Kamis, 07 Desember 2023

Perkara Yang Membatalkan Shalat, Sunnah Shalat dan Shalat Sunnah

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Humaidi Tamri, Lc, M.Pd
Oleh Kelompok 3 Angkatan 5 :
1. Yossy Darma (PAUD)
2. Lutfi Andaristin (PAI)
3. Khairun Nisa Nurpratiwi (PAUD)
4. Nurul Izzah Razali (PAI)

KATA PENGANTAR

الحمد هلل الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله، وكفى باهلل شهيداً.وأشهد أن ال إله إال
هللا وحده ال شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله صلى هللا عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليماً
بعد أما.مزيداً

Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, meminta pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya. Diantara kewajiban yang harus seseorang terhadap perintah dan larangan dari Allah adalah berilmu dengan hal tersebut.

Maka kami kelompok tiga akan berusaha menjadi bagian dari penyusunan sebuah pembahasan tentang perkara yang membatalkan sholat, sunnah sholat dan sholat sunnah semoga penyusunan makalah ini dicatat sebagai amal shalih disisi Allah dan semua yang terlibat memperoleh ganjaran berlipat ganda

Akan tetapi jika dalam penyusunan ini terdapat kesalahan, kami selaku penyusun meminta saran dan kritiknya untuk memperbaiki apa yang kurang dari pembahasan pada makalah ini.

Shalawat berserta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi-Nya, Muhammad bin Abdillah, juga kepada keluarganya dan para sahabat beliau serta kepada orang-orang yang setia mengikuti jalannya hingga hari kiamat. Aamiin

Banjarnegara, 6 Desember 2023

Penyusun Makalah
Kelompok 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 latar Belakang.
1.2 Rumusan Masalah.
1.3 Manfaat penelitian.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Macam-Macam Perbuatan Yang Membatalkan Shalat.
2.2 Sunnah-sunnah dalam shalat.
2.3 Macam-macam shalat sunnah.
BAB III PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Allah subahanahu wata’ala adalah Rabb yang menciptakan seluruh alam semesta, mengaturnya dan memeliharanya. Dia yang Maha Sempurna dengan segala ciptaannya sehingga kita bisa melihat, mendengar dan juga merasakannya. Allah telah menetapkan hukumnya untuk manusia, lewat utusannya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasalam beliau telah menyampaikan kepada kita umat manusia untuk hanya mengEsakan Allah saja. Beribadah kepadaNya dan melakukan segala aktivitas juga karenaNya. Agama islam adalah agama yang sempurna, Allah subahanau wa tala berfirman :
 اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ 
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat- Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.“ ( Qs. Al Maidah : 3)

Ibadah dalam agama islam adalah satu aktivitas yang sangat dicintai oleh Allah, meskipun demikian tidak semua aktivitas terhitung ibadah jika tidak disandarkan kepada Allah dan mengikuti tuntunan dari sunnah Nabi Muhammad shallahu alaihi wasalam, salah satu amal ibadah yang akan dihisab pertama kali oleh Allah adalah sholat, sebagaimana dalam sabdanya :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - ، قَالَ : قاَلَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - : (( إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ - عَزَّ وَجَلَّ - : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا )) رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيثٌ حَسَنٌ ))
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan).

Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengitahui ilmu tentang sholat, apa saja hal-hal yang dapat membatalkan sholat, apa saja sunnah dalam sholat dan macam-macam sholat sunnah.

1.2  Rumusan Masalah

1. Apa sajakah macam-macam sholat sunnah dan sunnah sholat?
2. Mengapa kita harus mendirikan sholat wajib maupun shalat sunnah?

1.3 Manfaat penelitian

1. Mengetahui manfaat besar dalam sholat wajib dan shalat sunnah.
2. Mengetahui makna dari mendirikan shalat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Macam-Macam Perbuatan Yang Membatalkan Shalat

Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedia Fikih Indonesia: Shalat menyebutkan terdapat banyak perkara yang bisa membatalkan salat. Yakni sebagai berikut:

1. Murtad

Murtad atau keluar dari Islam, menjadi pembatal salat karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa salah satu syarat sahnya salat adalah beragama Islam. Demikian orang yang status keislamannya lepas, maka otomatis salatnya batal.

2. Gila

Menjadi gila atau hilangnya akal sehat juga menjadi hal yang membatalkan salat. Lantaran di antara syarat sah salat yakni berakal, maka tidak sah bila salat dilakukan oleh orang gila atau orang yang kehilangan akalnya.

3. Belum Masuk Waktu Salat

Salat tidak sah jika dilakukan sebelum waktunya. Maka jika seseorang sedang salat tanpa mengetahui waktunya, dan di tengah salat baru masuk waktu, maka salatnya itu langsung batal.

4. Terkena Najis

Suci dari najis menjadi salah satu syarat sah salat. Sehingga tak sah salat seseorang, apabila di bajunya, di badannya, atau pada tempat salatnya terkena najis.

5. Berhadats Kecil

Tak hanya najis, salat pun mesti suci dari hadats baik besar maupun kecil. Apabila muslim berhadats kecil disengaja ataupun tidak, maka batal salatnya. Hadats kecil di sini berupa keluarnya sesuatu melalui kemaluan seperti air kencing, mani, wadi, madzi, kotoran, hingga kentut. Semua hal yang keluar dari dua lubang (qubul dan dubur), membuat batal salat seseorang.

6. Berhadats Besar

Terkena atau mengalami hadats besar juga dapat membatalkan salat seseorang. Yang termasuk hadats besar adalah keluar air mani, persetubuhan, meninggal dunia, haid, nifas dan melahirkan.

7. Terbukanya Aurat secara Sengaja

Bila aurat terbuka dalam waktu lama, maka membuat salatnya batal. Jika aurat terbuka dalam waktu sekilas, dan langsung ditutup kembali, Imam Syafi'i dan Hambali katakan tidak menjadikan batal salat. Sementara Malikiyah berpendapat, secepat apapu aurat yang terbuka ditutup, maka salanya tetapi batal.

8. Bergeser dari Arah Kiblat

Muslim yang salat serta melakukan gerakan badan yang membuat arah salatnya bergeser hingga membelakangi kiblat, maka salatnya batal dengan sendirinya.

9. Kehilangan Niat

Orang yang salat, kemudian tiba-tiba niatnya berubah, maka salatnya langsung batal. Yang dimaksud berubah niat pula, bila terbesit niat untuk menghentikan salat yang sedang dilakukannya di dalam hati, maka pada saat itu salatnya batal sebab niatnya telah rusak.

10. Tidak Membaca Surat Al Fatihah

Para ulama sepakat bahwa membaca Surat Al Fatihah adalah termasuk dari rukun salat. Sehingga muslim yang secara sengaja maupun lupa untuk tidak membacanya, maka salatnya tidak sah.

11. Meninggalkan Rukun Salat Lainnya

Berikut yang termasuk rukun salat: berdiri, rukuk, itidal, sujud, duduk di antara dua sujud, duduk tasyahud akhir, membaca lafal tasyahud akhir, membaca shalawat pada tasyahud akhir, mengucapkan salam pertama, tertib, dan tuma'ninah. Jika rukun-rukun ini tertinggal atau tidak dikerjakan, bahkan salah satunya saja, maka salat seseorang menjadi tidak sah.

12. Tertawa

Jumhur ulama menyepakati, orang yang tertawa dalam salatnya, maka batal salat orang tersebut.

13. Mengucap Salam dan Menjawabnya

Meski mengucapkan salam adalah sunnah dan menjawabnya yaitu wajib, tetapi tidak boleh dilakukan ketika sedang salat. Karena dalam salat, salam merupakan berada di akhir sebagai penutup. Sehingga bila penutup (salam) itu dilakukan, maka selesai salat itu (batal).

14. Membaca Shalawat

Membaca shalawat ketika mendengar nama Nabi SAW memang sunnah, tetapi jika dalam salat, shalawat itu diucapkan padahal bukan bagian ari ayat Al-Qur'an dan bacaan tasyahud, maka membatalkan salat seseorang. Juga yang ucapan yang membatalkan salat yaitu; mendoakan orang bersin saat sedang salat, mengucapkan lafal 'shadaqallaahul- adzhiim', mengucapkan istirja (innalillahi wa inna ilaihi raajiuun), hingga mengeluarkan suara tanpa arti.

15. Bergerak di Luar Gerakan Salat

Ulama menyepakati bahwa gerakan salat yang dilakukan berulang mampu membatalkan salat. Para ulama berbeda pendapat terkait batasan gerakan yang membatalkan salat ini. Madzhab Hanafi dan Maliki berpandangan, gerakan yang banyaklah yang dapat membuat salat menjadi batal. Sementara madzhab Syafi'i dan Hambali, berstandar pada 'al-urf' (kebiasaan masyarakat). Jika suatu gerakan dalam salat dianggap sudah keluar dari konteks salat menurut kebiasaan masyarakat, maka salatnya batal.

16. Makan dan Minum

Ditetapkan oleh ulama, bahwa makan dan minum selagi salat mampu membatalkan salat seseorang. Meskipun, orang itu menelan makanan dan minuman dalam jumlah yang sedikit atau kecil, tetap membuat salat tidak sah.

17. Mendahului Imam dalam Salat Berjamaah

Seorang makmum melakukan gerakan salat yang mendahului imam, maka membuat salatnya batal. Seperti bangun dari sujud lebih dahulu dari imam.

18. Tersedianya Air bagi Orang yang Tayamum

Tayamum menjadi alternatif atau rukhsah (keringanan) apabila tidak mendapatkan air untuk berwudhu. Namun jika seseorang telah bertayamum untuk salat, kemudian air tersedia di tengah pelaksanaan salatnya, maka saat itu salatnya batal. Lantaran halangan bersuci dengan air sudah tidak ada lagi, sehingga ia harus berwudhu dan mengulangi salatnya.[1]
[1]. Febriani, Anisa Rizki. 2023.” Tata Cara Tayamum bagi Orang Sakit, Lengkap dengan Bacaan Niat” www.detik.com. Diakses pada Sabtu 24 Juni 2023. https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6789910/tata-cara-tayamum-bagi-orang-sakit-lengkap- dengan-bacaan-niat.

2.2  Sunnah-Sunnah Dalam Shalat

A. Sunnah berupa ucapan

1. Doa istiftah.
2. Isti'adzah atau ta'awudz dan basmalah.
3. Membaca "aamiin" setelah imam selesai membaca Al Fatihah.
4. Membaca surah (selain Al Fatihah), atau sebagian surah pada tiap rakaat dari rakaat pertama dan kedua, bisa juga dibaca kadang-kadang pada rakaat ketiga dan keempat.
5. Takbir intiqaal (berpindah rukun).
6. Membaca dzikir ketika rukuk dan sujud.
7. Membaca at tasmii' (sami'allahu liman hamidah) dan at tahmid (robbana wa lakal hamdu). Hal ini berlaku bagi imam dan makmum sebagaimana jadi pendapat dalam madzhab Syafi'i.
8. Doa di antara dua sujud dan doa ketika tasyahud seperti berlindung dari empat hal (dari siksa Jahannam, siksa kubur, fitnah hidup dan mati, serta kejelekan fitnah Al Masih Ad Dajjal).
وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ رسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أرْبَعٍ ، يقول : اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ )) . رواه مسلم .
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bertasyahud, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan mengucapkan, “ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAM, WA MIN ‘ADZABIL QOBRI, WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT, WA MIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAAL" (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 588]

9. Membaca shalawat ketika tasyahud awal dan akhir. Dalam madzhab Syafi'i, dalam tasyahud awal juga disunnahkan membaca shalawat

10. Salam kedua, karena Nabi Shalallahu alaihi wasallam terkadang hanya sekali

B. Sunnah berupa perbuatan

1. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, rukuk, bangkit dari rukuk, dan bangkit dari tasyahud awal.

2. Meletakkan tangan di dada.

3. Membuka kedua telapak tangan sedikit ketika takbir.

4. Membaca bacaan dengan jahr pada shalat yang diperintahkan untuk jahr, membaca bacaan dengan lirih pada shalat yang diperintahkan untuk lirih.

5. Membaca Al Qur'an dengan tartil, dan berhenti pada setiap ayat.

6. Membaca surah pilihan dari muffashal (ada surat yang panjang dan pendek) pada shalat tertentu, misalnya shalat Shubuh dianjurkan membaca surah thiwal mufashal.

7. Memegang lutut dengan telapak tangan, sambil jari tangannya direnggangkan ketika rukuk. Sedangkan punggung dalam keadaan rata dengan kepala, juga menjauhkan lengan dari lambung.

8. Mendahulukan kedua telapak tangan dari lutut ketika sujud. Bisa pula sebaliknya yaitu mendahulukan lutut daripada telapak tangan, sebagaimana pendapat jumhur ulama dari Syafi'iyah, Hanafiyah, dan Hambali.

9. Bangkit dari sujud untuk berdiri dengan bertumpu pada tangan, sebagimana pendapat Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan sebagian salaf. Termasuk juga pendapat dari Syaikh Al Albani.

10. Menjadikan kepala diantara dua telapak tangan ketika sujud dan lengan dibuat terbuka, lalu jari jari kaki dihadapkan ke arah kiblat. Dilarang kedua lengan iftirasy yaitu menempel pada lantai sebagaimana jadi pendapat empat madzhab.

11. Duduk iq'a saat duduk diantara dua sujud (kadang kadang) dan duduk iftirasy ketika itu, begitu pula duduk iftirasy saat tasyahud awal.

12. Duduk istirahat setelah sujud kedua sebelum bangkit ke rakaat kedua atau rakaat ke empat.

13. Meletakkan kedua tangan di paha , pada saat duduk dan saat tasyahud.

14. Duduk tawarruk pada rakaat terakhir.

15. Melihat pada jari telunjuk dan berisyarat dengannya ketika tasyahud.

16. Menoleh kanan dan kiri ketika salam.

17. Salam kedua.[2]
[2]. Tuasikal, Muhammad Abduh. 2019. “Manhajus Salikin: Sunnah Shalat” rumaysho.com. Diakses pada Senin 16 Desember 2019. https://rumaysho.com/22957-manhajus-salikin-sunnah-shalat.html

2.3  Macam-macam Shalat Sunnah

1. Sholat Tahajjud

a. Pengertian Sholat tahajjud

Menurut bahasa هَجَدَالرَّجُلُ ( tanpa tasydid) artinya seseorang tidur di malam hari, Adapun هَجَّدَالرَّجُلُ artinya sholat di malam hari, dan Adapun الْمُتَهَجِّدُ artinya orang yang berdiri di malam hari, ia bangun dari tidurnya untuk sholat malam.

b. Hukum Sholat Tahajjud

Hukum dari sholat tahajjud adalah sunnah muakkadah atau sunnah yang ditekankan. Sholat ini ditetapkan Al-Quran dan Sunnah serta ‘ijma ulama saat ini.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَالَّذِيْنَ يَبِيْتُوْنَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَّقِيَامًا 
Artinya : ”Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka “ (Qs. Al-Furqaan [25]: 64)

Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman menerangkan sifat dari orang-orang yang bertaqwa, dalam firman-Nya :

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Artinya : ”Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (Qs. Adz-Dzaariyaat [51]: 17-18)

c. Keutamaan Sholat Malam

Keutamaan dari sholat malam ini sangat besar, berdasarkan dari hal-hal dibawah ini :

1. Perhatian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap sholat malam sangat besar, hal itu ditunjukan dengan kaki beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bengkak. Beliau sangat bersungguh-sungguh untuk melakukannya, sebagaimana yang diriwayatkan dari ummul mu’minin Aisyah Rahdiallahuanha, beliau berkata:

"Mengapa engkau melakukan hal ini wahai Rosulullah, padahal Allah ta’ala telah mengampuni dosa Anda yang telah lalu maupun yang akan datang?”

Maka Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا
”Tidak bolehkah aku, jika aku menjadi hamba yang banyak bersyukur ? ” ( Muttafaq ’alaih)

2. Sholat malam merupakan salah satu sebab yang agung dari sebab-sebab masuk kedalam surga.

Diriwayatkan dari ’Abdullah bin Salam Radhiallhu ’anhu, ia berkata : ”Tatkala Nabi tiba di Madinah, maka orang-orang berbondong-bondong menuju kepada beliau. Dikatakan Rosulullah telah tiba ! Rosulullah telah tiba ! Rosulullah telah tiba ! ( tiga kali). Aku pun bergabung dengan orang-orang untuk bergabung dengan beliau. Tatkala aku telah jelas melihat wajah beliau, aku yakin bahwa wajahnya bukan wajah seorang pendusta. Dan perkataan beliau yang pertama kali aku dengar adalah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلاَمَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَام،َ وَصِلُوا اْلأَرْحَامَ، وَصَلُّوا باِللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْـجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikan makan, sambung kekeluargaan, dan shalatlah di waktu malam, ketika manusia sedang tidur. Niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat” (HR. At-Tirmidzi)

3. Shalat malam merupakan sebab ditingkatkannya derajat seseorang di Surga. Hal ini berdasarkan hadist Abu Malik Al-Asy’ari Radhiallhu’anhu, ia mengatakan bahwa Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إن في الجنة غرفا، يرى ظاهرها من باطنها، وباطنها من ظاهرها أعدها الله لمن ألان الكلام، وأطعم الطعام، وتابع الصيام، وصلى بالليل والناس نيام
”Sesungguhnya di surga ada kamar-kamar yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam, dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Kamar-kamar itu disediakan oleh Allah ta’ala untuk orang yang memberikan makanan dengan kata-kata lembut, mengikuti puasa, menebarkan salam, dan shalat dimalam hari ketika manusia sedang tidur ” (HR. Ahmad)

d. Waktu yang paling utama untuk shalat malam adalah sepertiga malam terakhir.

Shalat malam sejatinya boleh dilakukan pada awal malam, pertengahan malam atau di akhir malam, berdasarkan hadist Anas Radhiallu’anhu, ia berkata : “Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tidak berpuasa dari satu bulan hingga kami menyangka bahwa beliau tidak berpuasa pada bulan itu. Dan beliaupun suka berpuasa hingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah berbuka dalam bulan itu. Dan tidaklah engkau ingin melihat beliau shalat di suatu malam, melainkan engkau akan dapat melihatnya shalat. Dan tidaklah engkau ingin melihat beliau tidur, melainkan engkau akan melihatnya tidur” ( HR. Al-Bukhori)

Hadist ini menunjukan kemudahan bagi seorang muslim, kapan saja waktu yang mudah baginya, silakan ia untuk bisa melakukan shalat. Akan tetapu yang paling utama adalah shalat mlam disepertiga malam yang terakhir. Hal ini juga berdasarkan hadist dari ‘Amr bin ‘Abasah Radhiallhu’anhu, bahwasanya ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنَ العَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ الآخِرِ، فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ»
“Keadaan yang paling dekat antara Rabb dengan seorang hamba adalah pertengahan malam terakhir. Jika engkau mampu menjadi orang yang berdzikir kepada Allah disaat tersebut, maka lakukanlah” (HR. At-Tirmidzi)

e. Jumlah rakat shalat malam tidak memiliki bilangan khusus.

Hal ini berdasarkan hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوْتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
”Shalat malam itu dua raka’at dua raka’at, apabila salah seorang dari kalian khawatir tiba waktu subuh, maka ia sholat satu raka’at sebagai witir dari shalat yang telah ia lakukan” (HR.Bukhari & Muslim).

Akan tetapi yang lebih utama adalah shalat malam cukup dengan sebelas rakaat atau tiga belas rakaat sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi. Diriwayatkan dari Aisyah Radhallahu’anha, ia berkata :

”Rasulullah shalat malam diantara shalat isya hingga shalat fajar (subuh) sebanyak sebelas rakaat, beliau salam setiap dua rakaat dan witir dengan satu raka’at”. (HR. Muslim) [3]
[3]. Sa’id. 2009. Tuntunan Lengkap Shalat Witir, Thajjud dan Dhuha / Sa'id bin Ali bin Wahf al-Qahthani. Bogor. Pustaka Ibnu Umar.

2. Sholat Dua Hari Raya

a. Hukum dan Waktu Pelaksanaan Sholat Hari Raya

Sholat dua hari raya yang dimaksud adalah Idhul Fitri dan Idhul Adha (kurban). Dimana keduanya adalah sholat sunnah yang juga sangat dianjurkan. Allah ta’ala memerintahkan dalam firman-Nya :
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
Artinya : ”Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah” (QS. Al-Kautsar [108]: 1-2). Selanjutnya Allah ta’ala mengkaitkan kebahagiaan yang diperoleh seorang mukmin dengan kedua shalat tersebut, seperti tertera dalam Firman-nya :
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰىۙ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهٖ فَصَلّٰىۗ
Artinya : “Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan mengingat nama Rabbnya, lalu dia shalat.” (QS. Al-‘Ala [87]: 14-15 )

Kemudian Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melaksanakannya, dan beliau juga menganjurkannua dan memerintahkan untuk melaksanakannya. Dalam pelaksanaanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerahkan segenap wanita dan anak-anak kecil. Hal itu dikarenakan bahwa shalat dua hari raya merupakan salah satu syiar islam dan pemandangan keimanan serta ketakwaan.

Waktu pelaksanaan shalat dua hari raya yaitu dimulai sejak matahari naik setinggi tombak (sepenggalahan) hingga matahari tergelincir. Adapun yang lebih utama dalam pelaksanaan shalat hari raya kurban ialah dilaksanakan pada awal waktunya sehingga memungkinkan orang-orang utnuk menyembelih binatang kurban mereka. Sedangkan waktu pelaksanaan shalat hari raya idhul fitri ditangguhkan sedikit dari waktu pelaksanaan shalat hari raya kurban, sehingga memungkinkan untuk orang-orang mengeluarkan zakat mereka.

Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya demikian, dari Jundab Radhiallhu’anhu berkata :
كَانَ النَّبِيِّ ﷺ يُصَلِّي بِنَا الفِطْرَ وَالشَّمْسُ عَلى قَيْدِ رُمْحَيْنِ، وَالْأَضْحَى عَلَى قَيْدِ رُمْح
”Nabi biasa shalat hari raya Idul Fitri bersama kami saat matahari (telah naik) kira-kira dua tombak dan melakukan shalat hari raya kurban saat matahari naik kira-kira satu tombak,”

b. Etika dan hal-hal yang perlu dilakukan ketika akan mengerjakan Shalat dua hari raya

1. Mandi, memakai minyak wangi dan mengenakan pakaian yang bagus.

2. Berbuka terlebih dahulu sebelum pergi mengerjakan shalat hari raya idhul fitri serta makan daging kurban setelah shalat hari raya kurban.

3. Mengumandangkan takbir pada malam Idhul Fitri dan Idhul Adha.

4. Berangkat ke tempat shalat melalui suatu jalan dan pulang melalui jalan yang berbeda.

5. Shalat hari raya hendaklah dilaksanakan di padang pasir atau di lapangan yang terbuka, kecuali dalam keadaan darurat seperti hujan dan lain-lain maka boleh dilakukan di masjid-masjid.

6. Mengucapkan selamat dengan mengucapkan salam kepada saudaranya.

7. Tidak ada larangan memberikan kelonggaran (agak royal) dalam makanan, minuman dan mengadakan hiburan yang dibolehkan.

c. Tata cara Pelaksanaan shalat Dua hari raya

Tata cara pelaksanaan shalat hari raya hendaklah kaum muslimin berangkat dari rumah ke tempat shalat sembari mengumandangkan takbir hingga matahari meninggi dari tempat terbitnya. Selanjutnya imam berdiri menunaikan dua rakaat shalat tanpa adzan dan iqomah dengan tujuh kali takbir pada rakaan pertama berikut takbiratul ihram serta orang-orang bertakbir dibelakangnya. Imam kemudian membaca Alfatihah dan surat Al ’Ala, kemudian imam bertakbir sebanyak enam kali pada rakaat kedua dan membaca Alfatihah dan surat Al Ghasiyyah atau Asy-Syams.

Setelah salam imam berdiri dan berkhutbah, dan dalam khutbahnya hendaklah seorang imam itu menasihati dan mengingatkan para jama’ahnya diselingi dengan takbir.

3. Shalat Kusuf (Gerhana)

a. Hukum dan Waktu shalat gerhana

Sholat gerhana merupakan shalar sunnah yang dianjurkan sekali, baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan dan Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan melalui sabdanya :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذلِكَ فَصَلُّوْا
“Matahari dan Bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, dimana keduanya tidak akan gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Jika kamu melihat kejadian itu, maka shalatlah” (HR. Bukhari)

b. Hal-hal yang disunnahkan saat terjadi Gerhana

Ketika gerhana terjadi maka disunnahkan untuk memperbanyak dzikir, takbir, istigfar, doa, sedekah,memerdekakan hamba sahaya (budak), berbuat baik dan silaturahim, hal ini berdasarkan sabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوْا، وَصَلُّوْا، وَتَصَدَّقُوْا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari)

c. Tata Cara Shalat Gerhana

Tata cara pelaksanaan shalat gerhana: Hendaklah orang- orang menunaikan shalat gerhana secara berjama'ah di masjid tanpa adzan dan iqamah. Tetapi tidak menjadi masalah mengumandangkan seruan dengan kalimat:
الص ََلةُ جا ِم َعة
Selanjutnya mereka shalat gerhana bersama imam sebanyak dua rakaat, di mana pada tiap-tiap rakaat melakukan dua kali rukuk dan dua kali sujud, dengan memanjangkan bacaan (surat), rukuk dan sujud. Jika gerhana hilang ketika sedang shalat, hendaklah mereka menyempurnakan shalatnya seperti layaknya shalat sunnah biasa.

Dalam shalat gerhana tidak ada khutbah, tetapi imam boleh memberikan nasihat dan peringatan kepada mereka jika berkenan dan dipandang baik.

4. Shalat Istisqa’

a. Hukum shalat Istisqa

Shalat Istisqa` termasuk shalat sunnah yang dianjurkan sekali, di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah melaksanakannya dan beliau juga memberitahukannya kepada orang-orang serta ikut pergi ke tempat pelaksanaan shalat istisqa. Abdullah bin Zaid Radhiallhu’anhu berkata,
خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِي فَتَوَجَّهَ إِلَى الْقِبْلَةِ يَدْعُو وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar untuk melaksanakan shalat istisqa’, beliau lalu berdoa dengan menghadap ke arah kiblat sambil membalikkan kain selendangnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaannya pada kedua rakaat itu.” (HR. Al-Bukhari no. 1025 dan Muslim no. 894)

b. Pengertian Istisqa

Istisqa artinya minta turun hujan dari Allah untuk sejumlah negeri atau hamba-hambaNya melalui shalat, berdoa dan beristighfar ketika terjadi kemarau.

c. Waktu Pelaksanaan Shalat Istisqa

Waktu pelaksanaan shalat istisqa' sama seperti shalat hari raya, berdasarkan keterangan yang dituturkan Aisyah; 
خَرَجَ رَسُولُ الله حِينَ بَدَا حَاجِبُ الشَّمْسِ
"Rasulullah pergi menunaikan shalat istisqa ketika tampak penghalang matahari (berupa bulatannya)" (HR. Abu Dawud)

Walaupun demikian dapat dilakukan kapan saja selain waktu-waktu yang dilarang shalat di dalamnya.

d. Hal-hal yang Disunnahkan Sebelum Shalat Istisqa

Disunnahkan bagi imam untuk mengumumkan pelaksanaan shalat istisqa beberapa hari sebelumnya, menghimbau orang-orang supaya bertaubat dari kemaksiatan dan menjauhkan diri dari kezhaliman. Juga menganjurkan mereka supaya berpuasa, bersedekah dan meninggalkan permusuhan, karena kemaksiatan itu penyebab kemarau, sebagaimana ketaatan menjadi penyebab kebaikan dan keberkahan.

e. Tata Cara Pelaksanaan Shalat Istisqa`

Imam dan orang-orang pergi ke tempat shalat, lalu imam shalat bersama mereka dua rakaat. Jika imam berkenan, maka ia dapat mem- baca takbir tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua seperti pada shalat hari raya. Pada rakaat pertama, imam membaca surat al-'Ala setelah ia membaca al-Fatihah dengan suara keras, sedang pada rakaat kedua membaca surat al-Ghasyiyah.

Setelah selesai shalat, hendaklah imam menghadap ke arah jama'ah dan berkhutbah di hadapan mereka dengan menghimbau mereka supaya memperbanyak istighfar, lalu imam berdoa yang diamini oleh jama'ah, lalu imam menghadap kiblat serta mengubah posisi selendangnya, sehingga bagian sebelah kanan berpindah ke bagian sebelah kiri, serta bagian sebelah kiri berpindah ke bagian sebelah kanan, lalu orang-orang pun harus mengubah posisi selendang mereka sebagaimana yang dilakukan imam. Selanjutnya mereka berdoa sesaat, lalu bubar.

Tata cara di atas berdasarkan keterangan Abu Hurairah,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ خَرَجَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يَسْتَسْقِي فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ بِلَا أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ خَطَبَنَا وَدَعَا اللَّهَ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ رَافِعًا يَدَهُ ثُمَّ قَلَبَ رِدَاءَهُ فَجَعَلَ الْأَيْمَنَ عَلَى الْأَيْسَرِ وَالْأَيْسَرَ عَلَى الْأَيْمَنِ
[رواه ابن ماجه وأحمد]
"Nabi pergi menunaikan shalat istisqa, dan beliau shalat bersama kami sebanyak dua rakaat, tanpa adzan dan iqamah. Kemudian beliau berkhutbah di hadapan kami dan berdoa kepada Allah . Setelah itu, beliau menghadapkan mukanya ke arah kiblat sambil mengangkat kedua tangannya, kemudian mengubah posisi selendangnya, sehingga bagian sebelah kanan ber pindah ke bagian sebelah kiri, serta bagian sebelah kiri berpindah ke bagian sebelah kanan," (HR. Ahmad)

f. Doa Istisqa

Diriwayatkan, bahwa ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa dalam shalat istisqa beliau membaca:

"Ya Allah, berilah kami hujan yang menolong yang berakibat baik dan menyuburkan (tanaman), menyirami dengan lebat, rata, meluas, sekali hen- takan, turun dari atas, dan terus menerus. Ya Allah! Berilah kami hujan dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang berputus asa (dari rahmatMu). Ya Allah! (turunkanlah hujan) pada para hamba, negeri-nege- ri, ternak-ternak dan seluruh makhluk yang membebaskan kami dari derita, kesulitan dan kepapaan, sehingga kami tidak mengeluhkannya kecuali kepa- daMu. Ya Allah, tumbuhkanlah bagi kami tanam- tanaman dan penuhkanlah puting-puting susu ternak kami serta siramilah kami dari berkah-berkah langit. Tumbuhkanlah bagi kami dari berkah-berkah bumi. Ya Allah, hilangkanlah dari kami kesulitan, kelaparan dan ketiadaan pakaian, hilangkanlah dari kami. bencana yang tidak dapat dihilangkan kecuali olehMu. Ya Allah, sungguh kami memohon ampunan kepadaMu, sesungguhnya Engkau Maha Pengam- pun, maka turunkanlah hujan pada kami dengan deras. Ya Allah siramilah para hambaMu dan ternak-ternakMu, tebarkanlah rahmatMu dan hidupkanlah negeriMu yang telah mati” (HR. Ibnu Majah). [4]
[4]. Jazairi, Abu Bakar Jabir Al-Ikhwanuddin Abdullah. 2006. Minhajul Muslim : Konsep Hidup Ideal dalam Islam / Abu Bakar Jabir Al-Jazairi; Penerjemah: Musthofa Aini, Amir Hamzah, Kholif Mutaqin. Jakarta : Darul Haq.

5. Sholat witir

عَنْ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - ، قَالَ : الوِتْرُ لَيْسَ بِحَتْمٍ كَصَلاَةِ المَكْتُوبَةِ ، وَلَكِنْ سَنَّ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ، قَالَ : (( إِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الوِتْرَ ، فَأَوْتِرُوا يَا أَهْلَ القُرْآنِ )) رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ))
Dari 'Ali radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Salat witir tidaklah seperti shalat wajib. Namun demikian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyunnahkannya. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah itu witir dan mencintai yang witir, maka lakukanlah witir, wahai Ahli Al-Qur'an.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan ).

Witir secara bahasa berarti ganjil. Hal ini sebagaimana dapat kita lihat dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ
“Sesungguhnya Allah itu witir (tunggal) dan menyukai yang witrr (ganjil).” (HR. Bukhari, no. 6410 dan Muslim, no. 2677)

Sedangkan yang dimaksud witir pada shalat witir adalah shalat yang dikerjakan antara shalat Isya' dan terbitnya fajar (masuknya waktu Shubuh), dan shalat ini adalah penutup shalat malam. Disebutkan witir karena dikerjakan dengan rakaat yang ganjil, bisa dengan satu, tiga, atau bilangan ganjil lainnya, dan tidak boleh mengerjakannya dengan jumlah rakaat genap.

Mengenai shalat witir apakah bagian dari shalat qiyamul lail (tahajud) atau tidak, para ulama berselisih pendapat. Imam Nawawi sendiri mengatakan bahwa yang benar adalah witir itu termasuk shalat malam atau shalat tahajud, sebagaimana tegas pula di kitab Al-Umm Imam Syafi'i. Namun sebagian ulama Syafi'iyah menyatakan bahwa shalat witir itu bukanlah tahajud.

A. Anjuran melakukan sholat witir

عَنْ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - ، قَالَ : الوِتْرُ لَيْسَ بِحَتْمٍ كَصَلاَةِ المَكْتُوبَةِ ، وَلَكِنْ سَنَّ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ، قَالَ : (( إِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الوِتْرَ ، فَأَوْتِرُوا يَا أَهْلَ القُرْآنِ )) رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ))
Dari 'Ali radhiyallahu 'anhu , ia berkata, “Salat witir tidaklah seperti shalat wajib. Namun demikian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyunnahkannya. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah itu witir dan mencintai yang witir, maka lakukanlah witir, wahai Ahli Al-Qur'an.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Shalat witir bukanlah wajib. Sebagian ulama menyatakan shalat witir itu wajib karena hanya berdalil dengan alasan perintah dalam hadits. Hadits yang disebutkan kali ini sudah tegas menyatakan bahwa shalat witir tidaklah wajib.

Hadits ini dijadikan dalil untuk anjuran qiyamul lail secara mutlak. Hadits ini mengusung shalat malam itu untuk ahli quran.[5]
[5]. Awaysasyah, dkk.1973. Kitab al Mausu'ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah. Kuwait : Dar al Hazm.

B. Waktu Pelaksanaan Shalat Witir

Menurut ulama Hambali dan pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'i, shalat witir dimulai setelah shalat Isya. Dan waktunya berakhir adalah ketika terbit fajar kedua. Dalilnya adalah dari Abu Bashrah Al-Ghifari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً، وَهِيَ الْوِتْرُ، فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Allah telah menambahkan bagi kalian shalat shalat yaitu witir. Bekerjakanlah shalat witir antara shalat Isya dan shalat Shubuh.” (HR. Ahmad, 6:7. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih ).

6. Shalat Fajar

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Dua rakaat sunnah Fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim, no. 725)

- Pengertian “lebih baik dari dunia dan seisinya” adalah shalat sunnah Fajar lebih baik daripada harta, keluarga, anak, dan perhiasan dunia lainnya yang seandainya manusia memiliki semuanya tetap kalah dengan keutamaan shalat sunnah Fajar. Kebahagiaan akhirat tentu lebih utama daripada kebahagiaan dunia karena akhirat itu kekal, sedangkan dunia itu akan fana.

- Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat semangat menjaga dua rakaat qabliyah Shubuh karena keutamaannya adalah lebih baik dari dunia dan seisinya.

- Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah meninggalkan shalat sunnah Fajar ketika mukim maupun safar.

- Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah tertidur dari shalat Shubuh. Ketika terbangun dia meminta Bilal mengumandangkan azan untuk shalat, lalu dia mengerjakan shalat sunnah Fajar dahulu, kemudian dia mengerjakan shalat fardhu Shubuh. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Qatadah. Sedangkan shalat sunnah rawatib lainnya tidak ia lakukan saat safar. [6]
[6].  Al Fauzan, Abdullah. 2011. Kitab Minhatul Allam Minhatul Alam Syarah Bulughul Maram. Bekasi : Dar Ibnul Jauzi.

7. Shalat Rawatib

Dari Ummu Habibah, Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa melakukan shalat dua belas rakaat dalam sehari semalam niscaya dibangunkan sebuah rumah baginya di surga.” (HR. Muslim. Dalam suatu riwayat disebut, “Shalat tathawwu’, shalat sunnah”). [HR. Muslim, no. 728, 101]

A. Faedah hadits

Hadits ini menunjukkan besarnya pahala bagi orang yang mengerjakan shalat sehari semalam sebanyak 12 rakaat. Amalan ini menjadi sebab masuk surga dan selamat dari neraka, tentu dengan mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram pula.

Jika 12 rakaat rawatib digabung dengan 11 rakaat shalat malam dan 17 rakaat shalat fardhu, maka dalam sehari dikerjakan 40 rakaat. Siapa yang menjaganya, maka dia memiliki kebaikan dan keutamaan yang banyak, ini tentu dianugerahkan pada yang cepat memenuhi panggilan dan membuka pintu ketika diketuk rutin setiap sehari semalam 40 kali.

B. Penjelasan Shalat Sunnah

Pembahasan pertama: Shalat sunnah yang disunnahkan untuk dilakukan secara berjamaah, yaitu shalat Idulfitri, shalat Iduladha, shalat gerhana matahari, shalat gerhana bulan, dan shalat istisqa’ (minta hujan). Semua shalat ini dihukumi sunnah muakkad dan ada dalil pendukungnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pembahasan kedua: Shalat sunnah rawatib yang dilakukan qabliyah (sebelum) dan bakdiyah (sesudah) shalat wajib. Shalat ini adalah shalat yang utama setelah shalat wajib. Shalat rawatib yang muakkad ada 10 rakaat, sedangkan shalat rawatib ghairu muakkad ada 12 rakaat.

Shalat rawatib itu ada dua macam:
1). Shalat rawatib muakkad (yang sangat ditekankan), ada 10 rakaat dalam sehari.
2). Shalat rawatib ghairu muakkad (tidak terlalu ditekankan), ada 12 rakaat dalam sehari. 

Shalat rawatib muakkad, ada 10 rakaat dalam sehari, yaitu: 2 rakaat qabliyah Shubuh, 2 rakaat qabliyah Zhuhur, 2 rakaat bakdiyah Zhuhur, 2 rakaat bakdiyah Magrib, dan 2 rakaat bakdiyah Isya.

Shalat rawatib ghairu muakkad, ada 12 rakaat dalam sehari, yaitu: 2 rakaat qabliyah Zhuhur, 2 rakaat bakdiyah Zhuhur, 4 rakaat qabliyah Ashar, 2 rakaat qabliyah Magrib, dan 2 rakaat qabliyah Isya. [7]
[7]. Syuja, Abi. 1258. Hasyiyah asy-Syaykh Ibrahim al-Bayjuri 2: Ala Syarh al- Alamah Ibn Qasim al-Ghazi. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

8. Shalat Dhuha

Banyak yang belum memahami keutamaan shalat yang satu ini. Ternyata shalat Dhuha bisa senilai dengan sedekah dengan seluruh persendian. Shalat tersebut juga akan memudahkan urusan kita hingga akhir siang. Ditambah lagi shalat tersebut bisa menyamai pahala haji dan umrah yang sempurna. Juga shalat Dhuha termasuk shalat orang-orang yang kembali taat.

Di antara keutamaan shalat Dhuha adalah:

Pertama: Mengganti sedekah dengan seluruh persendian

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
«يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى»
“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at” (HR. Muslim no. 720).

Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian. ‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِى آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلاَثِمَائَةِ مَفْصِلٍ
“Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian” (HR. Muslim no. 1007).

Kedua: Akan dicukupi urusan di akhir siang

Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.” (HR. Ahmad (5/286), Abu Daud no. 1289, At Tirmidzi no. 475, Ad Darimi no. 1451 . Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Penulis ‘Aunul Ma’bud –Al ‘Azhim Abadi- menyebutkan, “Hadits ini bisa mengandung pengertian bahwa shalat Dhuha akan menyelematkan pelakunya dari berbagai hal yang membahayakan. Bisa juga dimaksudkan bahwa shalat Dhuha dapat menjaga dirinya dari terjerumus dalam dosa atau ia pun akan dimaafkan jika terjerumus di dalamnya. Atau maknanya bisa lebih luas dari itu.” (‘Aunul Ma’bud, 4: 118)

Ketiga: Mendapat pahala haji dan umrah yang sempurna

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan) Al Mubaarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi (3: 158) menjelaskan, “Yang dimaksud ‘kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at’ yaitu setelah matahari terbit. Ath Thibiy berkata, “Yaitu kemudian ia melaksanakan shalat setelah matahari meninggi setinggi tombak, sehingga keluarlah waktu terlarang untuk shalat. Shalat ini disebut pula shalat Isyroq. Shalat tersebut adalah waktu shalat di awal waktu.”

Keempat: Termasuk shalat awwabin (orang yang kembali taat)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ال يحافظ على صَلة الضحى إال أواب، وهي صَلة اْلوابين
“Tidaklah menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali taat). Inilah shalat awwabin.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 1: 164). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Awwab adalah muthii’ (orang yang taat). Ada pula ulama yang mengatakan bahwa maknanya adalah orang yang kembali taat”. [8]
[8]. Nawawi, Imam. 2013. Syarah Shahih Muslim Jilid 6 : Kitab Haji (Lanjutan), Kitab Nikah /Imam An-Nawawi; Penerjemah: Suharlan,Darwis. Jakarta : Darus Sunnah.

9. Shalat Tarawih

Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan. [9]
[9]. Al Qurtubi, Abi `Abdillah al-Ansari. 1993. Jami` Li Ahkam Al-Qur'an. Jakarta: Dar al-kutub al-Ilmiyyah.

Adapun shalat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan shalat tahajjud menurut mayoritas pakar fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam saja.

Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam.

Imam Asy Syafi’i, mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khottob dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat tarawih secara berjama’ah karena merupakan syi’ar Islam yang begitu nampak sehingga serupa dengan shalat ‘ied

· Keutamaan Shalat Tarawih

Pertama: Akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi. Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya

Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil

Kedua: Shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda:
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh” Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai.

Ketiga: Shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.

Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sholat adalah satu ibadah yang sangat penting untuk diperhatikan dan sangat penting untuk mengetahui macam-macam perbuatan yang bisa membatalkan sholat seperti : murtad, gila, belum masuk waktu sholat, terkena Najis, berhadast kecil, berhadast besar, terbukanya aurat secara sengaja, bergeser dari arah kiblat, kehilangan niat, tidak membaca surat al fatihah, meninggalkan rukun shalat, tertawa, mengucap salam dan menjawabnya, makan dan minum, mendahului imam dalam shalat berjamaah, tersedianya air bagi orang yang bertayamum, bergerak diluar Gerakan sholat.

Kemudian memahami sunnah-sunnah dalam sholat seperti yang telah dijabarkan diatas seperti sunnah dalam berucap dan dalam perbuatan. Serta mengenal macam-macam sholat sunnah yang telah diajarkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, seperti sholat sunnah tahajjud, Sholat dua hari raya, sholat gerhana, sholat istisqo, sholat witir, sholat fajar, sholat rawatib, sholat dhuha, sholat tarawih serta sholat sunnah lainnya yang Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam telah ajarkan kepada kita sebagai umatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al Fauzan, Abdullah. 2011. Kitab Minhatul Allam Minhatul Alam Syarah Bulughul Maram. Bekasi : Dar Ibnul Jauzi.

Al Qurtubi, Abi `Abdillah al-Ansari. 1993. Jami` Li Ahkam Al-Qur'an. Jakarta: Dar al-kutub al- Ilmiyyah.

Awaysasyah, dkk.1973. Kitab al Mausu'ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah. Kuwait : Dar al Hazm. Febriani, Anisa Rizki. 2023.” Tata Cara Tayamum bagi Orang Sakit, Lengkap dengan Bacaan Niat” www.detik.com. Diakses pada Sabtu 24 Juni 2023.

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6789910/tata-cara-tayamum-bagi-orang-sakit-lengkap-dengan-bacaan-niat.

Jazairi, Abu Bakar Jabir Al-Ikhwanuddin Abdullah. 2006. Minhajul Muslim : Konsep Hidup Ideal dalam Islam / Abu Bakar Jabir Al-Jazairi; Penerjemah: Musthofa Aini, Amir Hamzah, Kholif Mutaqin. Jakarta : Darul Haq.

Nawawi, Imam. 2013. Syarah Shahih Muslim Jilid 6 : Kitab Haji (Lanjutan), Kitab Nikah /Imam An-Nawawi; Penerjemah: Suharlan,Darwis. Jakarta : Darus Sunnah.

Sa’id. 2009. Tuntunan Lengkap Shalat Witir, Thajjud dan Dhuha / Sa'id bin Ali bin Wahf al- Qahthani. Bogor : Pustaka Ibnu Umar.

Syuja, Abi. 1258. Hasyiyah asy-Syaykh Ibrahim al-Bayjuri 2: Ala Syarh al-Alamah Ibn Qasim al-Ghazi. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Tuasikal, Muhammad Abduh. 2009. “Keutamaan Shalat Tarawih” rumaysho.com. Diakses pada Kamis 20 Agustus 2009. https://rumaysho.com/446-keutamaan-shalat-tarawih.html

Tuasikal, Muhammad Abduh. 2019. “Manhajus Salikin: Sunnah Shalat” rumaysho.com. Diakses pada Senin 16 Desember 2019. https://rumaysho.com/22957-manhajus-salikin-sunnah-shalat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar