Kamis, 21 Desember 2023

Benda Wajib Zakat Dan Perbedaan Zakat Dengan Shadaqoh

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Humaidi Tamri, Lc, M.Pd
Oleh Kelompok 5 Angkatan 5 :
1. Neng Hindi Hadiyani ( SBA)
2. Nida Labibah ( PAI)
3. Jannatul Firdausi Nuzula ( PAI)
4. Yuni Heri Suciasih (PAI)

KATA PENGANTAR

الـحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَـمِيْنَ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِيْنَ ، نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا مُـحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَعِيْنَ ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ ، أَمَّا بَعْد

Segala Puji Bagi Allah Subhanahu Wa Taalaa serta sholawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم. Semoga Allah senantiasa memberikan kita keistiqomahan serta kesehatan untuk terus belajar dan mendakwahkan ilmu Allah Subhanahu Wataalaa. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga kami dapat menyusun makalah “Benda Wajib Zakat Dan Perbedaan Zakat Dan Shodaqoh” guna memenuhi tugas Ilmu Fiqih.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kami bantuan, semangat dan doa sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Kami berharap makalah ini dapat menjadi pengetahuan dan ilmu untuk kami dan para pembaca.

Dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam penulisan atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Bogor, 20 Desember 2023

Penyusun Makalah Mata Kuliah Ilmu Fiqih
Kelompok Lima

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1. LATAR BELAKANG.
2.1 RUMUSAN MASALAH.
3.1 MANFAAT.
BAB II PEMBAHASAN.
A. SYARAT WAJIB ZAKAT.
B. RUKUN ZAKAT.
C. HARTA BENDA YANG WAJIB DIZAKATI.
D. YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT DAN TIDAK MENERIMA ZAKAT.
E. PERBEDAAN ZAKAT DENGAN INFAQ DAN SHODAQOH.
BAB III PENUTUP.
A. KESIMPULAN.
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Allah Shubhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk menunaikan zakat dibulan ramadhan yang biasa umat muslim lakukan di bulan ramadhan yang disebut zakat fitrah, selain zakat fitrah Allah juga memerintahkan unttuk mengeluarkan zakat mal yaitu bagian dari kekayaan seseorang yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang- orang tertentu serta benda apa saja yang harus dikeluarkan.

Zakat merupakan bagian dari rukun islam yang lima, merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan baik yang sudah terpenuhi syarat-syarat. Allah Shubhanallahu wa ta’ala sering mengiringi penyebutkan zakat dalam Al qur’an dengan sholat agar kita tidak hanya memperhatikan hak Allah saja, akan tetapi juga memperhatikan hak sesama. Namun saat ini kesadaran kaum muslimin untuk menunaikan zakat sangatlah kurang. Ada yang sudah melampaui kaya masih enggan menunaikannya karena rasa bahil dan takut hartanya akan berkurang.

Perintah menunaikan zakat dalam hadits disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus Mu’adz radhiyallahu ‘anhu ke Yaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ ،تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

“Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menaati itu, beritahukanlah pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menaati itu, beritahukanlah pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat yang wajib dari harta mereka diambil dari orang kaya di antara mereka dan disalurkan pada orang miskin di tengah-tengah mereka.” (HR. Bukhari, no. 1395 dan Muslim, no. 19)

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja syarat wajib zakat ?
2. Apa saja rukun zakat ?
3. Apa saja jenis zakat harta ?
4. Apa hukum zakat fitrah ?
5. Siapa sajakah yang berhak menerima zakat dan tidak menerima zakat ?
6. Apa perbedaan zakat, infaq dan shodaqoh ?

1.3 MANFAAT PENELITIAN

1. Mengetahui apa syarat wajib zakat.
2. Mengetahui apa rukun zakat.
3. Mengetahui apa saja jenis zakat harta.
4. Mengetahui apa hukum zakat fitrah.
5. Mengetahui siapa saja yang berhak menerima zakat dan tidak menerima zakat.
6. Mengetahui apa perbedaan zakat dengan infaq dan shodaqoh.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SYARAT WAJIB ZAKAT

Beberapa yarat wajib zakat adalah sebagai berikut :

1. Islam

Pemilik harta diharuskan dari yang beragama islam karena berzakat merupakan ibadah yang disyariatkan kepada umat Islam. Dengan demikian, orang kafir tidak wajib zakat.

2. Baligh dan berakal

Seseorang yang sudah mengerti dan paham atas harta yang dimilikinya. Kecuali dalam zakat fitrah tetap wajib dibayarkan walaupun dia belum baligh, karena zakatnya menjadi tanggungan walinya.

3. Merdeka

Orang yang berzakat tidak boleh dalam keadaan terikat (budak) dan mukatab, bahkan dalam zakat fitrah seorang budak zakatnya wajib dibayarkan oleh tuannya.

4. Mampu secara finansial (berkecukupan)

Seseorang yang memiliki kelebihan dari kebutuhan pokoknya untuk sehari-hari, maka wajib membayar zakat bagi muzakki dan orang wajib dinafkahinya (termasuk untuk membayar hutang dan upah pembantu).

5. Hartanya mencapai nishab

Nishab adalah sebutan untuk kadar tertentu dari harta yang wajib dizakati.

6. Kepemilikan sempurna dan tetap

Yaitu pemilik harta yang hartanya dimiliki secara sempurna, berada dalam kekuasaannya.

7. Hartanya mencapai 1 haul

Harta tersebut telah melewati nishab dalam penguasaan pemiliknya selama 12 bulan hijriyah.

2.2 RUKUN ZAKAT

1. Niat.
2. Terdapat muzakki, yaitu orang yang berzakat.
3. Terdapat mustahiq, yaitu orang yang berhak menerima zakat.
4. Kadar yang dikeluarkan zakatnya, jumlahnya harus sesuai dengan syariat.

2.3 HARTA BENDA YANG WAJIIB DIZAKATI

Zakat terdiri dari 2 macam, yaitu zakat harta (mal) dan zakat badan (fitrah).

A. Zakat harta

Zakat wajib ada pada lima jenis harta, yaitu:

1. Hewan ternak.

Yaitu unta, sapi (termasuk juga kerbau), dan kambing (termasuk juga domba), berdasarkan pada sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ صَاحِبِ إِبِلٍ وَ لا بَقَرٍ وَ لا غَنَمٍ لا يُؤَدِّي زَكاتَها، إلّا جَاءَتْ يَوْمَ القِيامَةِ أَعْظَمَ مَا كانَتْ وَ أسْمَنَهُ تَنْطَحُهُ بِقُرُوبِها، وَ تَطَؤُهُ بِأظْلَافِها، كُلَّما نَفِدَتْ أُخْرَاها عادَتْ عَلَيْهِ أُولاها حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النّاسِ.

“Tidaklah pemilik unta, sapi, dan kambing yang tidak menunaikan zakatnya melainkan hewan-hewan tersebut datang pada Hari Kiamat dengan badan yang sangat besar dan sangat gemuk, mereka menanduk pemiliknya dengan tanduknya dan menginjaknya dengan kakinya. Setiap kali yang paling akhir telah selesai menanduk dan menginjak-nginjaknya, maka yang pertama kembali lagi kepadanya sampai ditetapkan (ketetapan Allah) di antara manusia” [1]
[1] HR. Muslim no. 987 dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu

Syarat-syarat wajib zakat hewan ternak adalah :

a). Jumlah hewan ternak mencapai nishab syar’i, yaitu pada unta 5 ekor, sapi 30 ekor, dan kambing 40 ekor, berdasarkan pada sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

لَيْسَ فِيْمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ
“Pada unta yang kurang dari lima ekor tidak ada kewajiban zakat” [2]
[2] Muttafaqun ‘alaih

بَعَثَنِيْ رَسُولُ الله صلى الله عليه و سلّم أُصَدِّقُ أهْلَ اليَمَنِ، فَأَمَرَنِيْ أَنْ آخُذَ مِنَ البَقَرِ مِنْ كُلِّ ثَلَاثِيْنَ تَبِيْعًا، وَ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِيْنَ مُسِنَّةً
“Rasulullah mengutusku untuk mengumpulkan zakat penduduk Yaman, maka beliau memerintahkanku untuk mengambil satu ekor tabi’ (anak sapi yang berumur 1 tahun masuk tahun kedua) dari setiap tiga puluh ekor sapi, dan musinnah (anak sapi yang memasuki tahun ketiga) dari setiap empat puluh ekor sapi...” [3]
[3] HR. Ahmad 5/40, Abu Dawud no. 1576, at-Tirmidzi no. 623 dan selainnya

إِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِيْنَ شَاةً، فَلَيْسَ فِيْهَا صَدَقَةٌ ...
“Bila sa’imah (hewan ternak yang digembalakan tanpa biaya) milik seseorang kurang dari empat puluh ekor kambing maka tidak ada kewajiban zakat padanya...” [4]
[4] HR. Bukhari no. 1454

b). Hewan ternak tersebut telah melewati masa 1 tahun (haul) di sisi pemiliknya ketika ia mencapai nishab, berdasarkan hadits :

لَا زَكَاةَ فِ مَالٍ حَتَّى يَحُولُ عَلَيْهِ الحَولُ
“Tidak ada zakat pada harta sehingga ia melewati satu haul” [5]
[5] HR. At-Tirmidzi no. 631, dan Ibnu Majah no. 1792

c). Hewan tersebut adalah sa’imah, yaitu hewan ternak yang digembalakan tanpa biaya dalam satu tahun atau mayoritasnya. Bila hewan ternak tersebut kurang dari satu tahun dan mayoritasnya diberi biaya makan, maka ia bukan hewan ternak sa’imah, dan tidak ada kewajiban zakat padanya.

d). Bukan hewan ternak pekerja, yaitu hewan ternak yang dipekerjakan tuannya untuk membajak tanah, atau mengangkut barang, atau memikul beban. Karena dalam kondisi ini ia masuk ke dalam kebutuhan pokok seseorang, seperti pakaian. Adapun bila disiapkan untuk disewakan, maka zakatnya pada upah yang dihasilkannya bila sudah berputar satu haul.

Berikut ini adalah tabel tata cara zakat pada unta:

Jumlah          :  Kadar zakat yang wajib
  5 - 9 ekor     :  1 ekor kambing
10 - 14 ekor   :  2 ekor kambing
15 - 19 ekor   :  3 ekor kambing
20 - 24 ekor   :  4 ekor kambing
25 - 35 ekor   :  Bintu makhadh [6]
36 - 45 ekor   :  Bintu labun [7]
46 - 60 ekor   :  Hiqqah [8]
61 - 75 ekor   :  Jadza’ah [9]
76 - 90 ekor   :  2 ekor bintu labun
91 - 120 ekor :  2 ekor hiqqah
[6] Bintu makhadh adalah unta betina berumur 1 tahun dan masuk tahun kedua.
[7] Bintu labun adalah unta betina berumur 2 tahun
[8] Hiqqah adalah unta betina yang telah sempurna berumur 3 tahun dan masuk tahun keempat
[9] Jadza’ah adalah unta betina yang sudah berumur 4 tahun dan masuk tahun kelima.

Bila lebih dari 120 ekor, maka zakat yang wajib pada setiap 40 ekor unta adalah bintu labun, dan setiap 50 ekor unta adalah hiqqah.

Berikut ini adalah tabel tata cara zakat pada sapi:

Jumlah         :  Kadar Zakat
30 - 39 ekor  :  1 Tabi’. [10]
40 - 59 ekor  :  1 Musinnah. [11]
60 - 69 ekor  :  2 Tabi’.
70 - 79 ekor  :  1 Tabi’ dan 1 musinnah.
[10] Tabi’ adalah sapi yang telah berumur 1 tahun
[11] Musinnah adalah sapi yang telah berumur 2 tahun.

Lebih dari itu, maka setiap 30 ekor sapi zakatnya adalah 1 ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi zakatnya adalah 1 ekor musinnah.

Tabel zakat kambing :

Jumlah              :  Kadar zakat
40 - 120 ekor     :  1 ekor kambing
121 - 200 ekor   :  2 ekor kambing
201 - 300 ekor   :  3 ekor kambing

Lebih dari 300 ekor, maka pada setiap 100 ekor ada kewajiban zakat 1 ekor kambing.

2. Alat tukar, yaitu emas dan perak dan yang semisalnya.

Zakat diwajibkan pada emas dan perak, termasuk juga segala sesuatu yang menduduki fungsinya berupa uang kertas yang beredar hari ini, seperti junaih, dolar, riyal, dinar dan lainnya. Hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُونَ الذّهَبَ وَ الفِضَّةَ وَ لَا يَنْفِقُونَها فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ.
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” [12]
[12] QS. At-Taubah:34

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِن صَاحِبِ ذَهَبٍ وَ لا فِضَّةٍ وَ لا يُؤَدِّيْ مِنها حَقَّها إلّا إذَا كَان يَوْمُ القَيامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِن نارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْها فِيْ نارِ جَهَنّمَ، فَيُكْوَى بِها جَنْبُهُ وَ جَبِيْنُهُ وَ ظَهْرُهُ، كُلَّما بَرَدَتْ رُدَّتْ لَهُ فِيْ يَوْمٍ كان مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ ألْفَ سَنَةٍ.
“Tidaklah pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya melainkan apabila Hari Kiamat tiba, dibuatkan untukya lempengan-lempengan dari api, lalu ia dipanaskan di dalam Neraka Jahanam, lalu ia disetrika dengannya pada lambung, kening, dan punggungnya. Setiap kali ia dingin, maka ia dikembalikan (panas) seperti semula untuknya pada satu hari di mana kadar lamanya seperti lima puluh ribu tahun” [13]
[13] HR. MUslim no.987 dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu

Berdasarkan ijma’ para ulama bahwa di dalam 200 dirham terdapat kewajiban zakat sebesar 5 dirham, dan bahwa emas apabila telah mencapai 20 mitsqal dan harganya senilai dengan 200 dirham, maka zakat wajib ditunaikan padanya.

Kadar zakat yang wajib untuk emas dan perak, yaitu  dari  atau 2,5%. Maksudnya di dalam 20 dinar emas terdapat kewajiban zakat  dinar, sedangkan nominal harta yang lebih dari batas nishab, maka zakatnya menurut perhitungan tersebut (2,5%), baik banyak atau sedikit. Pada setiap 200 dirham dari perak terdapat kewajiban zakat 5 dirham, sedangkan nominal harta yang lebih dari batas nishab, maka zakatnya menurut perhitungan tersebut (2,5%), berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :

وَ فِيْ الرِّقَةِ : كُلِّ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ رُبْعُ العَشْرِ
“Pada perak : setiap 200 dirham terdapat (kewajban zakat)  dari  atau 2,5%” [14] 
[14] HR. Bukhari no. 1454 dari Anas bin Malik

Dalam hadits lain disebutkan:

وَ لَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ -يَعْنِيْ فِيْ الذَّهَبِ- حَتَّى يَكُونُ لَكَ عِشْرُونَ دِيْنَارًا، فَغِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِيْنَارًا، وَ حَالَ عَلَيْهِ الحَوْلُ، فَفِيْهَا نَصْفُ مِثْقَالٍ.

“Tidak ada kewajiban (zakat) apapun atasmu -maksudnya pada emas- sehingga kamu memiliki 20 dinar. Lalu bila kamu memiliki 20 dinar dan genap 1 haul, maka di dalam terdapat (kewajiban zakat)  mitsqal” [15]
[15] HR. Abu Dawud no. 1573 dan lainnya dari Ali radhiallahu ‘anhu dengan sanad hasan atau shahih sebagaimana yang diucapkan oleh Imam an-Nawawi rahimahullah

Syarat-syarat wajib zakat emas dan perak adalah sebagai berikut:

a. Mencapai nisab, yaitu 20 mitsqal (20 dinar = 85 gram) untuk emas dan 200 dirham untuk perak.

b. Syarat-syarat umum lainnya yang telah dijelaskan pada sub bab syarat wajib zakat.

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang wajibnya zakat perhiasan. Baik yang disimpan ataupun disewakan, juga perhiasan yang diharamkan, seperti seorang laki-laki memakai cincin emas atau seorang wanita mengenakan perhiasan berbentuk hewan atau dalam perhiasannya terdapat bentuk hewan.

عَنْ عائِشَةَ قالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ الله صلى الله عليه و سلّم فَرَأَى فِيَدَيَّ فَتَخَاتٍ مِن وَرَقٍ فَقَالَ مَا هذا يَا عائشةُ؟ فَقُلْتُ صَنَعْتُهُنَّ أَتَزَيَّنُ لَكَ يا رسولَ الله، قال أتُؤَدِّيْنَ زَكَاتَهُنَّ؟ لَا أَوْ مَا شَاء اللهُ قَال: هُو حَسْبُكِ مِنَ النَّارِ.
“Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata: (Pada suatu hari) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku, lalu melihat beberapa cincin perak di jariku, kemudian Beliau bertanya, “apa ini, wahai Aisyah?” Saya jawab, “Saya buat cincin ini sebagai perhiasab di hadapanmu, ya Rasulullah”. Sabda beliau, “Apakah engkau sudah mengeluarkan zakatnya?” Jawab saya, “Belum atau ma sya Allah”. Rasulullah menjawab selanjutnya, “Cukuplah dia yang dapat menjerumuskanmu ke neraka” [16]
[16] Sahih Abu Dawud no. 1384

أَنَّ امْرَاَةً أَتَتْ إلى رَسُولِ صلى الله عليه و سلّم وَ مَعَهَا ابْنَةٌ لَها وَ فِيْ يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتانِ غَلِيْظَتَانِ مِن ذَهَبٍ فَقَالَ: أتُؤَدِّيْنَ زَكَاةَ هذا؟ قَالَتْ: لا. فَقَالَ: أَيَسُرُّكِ أنْ يُسَوِّرَكِ اللهُ بِهِمَا سِوَارَيْنِ مِن نَارٍ؟ فَخَلَعَتْهُمَا وَ أَلْقَتْهُمَا إلى النَّبِيِّ صلى الله عليه وَ سلّم.
“Bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama anak perempuannya, sedangkan di tangan anak perempuannya terdapat dua gelang besar dari emas. Maka beliau bertanya “apakah kamu menunaikan zakat gelang ini?” Dia menjawab, “tidak”. Beliau bersabda, “apakah kamu senang bila Allah -dengan sebab keduanya- memakaikan gelang untukmu dengan dua gelang dari api neraka?”. Maka wanita tersebut melepaskan keduanya dan memberikan keduanya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam” [17]
[17] HR. Abu Dawud no. 1563, an-Nasa’i 5/38 dan al-Baihaqi 4/140

3. Harta Perniagaan.

Yaitu semua barang yang disiapkan untuk jual beli dengan tujuan untuk meraih laba, berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

يآأيُّهَا الّذِيْنَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ.
“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik” [18]
[18] QS. Al-Baqarah: 267

Kebanyakan ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah zakat barang-barang perniagaan.

Syarat wajib zakat pada harta perniagaan antara lain:

a. Proses memilikinya harus dengan jalan perbuatannya sendiri seperti membeli dan menerima hadiah, sehingga proses warisan dan yang semisalnya dari sesuatu yang didapatkan secara paksa (tanpa usahanya) tidak termasuk dalam kategori hal tersebut.

b. Tujuan memilikinya harus dengan niat berdagang.

c. Nilainya harus mencapai nishab, disamping syarat-syarat yang telah disebutkan dalam pembahasan syarat wajib zakat.

Jika harta perniagaan sudah berputar 1 tahun (haul), maka harta perdagangan diperkirakan nilainya dengan standar emas atau perak. Bila nilainya telah mencapai nishab, maka wajib zakat sebesar 2,5%.

Dalam menetapkan nilai barang dagangan, harga saat barang itu dibeli tidak dijadikan patokan karena nilainya bisa berubah-ubah (bisa naik bisa turun), akan tetapi yang dijadikan pertimbangan adalah nilai barang tersebut saat mencapai haul.

4. Biji-bijian dan buah-buahan.

Wajib zakat pada semua biji-bijian dan buah-buahan yang menjadi makanan pokok (tsimar) yang ditakar dan disimpan sebagai bahan pokok, seperti jawawut, gandum, jagung, padi, kurma, dan kismis. Zakat tidak wajib pada buah-buahan dan sayur-mayur.

Firman Allah Ta’ala:

وَ مِمَّا أَخْرَجْنا لَكُمْ مِن الأرْضِ
“Dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” [19]
[19] QS. Al-Baqarah : 267

Zakat pada biji-bijian wajib dikeluarkan saat ia mengeras dan kulitnya telah mengelupas. Sementara untuk buah-buahan wajib dikeluarkan zakatnya saat terlihat (tanda) masaknya, sudah menjadi buah yang baik dan bisa dimakan, dan tidak disyaratkan haul bagi buah-buahan, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَ ْءَاتُوا حَقَّهُ يَومَ الحَصَادِهِ
“Dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan mengeluarkan zakatnya)” [20]
[20] QS. Al-An’am : 141

Diwajibkannya zakat pada apa yang ditakar (makil), karena Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan patokan wasaq (beban angkut) padanya, yaitu pikulan unta. Sedangkan diwajibkannya zakat pada apa yang disimpan (muddhakhar), karena adanya makna yang sesuai untuk diwajibkan zakat padanya. Oleh karena itu, biji-bijian dan buah-buahan yang tidak ditakar dan disimpan, maka tidak diwajibkan zakat padanya.

Syarat-syarat wajib zakat pada biji-bijian dan buah-buahan:

a). Mencapai nishab, yaitu 5 wasaq, berdasarkan hadits:

لَيْسَ فِيْمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوسُقٍ صَدَقَةٌ
“Pada biji-bijian (hasil bumi) yang kurang dari lima wasaq tidak ada kewajiban zakat” [21]
[21] Muttafaqun ‘alaihi

Wasaq adalah takaran yang ditampung pada pikulan unta. Ia adalah 60 sha’ dengan standar ukuran sha’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi 5 wasaq adalah 300 sha’, lalu dengan gandum bagus ukuran nishab menjadi kurang lebih sekitar 720 kilogram. Satu sha’ sama dengan 2,4 kilogram (2,4 kg x 60 sha’ x 5 wasaq = 720 kg).

b). Nishab ini berada dalam kepemilikannya saat zakat itu wajib dikeluarkkan.

Kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah sepersepuluh (10%) apabila diairi tanpa biaya dan seperdua puluh (5%) apabila diairi dengan biaya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فِيْمَا سَقَتِ السَّماءُ وَ العُيُونُ اَوْ كَان عَثَرِيًّا العُشْرُ، وَ فِيْما سُقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفِ العُشْرِ.
“Pada tanaman yang disiram oleh air hujan dan mata air atau atsari [22] terdapat (kewajiban zakat) sepersepuluh, dan pada tanaman yang disiram dengan nadh [23] terdapat (kewajiban zakat) seperduapuluh” [24]
[22] Atsari adalah tanaman yang menyerap air dengan akarnya tanpa disiram, seperti tanaman yang berada di kolam dan semisalnya, di mana air hujan mengalir ke sana melalui selokan yang dibajak untuknya, atau tanaman tersebut dengan air sehingga ia menyerapnya dengan akarnya, misal tanaman yang tumbuh di dekat sungai.
[23] Nadh adalah unta pengangkut air untuk menyiram tanaman.
[24] HR. Bukhari no. 1483 dari hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu

5. Barang tambang dan rikaz.

Barang tambang adalah segala barang yang keluar dari bumi yang diciptakan di dalamnya tanpa ada pihak yang meletakkannya dan memiliki nilai harga, seperti emas, perak, tembaga dan lainnya. Sedangkan rikaz adalah barang timbunan yang ditemukan di tanah dari harta penimbunan kaum terdahulu.

Dalil yang mewajibkan zakat atas barang tambang dan rikaz adalah Firman Allah Ta’ala:

أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبَتُمْ وَ مَمَّا أَخْرَجْنا مَنَ الأَرْضِ
“Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian” [25]
[25] QS. Al-Baqarah : 267

Imam al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya, “Maksudnya adalah tumbuhan, barang tambang dan rikaz.”

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَ فِيْ الرِّكازِ الخُمُسُ
“Pada harta rikaz terdapat (kewajiban zakat) seperlima” [26]
[26] Muttafaqun ‘alaih

Pada harta rikaz terdapat kewajiban zakat  atau 20%, sedikit atau banyak, dan tidak disyaratkan haul dan nishab. Tidak disyaratkan berupa harta tertentu, sehingga sama saja anatra emas, perak atau selainnya. Umat Islam telah berijma’ atas wajibnya zakat pada barang tambang.

B. Zakat Fitrah

1. Hukum Zakat Fitrah

Zakat fitrah wajib bagi setiap muslim dan muslimah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu:

فَرَضَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وَ سلَّم صَدَقَةَ الفِطْرِ مِن رَمَضَانَ صَاعًا مِن تَمْرٍ أو صَاعًا مِن شَعِيْرٍ عَلَى العَبْدِ وَ الحُرِّ وَ الذَّكَرِ وَ الُنْثَى وَ الصَّغِيْرِ وَ الكَبِيْرِ مِنَ المُسْلِمِيْنَ.
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sejak (akhir) bulan Ramadhan sebesar satu sha’kurma atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya dan orang merdeka, laki-laki dan wanita, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin” [27] 
[27] Muttafaqun ‘alaih

Seorang muslim wajib membayar zakat fitrah bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti istri, anak, dan kerabat. Demikian juga pembantunya (budaknya) apabila mereka itu muslim. Karena zakat fitrahnya ditanggung oleh tuannya.

Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ فِي العَبْدِ صَدَقَةٌ إلّا صَدَقَةُ الفِطْرِ.
“Tidak ada kewajiban zakat pada hamba sahaya kecuali zakat fitrah” [28]
[28] HR. Bukhari no. 982-10

Zakat fitrah tidak wajib kecuali atas orang yang memiliki kelebihan dari makanan pokoknya, dan makanan pokok dari orang-orang yang wajib dinafkahinya serta kebutuhan-kebutuhan primernya untuk sehari semalam (malam Idul Fitri), dimana kadar lebih tersebut cukup untuk mengeluarkan zakat fitrah.

Jadi, zakat fitrah tidak wajib kecuali dengan dua syarat:

a). Islam, zakat fitrah tidak wajib atas orang kafir

b). Memiliki kadar lebih dari makanan pokoknya dan makanan pokok keluarga yang menjadi tanggungannya dan kebutuhan primernya pada hari dan malam Idul Fitri.

Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَمَرَ رَسُول اللهِ صلى الله عليه و سلّم بِصَدَقَةِ الفِطْرِ عَنِ الصَّغِيْرِ وَ الكَبِيْرِ وَ الحُرِّ وَ العَبْدِ مِمَّنْ تُمُونٌ.
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintah (kita) agar mengeluarkan zakat fitrah untuk anak kecil dan orang dewasa, untuk orang merdeka dan hamba sahaya dari kalangan orang-orang yang kamu tanggung kebutuhan pokoknya” [29]
[29] Shahih:Irwa-ul Ghalil no. 835, Daruquthni II: 141 no. 12 dan Baihaqi IV: 161

2. Kadar Zakat Fitrah

Kadar zakat fitrah adalah satu sha’ dari kebiasaan makanan pokok penduduk suatu daerah. Bisa berupa satu sha’ kurma, setengah sha’ atau satu sha’ gandum, satu sha’ kismis, satu sha’ susu kering (keju) atau yang semisal dengan itu yang termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung atau bahan pokok lainnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits shahih seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu di atas.

Bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan setengah sha’ gandum, didasarkan pada hadits riwayat Urwah Ibnu az-Zubair radhiallahu ‘anhu:

أَنَّ أسْمَاءَ بِنْتِ أبِيْ بَكْرٍ كَانَتْ تُخْرِجُ على عَهْدِ رَسُول اللّه صلى الله عليه و سلّم عَنْ إهْلِها الحُرُّ مِنْهُمْ وَ المَمْلُوك مُدَّيْنِ مِن حِنْطةٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ بِالمُدِّ أَوْ بِالصَاعِ الَّذِيْ يَقْتَاتُوْنَ بِه.
“Bahwa Asma’ binti Abu Bakar radhiallahu ‘anha biasa mengeluarkan (zakat fitrah) pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk keluarganya -yaitu orang yang merdeka di antara mereka dan hamba sahaya- dua mud gandum, atau sha’ kurma kering dengan menggunakan mud atau sha’ yang biasa mereka mengukur dengannya makanan pokok mereka” [30]
[30] ath-Thahawi II:43

Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan satu sha’ selain gandum yang dimaksud di atas, mengacu kepada hadits:

عَنْ أَبِيْ سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ الله عَنه قَالَ : كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِن طَعامٍ اَوْ صَاعًا مِن شِعْرٍ، اَوْ صَاعا مِن تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِن أَقْطٍ أَوْ صَاعًا مِن زَبِيبٍ.
“Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami biasa mengeluarkan zakat fitrah satu sha’makanan, atau satu sha’gandum (jenis lain), atau satu sha’ kurma kering, atau satu sha’ susu kering, atau satu sha’ kismis” [31]
[31] Muttafaqun ‘alaih

Boleh beberapa orang memberikan zakat fitrahnya untuk satu orang, dan sebaliknya zakat satu orang boleh diberikan kepada beberapa orang. Tidak boleh membayar zakat fitrah dengan harga makanan pokok tersebut (diuangkan), karena hal itu menyelisihi apa yang diperintahkan oleh rasul SAW dan tidak sejalan dengan praktik para sahabat,disamping itu zakat fitrah adalah ibadah yang wajib dari jenis yang ditentukan yaitu makanan, maka tidak sah membayarnya dengan selain jenis yang sudah ditentukan.

3. Waktu mengeluarkan Zakat Fitrah

Pembayaran zakat fitrah memiliki dua waktu, yaitu waktu pembayaran yang utama dan waktu yang dibolehkan. Waktu yang utama adalah dari sejak terbit fajar pada hari raya sampai sebelum pelaksanaan Shalat Id, berdasarkan pada hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu:

أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وِ سلّم أَمَرَ بِالزَّكَاةِ الفِطْرِ قَبْلَ الخُرُوجِ النّاسِ إِلَى الصَّلاة.
“Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar zakat fitrah dibayarkan sebelum orang-orang berangkat shalat id” [32]
[32] Muttafaqun ‘alaih

Waktu yang boleh adalah satu atau dua hari sebelum hari raya, berdasarkan perbuatan Ibnu Umar dan para sahabat lainnya.

عَنْ نَافِعِ قَال: كَانَ ابْنُ عُمَرَ رضي الله عنه يُعْطِيْها الّذِيْنَ يَقْبَلُونَهَا، وَ كَنُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ.
“Dari Nafi’, ia berkata: “Adalah Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu menyerahkan zakat fitrah kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dan kaum Muslim yang wajib mengeluarkan zakat mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum shalat Id” [33]
[33] Shahih:Fathul Bari II:375 no. 1511

Haram mengeluarkan zakat fitrah hingga di luar waktunya, karena bila ia menundanya, maka ia terhitung sebagai sedekah biasa dan pelakunya berdosa karena penundaannya, berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu:

..... فَمَنْ أَدَاهَا قَبْلَ الصَّلَاة فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَ مَن أدَاهَا بَعْدَ الصَّلَاة فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Maka barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat (Idul Fitri), maka ia adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat, maka ia adalah sedekah dari sedekah-sedekah biasa” [34]
[34] HR. Abu Dawud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827

2.4 YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT DAN TIDAK MENERIMA ZAKAT

Yang berhak menerima zakat adalah mereka delapan golongan yang Allah ta’ala sebutkan di dalam al-Qur’an :

إَنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلفُقَرَاءِ وَ المَسَاكِيْنِ وَ العَامِلِيْنَ عَلَيها وَ المُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَ فِي الرِّقَابِ وَ الغَارِمِيْنَ وَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَ ابْنِ السَّبِيْلِ صل فَرِضَةً مِّنَ اللهِ قل وَ اللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orsng-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” [35]
[35] QS. at-Taubah : 60

a). Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta yang bisa mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya, berupa makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Dia sama sekali tidak memiliki sesuatu atau memiliki harta yang kurang dari setengah kadar kecukupannya.

b). Miskin adalah orang yang memiliki setengah dari kadar kecukupannya atau lebih, seperti orang yang memiliki seratus padahal dia membutuhkan dua ratus. Orang miskin bukanlah orang yang keliling meminta-minta agar dibelaskasihani.

c). Amil zakat adalah orang yang diutus oleh pemimpin (pemerintah) untuk mengumpulkan zakat, maka pemimpin memberinya zakat yang mencukupinya untuk berangkat dan pulang, walaupun ia orang yang berkecukupan. Termasuk amil zakat adalah semua pihak yang bekerja dalam mengumpulkan, mencatat, menjaga, dan membagikan zakat kepada penerima zakat.

d). Muallaf adalah orang yang diberi zakat dalam rangka melunakkan hatinya kepada islam bila dia orang kafir, atau dalam rangka meneguhkan imannya bila dia termasuk orang-orang yang lemah imannya (menyepelekan ibadah), atau untuk menganjurkan kerabat mereka kepada Islam atau untuk meminta bantuan mereka atau mencegah keburukan mereka.

e). Riqab adalah hamba sahaya (budak) muslim, baik laki-laki maupun wanita. Dia dibeli dengan harta zakat lalu dimerdekakan, atau dia seorang hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya dengan membayar ganti rugi kepada tuannya, maka dia dibei zakat untuk melunasi pembayaran dirinya kepada tuannya agar bisa merdeka dan bisa bertindak sesuai keinginannya dan menjadi anggota masyarakat yang berguna, mampu beribadah kepada Allah ta’ala secara sempurna. Demikian juga tawanan muslim, dia boleh dibebaskan dari musuh dengan uang zakat.

f). Gharim adalah orang yang memiliki hutang dalam rangka bukan untuk bermaksiat kepada Allah ta’ala, baik untuk dirinya atau selainnya. Orang ini diberi zakat untuk melunasi hutang-hutangnya.

g). Fi sabilillah adalah orang-orang yang berperang di jalan Allah, secara sukarela, yang mereka tidak memiliki gaji dari Baitul Mal. Mereka berhak diberi zakat, baik mereka miskin atau kaya.

h). Ibnu sabil adalah musafir yang terpisah dari negerinya yang memerlukan biaya untuk melanjutkan safarnya ke negerinya bila dia tidak mendapatkan orang yang mau meberinya hutang.

Batasan orang-orang yang tidak boleh menerima zakat adalah:

a). Orang kaya dan orang kuat yang mampu bekerja, berdasarkan pada pada hadits:

لَا حَظَّ فِيْهَا لِغَنِيٍّ وَ لَا لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ.
“tidak ada bagian di dalam zakat untuk orang kaya dan tidak pula untuk orang yang kuat yang mampu berusaha” [36]
[36] HR. Ahmad 5/362, Abu Dawud no. 1633, an-Nasa’i 5/99

Orang yang kuat (mampu) berusaha juga bisa diberi zakat manakala ia berkosentrasi menuntut ilmu syar’i sedangkan ia tidak memiliki harta, karena menuntut ilmu syar’i termasuk jihad fi sabilillah.

Adapun jika orang yang mampu bekerja itu beribadah dan meninggalkan pekerjaan agar bisa menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah sunnah, maka tidak diberi zakat, karena manfaat ibadah hanya terbatas kepada pelakunya saja, berbeda dengan menunut ilmu.

b). Orangtua, anak,istri dan orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggungannya (kewajibannya).

c). Orang kafir selain muallaf, berdasarkan hadits:

تُؤْخَدُ مِن أَغْنِيَائِهِمْ وَ تُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِم.
“Diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir miskin”

Maksudnya, orang-orang kaya dari kalaman kaum Muslimin dan orang-orang miskin dari kalangan kaum Muslimin, bukan selain kaum Muslimin. Karena, diantara tujuan zakat adalah mencukupi kebutuhan orang-orang fakir, miskin dari kalangan kaum Muslimin serta mengokohkan persaudaraan dan kasih sayang di antara anggota masyarakat Muslim.

d) Keluarga Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Zakat tidak halal bagi keluarga Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penghargaan kepada kemuliaan mereka, berdasarkan hadits:

إِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِآلِ مُحَمَّدٍ، إنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ
“Sesungguhnya zakat tidak halal bagi keluarga Muhammad, ia hanyalah kotoran-kotoran manusia” [37]
[37] HR. Muslim no. 1072

e). Mawalli keluarga Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan hadits:

إنَّ الصَّدَقَةَ تَحِلُّ لَنا وَ إنَّ مَوَالِيَ القَومِ مِن أنْفُسِهِم.
“sesungguhnya zakat tidak halal bagi kami, dan sesungguhnya mawali suatu kaum adalah bagian dari diri mereka” [38]
[38] HR. Abu Dawud no. 1650, at-Tirmidzi no. 652

Mawali adalah mantan budak suatu kaum yang sudah mereka merdekakan. Hukum yang berlaku pada para mawali adalah sama dengan hukum yang berlaku pada tuan yang memerdekakannya, sehingga zakat itu diharamkan atas mawali Bani Hasyim.

f). Hamba sahaya, tidak boleh memberikan zakat kepadanya, karena harta budak adalah milik tuannya. Kecuali kepada budak mukatab (budak yang ingin memerdekakan dirinya dengan membayar sejumlah ganti rugi kepada tuannya).

Barangsiapa memberi zakat kepada enam kelompok ini, sementara dia tahu bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada mereka, maka dia berdosa.

2.5 PERBEDAAN ZAKAT DENGAN INFAQ DAN SHODAQOH

1. Pengertian

Secara bahasa zakat berarti pertumbuhan, kesuburan, kesucian, pertambahan, dan keberkahan. Secara istilah syar’i zakat adalah ungkapan tentang sesuatu hak yang wajib pada harta yang telah mencapai nishab dan haul tertentu dengan syarat-syarat khusus untuk kelompok tertentu. Zakat berfungsi untuk menyucikan hamba dan membersihkan jiwa.

Infaq menurut bahasa bermakna menafkahkan, membelanjakan, memberikan atau mengeluarkan harta. Menurut istilah fiqih infaq mempunyai arti memberikan sebagian harta yang dimiliki kepada orang yang telah disyariatkan oleh agama untuk menerimanya (faqir, miskin, anak yatim, kerabat dan lain-lain). Istilah dalam al-Quran berkenaan dengan infaq meliputi kata zakat, shadaqah, hadyu, jizyah, hibah, dan wakaf. Jadi, semua bentuk pembelanjaan atau pemberian harta kepada hal yang disyariatkan oleh agama dapat dikatakan infaq, baik itu berupa kewajiban seperti zakat atau yang berupa anjuran (sunnah) seperti wakaf dan shadaqah.

Adapun shadaqah adalah suatu pemberian oleh seseorang kepada orang lain karena mengharapkan keridhaan Allah ta’ala dan tidak mengharapkan suatu imbalan. Dapat pula diartikan memberikan sesuatu dengan dengan maksud untuk memperoleh pahala. Shadaqah lebih bersifat umum.

2. Hukum dan waktu pelaksanaan

Zakat hukumnya wajib, terikat oleh waktu dan nishabnya. Sedangkan infaq dan shadaqah hukumnya sunnah (dianjurkan) dan tidak terikat dengan waktu, artinya dapat dilakukan kapan saja.

3. Penerima

Zakat diperuntukkan bagi golongan (kelompok) tertentu, yaitu 8 golongan yang sudah disebutkan di dalam al-Quran. Sedangkan infaq dan shadaqah diperuntukkan bagi siapa saja.

4. Bentuk/objek

Zakat dikeluarkan dalam bentuk harta (materi) begitu juga dengan infaq, sedangkan shadaqah maka bisa berupa materi atau non materi. Contoh shadaqah yang berupa materi seperti memberikan uang kepada anak yatim, sedangkan contoh yang non materi seperti tersenyum kepada orang lain. Maka semua kebajikan adalah termasuk sedekah.

Berikut tabel perbedaan zakat dengan infaq dan shadaqah :

Zakat :  
  Hukum             : Wajib.
  Waktu              : Sudah mencapai nishab dan haul.
  Penerima         : Hanya 8 golongan saja.
  Bentuk/Obyek  : Materi.
Infaq :
  Hukum             : Bisa wajib & sunnah (dianjurkan).
  Waktu              : Bebas (kapan saja).
  Penerima         : Siapapun.
  Bentuk/Obyek  : Materi.
Shadaqah :
  Hukum             : Sunnah (dianjurkan)
  Waktu              : Bebas (kapan saja)
  Penerima         : Siapapun.
  Bentuk/Obyek  : Materi/non materi.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Zakat merupakan bagian dari rukun islam yang ke-5 merupakan kewajiban yang sudah harus ditetepkan bagi yang sudah terpenuhi syarat-syaratnya serta memperhatika rukun-rukun berzakat baik itu dalam zakat fithrah atau zakat maal. Selain harus memperhatikan syarat dan rukun zakat, kita juga harus mengetahui orang yang berhak menerima zakat dan tidak berhak menerima zakat yaitu orang yang berhak menerima zakat ialah fakir, miskin, fii sabilillah, amil, mualaf, raqib, gharim, ibnu sabil. Perbedaan anatar zakat dengan infaq dan shadaqoh, zakat ialah ungkapan tentang sesuatu hak yang wajib pada harta yang telah mencapai nishab dan haul tertentu dengan syarat-syarat khusus untuk kelompok tertentu.

Infaq mempunyai arti memberikan sebagian harta yang dimiliki kepada orang yang telah disyariatkan oleh agama untuk menerimanya (faqir, miskin, anak yatim, kerabat dan lain-lain. Adapun shadaqah adalah suatu pemberian oleh seseorang kepada orang lain karena mengharapkan keridhaan Allah ta’ala dan tidak mengharapkan suatu imbalan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Aziz, and Dkk, Fikih Muyassar, ed. by Darul Haq, 2012

Abu, bakar jabir, Minhajul Muslim (pustaka arafah, 2016)

Al-Ahmadi, Abdul Aziz Mabruk, Abdul Karim Bin Shunaitan Al-Amri, Abdullah Bin Fahd Asy-Syarif, and Faihan Bin Syali Al-Muthairi, Fiqih Muyassar Panduan Praktis Fikih Dan Hukum Islam, ed. by Darul Haq (jakarta, 2019)

Badawi, Al-Khalafi ‘Abdul ‘Azhim bin, Ensiklopedi Fiqih Islam Dalam Al-Qur’an Dan As-Sunnah As-Shahihah (jakarta: pustaka as sunah, 2007)

Hadi Yasin, Ahmad, Panduan Zakat Praktis (Jakarta:Dompet Dhuafa Replubika, 1432 H)

Jumaria dkk, Kriteria Wajib Zakat dan Penerima Zakat (Gowa:STAI Al-Azhar, 2020)

Kamal, Abu Malik, Fiqhus Sunnah Lin Nisa (pustaka arafah, 2019)

Mahmud, Al-Juhani Khalid Ibnu, Asy- Syarhu Al-Mukhtashar Lil Bidayah Al-Mutafaqqih (kairo: Dar al-‘Ilmi wa al- Ma’rifah., 2019)

TIM HUMAS, ‘Syarat Dan Rukun Zakat’, Https://An-Nur.Ac.Id/Syarat-Dan-Rukun-Zakat/, 2023 <https://an-nur.ac.id/syarat-dan-rukun-zakat/> [accessed 15 April 2023]

Uyun, Qurratul, ‘Zakat, Infaq, Shadaqah, Dan Wakaf Sebagai Konfigurasi Filantropi Islam’, Islamuna: Jurnal Studi Islam, 2.2 (2015), 218 <https://doi.org/10.19105/islamuna.v2i2.663>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar