Kamis, 29 Februari 2024

Hadits dan Unsur-Unsurnya, Serta Hubungannya dengan Al Quran.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hadits
Dosen Pengampu : Muh. Ihsanuddin, M.Phil.
Oleh Kelompok 1 Angkatan 5 :
1. Alberza (PAI)
2. M. Nawaf Bahanan (PAI)
3. Yopi Son Haji (SBA)
4. Muhammad Faiz Tholib (PAI)
5. Robbi Nursalim (PAI)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Terlebih dahulu kami panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah, yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang hadits dan unsur-unsurnya, serta hubungannya dengan al-qur’an .

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi ilmu hadis serta memperluas pengetahuan bagi mahasiswa tentang hadits dan unsur-unsurnya, serta hubungannya dengan al-qur’an Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan, kami berharap kritik dan saran yang membangun agar kami dapat memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas makalah.

Semoga makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca tentang hadits dan unsur-unsurnya, serta hubungannya dengan al-qur’an. Kami berharap, setelah membaca makalah ini, pembaca dapat lebih memahami hadits dan unsur-unsurnya, serta hubungannya dengan al-qur’an. Terima kasih telah membaca makalah kami dan mohon maaf jika terdapat kesalahan atau kekurangan dalam penulisan. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Bogor, 2 Maret 2024
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN.
A. Pengertian Hadist, Sunnah, Khabar dan Atsar.
B. Struktur Hadist, Sanad, Matan dan Mukhorrij.
C. Dasar-Dasar Kehujjahan Hadist.
D. Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur'an.
BAB III PENUTUP.
A. Kesimpulan.
B. Saran.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam sebagai agama yang memiliki dua sumber hukum utama, yaitu Al-Qur'an dan Hadits, memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Hadits, yang merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an, mencakup segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW, termasuk ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat diri, atau sifat pribadi; atau yang dinisbahkan kepada sahabat atau tabi'in. Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar menjadi pusat perhatian dalam studi Islam, memiliki peranan yang sangat penting dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam di kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian hadits, sunnah, khabar dan atsar?
2. Apa struktur hadits, sanad, matan dan mukhorrij?
3. Apa dasar-dasar kehujjahan hadist?
4. Apa fungsi hadits terhadap al-qur'an ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian hadits, sunnah, khabar dan atsar.
2. Untuk mengetahui struktur hadits, sanad, matan dan mukhorrij.
3. Untuk mengetahui dasar-dasar kehujjahan hadits.
4. Untuk mengetahui fungsi hadits terhadap al-qur'an.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIST, SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR

a). Pengertian Hadits

Secara etimologi, hadits adalah kata benda (isim) dari kata al-tahdith yang berarti pembicaraan. Kata hadits mempunyai beberapa arti; yaitu “jadid” (baru), sebagai lawan dari kata ”qadim” (terdahulu). Dalam hal ini yang dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang dimaksud jadid adalah hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam.[1] Namun dalam rumusan lain mengatakan bahwa Alquran disebut wahyu yang matluw karena dibacakan oleh Malaikat Jibril, sedangkan hadis adalah wahyu yang ghayr matluw sebab tidak dibacakan oleh malaikat Jibril. Jika keduanya sama-sama wahyu, maka dikotomi, yang satu qadim dan lainnya jadid tidak perlu ada.[2]
[1] Subhi As-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Jakarta, Pustaka Firdaus,1995),22
[2] Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2003),

1. “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama,

2. “Khabar”, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Hadits selalu menggunakan ungkapan anba’ana, akhbarana, dan haddathana (mengabarkan kepada kami, memberitahu kepada kami dan menceritakan kepada kami. Dari makna inilah diambil perkataan “hadis Rasulullah” yang jamaknya “ahadits.[3]
[3] Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuh, (Beirut, Dar al-‘Ilm li al- Malayin, 1969)

3. Allah-pun, memakai kata hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya:

Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang benar”.(QS.At-Tur (52) : 34).

Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, maka terjadi perbedaan antara pendapat antara ahli hadis dengan ahli ushul. Ulama ahli hadits ada yang memberikan pengertian hadits secara terbatas (sempit) dan ada yang memberikan pengertian secara luas. Pengertian hadits secara terbatas di antaranya sebagaimana yang diberikan oleh Mahmud al-Tahhan adalah: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan atau sifat”.

Ulama hadits yang lain memberikan pengertian hadits sebagai berikut : “Segala ucapan Nabi Shallahu alaihi wa sallam, segala perbuatan dan segala keadaannya.”

