Takhrij Hadits merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadits. Pada masa awal penelitian hadis telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudian hasilnya telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist. Mengetahui masalah takhrij, kaidah, dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar’i, agar mampu melacak suatu hadis sampai pada sumbernya.

Takhrij hadits merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan dapat membuktikan dengan suatu hadis atau tidak dapat meriwayatkannya kecuali setelah para ulama meriwayatkan hadis tersebut dalam kitabnya lengkap dengan sanadnya. Karena itu, masalah takhrij ini sangat dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar’i dan yang sehubungan dengannya.

Takhrij hadits bertujuan untuk mengetahui sumber asal hadits yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usulnya maupun kualitasnya.

Setelah terjadi pemalsuan hadits terutama oleh beberapa sekte islam akibat konflik politik antara pendukung Ali dan pendukung Mu’awiyah (41 H), para ilmuwan bangkit mengadakan penelitian hadis. Secara garis besar, ada beberapa faktor yang melatar belakangi perlunya takhrij hadis sebagaimana yang diungkapkan Prof. Dr. M. Syuhudi Ismail berikut ini:

1. Hadits sebagai sumber ajaran islam.
2. Tidak seluruh hadis ditulis pada masa Nabi.
3. Timbul berbagai pemalsuan hadis.
4. Proses penghimpunan hadis memakan waktu yang lama.
5. Banyaknya kitab hadis dan teknik penyusunannya beragam.
6. Banyak hadis yang bertebaran di berbagai buku yang tidak jelas kualitasnya.[1]
[1]. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 7-18.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Takhrij Hadits?
2. Bagaimana pentingnya kegiatan Takhrij Hadits?
3. Apa saja metode melakukan Takhrij Hadits?

1.3 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui pengertian takhrij hadits.
2. Mengetahui pentingnya kegiatan takhrij hadits.
3. Mengetahui metode melakukan takhrij hadits.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Takhrij Hadits

Menurut Mahmud al Thahhan: Takhrij adalah (usaha) menunjukkan letak awal hadits pada sumber sumbernya yang asli yang didalamnya telah dicantumkan sanad hadits tersebut (secara lengkap), serta menjelaskan kualitas hadits tersebut jika kolekter memandang perlu.

Menurut Nawir Yuslem : Hakekat takhrij adalah penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab hadits sebagai sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadits.

Menurut M. Syuhudi Ismail : Takhrij hadits adalah penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang didalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadits yang bersangkutan.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa takhrij hadits adalah usaha menemukan matan dan sanad hadits secara lengkap dari sumber-sumbernya yang asli yang dari situ akan bisa diketahui kualitas suatu hadits baik secara langsung karena sudah disebutkan oleh kolektornya maupun penelitian selanjutnya.[2]
[2]. https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://ejournal.uinsuska.ac.id/index.php/Anida/article/download/313/296%23:~:text%3DDari%2520defenisi%252Ddefenisi%2520diatas%2520dapat,kolektornya%2520maupun%2520melalui%2520penelitian%2520selanjutnya.&ved=2ahUKEwicytG1yu6EAxVoyzgGHZKEBVAQFnoECA4QBg&usg=AOvVaw2IKS2u5rfUDMrXF1Ye2uIz.

2.2 Pentingnya Kegiatan Takhrij Hadits

Tujuan dan manfaat takhrij hadits sendiri secara garis besar adalah menunjukkan sumber-sumber hadits dan menerangkan diterima atau ditolaknya hadits tersebut. Namun masih banyak tujuan lain dari takhrij hadits yang bisa diperinci sebagai berikut:

1. Mengetahui asal usul Riwayat suatu hadits;
2. Mengetahui jumlah sanad hadits;
3. Mengetahui jumlah perawi yang terlibat;
4. Mengetahui ada tidaknya syahid atau muttabi’ pada sanad hadits;
5. Mengetahui sanad suatu hadits;
6. Mengetahui kualitas atau pangkat dari suatu hadits.

Sedangkan manfaat dari takhrij hadits secara garis besar adalah terkumpulnya berbagai macam sanad suatu hadits dan mengumpulkan berbagai macam redaksi matan hadits. Namun apabila diperinci, manfaat takhrij hadits adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui sumber hadits dan ulama yang meriwayatkannya.

2. Memperjelas keadaan sanad suatu hadits. Dengan membandingkan berbagai macam periwayatan, maka dapat diketahui kualitas dari hadits tersebut baik dari sisi munqothi’ atau maudhu’ nya, maupun shohih atau dho’if nya.

3. Memperjelas hukum suatu hadits dengan banyaknya periwayatan yang diperoleh. Terkadang dalam suatu riwayat kualitas haditsnya dalam taraf dho’if, namun dengan takhrij kemungkinan bisa didapati riwayat yang lain ternyata lebih shohih, sehingga sebab hadits shohih tersebut kualitas hadits awalnya dho’if dapat terangkat ke derajat yang lebih tinggi.

4. Memperjelas identitas perawi yang disamarkan identitasnya, melalui perbandingan dari beberapa periwayatan hadits.

5. Menghilangkan pencampuran periwayatan hadits.

6. Membedakan hadits yang diriwayatkan secara lafdzi dan ma’nawi.

Itulah manfaat serta tujuan dari takhrij hadits yang pada umumnya bisa memberikan manfaat serta maslahat yang besar bagi kalangan umum dan khususnya bagi para peneliti hadits-hadits nabawiyyah.[3]
[3]. Fitah Jamaludin, Ilmu Musthalah Hadits, Jember 2021. Hlm 100

2.3 Metode Melakukan Takhrij Hadits

Dalam melakukan takhrij terdapat lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu:

1). Takhrij Menurut Lafaz Pertama Matan Hadits.

Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis yang akan ditakhrij­nya, setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti contoh jika kita mau men-takhrij hadits yang berbunyi:

Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:

Lafaz pertama dari hadits di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim. Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nun. Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa. Dan demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan hadist tersebut. Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:

1. Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).

2. Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-Suyuthi.

3. Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.

4. Al-Jami’ al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).

5. Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-Thahawi (w.1365).

6. Mu’jam jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad ibn al-Atsir al-Jazari.

2). Takhrij Melalui Kata-kata dalam Matan hadits

Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik berupa isim atau fiil. Hadits-hadits yang dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian dari hadits, dan para ulama yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadits yang dikarang mereka, dicantumkan di bawah potongan hadits-hadits tersebut.

Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadits berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya. Umpamanya, pencarian hadits berikut:

Dalam pencarian hadits di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata Thahurin, Shadaqotan, dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata ghululin karena kata tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadits di atas. Hal ini di sebabkan agar mudah di dalam mencari sumber hadits tersebut dari mana asalnya.

3). Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama

Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadits, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, atau dari kalangan Tabi’in, apabila hadis tersebut Mursal.

Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode ini adalah mengenal para perawi pertama dari setiap hadits yang hendak di takhrij, dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadits dimaksud di antara hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.

Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf dan kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa kata atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya dapat dipahami hadis dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain, karangan Imam Abu Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan Syams al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.

Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang sahabat dan di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beserta pendapat dan tafsirannya.

Suatu kitab musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat, ada diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan ada yang memuat sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti musnad sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadits-hadits dari satu orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.

Hadits-hadits yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu aturan apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di dalam musnad terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.

4). Takhrij Berdasarkan Tema Hadits

Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema tersebut pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu hadits memiliki lebih dari satu tema.

Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.

أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله.

Hadits diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat. Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadits di atas harus dicari di dalam kitab-kitab hadits di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis, sehingga apabila tema dari suatu hadits tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk melakukan takhrij dengan menggunakan metode ini.

Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:

1. Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.

2. Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.

3. Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.

4. Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.

Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.

5).Takhrij Berdasarkan Status Hadis

Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadits dalam menyusun hadits-hadits, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti Hadits-hadits Qudsi, Hadits masyhur, Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrij al-Hadits.

Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah:

1. Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.

2. Al-Ittihafat al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan al-Madani.

3. Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.

Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti hadits dalam rangka mengenal hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadits.[4]
[4].https://an-nur.ac.id/takhrij-hadits-pengertian-metode-metode-kitab-manfaat-takhrij-dam-sejarahnya/#Metode-metode_yang_Digunakan_Di_dalam_takhrij_Hadis.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Takhrij Hadits sebagai bagian dari ilmu hadits merupakan produk ulama terdahulu adalah juga bagian dari khazanah intelektual dan keilmuan yang patut dilestarikan dan dikembangkan. Mereka (para ulama terdahulu) telah melakukan “ijtihad intelektual” dalam tradisi ilmu hadits sehingga takhrij hadits sebagai bagian kecil dari ilmu tersebut ada dihadapan kita. Takhrij hadits merupakan penelusuran atau pencarian hadits dari berbagai sumbernya yang asli dengan mengemukakan matn serta sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas haditsnya.

Karena dengan takhrij hadits telah banyak memberikan manfaat dan faedah sebagaimana dijelaskan pada bagian awal makalah ini, dengan metode takhrij, hadits peninggalan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang begitu luas dan banyak dapat ditelusuri, dilacak dan diteliti dengan mudah oleh siapa saja yang ingin mendapat hikmah dari butiran-butiran mutiara hadits.

Metode-metode takhrij hadits dengan kekurangan dan kelebihannya pada masing-masing metode telah saling melengkapi antara metode yang satu dengan yang lainnya dalam proses pelacakan dan penelusuran hadits.

DAFTAR PUSTAKA

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 7-18.

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://ejournal.uinsuska.ac.id/index.php/Anida/article/download/313/296%23:~:text%3DDari%2520defenisi%252Ddefenisi%2520diatas%2520dapat,kolektornya%2520maupun%2520melalui%2520penelitian%2520selanjutnya.&ved=2ahUKEwicytG1yu6EAxVoyzgGHZKEBVAQFnoECA4QBg&usg=AOvVaw2IKS2u5rfUDMrXF1Ye2uIz.

Fitah Jamaludin, Ilmu Musthalah Hadits, Jember 2021. Hlm 100

https://an-nur.ac.id/takhrij-hadits-pengertian-metode-metode-kitab-manfaat-takhrij-dam-sejarahnya/#Metode-metode_yang_Digunakan_Di_dalam_takhrij_Hadis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar