Kamis, 11 Januari 2024

Haji Dan Umrah

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Humaidi Tamri, Lc, M.Pd
Oleh Kelompok 7 Angkatan 5 :
1. Uu Ubaidillah (MPI)
2. Yopi Son Haji (SBA)
3. Osa Maliki (MPI)
4. Muhammad Miftahuddin (PAI)
5. Robbi Nursalim (PAI)
6. Nanda Fajar Aprillianto (PAI)

KATA PENGANTAR

Haji ibadah agung impian setiap muslim. Kerinduan untuk thowaf di ka'bah dan bermunajat di padang Arofah merupakan angan-angan dan kerinduan yang tidak pernah putus. Betapa banyak kaum muslimin yang telah berhaji tetap saja rindu untuk berhaji kembali.

Haji yang mabrur tidak ada balasan yang setimpal melainkan surga. Namun tentu tidak semua yang berhaji mendapatkan kemabruran haji. Umar bin al-Khottob berkata: "Yang datang berhaji banyak tapi yang berhaji (sesungguhnya) sedikit." Demikan pula tidak semua orang yang telah berhaji maka terbiaskan haji tersebut dalam perilakunya. Betapa banyak orang yang sudah berhaji akan tetapi perilakunya tidak menjadi lebih baik. Bahkan ada yang lebih parah setelah berhaji malah semakin angkuh dan sombong. Mudahan makalah ini usaha kecil dari penyusun untuk membantu bisa berhaji dengan lebih baik, lebih ikhkas, lebih sesuai sunnah, lebih bersabar dan lebih meraih pahala yang lebih besar di sisi Allah. Semoga Allah menerima amal ini sebagai amal yang ikhlash di sisi-Nya.

Akan tetapi jika dalam penyusunan ini terdapat kesalahan, kami selaku penyusun meminta saran dan kritiknya untuk memperbaiki apa yang kurang dari pembahasan pada makalah ini.

Shalawat berserta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi-Nya, Muhammad bin abdillah, juga kepada keluarganya dan para sahabat beliau serta kepada orang-orang yang setia mengikuti jalannya hingga hari kiamat. Aamiin

Lahat, 15 Desember 2023

Penyusun Makalah Kelompok 7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
1.2 Rumusan Masalah.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Pengertian Haji dan Umrah.
2.2 Dasar Hukum Haji dan Umrah.
2.3 Hikmah disyariatkannya Haji dan Umrah.
2.4 Syarat dan Rukun Haji dan Umrah.
2.5 Hal-Hal Yang di Larang Haji dan Umrah.
2.6 Niat Haji dan Umrah.
2.7 Macam-Macam Haji dan Umrah.
BAB III PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Haji dan umrah adalah dua ibadah yang mulia. Bahkan ibadah haji adalah salah satu dari rukun Islam. Hal ini betapa urgen dan pentinganya ibadah tersebut. Haji dan umrah juga dua ibadah yang menguji kita untuk mengorbankan harta, tenaga, dan juga mengorbankan hawa nafsu.

Tidak ada yang ragu bahwa haji merupakan ibadah yang dirindukan oleh setiap muslim di atas muka bumi ini, kita mendengar cerita tentang kerinduan kaum muslimin terhadap ibadah haji yang sungguh sangat luar biasa. Orang-orang mulai mengumpulkan uang bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, agar bisa berangkat ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah ini. Kita juga mendengar cerita bahwa ada sebagian wanita Indonesia, yang tatkala sampai di Arab Saudi, mereka langsung bersujud syukur dengan begitu luar biasa. Bahkan, banyak sekali yang bercita-cita ingin meninggal tatkala berhaji atau meninggal di tanah suci. Singkatnya, terlalu banyak cerita tentang bagaimana kerinduan kaum muslimin terhadap ibadah haji. Mereka yang merindukan ibadah yang sangat luar biasa ini dijanjikan banyak keutamaan oleh Allah, khususnya bagi orang-orang yang berhaji dengan mabrur.

Haji yang mabrur tidak ada balasan yang setimpal melainkan surga. Namun tentu tidak semua yang berhaji mendapatkan kemabruran haji. Umar bin al-Khottob berkata:

"Yang datang berhaji banyak tapi yang berhaji (sesungguhnya) sedikit". Demikan pula tidak semua orang yang telah berhaji maka terbiaskan haji tersebut dalam perilakunya. Betapa banyak orang yang sudah berhaji akan tetapi perilakunya tidak menjadi lebih baik. Bahkan ada yang lebih parah setelah berhaji malah semakin angkuh dan sombong. Mudahan makalah ini usaha kecil dari penyusun untuk membantu bisa berhaji dengan lebih baik, lebih ikhkas, lebih sesuai sunnah, lebih bersabar, dan lebih meraih pahala yang lebih besar di sisi Allah. Semoga Allah menerima amal ini sebagai amal yang ikhlash di sisi-Nya.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penyusun mencoba untuk menyusun makalah yang berkaiatan dengan Fiqih haji dan umrah. Untuk itu diperlukan study literasi mengenai hal tersebut.

Sehubungan dengan hal ini, pembahasan tentang fiqih haji dan umrah sangat penting bagi calon jamaah haji dan umrah untuk menggapai haji dan umroh yang mabrur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas didalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa Pengertian Haji dan Umrah?
2. Apa Dasar Hukum Haji dan Umrah?
3. Apa Saja Hikmah disyariatkannya Haji dan Umrah?
4. Sebutkan Syarat dan Rukun Haji dan Umrah?
5. Hal-hal apa saja yang di Larang Haji dan Umrah?
6. Bagaimana Niat Haji dan Umrah?
7. Sebutkan Macam-Macam Haji dan Umrah?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Pengertian Haji dan Umrah.
2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Haji dan Umrah.
3. Untuk Mengetahui Hikmah disyariatkannya Haji dan Umrah.
4. Untuk Mengetahui Syarat, Rukun Haji dan Umrah.
5. Untuk Mengetahui Hal-Hal Yang dilarang Saat Haji dan Umrah.
6. Untuk Mengetahui Niat Untuk Haji dan Umrah.
7. Untuk Mengetahui Macam-Macam Haji dan Umrah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Haji dan Umrah

Haji secara bahasa bisa dibaca al-hajju atau al-hijju. Makna haji secara bahasa adalah al-qashdu, yaitu niat, maksud, cita-cita, tujuan, akhir, gol, sasaran, target. Sedangkan, makna haji secara istilah syari adalah menuju Makkah dan tempat ibadah lainnya (masya’ir) untuk menunaikan manasik pada waktu yang khusus (tertentu). Umrah secara bahasa berarti ziyarah, yaitu mengunjungi. Umrah secara istilah syari berarti ziarah ke Baitullah untuk menunaikan manasik.[1]
[1] https://rumaysho.com/36768-sudah-tahu-perbedaan-haji-dan-umrah-berikut-penjelasannya.html di akses pada 14 Desember 2023

Manasik umrah adalah ihram, thawaf, sai, tahallul (menggundul atau memendekkan rambut). Sedangkan manasik haji sama seperti umrah, tetapi ada tambahan terkait ibadah di masya’ir (tempat pelaksanaan ibadah haji) seperti wukuf, mabit, dan melempar jumrah. Itu dari sisi pengertian. Sedangkan dari sisi ibadah dilihat dari rukun dan wajib, keduanya berbeda. Ibadah haji lebih komplet dibandingkan umrah.

2.2 Dasar Hukum Haji dan Umrah

Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan dia merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bagi seorang muslim yang mampu, sebagaimana telah digariskan dan ditetapkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’.[2]
[2] https://muslim.or.id/4800-tuntunan-ibadah-haji-1.html di akses pada 14 Desember 2023

a. Dalil dari Al-Qur’an:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran: 97)

Firman Allah Ta’ala.

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ࣖ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum kurban sampai ke tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa, atau bersedekah, atau berkurban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah dia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketauhilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al Baqarah:196)

b. Dalil dari As-Sunnah:

Hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu:

 فقال يأأيها الناس قد فرض الله عليكم الحج فحجوا خطبنا رسول الله

“Telah berkhutbah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada kami dan berkata: “Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mewajibkan atas kalian untuk berhaji, maka berhajilah kalian”. (HR. Muslim)

Dan hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam itu didirikan atas lima perkara yaitu persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke baitullah dan puasa di bulan ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

c. Dalil ijma’ (konsesus) para Ulama’

Para ulama dan kaum muslimin dari zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sampai sekarang telah bersepakat bahwa ibadah haji itu hukumnya wajib.

Adapun untuk umrah, ulama rahimahumullah berbeda pendapat tentang hukum umroh, dan pendapat mereka terbagi menjadi dua pendapat, yaitu:[3]
[3] https://muslim.or.id/30818-bimbingan-praktis-umrah-1.html di akses 14 Desember 2023

1. Pendapat yang menyatakan sunnah

Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, pendapat lama Imam Syafi’i, dan salah satu riwayat Imam Ahmad, sekaligus ini adalah riwayat dari Ibnu Mas’ud, dan pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

2. Pendapat yang menyatakan wajib.

Wallahu a’lam, inilah pendapat yang terkuat. Ini merupakan pendapat sekelompok sahabat radhiyallahu ‘anhum, seperti Umar, dan putranya, Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, dan sekaligus pendapat sekelompok tabi’in, seperti: Sa’id bin Jubair, Atha`, Thawus, Mujahid, Al-Hasan, dan Ibnu sirin. Pendapat ini pun merupakan salah satu pendapat Imam Syafi’i, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Zhahiriyyah.

Di antara dalilnya yaitu:

Firman Allah Ta’ala:

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah” (QS. Al Baqarah: 196).

Alasan pendalilannya adalah adanya perintah dalam ayat ini, dan jika dikembalikan kepada kaidah dalam Ushul Fiqih, yaitu perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada dalil yang memalingkan dari hukum wajib tersebut. Apalagi dalam ayat ini umrah digandengkan dengan haji.

2.3 Hikmah Disyariatkannya Haji dan Umroh

Perlu kita yakini dan ketahui selalu, bahwa tidak ada satu poinpun Allah Ta’ala memerintahkan suatu syariat ibadah bagi hambanya pasti memiliki hikmah yang terkandung di dalamnya dan bukan hanya terjadi kebetulan saja dan Allah Ta’ala lebih mengetahui hikmahnya. Berikut di antara hikmah-hikmah penyusun ambil dari penjelasan oleh Ustaz Firanda Andirja hafizhohullah.[4]
[4] Firanda Andirja, Bekal Haji Panduan Haji lengakap Sesuai Sunnah, (Jakarta : Perisai Quran, 2019), hal. 3-18.

a. Jamaah Haji adalah Tamu-tamu Allah Subhanahu wa Ta’ala

Setelah Nabi Ibrahim alaihissalam dan putranya, Nabi Ismail alaihissalam, selesai membangun Ka'bah, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim alaihissalam untuk menyeru manusia agar melaksanakan ibadah haji. Perintah Allah subhanahu wa ta’ala ini karena rumah-Nya, Baitullah, telah dibangun sehingga manusia tinggal datang menuju Baitullah untuk berhaji. Allah Ta’ala berfirman:

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍۙ

"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta, yang datang dari segenap penjuru yang jauh". (QS. Al Hajj: 27).

Lalu, untuk apa mereka datang jauh-jauh berhaji? Allah Ta’ala berfirman:

لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ

"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka menyebut (mengingat) nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah diberikan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak..." (QS. Al Hajj: 28).

Haji memiliki banyak manfaat. Orang-orang diperintahkan berhaji agar mereka dapat menyaksikan dan merasakan manfaat-manfaat tersebut. Selain diampuni dosa-dosa, masih banyak manfaat lainnya.

b. Haji merupakan rukun Islam yang kelima.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلً

"Melaksanakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah". (QS. Ali Imran: 97).

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

"Islam dibangun di atas 5 rukun: Syahadatain, menegakkan salat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadan". (HR. Bukhari no.8).

Kelima perkara ini merupakan pondasi utama Islam. Oleh sebab itulah, seseorang berusaha mendirikan bangunan Islamnya dengan sesempurna mungkin. Semakin sempurna bangunan Islamnya, makin sempurna keimanannya dan makin baik pula surganya di akhirat.

c. Balasan haji adalah surga.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

العمرةُ إلى العمرةِ كفَّارَةٌ لمَا بينَهمَا ، والحجُّ المبرورُ ليسَ لهُ جزاءٌ إلا الجنَّةُ

"Sesungguhnya umrah yang satu hingga umrah yang berikutnya merupakan penebus dosa-dosa yang ada di antara kedua umrah tersebut, dan haji yang mabrur tidak ada balasan baginya yang setimpal kecuali surga". (HR. Bukahari no.1773).

Dalil tersebut merupakan bukti bahwa haji yang mabrur (orang yang melakukan haji mabrur) akan mendapatkan balasan yang setara, yaitu surga. Hal tersebut berbeda dengan umrah. Rasulullah membedakan umrah dengan haji. Umrah yang satu dengan umrah yang lainnya akan menghapuskan dosa-dosa di antara kedua umrah tersebut.

Sementara itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut bahwa haji yang mabrur-dalam hal ini, ada perbedaan antara pahala haji dengan pahala umrah- akan mendapatkan balasan yang setimpal, yaitu surga.

d. Haji menghilangkan dosa dan kemiskinan.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

"Tunaikanlah haji dan umrah secara silih berganti, karena haji dan umrah itu bisa menghilangkan kefakiran dan juga bisa menghilangkan dosa dosa sebagaimana alat tiup pandai besi untuk menghilangkan kotoran besi/karat besi, emas dan perak”. (HR. At Tirmidzi dan An Nasa’i, dan di shahihkan oleh Albani dalam Ash Shahihah no.1200).

e. Haji merupakan jihad bagi kaum wanita.

Ummul Mukminin 'Aisyah radiallahuanha, istri tercinta Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, berkata:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ قَالَ « نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ

“Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya. Dia wajib berjihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan ‘umroh.” (HR. Ibnu Majah no. 2901, hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani).

Hadits di atas merupakan dalil bahwa haji dan umrah khususnya haji, merupakan jihad bagi wanita. Hal ini tentu benar mengingat beratnya kondisi para wanita dalam melaksanakan ibadah haji, apalagi pada zaman sekarang.

Dahulu yang memberatkan para wanita adalah safar atau perjalanan -menempuh medan yang berat dan jarak yang jauh- untuk melaksanakan haji.

Pada zaman sekarang ini, hal yang memberatkan adalah kepadatan jamaah haji. Mereka harus berdesakan atau saling dorong serta menghadapi kemacetan yang luar biasa.

Bukan hanya haji reguler yang mengalami kesulitan, bahkan haji plus yang biayanya lebih mahal- pun tetap merasakan kesulitan. Apalagi bagi para jamaah haji wanita.

Oleh karena itulah, haji dan umrah dianggap jihad untuk para wanita menurut sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam inilah bukti bahwa haji merupakan amalan yang sangat mulia karena bernilai jihad bagi para wanita.

f. Bagi laki-laki, haji mabrur merupakan amalan terbaik setelah jihad

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu

أَيُّ العَمَلِ أَفضَلُ ؟ قال : « إيمانٌ بِاللَّهِ ورَسُولِهِ» قيل : ثُمَّ ماذَا ؟ قال : « الجِهَادُ في سَبِيلِ اللَّهِ » قيل : ثمَّ ماذَا؟ قَال : « حَجٌ مَبرُورٌ » متفقٌ عليهِ

"Bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amal apa yang paling afdal. Kata Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: 'Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian beliau ditanyakan lagi, 'Kemudian, amal apalagi yang afdal setelah itu? Beliau menjawab, (Yaitu) jihad di jalan Allah Kemudian ditanyakan lagi, Lalu amalan apa lagi yang paling afdal setelah itu? Rasulullah berkata, Haji yang mabrur". (HR. Bukhari no. 26 dan Muslim no. 35).

Hadits di atas menunjukkan bahwa haji merupakan ibadah yang sangat afdal dan kedudukannya adalah setelah jihad di jalan Allah.

g. Haji mabrur menghapuskan seluruh dosa.

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّه

"Barangsiapa yang berhaji karena Allah dan dia tidak melakukan rafats dan tidak melakukan kemaksiatan maka dia akan kembali sebagaimana hari dia dilahirkan dari perut ibunya". (H.R. Bukhari no. 1521 dan Muslim no. 1350).

Rafats misalnya mengucapkan kata-kata keji, melakukan jimak ketika ihram, atau berkata dan melakukan perbuatan yang dapat mengantarkan seseorang pada jimak kepada istri. Hal ini karena orang yang berhaji dilarang melakukannya.

h. Pahala yang berlimpah bagi orang yang berhaji.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya baginya semenjak ia (orang yang berhaji) keluar dari rumahnya, tidaklah hewan tunggangannya melangkahkan kakinyaselangkah, kecuali dicatat baginya sebuah kebaikan atau dihapuskan baginya satu keburukan".

Jika la wuquf di Arafah, Allah turun ke langit dunia, lalu berkata: "Lihatlah hamba-hamba-Ku datang memenuhi panggilan-Ku dalam kondisi rambut semrawut dan penuh dengan debu. Maka, saksikanlah (wahai para malaikat), sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka meskipun sebanyak butiran-butiran air hujan, meskipun sebanyak butiran-butiran pasir yang menjulang".

Jika melempar jamarat, ia tidak tahu ganjaran yang akan diperolehnya hingga Allah memenuhi ganjarannya pada hari kiamat.

Jika ia menggunduli kepalanya, setiap helai rambut yang jatuh dari kepalanya akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.

Jika ia telah selesai dari putaran tawafnya yang terakhir, ia keluar dari dosa-dosanya sebagaimana hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya. "(Shahih ibni Khuzaimah no.1984)

2.4. Syarat dan Rukun Haji dan Umrah

a. Syarat Haji dan Umrah

Disyaratkannya untuk wajibnya haji dan umrah atas manusia dengan lima syarat[5]:
[5] Abdul Aziz Mabruk AlAhmadi dkk, Fikih Muyassar, Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam (Jakarta: Darul Haq, 2018), hal. 281-283.

1. Islam

Haji tidak wajib bagi orang kafir dan tidaksah pula dilakukan olehnya, karena Islam adalah syarat sahnya ibadah,

2. Berakal

Haji tidak wajib bagi orang gila dan tidak sah dilakukan olehnya, karena akal merupakan syarat untuk taklif (diberikan beban kewajiban).

3. Baligh

Haji tidak wajib atas anak-anak, karena dia bukanlah termasuk pihak yang diberi beban kewajiban dan pena diangkat darinya sampai dia dewasa.

4. Memiliki kemampuan perbekalan dan kendaraan

Orang yang tidak mampu secara ekonomi, yaitu tidak memiliki bekal yang mencukupinya dan mencukupi keluarga yang wajib dinafkahinya, atau tidak memiliki kendaraan yang membawanya ke Makkah dan pulang kembali ke negerinya atau tidak mampu secara fisik misalnya dia sudah lanjut usia atau sakit yang membuatnya tidak bisa berkendara dan memikul beban berat safar atau jalan kepada ibadah haji tidak aman, misalnya dikuasai oleh para perampok, atau wabah penyakit, atau lainnya di mana jamaah haji takut atas keselamatan jiwa dan hartanya, maka dia tidak wajib haji, sehingga dia mampu

5. Merdeka

Haji tidak wajib atas hamba sahaya, karena dia budak yang tidak memiliki apapun. Akan tetapi, seandainya dia berhaji maka hajinya sah bila dengan izin tuannya.

b. Rukun Haji

Yang termasuk rukun haji adalah: (1) ihram, (2) thowaf ifadhoh, (3) sa’i, dan (4) wukuf di Arafah.[6]
[6] https://rumaysho.com/2637-ringkasan-panduan-haji-3-rukun-haji321.html di akses 14 Desember 2023

Jika salah satu dari rukun ini tidak ada, maka haji yang dilakukan tidak sah.