Sedangkan pengertian hadits secara luas sebagaimana yang diberikan oleh sebagian ulama berpendapat bahwa hadits itu tidak hanya meliputi sabda Nabi, perbuatan dan taqrir beliau (hadis marfu’), juga meliputi sabda, perbuatan dan taqrir para sahabat (hadits mawquf), serta dari tabi’in (hadits maqtu‘).[4]
[4] M. Hasby As Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang : Thoha Putra, 1994)

Sedang menurut ahli ushul, hadits adalah: “Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi SAW yang bersangkut paut dengan hukum”. Dari pengertian yang diberikan oleh ahli ushul fiqih di atas, berarti informasi tentang kehidupan Nabi ketika masih kecil, kebiasaan, kesukaan makan dan pakaian yang tidak ada relevansinya dengan hukum, maka tidak disebut sebagai hadits. Ada beberapa istilah lain yang merupakan sinonim dari kata hadits, yaitu sunnah, khabar dan athar.

b). Pengertian Sunnah

Secara etimologis, sunnah berarti perjalanan yang pernah ditempuh. Dalam istilah Arab, sunnah berarti “preseden” yang kemudian ditiru orang lain, apakah sezaman atau sesudahnya; tidak dipersoalkan apakah sunnah itu baik atau buruk.

Pengertian sunnah secara terminologi menjadi beragam di kalangan para pengkaji syari’at, sesuai dengan spesialisasi dan tujuan masing-masing. Ada ulama yang mengartikan sama dengan hadits, dan ada ulama yang membedakannya, bahkan ada yang memberi syarat-syarat tertentu, yang berbeda dengan istilah hadits. Sunnah menurut istilah muhadditsinn (ahli-ahli hadis) pengertiannya sama dengan pengertian hadits, ialah : “Segala yang dinukilkan dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi, dibangkitkan menjadi Rasul, maupun sesudahnya”[5]
[5] Abbas Mutawali Hamadah, As-Sunnah an-Nabawiyah wa Makanatuh fi atTasyri’, (Kairo : Dar al-Qauniyah, t.t), 233

Ulama hadits mendefinisikan sunnah sebagaimana di atas, karena mereka memandang diri Rasulullah, sebagai uswatun hasanah atau qudwah (contoh atau teladan) yang paling sempurna, bukan sebagai sumber hukum. Kapasitas beliau sebagai imam yang memberi petunjuk dan penuntun yang memberikan nasihat yang diberitakan oleh Rasulullah serta sebagai teladan dan figur bagi kita. Hal ini didasarkan pada firman Allah surat al-Ahzab ayat 21, sebagai berikut :

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (Q.S. Al-Ahzab (33) : 21)

Ulama Hadits membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW, baik yang ada hubungannya dengan ketetapan hukum syariat Islam maupun tidak. Olah karena itu, mereka menerima dan meriwayatkannya secara utuh segala berita yang diterima tentang diri Rasul SAW., tanpa membedakan apakah (yang diberitakan itu) isinya berkaitan dengan penetapan hukum syara’ atau tidak. Begitu juga mereka tidak melakukan pemilihan untuk keperluan tersebut, apabila ucapan atau perbuatannya itu dilakukan sebelum diutus menjadi Rasul SAW., atau sesudahnya. Sementara itu ulama Ushul Fiqh memberikan definisi Sunnah berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ulama hadits. Pengertian sunnah menurut ulama hadits adalah : “Segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam selain Alquran al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi penetapan hukum syara”.

Ulama ushul fiqih memberikan pengertian sunnah sebagaimana diuraikan di atas, dikarenakan ulama ushul fiqh membahas segala sesuatu dari Rasul SAW. dalam kapasitas beliau sebagai pembentuk syari‘at atau musarri‘, artinya pembuat undang undang di samping Allah, yang menjelaskan kepada manusia undang-undang kehidupan dan meletakkan kaedah-kaedah bagi para mujtahid sepeninggal beliau. Firman Allah dalam Alquran surat al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:

“.....Apa yang diberikan oleh Rasul, maka ambillah atau kerjakanlah. Dan apa yang dilarang oleh Rasul jauhilah”.

Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, makna inilah yang diberikan kepada perkataan Sunnah dalam sabda Nabi, sebagai berikut:

"Sungguh telah saya tinggalkan untukmu dua hal, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu berpegang kepadanya, yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (H.R. Al-Hakim).

Ulama fiqh, memandang sunnah ialah “perbuatan yang dilakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib. Atau dengan kata lain sunnah yang merupakan antonim dari wajib adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan, dan tidak dituntut apabila ditinggalkan". Mereka membahas segala sesuatu dari Nabi SAW yang menunjukkan ketentuan syara’ yang berkenaan dengan perbuatan manusia baik dari segi wajib, mubah, atau yang lain.

Menurut para ulama sunnah adalah lawan dari bid’ah. Bid’ah, menurut bahasa memiliki beberapa makna, yaitu; penemuan terbaru, sesuatu yang sangat indah, dan lelah. Sedang menurut pengertian agama, bid’ah adalah : “Apapun yang terjadi setelah Rasulullah wafat berupa kebaikan atau sebaliknya, dan tidak mempunyai dalil syara’ yang jelas”.

Menurut ‘Ajjaj al-Khatib, bila kata Sunnah diterapkan kedalam masalah-masalah hukum syara’, maka yang dimaksud dengan kata sunnah di sini, ialah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, dan dianjurkan oleh Rasulullah, baik berupa perkataan maupun perbuatannya. Dengan demikian, apabila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-Kitab dan al-Sunnah, maka yang dimaksudkannya adalah Al-quran dan Hadits.

c). Pengertian Khabar

Khabar menurut bahasa adalah warta berita yang disampaikan dari seseorang, jamaknya: “akhbar”. Secara istilah menurut ulama hadits merupakan sinonim dari hadits yakni. segala yang datang dari Nabi, sahabat dan tabi’in. Keduanya mencakup yang marfu’, mauquf, dan maqtu’.

Sebagaian ulama mengatakan hadits adalah apa yang datang dari Nabi Shallahu alaihi wa sallam. Sedang khabar adalah apa yang datang dari selain Nabi Shallau alaihi wa sallam. Oleh karena itu orang yang sibuk dengan sunnah disebut “muhaddith”, sedang yang sibuk dengan sejarah dan sejenisnya disebut “akhbariy”. Dikatakan bahwa antara hadits dan khabar terdapat makna umum dan khusus yang mutlak. Jadi setiap hadits adalah khabar tetapi tidak sebaliknya.

d). Pengertian Athar

Athar menurut bahasa adalah “bekas sesuatu atau sisa sesuatu” berarti nukilan. Jamaknya athar atau utsur. Sedang menurut istilah jumhur ulama artinya sama dengan khabar dan hadits. Para fuqaha memakai perkataan athar untuk perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain. Ada yang mengatakan athar lebih umum daripada khabar. Imam Nawawi menerangkan: bahwa fuqaha khurasan menamai perkataan sahabat (mauquf) dengan athar dan menamai hadits Nabi (marfu’) dengan kabar.

B. STRUKTUR HADITS, SANAD, MATAN DAN MUKHORRI

a). Hadits

Pada pembahasan ini kami akan menjelasakan gambaran dari hadiTs dari tiga sudut pandangan, hal ini kami paparkan secara ringkas karena akan ada pembahasan pada setiap bagian tersebut pada makalah berikutnya maka berikut adalah konsep struktur hadiTs dari 3 segi.
Pertama: Sampainya Jumlah Perawi

▪️ Hadits Mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga.

▪️ Hadits Ahad, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy".

Kedua : Sandaran

▪️ Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabi-Nya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari ilham, atau mimpi tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.

▪️ Hadits Marfu’.

▪️ Hadits Mauquf.

▪️ Hadits Maqtu’.

Ketiga : Diterima dan ditolak

Pada bagian ini maka hadits yang datang setelah diketahui dari jenis sandaran dan jumlah rawi maka ia dinilai dari segi diterima dan ditolak dengan beberapa ketentuan hal ini akan dijelaskan oleh kelompok berikutnya akan tetapi di sini kami jelaskan bahwa kabar yang datang pada hadits ada tiga macam, yaitu :

1). Ketika kita mengetahui hadits ini diterima maka wajib dibenarkan (diterima).

2). Ketika kita mengetahui hadisnya palsu atau dusta maka wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang mengatasnamakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.

3). Ketika kita ragu dan belum mengetahui maka wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).

b) Sanad

Sanad (سَنَدٌ) atau isnad (إِسْنَادٌ) secara bahasa artinya sandaran, maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadits dan menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum pencatat hadits) dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni Shahabat.

Dapat kita simpukan bahwa sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama. Maka dapat diartikan bahwa sanad adalah rangkaian perawi yang dapat menghubungkan kepada Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam.

KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN UJUNG SANADNYA

1). Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya dinisbatkan kepada Nabi SAW.
2). Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya dinisbatkan kepada Sahabat.
3). Hadits Maqthu’ adalah hadits yang sanadnya dinisbatkan kepada Tabi’in.

JENIS-JENIS SANAD HADITS

1. Sanad ‘Aliy 

Adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad lain maksudnya lebih dekat kepada Sahabat. Sanad ‘Aliy dibagi menjadi dua bagian yakni:

a). Sanad ‘Aliy yang bersifat mutlak adalah sanad yang jumlah rawinya hingga sampai kepada Nabi lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad yang lain.

b). Sanad ‘Aliy yang bersifat nisbi adalah sanad yang jumlah rawi di dalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli hadits, meskipun jumlah rawinya setelah mereka hingga sampai kepada Rasulullah lebih banyak.

2. Sanad Nazil

Adalah sanad yang jumlah rawinya lebih banyak jika dibandingkan dengan sanad yang lain atau jalur sanad pandang dari para sahabat.

UNSUR-UNSUR KESAHIHAN SANAD HADITS

1). Sanad bersambung.
2). Periwayat bersifat adil.
3). Periwayat bersifat dabit.
4). Terhindar dari syuzuz (ke-syaz-an) kejanggalan.
5). Terhindar dari ‘illat yaitu cacat samar.

c). Matan

Matan (مَتَنٌ) secara bahasa artinya kuat, kokoh, keras, maksudnya adalah isi, ucapan atau lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi dari sanad yang akhir, dalam ukapan lain matan adalah:

فالمتن هو القول الذي خرج من فم النبي صلى الله عليه وسلم.

“Matan itu adalah perkataan yang keluar dari mulut nabi Shallahu alaihi wa sallam”

Maka dapat disimpulkan matan yaitu kalimat setelah berakhirnya sanad yang menjadi inti dari sebuah hadits disebut matan.

d). Mukharrij Al Hadits

Mukharrijul-hadits adalah orang-orang yang menyebutkan perawi hadits. Mukharrij merupakan perawi terakhir (orang yang terakhir kali menginformasikan) dalam silsilah mata rantai sanad.[6] Istilah ini berbeda dengan Al-Muhaddits atau Al-Muhadditsin yaitu orang-orang yang memiliki keahlian tentang proses perjalanan hadits, serta banyak mengetahui nama-nama perawi, matan-matan dengan jalur-jalur periwayatannya, serta kelemahan hadits. 

Siapapun dapat disebut sebagai mukharrij ketika ia menginformasikan sebuah hadits baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menyertakan sanadnya secara lengkap sebagai bukti yang dapat dipertanggung jawabkan tentang kesejarahan transmisi hadits. Yang pasti, mukharrij merupakan perawi terakhir (orang yang terakhir kali menginformasikan) dalam silsilah mata rantai sanad. Dengan demikian dapat dipahami bahwa apa yang dimaksud dengan mukharrij atau mukhrij adalah perawi hadits (rawi), atau orang-orang yang telah berhasil menyusun kitab berupa kumpulan hadits. Diantaranya :
[6] Agus Salahuddin: Ulumul hadits :2009

1). Imam Al-Bukhari

Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abdullah Muhammad bin Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizyah al-ju’hi. Beliau adalah ulama hadist yang sangat masyhur yang lahir pada hari jumat tanggal 13 Syawwal 194 Hijriyah (21 Juli 810 M) di kota Bukhhara, Uzbekistan. Maka tak heran kalau beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari karena dia adalah putra daerah Bukhara. Ayahnya bernama Ismail juga seorang ahli dibidang hadits. Tampaknya spesialisasi ayahnya inilah yang mengilhami al-Bukhari untuk menekuni hadits.

Pada usia 16 tahun imam Bukhari telah berhasil menghafalkan beberapa kitab tokoh ulama pertama yang prominem, seperti Ibnu Mubarak dan Waki’. Beliau merantau ke berbagai kota di jazirah Arab untuk memperdalam ilmunya dari sejumlah guru yang berbeda. Kemudian namanya mulai masyhur dikalangan para ulama hadits ketika beliau berada di Baghdad. Menurut pengakuannya, kitab hadits yang ditulisnya membutuhkan jumlah guru tidak kurang dari 1.080 orang guru hadits.

Imam Bukhari meninggal dunia pada tanggal 1 Syawal 256 H (31 Agustus 870 M) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Salah satu kitab haditsnya yang terkenal adalah Shahih Bukhari, di mana kitab tersebut disusun olehnya selama 16 tahun. Hadits karya Imam Bukhari diakui memiliki derajat paling tinggi di antara yang lainnya. Beliau dijuluki sebagai Amirul Mukminin fil Hadits yang artinya 'pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis'.

Karya-karya Imam Bukhari:

1. Al-jami’ Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashr min Umar Rasulillah wa sunani wa Ayyamihi atau biasa disebut shahih Al-Bukhari. Kumpulan hadits-hadits shahih ini beliau persiapkan selama 16 tahun (Muhammad Ahmad: Ulumul Hadist: 2000).

2. Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun kitab ini merupakan kitab pertama dari Imam Bukhari.

3. At-Tarikh, kitab ini ditulis pada usia 22 tahun. Beliau pernah berkata: Saya menulis “At-Tarikh” di atas makam Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam diwaktu malam bulan purnama”.

4. Karya-karya yang lain: Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du’afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah, Birru alwalidain.

2). Imam Muslim

Imam Muslim memiliki nama lengkap Abu Al-Husain Muslim ibn Al-hajjaj Al-Qusyairi An-naysaburi. Lahir di Naisabur kota kecil di Iran bagian timur laut pada tahun 204H/ 820M dan wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H.[7]
[7] Wordpress.com/sejarah-singkat-imam-muslim//2012

Keramahannya kepada orang lain telah membuat dirinya sebagai pedagang yang sukses. Ia dikenal sebagai dermawan Naisabur. Seperti pada umumnya ulama lain, ia belajar semenjak kecil, saat dia berusia kurang dari lima belas tahun (218 H). Beliau mengunjungi kota Khurasan untuk berguru hadits kepada Yahya ibn Yahya dan Ishaq ibn Rahawaih; didatanginya kota Rey untuk belajar hadits kepada Muhammad ibn Mahran, Abu hasan dan lainnya; di Hujaz ditemuinya Yajiz ibn Mansur dan Abu Mas’ad, dan di mesir beliau berguru kepada Amir ibn Sawad, Harmalah ibn Yahya dan kepada ulama hadits yang lain.

Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan seleksinya) setelah Imam Bukhari. “Di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Imam Muslim,” komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh.

Karya-karya Imam Muslim:

1. Al-Jami' ash-Shahih atau lebih dikenal sebagai Shahih Muslim.

2. Al-Musnad Al-Kabir, Kitab yang menerangkan nama-nama rijal Al-hadits.

3. Karya-karyanya yang lain: Aljami’ Alkabir. Kitab I’lal , Kitab Auhamil Muhadditsin, Kitab Al-Tamyiz, Kitab man Laisa lahu Illa Rawin Wahid, Kitab al-Asma wal-Kuna, Kitab Su'alatihi Ahmad bin Hambal, Kitab al-Aqran, dll.

3). Imam Abu Dawud

Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Ishaq bin Bashir bin Shihab ibnu Amr bin Amron Al-Azdi As-Sijistany. Beliau dinisbatkan kepada tempat kelahirannya, yaitu di Sijistan (terletak antara Iran dengan Afganistan). Beliau dilahirkan di kota tersebut, pada tahun 202 H. (817 M), Dan beliau wafat pada tahun 275 H. (889 M) di Bashrah.[8]
[8] www.scribd.com/Sejarah-Singkat-Imam-Abu-Dawud: 2013.

Abu Dawud adalah seorang perawi hadits yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadits, lalu memilih dan menuliskan 4.800 diantaranya dalam kitab Sunah Abu Dawud. Untuk mengumpulkan hadits ia bepergian ke Arab Saudi, Iraq, Khurasan, Mesir, Syuria dan lainnya.

Karya-karya Imam Abu Daud: Kitab Ar-Radd Ala Ahl al-Qadr, Kitab Al-Masa'il Musnad Malik, Kitab Al-Marasil Sunan Abu Dawud

4). Imam At-Turmudzi

Nama lengkapnya Imam Al-Hafis Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah adalah seorang muhaddits yang dilahirkan di kota Turmudiz, sebuah kota kecil di pinggir Utara Sungai Amuderiya, sebelah Utara Iran pada bulan Dzulhijjah tahun 209 H = 824 M.[9]
[9] Lidwa.com/2011/biografi-imam-Atturmudzi

Setelah mengalami perjalanan panjang semasa hidupnya, ia mengalami kebutaan. Beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam keadaan inilah akhirnya At-Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.

Ia belajar dalam meriwayatkan hadits pada Ulama’ ternama, diantaranya Imam Bukhari, ia mempelajari hadits dan fiqih, ia juga belajar pada imam Muslim dan Abu Daud, dll. Beliau juga mengambil hadits dari Ulama’ hadits yang terkemuka seperti: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Musa, dan lain-lainya.

Karya-karya terbesar Imam At-Turmudzi:

Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syama’il An-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, dan kitab Al-jami’ Al-Mukhtashar min As-Sunan ‘an Rasulullah.

5). Imam An-Nasa’i

Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin Sya’aib bin Bahr. Beliau dilahirkan pada tahun 215 H. di kota Nasa’i yang masih termasuk wilayah Khurasan. Dan meninggal pada hari Senin 13 Shofar 303 H di Palestina dan dikuburkan di Baitul Maqdis.

Imam Nasa’i belajar hadits dari Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Rawahi, Ishaq bin Ibrahim dan Ulama’ ahli hadits lainnya di Khurasan, Hija’, Iraq, Mesir, Syam dan Jazirah Arab.

Karya beliau yang utama adalah Sunanu Al-kubra yang akhirnya terkenal dengan nama Sunan An-Nasa’i, kitab At-Tamyiz, kitab Adh-Dhu’fa, khasa’is, Musnad Ali, Manasik Al-Hajj, dan Tafsir.

6). Imam Ibnu Majah

Ibnu Majah, adalah nama nenek moyangnya. Nama lengkap Imam hadits yang terkenal dengan sebutan neneknya ini, ialah: Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Raba’i Al-Kaswini Ibnu Majah. Beliau dilahirkan di Qazwin pada tahun 207 H / 824 M. dan Beliau wafat hari Selasa bulan Ramadhan, tahun 273 H / 887 M.

Selama hidupnya, Ibnu Majah banyak menghasilkan karya diantaranya yang paling termasyhur yaitu tafsir Al-Qur’an karim, At-Tarikh, dan Sunan Ibnu Majah.

7). Imam Ahmad Ibn Hanbal

Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi, dikenal juga sebagai Imam Hambali. Beliau lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) pada tahun 781 M /164 H. Dia adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam.

Setelah sakit sembilan hari, beliau menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H / 855 M pada umur 77 tahun.

Karya-Karya Imam Ahmad bin Hanbal:

Kitab Al Musnad, Kitab at-Tafsir, Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh, Kitab at-Tarikh, Kitab Hadits Syu'bah, Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an, Kitab Jawabah al-Qur`an, Kitab al-Manasik al-Kabir, Kitab al-Manasik as-Saghir.

8). Imam Malik

Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ilmu yang sangat terkenal.

Karya Imam Malik yang paling terkenal adalah kitab al-Muwaththa’ Imam Malik yang dimuat dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan fatwa Ulama mutaqaddimin di Madinah. Kitab ini telah diajukan Imam Malik kepada 70 ahli fiqih di Madinah, dan ternyata mereka seluruhnya menyetujui dan menyepakatinya.

BEBERAPA PENGERTIAN (ISTILAH) DALAM ILMU HADITS

1). Muttafaq 'Alaih, yaitu hadits yang diriwayatkan serta disepakati keshohehannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari - Muslim.

2). As Sab'ah, yang berarti tujuh perawi, yaitu:

1. Imam Ahmad.
2. Imam Bukhari.
3. Imam Muslim.
4. Imam Abu Daud.
5. Imam Tirmidzi.
6. Imam Nasa'i.
7. Imam Ibnu Majah.

3). As Sittah,  yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal.

4). Al Khamsah, yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam Muslim.

5). Al Arba'ah, yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim.

6). Ats tsalatsah, yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.

7). Al-Jama’ah, yaitu diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah). [10]
[10] Kitab Bulughul Maram hal. 46

Contoh :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahhab Ats Tsaqafi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dari [Abu Qilabah] dari [Anas bin Malik] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka" [HR.Bukhari No 15]

▪️ SANAD

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahhab Ats Tsaqafi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dari [Abu Qilabah] dari [Anas bin Malik]

▪️ MATAN

"Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka".

▪️ MUKHARRIJ

Diriwayatkan oleh imam Bukhori No.15.

Sanad hadits tersebut dimulai dari “Muhammad bin Al Mutsanna” sedangkan perawinya dimulai dari Anas bin Malik radhiallahu anhu.

C. DASAR-DASAR KEHUJJAHAN HADITS

Dasar-dasar kehujjahan hadits dalam makalah ini merupakan subjek yang penting dalam ilmu Islam, khususnya dalam penelitian hukum Islam. Kehujjahan hadits merujuk pada proses pengakuan dan validasi hadits sebagai sumber hukum Islam. Berikut adalah beberapa dasar-dasar kehujjahan hadits yang dapat diambil dari sumber yang diberikan:

1. Hadits Ahad: Hadits yang diterima oleh seorang ulama tanpa adanya sanad (rantai periwayat) dan hanya memiliki satu penerima. Kehujjahan hadits ahad memerlukan periwayat yang dipercaya, berakal, dhabit (jujur dalam mengucapkan), benar-benar menyendiri hadits dari orang yang meriwayatkannya, tidak menyalahi ahli ilmu yang juga meriwayatkan hadits yang sama.

2. Hadits Mursal: Hadits yang memiliki sanad yang murni, yaitu memiliki satu penerima. Kehujjahan hadits mursal mencakup hadits yang disampaikan oleh para sahabat yang banyak berjumpa dengan Nabi Muhammad Shallahu alahi wa sallam dan memiliki petunjuk yang menguatkan sanad hadits ahad. Meskipun diterima sebagai hujjah, hadits mursal tidak dianggap sederajat dengan hadits ahad.

3. Hadits Mutawatir: Hadits yang diterima oleh ulama tanpa adanya sanad dan memiliki karakteristik tertentu seperti menceritakan peristiwa yang terjadi pada Nabi Muhammad Shallahu alahi wa sallam, tidak ada hadits lain yang serupa, dan menceritakan peristiwa yang tidak dapat diketahui kecuali oleh Nabi Muhammad Shallahu alahi wa sallam. Kehujjahan hadits mutawatir sangat kuat dan tidak bertentangan dengan al-Qur'an .

4. Peran Sunnah dalam Kehujjahan Hadits: Sunnah dianggap sebagai sumber hukum Islam yang sama-sama berasal dari Allah dan merupakan sumber ajaran Islam. Sunnah dianggap sejajar dengan al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam. Imam Syafi'i menempatkan sunnah dan qiyas (penyamakan hukum) berdasarkan referensi ke al-Qur'an dan hadits.

5. Perbedaan Pendapat Imam dalam Kehujjahan Hadits: Ada perbedaan pendapat antara imam-imam dalam hal kehujjahan hadits. Misalnya, Imam Abu Hanifah menerima hadits ahad setelah al-Qur'an jika tidak bertentangan dengan kaedah yang telah di-lMPD-i oleh ulama, sedangkan Imam Malik menerima hadis masyhur, mursal, dan mutawatir serta memberikan syarat tertentu untuk hadits ahad.

Dasar-dasar kehujjahan hadits ini mencakup berbagai aspek, mulai dari syarat-syarat yang diperlukan untuk menerima hadits sebagai sumber hukum, peran sunnah dalam menetapkan hukum, hingga perbedaan pendapat antara imam-imam dalam hal kehujjahan hadits. Memahami dan menerapkan dasar-dasar ini sangat penting dalam penelitian hukum Islam dan dalam memahami ajaran Islam secara lebih mendalam.

D. FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR'AN

Ditinjau dari hukum yang ada maka hubungan Ahlusunah dengan Al-Qur-an, sebagai berikut:

1). Ahlusunah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur'an.

Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang tersebut di dalam Al-Qur'an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berdasarkan hukum-hukum tersebut banyak kita dapati perintah dan larangan. Ada perintah mentauhidkan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah, dan disamping itu dilarang menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, serta banyak lagi yang lainnya.

2). Terkadang Ahlusunah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal dalam Al-Qur'an, atau memberikan taqyid, atau memberikan takhshish dan ayat-ayat Al-Qur'an yang muthlaq dan ‘aam (umum).

Karena tafsir, taqyid dan takhshish yang datang dari Ahlusunah itu memberi penjelasan kepada makna yang dimaksud di dalam Al-Qur'an.

Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan penjelasan terhadap nash-nash Al-Qur'an dengan firman-Nya :

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan Kitab-Kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” [An-Nahl/16: 44]

Di antara contoh Ahlusunah mentakhshish Al-Qur'an adalah:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ

“Allah berwasiat kepada kamu tentang anak-anak kamu, bagi laki-laki bagiannya sama dengan dua orang perempuan…” [An-Nisaa’/4: 11]

▪️ Ayat ini ditakhshish oleh Ahlusunah sebagai berikut:

Para Nabi tidak boleh mewariskan apa-apa untuk anak-anaknya dan apa yang mereka tinggalkan adalah sebagai shadaqah, Tidak boleh orang tua kafir mewariskan kepada anak yang muslim atau sebaliknya, dan Pembunuh tidak mewariskan apa-apa.

▪️ Ahlusunah mentaqyid kemutlakan al-Qur'an:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا

Pencuri laki-laki dan perempuan, hendaklah dipotong kedua tangannya…” [Al-Maa-idah/5: 38]

Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas tangan yang akan dipotong. Maka dari as-Sunnah lah didapat penjelasannya, yakni sampai pergelangan tangan. Ahlusunah sebagai bayan dari mujmal Al-Qur'an menjelaskan tentang cara shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي

“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat.”

Menjelaskan tentang cara ibadah haji Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:

لِتَأْخُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

“Ambillah dariku tentang tata cara manasik haji kamu sekalian.”

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang perlu penjelasan dari Ahlusunah karena masih mujmal.

3). Terkadang Ahlusunah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur'an.

Di antara hukum-hukum itu ialah tentang haramnya memakan daging keledai negeri, daging binatang buas yang mempunyai taring, burung yang mempunyai kuku tajam, juga tentang haramnya mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi kaum laki-laki. Semua ini disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih. Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara Al-Qur'an dengan Ahlusunah selama-lamanya.

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga". Sebagaimana Allah mengabarkan kepada kita dalam firman-Nya:

وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ َ صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ أَلَا إِلَى اللَّهِ تَصِيرُ الْأُمُورُ

“…Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” [Asy-Syura/42 : 52-53]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was allam telah menerangkan hukum yang terdapat dalam Kitabullah, dan beliau menerangkan atau menetapkan pula hukum yang tidak terdapat dalam Kitabullah. Dan segala yang beliau tetapkan pasti Allah mewajibkan kepada kita untuk mengikutinya. Allah menjelaskan barangsiapa yang mengikutinya berarti ia taat kepada-Nya, dan barangsiapa yang tidak mengikuti beliau berarti ia telah berbuat maksiat kepada-Nya, yang demikian itu tidak boleh bagi seorang makhluk pun untuk melakukannya. Dan Allah tidak memberikan kelonggaran kepada siapa pun untuk tidak mengikuti Sunnah-Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Hubungan Ahlusunah dengan Al-Qur'an ada 3 macam, sebagai berikut:

▪️ Terkadang Ahlusunah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur'an.

▪️ Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal di dalam Al-Qur'an.

▪️ Terkadang As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur-an, apakah itu hukumnya wajib atau haram yang tidak disebut haramnya dalam Al-Qur'an. Dan tidak pernah keluar dari ketiga pembagian ini. Maka As-Sunnah tidak bertentangan dengan Al-Qur'an sama sekali".

Adapun hukum-hukum tambahan selain yang terdapat di dalam Al-Qur'an, maka hal itu merupakan tasyri’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib bagi kita mentaatinya dan tidak boleh kita mengingkarinya. Tasyri’ yang demikian ini bukanlah mendahului Kitabullah, bahkan hal itu sebagai wujud pelaksanaan perintah Allah agar kita mentaati Rasul-Nya. Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ditaati, maka ketaatan kita kepada Allah tidak mempunyai arti sama sekali. Karena itu kita wajib taat terhadap apa-apa yang sesuai dengan Al-Qur'an dan terhadap apa-apa yang beliau tetapkan hukumnya yang tidak terdapat di dalam Al-Qur'an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

‘Barangsiapa taat kepada Rasul berarti ia taat kepada Allah…” [An-Nisaa’/4: 80] [11]
[11] https://almanhaj.or.id/1857-hubungan-as-sunnah-dengan-al-quran.html

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam studi ini, kita telah mengulas tentang pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar, serta struktur meliputi Sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama. Matan yaitu kalimat setelah berakhirnya sanad. Jadi inti dari sebuah hadits disebut matan. Mukhorij artinya yang mengeluarkan. Maksudnya orang yang mengeluarkan (meriwayatkan) hadits. dan dasar-dasar kehujjahan Hadits. Kita juga telah membahas fungsi Hadits terhadap Al-Quran, termasuk sebagai penjelasan dan pengisyaratan, pembuktian, serta pengembangan keagamaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Hadits memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam, sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an. Hadits memberikan penjelasan dan konteks praktis yang membantu umat Islam dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun sudah berusaha memaparkan dan menjelaskan materi dengan semaksimal mungkin, tapi tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunannya, baik dari segi materi, maupun penyusunannya, oleh karena itu penyusun mengharapakan sumbangsih pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya, dan harapan bagi penyusun, semoga makalah ini dapat memberi manfaat dalam proses evaluasinya.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Abbas Mutawali Hamadah, As-Sunnah an-Nabawiyah wa Makanatuh fi atTasyri’, (Kairo : Dar al-Qauniyah, t.t), 233

Agus Salahuddin: Ulumul hadits :2009

Dalimunthe, Reza Pahlevi, Mustholah As-Sanad Al-Hadits, Universitas Islan Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung.

Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2003),

M. Hasby As Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang : Thoha Putra, 1994)

Subhi As-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, (Jakarta, Pustaka Firdaus,1995),22

Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadits wa Musthalahuh, (Beirut, Dar al-‘Ilm li al- Malayin, 1969)

Thahan, Mahmud, Ilmu Hadits Praktis, Pustaka Thariqul Izza, Bogor, 2010

Ringkasan Kajian Bulughul Maram

Shalih al Utsaimin Muhammad, Musththalah Al Hadist, Media Hidayah Joqjakarta, 2008 dan Dar al Atsar Mesir 2002

Wordpress.com/sejarah-singkat-imam-muslim//2012

www.scribd.com/Sejarah-Singkat-Imam-Abu-Dawud: 2013.

Lidwa.com/2011/biografi-imam-Atturmudzi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar