Minggu, 10 Desember 2023

Zakat Dan Mustahiq Zakat

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Humaidi Tamri, Lc, M.Pd
Oleh Kelompok 4 Angkatan 5 :
1. Alberza (PAI).
2. Willy Rahman (SBA).
3. Azzubair Juarsa (SBA).
4. Muhammad Faiz Tholib (PAI).
5. Hadni (PAI).

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu,

Terlebih dahulu kami panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah, yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang zakat ini.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang zakat serta memperluas pengetahuan bagi masyarakat umum tentang pentingnya zakat dalam agama Islam.

Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan, kami berharap kritik dan saran yang membangun agar kami dapat memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas makalah.

Semoga makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca tentang zakat. Kami berharap, setelah membaca makalah ini, pembaca dapat lebih memahami pentingnya zakat dalam agama Islam serta dapat melaksanakannya dengan baik dan benar. Terima kasih telah membaca makalah kami dan mohon maaf jika terdapat kesalahan atau kekurangan dalam penulisan. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu,

Bogor, 11 Desember 2023

Penulis 
Kelompok 4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN.
A. Pengertian Zakat.
B. Dasar Hukum Zakat.
C. Manfaat Disyariatkannya Zakat.
D. Macam-macam Zakat.
E. Mustahiq Zakat.
BAB III PENUTUP.
A. Kesimpulan.
B. Saran.
BAB IV DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan rukun di dalam islam, karena ia merupakan perintah yang Allah di perintahkan bagi orang telah memenuhi syaratnya, akan tetapi perlu diketahui bahwa zakat adalah syariat yang telah dikenal sejak dulu sebagaimana Allah ta’ala berfirman :
وَجَعَلْنٰهُمْ اَىِٕمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا وَاَوْحَيْنَآ اِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرٰتِ وَاِقَامَ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءَ الزَّكٰوةِۚ وَكَانُوْا لَنَا عٰبِدِيْنَ ۙ
"Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah".
(QS. Al Anbiya’ : 73).

Maka ketika datang islam syariat zakat itu ada dua fase yang pertama fase mekkah yang mana syariat zakat belum diberi perincian di dalamnya hanya secara umum, kemudian fase madinah. Ketika di fase madinah syariat mulai di jelaskan secara rinci akan tetapi bertahap sebagaimana syariat yang lainnya, ia tidak turun sekaligus dalam satu waktu.

Oleh karena itu kami akan menjelaskan terkait sebagian dari pensyariatan zakat yang kami rangkum secara ringkas dalam pembahasan ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian zakat?
2. Apa dasar hukum zakat?
3. Apa manfaat disyariatkannya zakat?
4. Apa macam-macam zakat?
5. Siapa yang mustahiq zakat?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari zakat.
2. Untuk mengetahui dasar hukum zakat.
3. Untuk mengetahui manfaat dari disyariatkannya zakat.
4. Untuk mengetahui macam-macam zakat.
5. Untuk mengetahui mustahiq zakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ZAKAT

Zakat secara Bahasa berarti (Bertambah atau bertumbuh). Makna seperti ini dapat kita lihat dari perkataan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
العلمُ يزكُوْ على الإنفاق
“Ilmu itu semakin bertambah dengan diinfakkan.”

Zakat secara bahasa juga berarti (Yang lebih baik). Sebagaimana dapat kita lihat pada firman Allah Ta’ala,
فَاَرَدْنَآ اَنْ يُّبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكٰوةً وَّاَقْرَبَ رُحْمًا 
“Maka kami menghendaki supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dibandingkan anaknya yang itu.” (QS. Al-Kahfi (18): 81).

Secara bahasa, zakat juga berarti (Menyucikan), Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syams (91): 9).

Zakat menyucikan seseorang dari sikap bakhil dan pelit. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ 
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kalian membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah (9): 103).

Secara istilah syari, zakat berarti penunaian kewajiban pada harta yang khusus, dengan cara yang khusus, dan disyaratkan ketika ditunaikan telah memenuhi haul (masa satu tahun) serta mencapai nishob (standar minimal harta sehingga ia wajib dizakati). Zakat juga kadang berarti “harta yang dikeluarkan”. Adapun muzakki adalah istilah untuk orang yang memiliki harta dan mengeluarkan zakatnya.

Dari definisi di atas, dapat ditarik pelajaran bahwa dapat disebut zakat karena pokok harta itu akan tumbuh dengan bertambah berkah ketika ditunaikan, dan orang yang menunaikan zakat akan mendapat berkah berupa doa dari orang yang berhak menerima zakatnya. Harta lain yang tersisa juga akan bersih dari syubhat (kesamaran), dan si pemilik harta terlepas dari kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan hartanya tersebut.

B. DASAR HUKUM ZAKAT

Zakat disyariatkan pada tahun kedua Hijriah, berdekatan dengan waktu disyariatkan nya puasa Ramadhan. Zakat ini merupakan suatu kewajiban dan bagian dari rukun Islam. Terdapat banyak dalil dari Al-Qur’an, as-sunnah (hadits), dan ijmak (kesepakatan ulama) akan di syariatkan nya zakat. Salah satu dalil yang menyatakan wajibnya zakat adalah ayat Al-Qur’an,
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ 
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat ” (QS. Al-Baqarah (2): 43).

Perintah zakat ini berulang kali disampaikan dalam Al-Qur’an hingga tiga puluh dua kali (32 kali) pengulangan.[1]
[1] Lihat Al-Wajiz Al-Muqarin, hlm. 11

Dalil yang terdapat dalam hadits juga menyatakan akan wajibnya zakat. Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma; ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
" بني الإسلام على خمس , شهادة أن لا إله إلا الله و أن محمدا رسول الله و إقام الصلاة و إيتاء الزكاة و حج البيت و صوم رمضان "

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”[2]
[2] HR. Bukhari, no. 8 dan Muslim, no. 16.

Begitu juga dalam sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin jabal ketika akan berdakwah ke negeri Yaman,
"" فإن أطاعوك لذالك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة في أموالهم , تؤخذ من أغنيائهم و ترد على فقرائهم
”Jika mereka telah menaatimu (untuk mentauhidkan Allah dan menunaikan shalat) maka ajarilah mereka tentang sedekah (zakat) yang diwajibkan atas mereka-zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka, kemudian disebarkan kepada orang-orang miskin di antara mereka.”[3]
[3] HR. Bukhari, no. 1395 dan Muslim, no. 19

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata, “Zakat adalah suatu kepastian dalam syariat Islam, sehingga tidak perlu lagi kita bersusah payah mendatangkan dalil-dalil untuk membuktikannya. Para ulama hanya berselisih pendapat dalam hal perinciannya. Adapun hukum asalnya telah disepakati, bahwa zakat itu wajib, sehingga barang siapa yang mengingkarinya maka ia akan menjadi kafir.”

Perlu diketahui bahwa istilah “zakat” dan “sedekah” dalam syariat Islam memiliki makna yang sama. Keduanya terbagi menjadi dua: (1) wajib dan (2) sunnah. Adapun anggapan sebagian masyarakat bahwa zakat itu wajib, sedangkan sedekah itu sunnah, maka anggapan tersebut tidak berdasarkan dalil yang benar dan kuat. Ibnul ‘Arabi rahimahullah mengatakan, “Zakat itu digunakan untuk istilah sedekah yang wajib, yang sunnah, untuk nafkah, kewajiban, dan pemaafan.”[4]
[4] Fathul Bari, 3:262

C.  MANFAAT DI SYARIATKAN ZAKAT

a). Menyempurnakan Keislaman Seorang Hamba.

Zakat merupakan bagian dari rukun islam. Apabila seseorang melakukannya, keislamannya akan menjadi sempurna. Tidak diragukan lagi, ini merupakan suatu tujuan/hikmah yang amat agung, setiap muslim pasti selalu berusaha agar keislamannya menjadi sempurna.

b). Menunjukan Benarnya Iman Seseorang.

Sesungguhnya harta adalah sesuatu yang sangat dicintai oleh jiwa. Sesuatu yang dicintai itu tidaklah dikeluarkan kecuali dengan mengharap balasan yang semisal atau bahkan lebih daripada yang dikeluarkan. Oleh karena itu, zakat disebut juga shodaqoh (sedekah: yang berasal dari kata shiddiq, yang berarti benar/jujur) karena zakat akan menunjukkan benarnya keimanan si muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) yang mengharapkan ridha Allah dengan zakatnya tersebut.

c). Membuat keimanan seseorang menjadi sempurna.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتّى يُحِبُّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna keimanan seseorang diantara kalian hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya (sesame muslim) sebagaimana dia mencintai hal itu untuk dirinya sendiri.”[5]
[5] HR. Bukhari, no.13 dan Muslim, no.45.

Sebagaimana kita suka jika ada saudara kita yang meringakan kesusahan kita maka begitu juga seharusnya kita juga suka untuk meringankan kesusahan saudara kita yang lain. Dengan demikian, pemberian seperti ini merupakan tanda kesempurnaan iman kita.

d). Penyebab Masuk Surga.

Setiap kita tentu saja ingin masuk surga. Rosulullah shallaullahu alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ فِي الْجَنّةِ غُرْفًا تُرى ظُهُوْرُهَا مِنْ بُطُوْنِهَا وَ بُطُوْنُهَا مِنْ ظُهُوْرِهَا, فَقَامَ أَعْرَابِيٌّ : لِمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ الله ؟. قَالَ : لِمَنْ أطابَ الْكَلاَمَ وَ أَطْعَمَ الطّعَامَ وَ أَدَامَ الصيَامَ وَ صَلّى لِلّهِ بِاللَّيْلِ وَ النَّاسُ نِيَامٌ.
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar yang bagian luarnya dapat terlihat dari dalamnya dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luarnya.” Kemudian ada seorang Badui yang berdiri lantas bertanya, “Kepada siapa (kamar tersebut), wahai Rasulullah?” Beliau bersabda : “Bagi orang yang berkata baik, memberi makan (diantaranya lewat zakat), rajin berpuasa, dan shalat karena Allah pada malam hari saat maanusia sedang tidur.”[6]
[6] HR. Tirmidzi, no.1984. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

e). Menjadikan Masyarakat Islam Seperti Keluarga Besar (Satu Kesatuan).

Melalui zakat, orang kaya menolong orang miskin dan orang yang berkecukupan menolong orang yang kesulitan. Akhirnya tiap orang memandang muslim yang lain sebagai saudaranya. Allah Ta’ala berfirman :
وَاَحۡسِنۡ كَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰهُ اِلَيۡكَ‌
“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. Al-Qashash (28): 77)

f). Memadamkan Kemarahan Orang Miskin.

Terkadang orang miskin menjadi marah karena mereka melihat orang kaya hidup mewah. Orang kaya dapat memakai kendaraan bergonta-ganti sesukanya atau tinggal di rumah mana saja yang dia mau. Tidak diragukan lagi, pasti akan timbul amarah dalam hati orang miskin. Apabila orang kaya berderma kepada mereka, kemarahan tersebut akan mereda. Mereka akan mengatakan, "Saudara-saudara kami ini tahu bahwa kami berada dalam kesusahan.” Akhirnya, orang miskin tersebut akan suka dan akan timbul rasa cinta dalam hatinya kepada orang kaya yang berderma kepadanya.

g). Menghalangi Berbagai Bentuk Pencurian, Pemaksaan, Dan Perampasan.

Dengan zakat, sebagian kebutuhan hidup orang miskin dapat dipenuhi, sehingga ini menghalangi mereka agar tidak merampas harta orang-orang kaya atau berbuat jahat kepada mereka.

h). Menyelamatkan Seseorang Dari Panasnya Hari Kiamat.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ امْرِئٍ في ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ
"Setiap orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia mendapatkan keputusan di tengah-tengah manusia.” [7]
[7] HR. Ahmad, 4:147. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih.

i). Seseorang Akan Lebih Mengenal Hukum Dan Aturan Allah.

Sebelum ia menunaikan zakat, terlebih dahulu ia ketahui hukum zakat dan keadaan hartanya. Ia juga pasti telah mengetahui nishob zakat tersebut, siapa saja yang berhak menerima zakatnya, serta hal lain yang penting di ketahui.

j). Menambah Harta.

Terkadang Allah membuka rezeki dari harta yang di zakati, sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.”[8]
[8] HR Muslim, no. 2558.

k). Merupakan Penyebab Turunnya Banyak Kebaikan.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
وَلَمْ يَمْنَعُوْا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْتَرُوْا
“Tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, melainkan mereka akan tercegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena Binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.”[9]
[9] HR. Ibnu Majah, No.4019. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

l). Zakat Akan Meredam Murka Allah.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits :
إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ مِيْتَةَ السُّوْءِ
“Sedekah itu dapat memadamkan murka Allah dan mencegah kematian yang jelek” [10]
[10] HR. Tirmidzi, no. 664. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadirts ini hasan gharib dari sisi ini.

m). Dosa Akan Terampuni.

Rasulullah shallallahu alahi wa sallam bersabda :
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
“Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api” 11]
[11] HR. Tirmidzi, no. 614. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

D. MACAM-MACAM ZAKAT

Dalam pembahasan ini kita akan membahas tentang macam-macam zakat yang merupakan salah satu dari rukun islam. Zakat itu sendiri terbagi menjadi 2 macam :

a). ZAKAT HARTA (Zakat Mal)

Berkaitan dengan harta yang dikeluarkan, syarat yang harus dipenuhi adalah:

(1). Harta tersebut dimiliki secara sempurna.
(2). Harta tersebut adalah harta yang berkembang.
(3). Harta tersebut telah mencapai nishab.
(4). Telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun).
(5). Harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.

Pada setiap barang yang dikenai zakat memiliki syarat khusus tersendiri, adapun beberapa harta yang para ulama sepakat wajib dikenai zakat diantaranya:

(1). Atsman (emas, perak dan mata uang).
(2). Hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
(3). Pertanian dan buah-buahan (gandum, kurma, dan anggur).
(4). Barang dagang.
(5). Zakat Pertambangan dan Harta Karun. [12]
[12] Matan Al-Ghoyatu Wat Taqrib. Bab Zakat.

(1). Zakat Atsman (Emas, Perak dan Mata Uang).

Diantara dalil yang mewajibkan pada zakat ini adalah

Allah ta’ala berfirman :
وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ
“...Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (QS.At-Taubah (9): 34)

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu anhu Nabi shallahu alaihi wa sallam bersabda :
إذا كانت لك مائتا درهمٍ وحال عليها الحولُ ففيها خمسةُ دراهمَ، وليس عليك شيءٌ يعني في الذهبِ حتى يكونَ لك عشرونَ دينارًا، فإذا كان لك عشرونَ دينارًا وحال عليها الحولُ ففيها نصفُ دينارٍ، فما زاد فبحسابِ ذلك، وليس في مالٍ زكاةٌ حتى يحولَ عليه الحولُ
“Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikit pun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishob) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.”[13]
[13] HR.Abu Daud hadis hasan sumber https://dorar.net

(2). Zakat Hewan Ternak

Perlu diketahui bahwa hewan ternak yang wajib dizakati hanyalah tiga, yaitu unta, sapi dan kambing. Akan tetapi ini bukan berarti hewan ternak lainnya tidak wajib untuk dizakati. Misal hewan yang diniatkan untuk diperdagangkan, maka akan masuk dalam hitungan zakat barang dagangan.

Ada tiga jenis hewan ternak yang wajib dizakati, yaitu:
1. Unta dan berbagai macam jenisnya.
2. Sapi dan berbagai macam jenisnya, termasuk kerbau.
3. Kambing dan berbagai macam jenisnya, termasuk kambing kacang (ma’iz) dan domba.

(3). Zakat Pertanian dan Buah-buahan

Hasil pertanian wajib dikenai zakat. Beberapa dalil yang mendukung hal ini adalah:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah (2): 267).

Kata “مِنْ” di sini menunjukkan sebagian, artinya tidak semua hasil bumi itu dizakati.

Dan Allah juga berfirman pada ayat yang lain, sebagaimana di surat al-An’am (6): 141. Allah berfirman :
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al An’am: 141).

Pada zakat pertanian maka para ulama sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada 4 macam, yaitu: gandum kasar disebut sya’ir, gandum halus disebut hinthoh, kurma dan kismis yaitu anggur kering.

Diwajibkan zakat pada biji-bijian dan buah-buahan sesuai dengan ijmak para ulama.

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata di dalam Al Mughni (2/294):

“Para ulama telah melakukan ijmak bahwa shadaqah wajib (zakat) adalah pada gandum jenis hinthah, dan gandum jenis sya’iir, kurma, dan kismis. Diucapkan oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Barr”. Selesai.

Dan yang menunjukkan akan wajibnya zakat biji-bijian dan buah-buahan adalah firman Allah Ta’ala:
وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
“dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin)”(QS. Al An’am (6): 141)

Maka mayoritas ulama meluaskan zakat hasil pertanian ini pada tanaman lain yang memiliki ‘illah (sebab hukum) yang sama. Jumhur ulama berselisih pandangan mengenai ‘illah (sebab) zakat hasil pertanian. Diantara pendapat mereka adalah

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada segala sesuatu yang ditanam baik hubub (biji-bijian), tsimar (buah-buahan) dan sayur-sayuran.

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan.

Imam Ahmad berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan dan ditakar.

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan.

Maka dapat kita simpulkan bahwa zakat ini wajib pada biji-bijian dan buah-buahan yang bisa ditakar dan disimpan, baik yang berupa makanan pokok atau bukan makanan pokok; berdasarkan riwayat Bukhari (1483) dari Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘anhuma- dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
فِيمَا سَقَتْ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ ، وَمَا سُقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ
“Tanaman yang disiram oleh air hujan, mata air atau air sungai, maka zakatnya sepuluh persen, sedangkan yang disiram dengan tenaga/biaya untuk menyiram maka zakatnya lima persen”.

Hadits ini umum untuk semua yang keluar dari tanah baik sebagai bahan pokok atau bukan bahan pokok.

Al Buhuti –rahimahullah- berkata di dalam Kasyfu Al Qana’ (2/205):

“Diwajibkan zakat pada setiap buah yang ditakar dan disimpan, seperti kurma, kismis, kacang almond, pistacio, dan kacang hazel”.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata di dalam As Syarhu Al Mumti’ (6/70): “Biji-bijian dan buah-buahan diwajibkan zakat, dengan syarat dapat ditakar dan disimpan, jika tidak demikian, maka tidak wajib zakat”.[14]
[14] As-sual wal jawab dibawah pengawasan syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid diakses pada 10 desember 2023

Maka pendapat abu hanifa termasuk pendapat yang lemah pada masalah ini.

(4). Zakat Perniagaan/Perdagangan

Kewajiban zakat perniagaan terdapat dalam Al-Quran dan Sunah. Dalam Al-Quran, terdapat dalam keumuman firman Allah ta’ala:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah (2): 267)

Mujahid mengatakan bahwa maksudnya adalah (zakat) perdagangan.

Sementara dalam Sunah, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1562) dari Samurah bin Jundub, dia berkata.

“Sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari sesuatu yang kami siapkan untuk dijual.”

Hadits ini sanadnya diperbincangkan, akan tetapi sebagian ulama telah menyatakan hasan seperti Abdul Bar rahimahullah, dan ini yang dijadikan sandaran oleh para ulama Al-Lajnah Ad-Dimah Lil Ifta’. Silahkan lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, (9/331). Maka apa yang disiapkan untuk perdagangan, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai nishab dan telah sampai haul (setahun).[15]
[15] https://islamqa.info/id/answers/47761/dia-punya-kewajiban-zakat-perdagangan-tapi-tidak-mempunyai-uang diakses pada 10 Desember 2023.

(5). Zakat Pertambangan dan Harta Karun

Zakat pertambangan dan harta karun pada asalnya ia adalah harta yang wajib dizakati sebagaimana keumuman ayat, 

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 267).

Dan diperjelas oleh sebuah hadis yang di riwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المَعدِنُ جُبَارٌ وفي الرِّكازِ الخُمُسُ
“Barang tambang (ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5 (20%).” (HR. Ibnu Hibban) [16]
[16] https://dorar.net/hadith/sharh/5908 diakses 11 Desember 2023, pukul 14.00 WIB.

Membedakan harta yang ditemukan di dalam bumi. Harta yang ditemukan dalam bumi dapat dibagi menjadi menjadi tiga: 
1. Harta yang memiliki tanda-tanda kaum kafir (non muslim) dan harta tersebut terbukti berasal masa jahiliyah (sebelum Islam) disebut rikaz
2. Harta yang tidak memiliki tanda-tanda yang kembali ke masa jahiliyah, maka dapat dibagi dua: 1). Jika ditemukan di tanah bertuan atau jalan bertuan disebut luqothoh (barang temuan). dan 2). Jika ditemukan di tanah tidak bertuan atau jalan tidak bertuan disebut kanzun (harta terpendam).
3. Harta yang berasal dari dalam bumi disebut ma’dan (barang tambang).[17]
[17] https://rumaysho.com/2470-zakat-harta-karun-dan-barang-tambang.html diakses pada 10 Desember 2023.

b). ZAKAT FITRAH

Zakat Fitrah adalah harta yang wajib dikeluarkan pada saat terbenamnya matahari pada akhir hari Ramadan dengan syarat tertentu, dikenakan bagi setiap mukallaf dan yang ditanggung nafkahnya. Nisab zakat fitrah adalah sebesar satu sha’ makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah setempat. Zakat fitrah harus dikeluarkan sebelum hari raya Idul Fitri. Zakat fitrah ini disebutkan dengan istilah sadaqah al-fithri atau zakat al-fithroh maka para ulama ahli fikih menyebut untuk harta yang dikeluarkan zakatnya dengan sebutan fithroh.

Disebut zakat fithri karena kewajibannya dikenakan dengan masuknya Idulfitri pada akhir Ramadhan. Artinya zakat fithri adalah zakat karena berbuka dari berpuasa.Ada beberapa dalil yang menjelaskan tentang kewajiban zakat fitrah, yaitu:

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
فَرَضَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِن تَمْرٍ، أوْ صَاعًا مِن شَعِيرٍ علَى العَبْدِ والحُرِّ، والذَّكَرِ والأُنْثَى، والصَّغِيرِ والكَبِيرِ مِنَ المُسْلِمِينَ، وأَمَرَ بهَا أنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إلى الصَّلَاةِ
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sho’ kurma atau satu sho’[18] gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat Id.”[19]
[18] Besar zakat fitrah per jiwa adalah 1 sha’ (4 mud, diperkirakan sama dengan 3 Liter, sekitar 2,4 kg)—sebagaimana disebutkan pakar Syafii saat ini, Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhailiy Sumber https://rumaysho.com/24448-tata-cara-bayar-zakat-fitrah-secara-lengkap-dan-mudah-dipahami.html diakses 10 desember 2023.
[19] HR.Bukhori dan dikeluarkan juga oleh imam muslim sumber https://dorar.net/hadith/sharh/4402 diakses 10 Desember 2023.


Dengan adanya dalil tersebut, maka jelaslah bahwa zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap muslim yang mampu untuk membayar.

E. MUSTAHIQ ZAKAT (ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT)

Para ulama berbeda pendapat tentang siapa saja yang berhak mendapatkan zakat. Jumhur ulama berpendapat bahwa zakat diberikan kepada delapan golongan sebagaimana disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60 :
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah (9): 60).

Berdasarkan dalil diatas maka orang yang berhak menerima zakat terbagi menjadi 8 golongan, yaitu :

1. Faqir dan miskin

Fakir dan miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka. Para ulama berselisih pendapat tentang manakah yang kondisinya lebih parah, apakah fakir atau miskin. Ulama mazhab Syafi’iyah dan Hanbali berpendapat bahwa fakir itu lebih parah dibandingkan miskin. Alasannya, dalam ayat ini Allah menyebut fakir lebih dulu dulu, setelah itu baru menyebut miskin. Ulama lainnya berpendapat, miskin lebih parah dibandingkan fakir. [ Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23:312-313.]

Tentang batasan fakir, menurut ulama Syafi’iyah dan Malikiyah, seseorang disebut fakir bila dia tidak punya harta dan usaha yang dapat memenuhi kebutuhannya. Misalnya, kebutuhan hidupnya per hari sebesar sepuluh ribu rupiah, tetapi ia sama sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut, atau ia hanya dapat memenuhi kebutuhannya, tetapi kurang dari separuh. Adapun miskin adalah orang yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih dari separuh kebutuhannya, namun tidak bisa memenuhi seluruhnya. [ Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23:313.]

2. Amil zakat

Amil zakat tidak disyaratkan termasuk miskin, karena amil zakat mendapat bagian zakat disebabkan pekerjaannya. Dalam sebuah hadits disebutkan :

Dalam sebuah hadits disebutkan,
لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلَّا لِخَمْسَةٍ لِغَازٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ لِعَامِلٍ عَلَيْهَا أَوْ لِغَارِمٍ أَوْ لِرَجُلٍ اشْتَرَاهَا بِمَالِهِ أَوْ لِرَجُلٍ كَانَ لَهُ جَارٌ مِسْكِينٌ فَتُصُدِّقَ عَلَى الْمِسْكِينِ فَأَهْدَاهَا الْمِسْكِينُ لِلْغَنِيِّ
“Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali bagi lima orang, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, amil zakat, orang yang terlilit utang, seseorang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang memiliki tetangga yang miskin kemudian orang miskin tersebut diberi zakat lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya.” [ H.R Abu Dawud no. 1393]

Ulama mazhab Syafi’iyah dan Hanafiyah mengatakan bahwa imam (penguasa) akan memberikan upah yang jelas kepada amil zakat, boleh jadi dilihat dari lamanya ia bekerja atau dilihat dari pekerjaan yang ia lakukan.[ Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23:319-320.]

3. Muallafatu qulubuhum (orang yang ingin dilembutkan hatinya)

Bisa jadi golongan ini adalah muslim dan kafir.

Contoh dari kalangan muslim:

1. Orang yang lemah imannya. Ia diberi zakat untuk menguatkan imannya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan, “Termasuk golongan mu’allafatu qulubuhum adalah orang yang diharapkan ketika diberikan zakat imannya akan semakin kuat. Orang yang diberi di sini adalah yang lemah imannya, seperti sering meremehkan shalat, lalai menunaikan zakat, lalai melaksanakan kewajiban haji dan puasa, serta semacamnya.” [ Syarhul Mumti’, 6:227]

2. Pemimpin di kaumnya, lantas masuk Islam. Ia diberi zakat untuk mendorong orang kafir semisalnya agar tertarik pula untuk masuk Islam.

Contoh dari kalangan kafir:

1. Orang kafir yang sedang tertarik pada Islam. Ia diberi zakat supaya condong untuk masuk Islam.

2. Orang kafir yang ditakutkan akan bahayanya. Ia diberikan zakat agar menahan dirinya supaya tidak mengganggu kaum muslimin. [ Al-Muqni’, 7:231-232.]

Oleh sebab itu, orang yang sudah lama masuk Islam dan sudah bagus keislamannya tidak tepat diberikan zakat, karena ia bukan lagi orang yang mu’allafatu qulubuhum.

4. Pembebasan budak

Pembebasan budak yang termasuk di sini adalah:

(1) pembebasan budak mukatab, yaitu budak yang berjanji pada tuannya untuk memerdekakan dirinya dengan dengan syarat melunasi pembayaran tertentu.

(2) pembebasan budak muslim.

(3) pembebasan tawanan muslim yang berada di tangan orang kafir. [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23:320.]

Untuk pembebasan budak mukatab, boleh saja zakat diserahkan pada si budak lalu ia melunasi utangnya pada tuannya. Boleh pula zakat tersebut diserahkan langsung pada tuannya. Alasannya, dalam ayat digunakan kata “fi”, yang berarti untuk pembebasan budak dan tidak mesti langsung diserahkan kepada budaknya beda halnya dengan fakir dan miskin.[ Syarhul Mumti’, 6:229-230.]

5. Orang yang terlilit hutang

Yang termasuk dalam golongan ini adalah:

Pertama: Orang yang terlilit utang demi kemaslahatan dirinya. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

1. Yang berutang adalah seorang muslim.

2. Bukan termasuk ahlul bait (keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

3. Bukan orang yang bersengaja berutang untuk mendapatkan zakat.

4. Orang yang berutang bukan dalam rangka maksiat, seperti untuk minum minuman keras, berjudi, atau berzina, kecuali jika ia bertaubat.

5. Utang tersebut mesti segera dilunasi, bukan utang yang masih tertunda untuk dilunasi beberapa tahun lagi. Jika utang tersebut mesti dilunasi pada tahun itu juga berarti ia berhak diberi zakat.

6. Bukan orang yang masih memiliki harta simpanan untuk melunasi utangnya.

Kedua: Orang yang terlilit utang untuk memperbaiki hubungan orang lain. Artinya, ia berutang bukan untuk kepentingan dirinya. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sesungguhnya minta-minta (mengemis) itu tidak halal, kecuali bagi tiga orang: laki-laki yang mempunyai tanggungan bagi kaumnya, lalu ia meminta-minta hingga ia dapat menyelesaikan tanggungannya, setelah itu ia berhenti (untuk meminta-minta).” [HR. An-Nasa’i, no. 2579 dan Ahmad, 5:60. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.]

Ketiga: Orang yang berutang karena sebab dhomin (penanggung jaminan utang orang lain). Namun, disyaratkan bahwa orang yang menjamin utang dan yang dijamin utangnya sama-sama orang yang sulit dalam melunasi utang. [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23:321-322.]

7. Fii sabiilillah (di jalan Allah)

Yang termasuk fi sabilillah adalah:

Pertama: Berperang di jalan Allah. Menurut mayoritas ulama, dalam hal ini tidak dipersyaratkan bahwa penerima zakat mesti orang miskin. Orang kaya pun bisa diberi zakat dalam hal ini, karena orang yang berperang di jalan Allah tidak berjuang untuk kemaslahatan dirinya saja, tetapi juga untuk kemaslahatan seluruh kaum muslimin, sehingga tidak perlu disyaratkan fakir atau miskin.

Kedua: Untuk kemaslahatan perang. Seperti untuk pembangunan benteng pertahanan, penyediaan kendaraan perang, penyediaan persenjataan, pemberian upah pada mata-mata-baik muslim atau kafir-yang bertugas untuk memata-matai musuh.[ Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23:322-323.]

8. Ibnu sabiil ( orang yang kehabisan bekal diperjalanan)

Yang dimaksud di sini adalah orang asing yang tidak dapat kembali ke negerinya. Ia diberi zakat agar ia dapat melanjutkan perjalanan ke negerinya. Namun, ibnu sabil diberi zakat bila memenuhi syarat:

(1) muslim dan bukan termasuk ahlul bait (keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

(2) tidak memiliki harta pada saat itu sebagai biaya untuk kembali ke negerinya walaupun di negerinya dia adalah orang yang berkecukupan.

(3) safar yang dilakukan bukanlah safar maksiat.[ Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 23:323-324.]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Zakat secara Bahasa berarti (Bertambah atau bertumbuh) atau berarti (Yang lebih baik) atau mensucikan, secara istilah syari, zakat berarti penunaian kewajiban pada harta yang khusus, dengan cara yang khusus, dan disyaratkan ketika ditunaikan telah memenuhi haul (masa satu tahun) serta mencapai nishob (standar minimal harta sehingga ia wajib dizakati). Zakat juga kadang berarti “harta yang dikeluarkan”. Adapun muzakki adalah istilah untuk orang yang memiliki harta dan mengeluarkan zakatnya.

Zakat disyariatkan pada tahun kedua Hijriah, berdekatan dengan waktu disyariatkan nya puasa Ramadhan. Zakat ini merupakan suatu kewajiban dan bagian dari rukun Islam. Terdapat banyak dalil dari Al-Qur’an, as-sunnah (hadits), dan ijmak (kesepakatan ulama) akan di syariatkan nya zakat.

Zakat memiliki banyak sekali manfaatnya seperti menyempurnakan keislaman seorang hamba,menunjukan benarnya iman seseorang, membuat keimanan seseorang menjadi sempurna, penyebab masuk surga, menjadikan masyarakat islam seperti keluarga besar (satu kesatuan), memadamkan kemarahan orang miskin, menghalangi berbagai bentuk pencurian, pemaksaan, dan perampasan, menyelamatkan seseorang dari panasnya hari kiamat, seseorang akan lebih mengenal hukum dan aturan allah, menambah harta, merupakan penyebab turunnya banyak kebaikan, zakat akan meredam murka allah, dosa akan terampuni.

Adapun macam-macam zakat itu sendiri terbagi menjadi 2 macam, yaitu Zakat Mal dan Zakat Fitrah. Adapun beberapa harta yang para ulama sepakat wajib dikenai zakat diantaranya:

(1). Atsman (emas, perak dan mata uang).
(2). Hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
(3). Pertanian dan buah-buahan (gandum, kurma, dan anggur).
(4). Barang dagang.
(5). Zakat Pertambangan dan Harta Karun.[20]
[20] Matan Al-Ghoyatu Wat Taqrib. Bab Zakat.

Selain itu ada juga zakat pertambangan dan rikaz / harta karun, adapun zakat fitrah adalah harta yang wajib dikeluarkan pada saat terbenamnya matahari pada akhir hari Ramadan dengan syarat tertentu, dikenakan bagi setiap mukallaf dan yang ditanggung nafkahnya. Nisab zakat fitrah adalah sebesar satu sha’ makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah setempat. Zakat fitrah harus dikeluarkan sebelum hari raya Idul Fitri. Para ulama berbeda pendapat tentang siapa saja yang berhak mendapatkan zakat. Jumhur ulama berpendapat bahwa zakat diberikan kepada delapan golongan sebagaimana disebutkan al-Qur’an

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah (9): 60).

Demikian kesimpulan yang dapat kami rangkum dalam tulisan ringkas ini, semoga dapat kita pahami dan amalkan dalam kehidupan kita.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun sudah berusaha memaparkan dan menjelaskan materi dengan semaksimal mungkin, tapi tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunannya, baik dari segi materi, maupun penyusunannya, oleh karena itu penyusun mengharapakan sumbangsih pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya, dan harapan bagi penyusun, semoga makalah ini dapat memberi manfaat dalam proses evaluasinya.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Al-Kabi, Dr. Sa’aduddin bin .1431 H. Al-Wajiz Al-Muqarin fi Ahkam Az-Zakah wa Ash-Shiyam wa Al-Hajj. Penerbit Al-Maktab Al-Islami. Cetakan pertama.

Al- Asqalani , Ahmad bin Ali Hajar. Cetakan ke tiga 2016. Fathul Bari. Penerbit Pustaka Iman. Jakarta.

Abduh Tuasikal, Muhammad. Cetakan pertama Rajab 1441 H. Panduan zakat minimal 2,5% . E-book Rumaysho.Yogyakarta.

Abu Ubaidah as sidawi, Yusuf. Panduan Praktis Zakat Fitri & Sholat Idul Fitri. Media dakwah al-furqon. Gresik.

Al-Husain bin Ahmad. 2013. Matan Al-Ghoyatu Wat Taqrib. Daru Ibnu Hazm. Bairut, Lebanon.

Shalih al-Munajjid, Muhammad. 2023. Fikih Zakat. Website As-sual wal jawab https://islamqa.info/id/answers

Abduh Tuasikal, Muhammad. 2022-2023. https://rumaysho.com/category/hukum-islam/zakat.

Abdul Qodir, Alawi. 2023. Ensiklopedia/Mausu’ah Hadist, Website https://dorar.net/hadith

Tidak ada komentar:

Posting Komentar