1. Rukun pertama: Ihram

Yang dimaksud dengan ihram adalah niatan untuk masuk dalam manasik haji. Siapa yang meninggalkan niat ini, hajinya tidak sah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

Wajib ihram mencakup:

- Ihram dari miqot.

- Tidak memakai pakaian berjahit (yang menunjukkan lekuk badan atau anggota tubuh). Laki-laki tidak diperkenankan memakai baju, jubah, mantel, imamah, penutup kepala, khuf atau sepatu (kecuali jika tidak mendapati khuf). Wanita tidak diperkenankan memakai niqob (penutup wajah) dan sarung tangan.

- Bertalbiyah.

- Sunnah ihram:

- Mandi.

- Memakai wewangian di badan.

- Memotong bulu kemaluan, bulu ketiak, memendekkan kumis, memotong kuku sehingga dalam keadaan ihram tidak perlu membersihkan hal-hal tadi, apalagi itu terlarang saat ihram.

- Memakai izar (sarung) dan rida’ (kain atasan) yang berwarna putih bersih dan memakai sandal. Sedangkan wanita memakai pakaian apa saja yang ia sukai, tidak mesti warna tertentu, asalkan tidak menyerupai pakaian pria dan tidak menimbulkan fitnah.

- Berniat ihram setelah shalat.

- Memperbanyak bacaan talbiyah.

- Mengucapkan niat haji atau umroh atau kedua-duanya, sebaiknya dilakukan setelah shalat, setelah berniat untuk manasik. Namun jika berniat ketika telah naik kendaraan, maka itu juga boleh sebelum sampai di miqot. Jika telah sampai miqot namun belum berniat, berarti dianggap telah melewati miqot tanpa berihram.

Lafazh talbiyah:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu). Ketika bertalbiyah, laki-laki disunnahkan mengeraskan suara.

2. Rukun kedua: Wukuf di Arafah

Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang paling penting. Siapa yang luput dari wukuf di Arafah, hajinya tidak sah. Ibnu Rusyd berkata, “Para ulama sepakat bahwa wukuf di Arafah adalah bagian dari rukun haji dan siapa yang luput, maka harus ada haji pengganti (di tahun yang lain).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الحجُّ عرفةُ

“Haji adalah wukuf di Arafah.” (HR. An Nasai no. 3016, Tirmidzi no. 889, Ibnu Majah no. 3015. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Yang dimaksud wukuf adalah hadir dan berada di daerah mana saja di Arafah, walaupun dalam keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk, berbaring atau berjalan, baik pula dalam keadaan suci atau tidak suci (seperti haidh, nifas atau junub) (Fiqih Sunnah, 1: 494). Waktu dikatakan wukuf di Arafah adalah waktu mulai dari matahari tergelincir (waktu zawal) pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga waktu terbit fajar Shubuh (masuk waktu Shubuh) pada hari nahr (10 Dzulhijjah). Jika seseorang wukuf di Arafah selain waktu tersebut, wukufnya tidak sah berdasarkan kesepakatan para ulama.

Jika seseorang wukuf di waktu mana saja dari waktu tadi, baik di sebagian siang atau malam, maka itu sudah cukup. Namun jika ia wukuf di siang hari, maka ia wajib wukuf hingga matahari telah tenggelam. Jika ia wukuf di malam hari, ia tidak punya keharusan apa-apa. Madzab Imam Syafi’i berpendapat bahwa wukuf di Arafah hingga malam adalah sunnah

3. Rukun ketiga: Thowaf Ifadhoh (Thowaf Ziyaroh)

Thowaf adalah mengitari Ka’bah sebanyak tujuh kali. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

“Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al Hajj: 29)

Syarat-syarat thowaf:
- Berniat ketika melakukan thowaf.
- Suci dari hadats (menurut pendapat mayoritas ulama).
- Menutup aurat karena thowaf itu seperti shalat.
- Thowaf dilakukan di dalam masjid walau jauh dari Ka’bah.
- Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang berthowaf.
- Thowaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
- Thowaf dilakukan berturut-turut tanpa ada selang jika tidak ada hajat.
- Memulai thowaf dari Hajar Aswad.

Sunnah-sunnah ketika thowaf yaitu:

- Ketika memulai putaran pertama mengucapkan, “Bismillah, wallahu akbar. Allahumma iimaanan bika, wa tashdiiqon bi kitaabika, wa wafaa-an bi’ahdika, wat tibaa’an li sunnati nabiyyika Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Dan setiap putaran bertakbir ketika bertemu Hajar Aswad bertakbir “Allahu akbar”.

- Menghadap Hajar Aswad ketika memulai thowaf dan mengangkat tangan sambil bertakbir ketika menghadap Hajar Aswad.

- Memulai thowaf dari dekat dengan Hajar Aswad dari arah rukun Yamani. Memulai thowaf dari Hajar Aswad itu wajib. Namun memulainya dengan seluruh badan dari Hajar Aswad tidaklah wajib.

- Istilam (mengusap) dan mencium Hajar Aswad ketika memulai thowaf dan pada setiap putaran. Cara istilam adalah meletakkan tangan pada Hajar Aswad dan menempelkan mulut pada tangannya dan menciumnya.

- Roml, yaitu berjalan cepat dengan langkah kaki yang pendek. Roml ini disunnahkan bagi laki-laki, tidak bagi perempuan. Roml dilakukan ketika thowaf qudum (kedatangan) atau thowaf umroh pada tiga putaran pertama.

- Idh-tibaa’, yaitu membuka pundak sebelah kanan. Hal ini dilakukan pada thowaf qudum (kedatangan) atau thowaf umroh dan dilakukan oleh laki-laki saja, tidak pada perempuan.

- Istilam (mengusap) rukun Yamani. Rukun Yamani tidak perlu dicium dan tidak perlu sujud di hadapannya. Adapun selain Hajar Aswad dan Rukun Yamani, maka tidak disunnahkan untuk diusap.

- Berdo’a di antara Hajar Aswad dan Rukun Yamani. Dari ‘Abdullah bin As Saaib, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di antara dua rukun: Robbanaa aatina fid dunya hasanah wa fil aakhirooti hasanah, wa qinaa ‘adzaban naar (Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta selamatkanlah kami dari adzab neraka).” (HR. Abu Daud no. 1892. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

- Berjalan mendekati Ka’bah bagi laki-laki dan menjauh dari Ka’bah bagi perempuan.

- Menjaga pandangan dari berbagai hal yang melalaikan.

- Berdzikir dan berdo’a secara siir (lirih).

- Membaca Al Qur’an ketika thowaf tanpa mengeraskan suara.

- Beriltizam pada Multazam. Ini dilakukan dalam rangka mencontoh Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau beriltizam dengan cara menempelkan dadanya dan pipinya yang kanan, kemudian pula kedua tangan dan telapak tangan membentang pada dinding tersebut. Ini semua dalam rangka merendahkan diri pada pemilik rumah tersebut yaitu Allah Ta’ala. Multazam juga di antara tempat terkabulnya do’a berdasarkan hadits yang derajatnya hasan. Kata Syaikh AsSadlan (Taisirul Fiqih, 347-348). “Berdo’a di multazam disunnahkan setelah selesai thowaf dan multazam terletak antara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad.”

- Melaksanakan shalat dua raka’at setelah thowaf di belakang maqom Ibrahim. Ketika itu setelah membaca Al Fatihah pada raka’at pertama, disunnahkan membaca surat Al Kafirun dan rakaat kedua, disunnahkan membaca surat Al Ikhlas. Ketika melaksanakan shalat ini, pundak tidak lagi dalam keadaan idh-tibaa’.

- Minum air zam-zam dan menuangkannya di atas kepala setelah melaksanakan shalat dua raka’at sesudah thowaf.

- Kembali mengusap Hajar Aswad sebelum menuju ke tempat sa’i.

4. Rukun ke empat: Sa’i

Sa’i adalah berjalan antara Shofa dan Marwah dalam rangka ibadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

اسْعَوْا إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْىَ

“Lakukanlah sa’i karena Allah mewajibkan kepada kalian untuk melakukannya.” (HR. Ahmad 6: 421. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).

Syarat sa’i:

- Niat.

- Berurutan antara thowaf, lalu sa’i.

- Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela waktu sebentar antara putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika benar-benar butuh.

- Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.

- Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.

Sunnah-sunnah sa’i:

- Ketika mendekati Shofa, mengucapkan, “Innash shofaa wal marwata min sya’airillah. Abda-u bimaa badaa-allahu bih.”

- Berhenti sejenak di antara Shafa untuk berdo’a. Menghadap kiblat lalu mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir. Laa ilaha illallahu wahdah, shodaqo wa’dah wa nashoro ‘abdah wa hazamal ahzaaba wahdah.” Ketika di Marwah melakukan hal yang sama.

- Berlari kencang antara dua lampu hijau bagi laki-laki yang mampu.

- Berdo’a dengan do’a apa saja di setiap putaran, tanpa dikhususkan dengan do’a, dzikir atau bacaan tertentu.

- Berturut-turut sa’i dilakukan setelah thowaf, tidak dilakukan dengan selang waktu yang lama kecuali jika ada uzur yang dibenarkan.

c. Rukun Umrah

Rukun umrah ada tiga: [7]
1. Berihram, berniat untuk memulai umrah
2. Thawaf
3. Sa’i
[7] https://konsultasisyariah.com/11007-panduan-umrah-bagian-1.html di akses 14 Desember 2023

Kewajiban Umrah ada dua:
1. Melakukan ihram ketika hendak memasuki miqat.
2. Bertahallul dengan menggundul atau memotong sebagian rambut.

2.5 Hal-hal yang dilarang dalam Haji dan Umrah

Larangan-larangan haji dan umrah secara umum adalah sebagai berikut :

a. Larangan bagi kaum Laki-laki:

- Dilarang memakai pakaian yang berjahit dan membentuk potongan tubuhnya.

- Memakai tutup kepala dengan sesuatu yang melekat, dan memakai sepatu yang menutupi mata kaki.

- Menutup kepala dengan topi atau peci dan sorban.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ

“Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang berihram (haji atau umrah)”.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kemudian bersabda:

« لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ، وَلاَ تَلْبَسُوا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ أَوْ وَرْسٌ

“Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya hendaknya dia tidak memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars (sejenis wewangian).” (HR. Bukhari no. 1542).

b. Larangan bagi kaum wanita:

- Tidak diperbolehkan menutup muka dan tangan.
- Menutup muka dengan cadar
- Menutup kedua telapak tangan dengan kaus tangan
- Bersolek bagi jamaah wanita

Seperti hadits dibawah ini yang menjelaskan:

وَلاَ تَنْتَقِبِ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ الْقُفَّازَيْنِ

“Hendaknya wanita yang sedang berihram tidak mengenakan cadar dan sarung tangan.” (HR. Bukhari no. 1838).

c. Sementara Itu, larangan yang berlaku bagi laki-laki maupun perempuan saat berihram khususnya, yaitu [8]:
[8] https://muslim.or.id/10165-fikih-haji-5-larangan-ketika-ihram.html di akases 14 Desember 2023

1. Syirik kepada Allah Ta’ala.

2. Memotong dan mencabut kuku.

3. Memotong atau mencukur rambut kepala, mencabut bulu badan, mencabut bulu hidung dan lainnya.

4. Menyisir rambut kepala (karena dikhawatirkan rambutnya rontok

5. Memakai wangi-wangian pada badan, pakaian, rambut, kecuali yang telah dipakai sebelum ihram.

6. Memburu ataupun membunuh binatang darat dengan cara apapun selama dalam ihram.

7. Menikah, menikahkan atau meminang perempuan untuk dinikahi.

8. Bersetubuh dan berperilaku yang mendatangkan syahwat/bercumbu.

9. Mencaci maki, bertengkar/ berdebat atau mengucapkan kata-kata kotor.

10. Melakukan kejahatan dan berbagai maksiat.

11. Tidak memotong pohon yang tumbuh di tanah haram atau tanaman rumput hijau yang tidak mengganggu.[9]
[9] Abdul Aziz Mabruk AlAhmadi dkk, Fikih Muyassar, Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam (Jakarta: Darul Haq, 2018), hal. 292

12. Merokok.

13. Mengganggu orang lain dengan lisan maupun perbuatan.

14. Bercampur baur dengan lawan jenis dikamar atau dikemah-kemah.

15. Mengumbar pandangan kepada lawan jenis.

2.6 Niat Haji dan Umrah

a. Niat Umrah

Niat umrah dilakukan dengan melafalkan Labbaik Umrah atau Allahumma Labbaika Umrah (Ya Allah aku memenuhi panggilan-Mu untuk umrah)

b. Niat Haji

Niat haji dilakukan dengan melafalkan Allahumma labbaika hajjan (Ya Allah aku memenuhi panggilan-Mu untuk berhaji)

Bacaan Talbiyah

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Labbaikallaahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wan-ni'mata laka wal mulk, laa syariika lak.

”Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu. Aku memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya pujian dan nikmat adalah milik-Mu, begitu juga kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu". (HR. Bukhari dengan Fathul Bari 3/408, Muslim 2/841).

2.7 Macam Macam haji

a. Haji Tamattu'

Haji tamattu' adalah haji yang pelaksanaannya dimulai dengan umrah, lalu dilanjutkan dengan haji. Hanya saja, umrah tamattu hanya boleh dikerjakan pada bulan-bulan haji (Syawal, Dzulqa'dah, dan Dzulhijjah). Jika seseorang melakukan umrah pada bulan Ramadhan, lalu ia menetap di Mekkah untuk menunggu haji, umrah yang dilakukan tidak dianggap sebagi umrah tamattu' karena dikerjakan di luar bulan haji.[10]
[10] Firanda Andirja, Bekal Haji Panduan Haji lengakap Sesuai Sunnah, (Jakarta : Perisai Quran, 2019), hal. 169

Tamattu' dalam bahasa Arab artinya berlezat-lezatan. Disebut dengan haji tamattu' karena dua hal:

1. Setelah umrah, ia bertahalul dan sambil menunggu tiba waktu haji ia boleh menggunakan baju, memakai minyak wangi, dan menggauli istrinya.

2. dalam satu safar atau perjalanan, ia bisa haji dan umrah sekaligus sehingga tidak perlu bersafar lagi jika ingin umrah.

Orang yang haji tamattu' wajib untuk menyembelih hewan hadyu. Allah Ta’ala berfirman:

فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ

Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. (QS. Al-Baqarah: 196).

b. Haji Ifrad

Haji Ifrad adalah berhaji pada musim haji dan tidak mengerjakan umrah. Dengan demikian, ihramnya hanya sekali, yaitu ihram haji. Haji ifrad berbeda dengan haji tamattu' yang berihram dua kali: ihram untuk umrah dan ihram untuk haji. Orang yang berhaji ifrad tidak berkewajiban untuk menyembelih hadyu sehingga berbeda dengan haji tamattu'.[11]
[11] Ibid., hlm. 219

Adapun pelaksanaan haji ifrad sebagai berikut :

Pertama: Ihram di miqat

Kedua: Thawaf qudum (hukumnya sunah)

Ketiga: Sai haji

Keempat : melaksanakan haji sebagaimana haji tamattu yang dimulai sejak tanggal 8 hingga thawal wada', namun:

1. Setelah thawal qudum dan sai haji tidak mencukur/menggundul rambut, namun tetap berihram dengan kain ihramnya hingga tanggal 8 Dzulhijjah.

2. Jika ia sudah melaksanakah sai haji ketika thawaf qudum, la perlu sai haji lagi setelah thawaf ifadhah.

c. Haji Qiran

Qiran dalam bahasa Arab artinya "Menggandengkan". Haji qiran adalah mengerjakan satu ihram atau nusuk untuk mewakili dua nusuk. Jadi, haji qiran berbeda dengan haji ifrad yang hanya mengerjakan satu nusuk seperti haji dan haji tamattu' yang mengerjakan dua nusuk (dua ihram seperti haji dan umrah). Haji qiran adalah haji yang melaksanakan nusuk (ihram) sekaligus mewakili dua nusuk (haji dan umrah). Pelaksanaa haji qiran sama dengan pelaksanaan haji ifrad. Perbedaannya adalah haji ifrad tidak diwajibkan menyembelih hadyu, sedangkan haji qiran diwajibkan menyembelih hadyu.[12]
[12] Ibid., hlm. 220

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ibadah Haji merupakan ibadah yang agung yang termasuk dari rukun Islam yang dijanjikan memiliki banyak keutamaan oleh Allah Ta’ala, khususnya bagi orang-orang yang berhaji dengan mabrur.

Disyaratkannya untuk wajibnya haji dan umrah atas manusia dengan lima syarat yaitu Islam, berakal, baligh, merdeka, dan mampu mengadakan perjalanan ke baitullah. Yang termasuk rukun haji adalah ihram, thowaf ifadhoh, sa’i, dan wukuf di Arafah. Adapun rukun umrah ada tiga yaitu berihram berniat untuk memulai umrah, tawaf dan sai.

Pentingnya meneladani haji dan umrah sesuai tuntunan Rasululllah shalllallahu ‘alahi wa sallam dan menghindari larangan – larangan dalam berhaji maupun saat berumrah agar meraih haji dan umrah yang mabrur.

Dalam pelaksanaannya ada tiga model haji yaitu haji tamattu, ifrad dan qiran.

DAFTAR PUSTAKA

Andirja Firanda, 2019, Bekal Haji Panduan Haji Lengkap sesuai Sunnah, Penerbit Perisai Qur’an.

Mabruk Al Ahmadi Abdul Aziz, 2018, Fiqih Muyassar Panduan Praktis fiqih dan Hukum Islam, Penerbit Darul Haq

Tuasikal Muhammad Abduh. (2023, 24 Mei). Sudah Tahu Perbedaan Haji dan Umroh, Berikut Penjelasannya. Diakses pada 14 Desember 2023. https://rumaysho.com/36768-sudah-tahu-perbedaan-haji-dan-umrah-berikut-penjelasannya.html

Syamhudi Kholid. (2021, 7 Desember). Tuntunan Ibadah Haji 1. Diakses pada 14 Desember 2023. https://muslim.or.id/4800-tuntunan-ibadah-haji-1.html

Abu Ukkasyah Said. (2020, 7 Januari). Bimbingan Praktis Umrah 1. Diakses 14 Desember 2023. https://muslim.or.id/30818-bimbingan-praktis-umrah-1.html

Tuasikal Muhammad Abduh. (2011, 3 November). Ringkasan panduan Haji 3, Rukun Haji. Diakses 14 Desember 2023. https://rumaysho.com/2637-ringkasan-panduan-haji-3-rukun-haji321.html

Nur baits Ammi. (2012, 13 Mei). Panduan Haji Bagian 1. Diakses 14 Desember 2023. https://konsultasisyariah.com/11007-panduan-umrah-bagian-1.html

Tuasikal Muhammad Abduh. (2023, 10 Juli). Larangan Ketika Ihram. Diakses 14 Desember 2023. https://muslim.or.id/10165-fikih-haji-5-larangan-ketika-ihram.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar