Jumat, 10 Mei 2024

Desain Pembelajaran Inovatif

Makalah Ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Syarifaeni Fahdiyah, M.Hum.
Disusun Oleh Kelompok 10 Angkatan 5 :
1. Rama Hidayat (PAI).
2. Farhan Maulana Al - Atsari (PAI).
3. Willy Rahman (SBA).
4. Uu Ubaidillah (MPI).

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah Ta'ala, yang telah memberikan segala karunia dan nikmat pada hamba-Nya hingga senantiasa kita bersyukur kepada-Nya, Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, kepada keluarganya dan sahabatnya hingga kita selaku umatnya. Alhamdullilah kita dapat menyelesaikan makalah yang diberikan oleh dosen pembimbing Inovasi Pendidikan, yang berjudul “Model Pembelajaran Inovatif dan Revolusioner”. Sumber-sumber dalam pembuatan makalah ini kami dapatkan dari beberapa buku yang membahas tentang materi tersebut dan melalui beberapa jurnal yang kami dapatkan dari internet. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Inovasi Pendidikan.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, karenanya kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan ke depannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami, umumnya bagi pembaca. Sekali lagi kami ucapkan terima kasih.

Bogor, 08 Mei 2024

Penyusun makalah
Kelompok 9

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang Masalah.
1.2 Rumusan Masalah.
1.3 Tujuan Penulisan.
1.4 Manfaat Penulisan.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Pembelajaran Kontekstual.
2.2 Revolusi dan Inovasi Model Pembelajaran Tradisional Menuju Kontekstual.
2.3 Bermain peran.
2.4 Belajar Tuntas.
2.5 Pembelajaran Partisipatif.
2.6 Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning).
2.7 Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
2.8 Model Pembelajaran Berbasis Proyek.
BAB III PENUTUP.
3.1 Simpulan.
3.2 Saran.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang oleh guru agar siswa melakukan kegiatan belajar, untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan. Dalam merancang kegiatan pembelajaran ini, seorang guru semestinya memahami karakteristik siswa, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, atau kompetensi yang harus dikuasai siswa, materi ajar yang akan disajikan, dan cara yang digunakan serta mengemas penyajian materi serta penggunaan bentuk dan jenis penilaian yang akan dipilih untuj melakukan pengukuran terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi yang telah dimiliki.

Berkaitan dengan cara atau metode apa yang akan dipilih dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru harus terlebih dahulu memahmi berbagai pendekatan, strategi, dan model pembelajaran. Pemahaman tentang hal ini akan memberikan tuntutan kepada guru untuk dapat memilah, memilih, dan menetapkan dengan tepat metode pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran.

Model pembelajaran yang dipandang inovatif dan revolusioner dalam pembahasan ini antara lain model pembelajaran kontekstual, bermain peran, pembelajaran partisipatif, belajar tuntas, dan pembelajaran konstruktivisme. Kemudian dilengkapi dengan model pembelajaran saintifik yang diusung, direkomendasikan, dan diunggulkan dalam implementasi kurikulum 2013 yaitu model penemuan (Discovery), pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), dan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pembelajaran kontekstual ?
2. Bagaimana revolusi dan inovasi model pembelajaran tradisional menuju kontekstual ?
3. Apa itu pembelajaran dengan bermain peran ?
4. Apa itu belajar tuntas ?
5. Apa itu pembelajaran partisipatif ?
6. Apa itu pembelajaran penemuan (Discovery Learning) ?
7. Apa itu model pembelajaran berbasis masalah ?
8. Apa itu model pembelajaran berbasis proyek ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pembelajaran kontekstual.
2. Untuk mengetahui revolusi dan inovasi model pembelajaran tradisional menuju kontekstual.
3. Untuk mengetahuipembelajaran dengan bermain peran.
4. Untuk mengetahuibelajar tuntas.
5. Untuk mengetahui pembelajaran partisipatif.
6. Untuk mengetahui pembelajaran penemuan (Discovery Learning).
7. Untuk mengetahui model pembelajaran berbasis masalah.
8. Untuk mengetahui model pembelajaran berbasis proyek.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Dapat memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai model pembelajaran inovatif dan revolusioner.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Konteksual

Contextual Teacing and Learning (CTL) merupakan model pembelajaran inovatif dan revolusioner yang menekankan pada ketertarikan antara materi pembelajaran dengan kehidupan nyata peserta didik, sehingga mereka mampu menghubungkan dan menerapkan secara langsung kompetensi hasilbelajar dalam kehidupannya. Penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari hari memberikan peluang kepada peserta didik untuk merasakan pentingnya belajar, serta memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajari (Mulyasa, dkk, 2017, hlm:106).

Menurut Sanjaya (2006 hlm. 255) ContextualTeachingandLearning (CTL) adalah suatu strategipembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan model pembelajaran inovatif dan revolusioner serta dapat membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan kondisi nyata peserta didik dan mendorong mereka membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan nyata; baik sebagai anggota keluarga maupun masyarakat pada umumnya. Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yang berisi scenario tahap demi tahap apa yang akan dilakukan bersama peserta didik sehubungan dengan topic yang dipelajari. (Mulyasa, dkk, 2017, hlm:106).

Dalam pembelajaran kontekstual,peserta didik belajar dari pengalaman sendiri, bukan dari pemberian orang lain, sikap, keterampilan, dan pengetahuannya diperluas secara bertahap, dan mereka perlu tahu untuk apa belajar serta bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupannya.

Pelaksanaan pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh berbagai factor yang sangat erat kaitannya; yang datang dari dalam diri peserta didik (internal), maupun lingkungan (eksternal). Sedikitnya terdapat lima prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran harus diawali dengan memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.

2. Pembelajaran harus disajikan dari hal-hal umum menuju hal-hal khusus.

3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, melalui sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan, serta merevisi dan mengembangan konsep.

4. Pembelajaran harus ditekankan pada upaya mempraktikan secara langsung apa yang dipelajari.

5. Pada akhir pembelajaran, perlu dilakukan refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.

Revolusi dan inovasi pembelajaran kontekstual juga harus memperhatikan berbagai aspek yang sangat erat kaitannya. Sedikitnya terdapat tujuh komponen yang harus diperhatikan dalam revolusi dan inovasi pembelajaran; yaitu contructivism, inquiry, questioning, learning community, modelling, reflection, and authentic assessement (Mulyasa, dkk. 2017, hlm:108-109).

1. Contructivism (kontruktivisme) adalah suatu proses membangun pemahaman peserta didik dari pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal. Dalam hal ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan menerima pengetahuan.

2. Inquiry (menemukan) adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Dalam hal ini peserta didik belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis sebagai bagian dari higher order thinking skill (HOTS).

3. Questioning (menanya) adalah kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir peserta didik. Dalam hal ini peserta didik dimotivasi untuk mengajukan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran berbasis inquiry.

4. Learning Community (masyarakat belajar) adalah sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar bekerja sama dengan peserta didik. Dalam hal ini peserta didik belajar bekerja sama dengan orang lain yang lebih baik darIpada belajar sendiri; mereka juga dapat bertukar pengalaman dan berbagi ide.

5. Modelling (pemodelan) adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan belajar. Dalam hal ini peserta didik mengerjakan apa yang diinginkan guru.

6. Reflection (refleksi) adalah cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari dan mencatat apa yang telah dipelajari. Dalam hal ini peserta didik dapat membuat jurnal, karya seni, dan diskusi kelompok.

7. Authentic Assessment (penilaian autentik) adalah suatu proses mengukur pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Dalam hal ini peserta didik dapat melakukan penilaian produk (kinerja), dan menunjukkan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.

2.2 Revolusi dan Inovasi Model Pembelajaran Tradisional Menuju Kontestual

1.
Dari Tradisional : Buku teks
Menuju Kontestual : Konteks nyata.  

2.
Dari Tradisional : Drill / Latihan. 
Menuju Kontestual : Pembelajaran bermakna.  

3.
Dari Tradisional : Informasi ditentukan oleh guru. 
Menuju Kontestual : Informasi dipilih berdasarkan kebutuhan peserta didik.  

4.
Dari Tradisional : Peserta didik pasif menerima informasi. 
Menuju Kontestual : Peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

5.
Dari Tradisional : Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis. 
Menuju Kontestual : Pembelajaran nyata, realistis, dan actual.

6.
Dari Tradisional : Memberikan berbagai informasi kepada peserta didik. 
Menuju Kontestual : Menghubungkan informasi dengan pengetahuan peserta didik.

7.
Dari Tradisional : Berfokus pada satu disiplin ilmu. 
Menuju Kontestual : Mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu.

8.
Dari Tradisional : Belajar berbasis tugas, latihan, dan mendengarkan ceramah. 
Menuju Kontestual : Belajar berbasis penemuan, melalui diskusi, dan pemecahan masalah.

9.
Dari Tradisional : Perilaku dibangun melalui kebiasaan. 
Menuju Kontestual : Perilaku dibangun atas kesadaran diri.

10.
Dari Tradisional : Keterampilan dikembangkan berdasarkan latihan. 
Menuju Kontestual : Keterampilan dikembangkan berdasarkan pemahaman.

11.
Dari Tradisional : Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai. 
Menuju Kontestual : Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri.

12.
Dari Tradisional : Peserta didik tidak melakukan hal yang buruk karena takut dihukum. 
Menuju Kontestual : Peserta didik tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal itu keliru dan merugikan.

13.
Dari Tradisional : Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik. 
Menuju Kontestual : Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsic.

14.
Dari Tradisional : Pembelajaran terbatas di dalam kelas. 
Menuju Kontestual : Pembelajaran berlangsung di berbagai tempat, konteks, dan setting.

15.
Dari Tradisional : Penilaian intelektual berbasis tes. 
Menuju Kontestual : Penilaian autentik berbasis portopolio.

2.3 Bermain Peran

Mulyasa, dkk(2017, hlm:114)Melalui bermain peran, para peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antar manusia dengan cara mempragakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah. Melalui model ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan maslaah-masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok sosial yang beranggotakan teman-teman sekelas.

1. Konsep Peran

Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap oranglain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain.

2. Tujuan Bermain Peran dalam Pembelajaran

Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaannya memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.

3. Pelaksanaan Pembelajaran

Shaftel dan Shaftel (dalam Mulyasa dkk. 2017. Hlm. 117) mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran: (1) menghangatkan suasana dan motivasi peserta didik, (2) memilih partisipan/peran, (3) menyusun tahap-tahap peran, (4) menyiapkan pengamat, (5) pemeranan, (6) diskusi dan evaluasi (7) pemeranan ulang, (8) diskusi dan evaluasi tahap dua, (9) membagi pengalaman dan membagi kesimpulan.

Model bermain peran sangat fleksibel, serbaguna dan dapat diterapkan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang mungkin tidak dapat atau sulit untuk di realisasikan dengan model lain. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan guru dalam memilih topik masalah yang akan dijadikan topik dalam bermain peran agar memadai bagi diri peserta didik. Faktor-faktor tersebut adalah usia peserta didik, latar belakang sosial budaya, kerumitan masalah, kepekaan topik yang diangkat sebagai masalah, dan pengalaman peserta didik dalam bermain peran.

2.4 Belajar Tuntas

Mulyasa, dkk (2017. Hlm. 122) Belajar tuntas berasumsi bahwa dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Tujuan pembelajaran harus diorganisasi secara spesifik untuk memudahkan pengecekkan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar mengajar melangkah pada tahap berikutnya.

2.5 Pembelajaran Partisipatif

Pada hakikatnya belajar adalah interaksi antara peserta didik dengan lingkungan. Oleh Karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu keterlibatan status partisipasi yang tinggi dari peserta didik dalam pembelajaran. Keterlibatan peserta didik merupakan hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pembelajaran.

Sudjana (dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007. Hlm. 469) mengemukakan syarat kelas yang efektif adalah adanya keterlibatan, tanggungjawab dan umpan balik dari peserta didik. Keterlibatan peserta didik merupakan syarat pertama dalam kegiatan belajar dikelas, untuk terjadinya keterlibatan itu, peserta didik harus memahami dan memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan belajar. Keterlibatan peserta didik itupun harus memiliki arti penting sebagai bagian dari dirinya dan perlu diarahkan secara baik oleh sumber belajar.

Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan dan menanggapi respons peserta didik secara positif, menggunakan penggalaman berstruktur, menggunakan beberapa instrument, dan menggunakan metode yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.Pembelajaran partisipatif dapat dikembangkan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.

2. Membantu peserta didik menyusun kelompok agar dapat saling belajar dan membelajarkan.

3. Membantu peserta didik untuk mengdiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.

4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.

5. Membantu peserta didik merancang pola pola pengalaman belajar.

6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.

7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

2.6 Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Menurut Mariyaningsih dan Hidayati (2018, hlm. 66) Pembelajaran discovery atau penemuan adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.

Discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang dihadapkan pada peserta didik merupakan hasil rekayasa guru.Pada discovery learning materi tidak disampaikan dalam bentuk final, tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (kontruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning ditunjukan untuk mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif, serta mengubah pembelajaran yang teacher centered ke student centered.

1. Karakteristik

Dalam discovery learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir sehinggapeserta didik perlu dirangsang untuk melakukan berbagai kegiatan: menanya, mecoba, menghimpun informasi, membandingkan, mengategorikan, menganalisis, mengintergrasikan, megorganisasi bahasserta membuat simpulan-simpulan dan mengkomunikasikanya, baik secara lisan maupun secara tertulis.

2. Prosedur Pembelajaran

Implementasi discovery learning dalam proses pembelajaran dapatdilakukan dengan prosedur oprasional sebagai berikut:

Fase 1: pemberian rangsangan (stimulation).
Fase 2: identifikasi masalah (problem identification).
Fase 3: pengumpulan data (data collection).
Fase 4: pemprosesan data (data processing).
Fase 5: pembuktian ( verification).
Fase 6: menarik kesimpulan ( generaliszation).

3. Peran Guru

Guru mendorong peserta didik agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menentukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri. Peran guru dalam penemuan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Membantu peserta didik untuk memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan.

b. Memeriksa bahwa semua peserta didik memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan.

c. Menjelaskan pada peserta didik tentang cara kerja yang mana.

d. Mengamati setiap peserta didik selama melakukan kegiatan.

e. Memberi waktu yang cukup kepada peserta didik untuk mengembalikan alat atau bahan yang digunakan.

f. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.

4. Keuntungan

Pembelajaran penemuan membangkitkan keingintahuan peserta didik, memotivasi peserta didik untuk terus bekerja sehingga menemukan jawaban. Peserta didik melalui pembelajaran penemuan mempunyai kesempatan untuk berlatih menyelesaikan soal, mempertajam berfikir kritis secara mandiri, karena mareka harus menganalisis dan memanipulasi informasi.

2.7 Pembelajaran Berbasis Masalah

Mulyasa, dkk (2017. Hlm. 132) Pembelajaran berbasis masalah (problem Based Learning/PBL) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual untuk merangsang peserta didik belajar. PBL merupakan model pembelajaran yang merancang secara inovatif dan revolusioner agar peserta didik mendapat pengetahuan penting yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

1. Karakteristik

Pada pemebelajaran ini fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pemebelajaran tersebut.

2. Prosedur Pembelajaran

Implementasi pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan prosedur oprasional sebagai berikut:

Fase 1 Orientasi peserta didik pada masalah.
Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik.
Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Fase 5 Menganalisis dan mngevaluasi proses pemecahan masalah.

3. Peran Guru

a. Bertanya tentang pemikiran.
b. Memonitor pembelajaran.
c. Menantang peserta didik untuk berpikir.
d. Menjaga agar peserta didik terlibat.
e. Mengatur dinamika kelompok.
f. Menjaga berlangsungnya proses.

4. Keuntungan

a. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna.

b. Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks relevan.

c. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

2.8 Pembelajaran Berbasis Proyek

Mulyasa, dkk (2017. Hlm. 140) Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning/PJBL) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Model ini dirancang sebagai wahana pembelajaran dalam memahami permasalahan yang kompleks dan melatih serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan investigasi dan melakukan kajian untuk menemukan pemecahan masalah. Dalam kegiatan ini, peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interprestasi, sintesis, dan menganalisis informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (sikap, keterampilan, dan pengetahuan).

1. Karakteristik

Pembelajaran berbasis proyek memerankan peserta didik dalam berbagai kegiatan , antara lain menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir, melakukan penelitian sedrhana, mempelajari ide dan konsep baru, mengatur waktu secara efektif, melakukan kegiatan belajar sendiri dan kelompok, menerapkan hasil belajar melalui tindakan serta melakukan interaksi sosial melalui wawancara, survey, dan observasi.

2. Prosedur Pembelajaran

Dalam berbagai pelatihan kurikulum 2013 dikemukakan bahwa prosedur pembelajaran berbasis proyek meliputi sebagai berikut.

a. Penentuan Pertanyaan Mendasar.
b. Menyusun Perencanaan Proyek.
c. Menyusun Jadwal.
d. Monitoring.
e. Menguji Hasil ( Assess The Outcome).
f. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience).
g. Refleksi/ Temuan Baru.

3. Peran Guru

Dalam pembelajaran berbasis proyek sebaiknya guru berperan sebagai fasilitator, pelatih, penasihat, dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi, dan inovasi dari peserta didik. pemebelajaran berbasis proyek juga menuntut guru untuk melakukan hal-hal seperti merencanakan dan mendesain pembelajaran, mengembangkan strategi pembelajaran dengan tepat, membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan peserta didik, mencari keunikan dari peserta didik, menilai peserta didik dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian dan membuat portofolio pekerjaan peserta didik.

4. Keuntungan

1. Mendorong dan membiasakan peserta didik untuk menemukan sendiri (inquiry), melakukan penelitian/pengkajian, menerapkan keterampilan dalam merencanakan (planning/skill), berpikir kritis (critical thinking), dan penyelesaian masalah (problem solving skill) dalam menuntaskan suatu kegiatan/proyek.

2. Mendorong peserta didik untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu ke dalam berbagai konteks( a variety of contexts) dalam menuntaskan kegiatan/proyek yang dikerjakan.

3. Memberikan peluang kepada peserta didik untuk belajar menerapkan interpersonal skill dan berkolaborasi dalam suatu tim sebagai orang bekerja sama dalam sebuah tim di lingkungan kerja atau kehidupan nyata.

4. Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka PjBL memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggali materi dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

ContextualTeachingandLearning (CTL) adalah suatu strategipembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Melalui bermain peran, para peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antar manusia dengan cara mempragakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah.

Belajar tuntas berasumsi bahwa dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis.

Keterlibatan peserta didik merupakan syarat pertama dalam kegiatan belajar dikelas, untuk terjadinya keterlibatan itu, peserta didik harus memahami dan memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan belajar.

Pembelajaran discovery atau penemuan adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.

PBL merupakan model pembelajaran yang merancang secara inovatif dan revolusioner agar peserta didik mendapat pengetahuan penting yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.

Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning/PJBL) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Model ini dirancang sebagai wahana pembelajaran dalam memahami permasalahan yang kompleks dan melatih serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan investigasi dan melakukan kajian untuk menemukan pemecahan masalah.

3.2 Saran

Saran bagi guru dan calon guru diharapkan dapat mengetahui model pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan perkembangan revolusi saat ini. Sehingga pendidikan di Indonesia dapat mengikuti perkembangan zaman kearah yang lebih baik lagi. Untuk meningkatkan hasil belajar guru harus dapat menggunakan sumber secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyasa, dkk. 2017. Revolusi dan Inovasi Pembelajaran.Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sanjaya, wina. 2014. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: PT Kencana

Darmadi. 2017. Pengembangan Model Metode Pembelajaran dalam Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta: CV Budi Utama

Mariyaningsih dan Hidayati. 2018. Teori dan Praktik Berbagai Model dan Metode Pembelajaran Menerapkan Inovasi Pembelajaran Di kelas-kelas Inspiratif. Surakarta: CV Oase Group

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT IMTIMA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar