Sabtu, 25 Maret 2023

Kiai Dan Guru Agama Modern Tentang Proses Pergeseran Orientasi Dan Peran.

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah metode pendidikan islam
Dosen pengampu : Arif Fardian, M.Pd
Oleh Kelompok 7 :
1. Akmala Hayatina Rosmada (PAUD).
2. Khairun Nisa Nurpratiwi (PAUD).
3. Siti Nur Jannah (PAUD).
4. Qonitah Anwar (PAUD).

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu wa ta’ala. Atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa juga kami panjatkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad shallahu alaihi wa salam beserta keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang berjudul “Kiai dan Guru Agama Modern Tentang Proses Pergeseran Orientasi dan Peran“. Dalam makalah ini kami menguraikan mengenai pengertian peran kiai dan guru agama modern, perbedaan pergeseran peran yang terjadi antara kiai dan guru agama modern, dan penyebab dari pergeseran peran dan orientasi kiai dan guru agama modern.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak sekali kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Kiai dan Guru Agama Modern Tentang Proses Pergeseran Orientasi dan Peran“ ini dapat memberikan manfaat untuk para pembacanya.

Banjarnegara, 23 Maret 2023
Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
B. Rumusan Masalah.
C. Manfaat Penelitian.
BAB II PEMBAHASAN.
A. Pengertian Serta Peran Kyai dan Guru Agama Modern.
B. Pergeseran Orientasi dan Peran Kiai dan Guru Agama Modern.
C. Faktor Penyebab Pergeseran Orientasi dan Peran Kyai dan Guru Agama.
BAB III PENUTUP.
A. Kesimpulan.
Daftar Pustaka.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seseorang yang dikenal dengan sebutan kiai biasanya adalah seorang tokoh agama yang menjadi pemegang peranan tertinggi disatu Lembaga Pendidikan islam yaitu pesantren. Seperti yang kita ketahui bahwa Lembaga Pendidikan islam tertua di Indonesia adalah Pesantren, dimana seorang kiai tidak hanya menjadi titik sentral semua kegiatan namun juga sebagai seorang guru agama dan pemberi teladan yang baik untuk seluruh masyarakat yang ada disekitarnya.

Pesantren telah ada pada abad ke-15 yang didirikan di antaranya oleh Walisongo di samping ulama lainnya, meskipun banyak yang menilai tidak ada bukti-bukti kapan pesantren pertama muncul atau dirikan. Namun, akar dan embrio pesantren seperti yang ditulis Abdrurrahman Mas’ud dalam bukunya yang berjudul “Intelektual Pesantren : Perhelatan Agama dan Tradisi“ bisa dilacak sejak periode Walisongo. Pada mulanya sistem (dalam pengertian sederhana) pendidikan masa Walisongo yang dapat disebut unsur-unsur pesantren saat itu, adalah Masjid, Asrama dan Santri serta Kiai.

Sedangkan sebutan guru agama memiliki peranan yang cukup berbeda dimana guru agama adalah seorang pengajar yang mengajarkan materi agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah-madrasah. Meskipun antara Kiai dan guru agama sama-sama sebagai pengajar agama islam namun tentu saja peran dan pengaruhnya di mata masyarakat sangatlah berbeda.

Dan dalam era modern seperti saat ini, peran kiai tidak hanya sebatas pada peranannya yang kuat di dunia pendidikan melainkan peran kiai pada saat ini juga sangat kuat dalam bidang politik dan juga sosial.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian dan peran Kiai dan guru agama modern.
2. Perbedaan pergeseran peran yang terjadi antara Kyai dan guru agama modern.
3. Faktor penyebab terjadinya pergeseran orientasi dan peran kyai dan guru agama modern.

C. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui pengertian antara kiai dan guru agama modern.
2. Mengetahui peran dan perbedaan peran dari kiai dan guru agama modern.
3. Mengetahui factor penyebab pergeseran peran kiai dan guru agama modern.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian serta peran Kiai dan Guru Agama Modern

1. Pengertian dan peran Kiai

Sebutan kiai dalam pemahaman luas masyarakat Indonesia dimaksudkan untuk sebutan para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terpelajar telah membaktikan kehidupannya untuk Allah serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran agama dan pandangan Islam melalui Pendidikan. Sebutan kiai sebenarnya merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut ulama Islam di daerah Jawa.[1]
[1]. Taufiq Lubis, Peran Kyai Dalam Pengembangan Pendidikan Agama Islam Di Pesantren (Malang: Tesis Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2012), h.15.

Kata kiai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu :

a. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap kramat. Umpamanya ; "Kyai Garuda Kencana" dipakai untuk sebutan Kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta.

b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau yang menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santri. Selain gelar kiai, ia juga disebut dengan orang alim (orang yang dalam pengetahuan keislamannya).[2]
[2]. Zamachsjari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), h.55.

Menurut Saiful Akhyar Lubis menyatakan bahwa "Kyai adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang kyai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang kyai di salah satu pondok pesantren wafat, maka pamor pondok pesantren tersebut merosot karena kyai yang menggantikannya tidak sepopuler kyai yang telah wafat itu".[3]
[3]. Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Kyai dan Pesantren, (Yogyakarta el SAQ Press 2007), h.169.

Menurut Nurhayati Djamas mengatakan bahwa "Kyai adalah sebutan untuk tokoh ulama atau tokoh yang memimpin pondok pesantren”.[4]
[4]. Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca kemerdekaan (Jakarta: PT RajaGrafinda Persada, 2008), h. 55.

Sebutan kiai sangat populer digunakan di kalangan komunitas santri. Kiai merupakan elemen sentral dalam kehidupan pesantren, tidak saja karena kyai yang menjadi penyangga utama kelangsungan sistem pendidikan di pesantren, tetapi juga karena sosok kiai merupakan cerminan dari nilai yang hidup di lingkungan komunitas santri.

Kedudukan dan pengaruh kiai terletak pada keutamaan yang dimiliki pribadi kiai, yaitu penguasaan dan kedalaman ilmu agama, kesalehan yang tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari yang sekaligus mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan menjadi ciri dari pesantren seperti ikhlas, tawadhu’, dan orientasi kepada kehidupan ukhrowi untuk mencapai keridhaan Allah.

Dulu orang yang menyandang gelar kiai hanya patut diberikan kepada orang yang mengasuh dan memiliki pesantren. Tetapi sekarang gelar kiai juga diberikan kepada beberapa orang yang memiliki keunggulan dalam menguasai ajaran-ajaran agama Islam serta mampu memberikan pengaruh yang besar kepada masyarakat.

Dalam masyarakat tradisional, seseorang dapat menjadi kiai atau berhak disebut kiai jika ia diterima masyarakat sebagai kiai, karena banyak orang yang meminta nasehat kepadanya, atau mereka mengirimkan anak-anaknya untuk belajar kepadanya. Memang untuk menjadi kiai tidak ada kriteria formal seperti persyaratan studi, ijazah, dan lain sebagainya. Namun ada beberapa persyaratan non formal yang menentukan seseorang menjadi kiai besar ataupun kecil.

Peran kiai dalam Pendidikan pesantren adalah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang sifatnya absolut sehingga dalam seluruh kegiatan yang ada di pesantren haruslah atas persetujuan kiai. Bahkan dalam proses pentransformasian ilmu pun yang berhak menentukan adalah kiai. Ini terlihat dari penentuan buku yang dipelajari, materi yang dibahas, dan lama waktu yang dibutuhkan, kurikulum yang digunakan, penentuan evaluasi, dan tata tertib yang secara keseluruhan dirancang oleh kiai.

Keabsolutan ini juga dipengaruhi oleh tingginya penguasaan kiai terhadap sebuah disiplin ilmu. Oleh karena itu, kecakapan, kemampuan, kecondongan kiai terhadap sebuah disiplin ilmu tertentu akan mempengaruhi sistem pendidikan yang digunakan dalam sebuah pesantren. Sehingga ada beberapa kiai yang mengharamkan pelajaran umum diajarkan di pesantren karena adanya pengaruh yang kuat terhadap cara berpikir dan pandangan hidup kiai.

2. Pengertian dan peran guru agama modern dalam Pendidikan di Indonesia.

Guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid- murid, baik secara individu ataupun klasikal. Baik disekolah maupun luar sekolah.[5] Dalam literatur pendidikan agama Islam seorang guru bisa disebut sebagai ustadz, mu’alim, murabby, mursyid, muddaris, dan mu’adzib, yang artinya orang yang memberi ilmu pengetahuan dengan tujuan mencerdaskan dan membina akhlak peserta didik agar menjadi orang yang berkepribadian baik.
[5]. Muhaimin ,dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media, 1996), h.70.

Secara umum kedudukan guru agama dengan guru-guru yang lain adalah sama. Yang membedakan hanyalah pada bahan ajar yang diberikan. Guru agama modern memiliki gelar S.Ag atau Drs yang diperoleh setelah menamatkan sekolah di perguruan tinggi, sedangkan pengakuan sebagai guru, baru didapatnya setelah mereka bertugas sebagai pengajar di sebuah sekolah atau Lembaga Pendidikan yang bersifat formal. Gelar yang dimiliki oleh guru agama modern ini hanya dilihat dari segi intelektualnya saja tanpa melihat aspek lain yang berhubungan dengan keshalehan dan pengaruhnya kepada masyarakat.

Guru agama modern mengajar berdasarkan kurikulum paket yang telah ditetapkan pemerintah yang sifatnya nasional sehingga program-program yang ada dalam pengajaran harus disesuaikan dengan kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah. Untuk itu guru agama dalam mengajar memiliki satuan waktu yang ada pada setiap minggunya. Guru agama modern digaji secara professional sesuai dengan jam ajar yang diberikan kepada muridnya. Oleh karena itu, tidak heran jika terkadang ada guru agama modern menolak untuk mengajar diluar jam yang telah ada, karena bayaran yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Perbedaan antara kiai dan guru agama modern terjadi karena adanya pergeseran dari guru agama tradisional menjadi guru agama modern, seiring dengan terjadinya pembaruan dalam sistem Pendidikan Islam di Indonesia.

Dalam buku Karel A Steenbrink yang berjudul "Pesantren Madrasah Sekolah", disebutkan bahwa pembaruan pendidikan disebabkan oleh ;

1. Muncul keinginan untuk kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan beragama dan kebudayaan yang ada. Pusat kecenderungannya adalah menolak taklid, karena sebagian masyarakat ada beberapa yang masih berpegang pada madzhab secara taklid buta.

2. Sifat perlawanan nasional terhadap penguasaan kolonial Belanda.

3. Usaha yang kuat dari orang-orang Islam untuk memperkuat organisasinya di bidang sosial ekonomi.

4. Pembaruan pendidikan Islam karena adanya ketidakpuasan dengan metode tradisional dalam mempelajari Al-Qur’an dan studi agama Islam.

B. Pergeseran Orientasi dan Peran Kiai dan Guru Agama Modern

1. Pergeseran Orientasi dan Peran Kyai di Pondok Pesantren

Secara terorganisir, modernisasi pendidikan Islam terjadi pada abad ke-20. Pada abad ini, dunia Islam termasuk Indonesia telah dimasuki semangat pembaruan dan pencerahan. Yaitu banyaknya orang dan organisasi Islam tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari Al-Qur’an dan study keislaman. Mengingat pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, negara dan bangsa, maka pendidikan harus selalu diperbarui, diberdayakan dan dikembangkan secara sistematis.

Setelah pesantren dan sistem kelembagaan madrasah modern berada di bawah tanggung jawab dan pengawasan Departemen Agama, maka banyak pesantren yang mendirikan madrasah. Pesantren mengalami perubahan yang sangat signifikan karena berlangsungnya modernisasi pesantren di Jawa sejak masa orde baru. Ada anggapan bahwa perubahan kelembagaan dari non formal ke formal yang terjadi di pesantren dapat memberikan konstribusi pemikiran dalam menentukan arah serta warna pendidikan nasional di masa depan. Oleh karena itu banyak pondok pesantren yang mengalami perubahan kelembagaannya demi majunya pendidikan nasional di masa yang akan datang.

Perubahan kelembagaan di pesantren selama ini telah merubah fungsi utamanya sebagai reproduksi ulama. Fungsi pesantren menjadi luas karena adanya berbagai tuntutan dan kebutuhan zaman. Banyak Kiai mempunyai pemikiran bahwa pendidikan Islam di pesantren harus memodernisasi diri guna mengejar ketertinggalannya dan untuk memenuhi tuntutan teknologi di masa depan. Karena pesantren mempunyai potensi untuk berkembang.

Kiai yang merupakan kepala pendidikan Islam yang awalnya tidak terlalu menerima pendidikan formal sekarang mengalami pergeseran pemikiran dan perilaku yang sangat berefek pada pendidikan di pondok pesantren. Keterbukaan para Kiai pada pendidikan formal dengan semakin banyaknya pesantren yang mempunyai kategori salafiyah mempunyai pendidikan formal mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi merupakan fenomena tersendiri. Pergeseran orientasi kelembagaan dalam perspektif Kiai yang terjadi pada kalangan struktur sosial tentu sangat berpengaruh pada perubahan pendidikan pesantren.

Pesantren saat ini sudah banyak melakukan perubahan pada sistem pendidikannya, seperti merubah kelembagaannya dari sistem pendidikan salafiyyah yang merupakan pendidikan non formal menjadi pendidikan formal seperti pendidikan MTS, MA bahkan tidak jarang pula sebuah pondok pesantren berlomba untuk mendirikan perguruan tinggi di pesantrennya. Hal ini tentu tidak lepas dari dari perubahan pola pikir dan perilaku kyai yang telah banyak mengalami pergeseran orientasi kelembagaan sistem pendidikan non formal ke sistem pendidikan formal.

Perubahan pola pikir kiai dari berubahnya pendidikan non formal menjadi Pendidikan formal yakni karena disebabkan perkembangan zaman yang semakin maju, teknologi yang digunakan semakin canggih dan sulitnya bagi santri yang ingin mendapatkan peluang untuk dapat bekerja pada instansi umum maupun instansi pemerintah.

Oleh karena itu peran kyai sebagai panutan masyarakat memiliki peranan yang penting dalam menentukan arah pendidikan. Faktor sulitnya para alumni pesantren dalam bersaing dengan lulusan Pendidikan yang lain telah merubah pola pikir kyai yang dulunya konservatif menjadi modern dalam hal pendidikan sehingga para kiai perlahan membenahi permasalahan-permasalahan umum yang terdapat didalam pesantren yang telah menghambat para alumni pesantren untuk bersaing dengan lulusan lembaga pendidikan yang lain.

KH. Afif Mahfudz Hadi, selaku pengasuh pondok pesantren Al-Hidayah di kota Bangkalan, mengatakan bahwa: ”Masyarakat sekarang sudah agak enggan memasukkan anaknya ke pesantren salaf, beda dengan zaman dulu. Zaman sekarang pesantren yang ada kurikulum negeri dan bisa menyelenggarakan atau mengikuti ujian negara maka pesantren tersebut akan mampu mempertahankan jumlah santrinya. Sebaliknya, pesantren yang tidak mau menerima kurikulum negeri yang berarti tidak bisa mengikuti ujian Negara lama-lama akan menjadi berkurang jumlah santrinya. Nah, oleh karena itu, untuk mempertahankan eksistensi pesantren Al-Hidayah ini maka sistem pendidikannya sangat perlu dimasukkan kurikulum negeri dan bisa mengikuti ujian negara, agar para santri bisa mempunyai ijazah yang sah dari negara”. [6]
6 https://doi.org/10.15642/jpai.2016.4.2.249-270

Dari pernyataan di atas, dapat kita simpulkan bahwa Kiai tidak menghendaki para santri hanya paham tentang ilmu agama saja tetapi ilmu pengetahuan umum juga harus dikuasai. Ini artinya pelajaran umum harus dimasukkan kedalam sistem kurikulum pendidikan pesantren. Hal ini memang penting dan sesuai dengan apa yang di katakan oleh Nurcholish Madjid didalam buku ”Modernisasi Pesantren, Kritikan Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional”, dia mengatakan “Dunia pendidikan islam harus memodernisasi diri guna mengejar ketinggalannya dan untuk memenuhi tuntutan tekhnologi di masa depan".

2. Pergeseran Orientasi dan Peran Guru Agama Modern di Madrasah

Menjadi seorang guru merupakan sebuah profesi dengan dedikasi tinggi dalam membentuk jiwa dan karakter para peserta didik dalam dunia pendidikan melalui pengajaran dan pembelajaran yang telah terorganisir secara baik dengan berbagai perencanaannya. Tugas utama seorang guru sendiri tentu tidak hanya menjadi seorang tenaga pengajar dengan terbatas mengajar mata pelajaran atau merangkai pembelajaran saja. Lebih dari itu tugas seorang guru juga adalah sebagai pendidik dengan mengarahkan bakat, minat, dan kepribadian para peserta didik agar menjadi dewasa yang matang sempurna sebagai bekal menjalani fase kehidupan selanjutnya serta sebagai pemimpin yang bertujuan menjadi contoh figur teladan yang baik, mengawasi, dan mengontrol tumbuh kembang pemikiran serta mental para peserta didik.

Salah satu wadah dan tempat penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar formal bagi guru dan peserta didik di Indonesia adalah madrasah. Dewasa ini kepercayaan dan minat masyarakat terhadap madrasah semakin tinggi baik madrasah negeri maupun madrasah swasta. Bukan tanpa alasan menyekolahkan putra-putri mereka di madrasah saat ini. Berbagai kegiatan dan program unggulan yang ditawarkan dalam sebuah madrasah serta mata pelajaran berbasis agama Islam diharapkan mampu mencetak buah hati mereka menjadi sosok unggul dalam pemikiran serta jiwa yang tinggi dalam spiritualitas.

Peran kementerian agama dalam menaungi berbagai macam madrasah dari tingkat dasar, menengah, menengah atas, hingga tingkat tinggi juga tidak luput perannya dalam mendorong kemajuan peserta didik penerus bangsa. Semangat dalam membentuk dan mendorong kemajuan madrasah dengan berbagai program dan kegiatan telah dilakukan baik secara finansial, material, maupun non material baik bagi para kepala madrasah, administrasi madrasah, para guru, para peserta didik, serta para warga madrasah yang lain.

Mengembalikan peran dan tanggung jawab seorang guru juga dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar terutama dalam era modern seperti ini. Guru profesional dan berkompeten memiliki peran dalam pembelajaran untuk mengarahkan dan membimbing para peserta didik agar semakin meningkat pengetahuannya, semakin mahir keterampilannya, dan semakin berkembang potensinya. Melalui kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru mampu nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah mata pelajaran untuk dapat diberikan kepada peserta didik, dapat membuka unsur pendidikan dan pengajaran dalam tiap mata pelajaran yang diampu untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik sehari-hari, serta mendorong peserta didik untuk mampu mengemukakan gagasan.

Jika pada zaman dulu pandangan terhadap guru agama madrasah di pandang sebelah mata dengan alasan seperti metode yang digunakan cenderung monoton, ceramah, dan hafalan saja. Namun pada era modern ini pandangan tersebut sudah tidak ada lagi.

Dengan menerapkan beberapa kiat-kiat di bawah ini untuk menjadi guru agama yang unggul dan masa kini yaitu :

▪️ Pertama, menjadi teladan islami dan role model yang baik bagi para peserta didik dengan tujuan dapat ditiru baik dalam kepribadian, sikap, ucapan, serta tindakan tidak sekedar hanya penyampaian materi di kelas sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan mereka sehari-hari yang bernuansa Islam.

▪️ Kedua, melakukan inspiring teaching dan spiritual teaching yaitu melalui kegiatan belajar mengajar guru dapat mengilhami dan medorong para peserta didik untuk menjadi pribadi yang lebih baik, mengemukakan gagasan, serta melakukan kualitas perubahan yang besar dalam hidupnya dengan menekankan dan mengaitkan pada ketauhidan kepada Allah dalam berbagi bidang sehingga menjadikan generasi madrasah yang menguasai IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan IMTAK (Iman dan Takwa) seperti perintah Allah yang tertuang dalam Q.S. Luqman ayat 13 yang berbunyi “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberikan pembelajaran kepada anaknya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”.

▪️ Ketiga, berdedikasi terhadap profesinya dengan penuh totalitas berdasarkan lemah lembut dan penuh cinta terhadap peserta didik sebagai tolak ukurnya sehingga ketika melakukan kegiatan belajar mengajar guru mendapatkan pasokan energi yang melimpah dengan mengatasi segala hambatannya, kesediaan untuk berkorban demi kemajuan anak bangsa, serta selalu memberikan pengajaran yang terbaik bagi peserta didik.

▪️ Keempat, menguasai bidang keilmuan, pengetahuan, dan keterampilan sesuai bidang yang diajarnya dengan penyampaian secara efektif dan efisien memanfaatkan teknologi masa kini sesuai perkembangan zaman dengan tetap berlandaskan keislaman dan pengajaran yang bertauhid. 

▪️ Kelima, guru selalu melakukan upgrade dalam mengasah keterampilan dan keilmuan baik dalam sebuah pelatihan atau hal lainnya untuk pengembangan diri dalam kemajuan profesionalitas kegiatan belajar mengajar terhadap para peserta didik.[7]
[7] https://man2banyuwangi.sch.id/guru-agama-unggul-masa-kini/

C. Faktor Penyebab Pergeseran Peran Kyai dan Guru Agama Modern

1. Faktor Politik

Hampir semua orang sepakat bahwa kiai sebagai tokoh sentral yang mempunyai peran sebagai decision maker dan tokoh kharismatik sebagai pengejawantahan pemangku warisan (pewaris) Nabi, adalah realita sejarah yang tak terbantahkan dalam sejarah pesantren di Indonesia[8]. Dalam posisinya sebagai tokoh sentral, kemudian masyarakat memberikan legitimasi bahwa kiai adalah sosok yang paling otoritatif dalam mengatasi aneka ragam persoalan yang dihadapi umat, mulai dari masalah pribadi, sosial ekonomi, bahkan persoalan yang berkaitan dengan politik. Hal ini kemudian menjadikan kiai dan pesantren tidak hanya mempunyai peran agamis, tapi juga terlibat dalam persoalan politik.
[8]. (Conger, Jay, A , Pemimpin karismatik di balik mistik (terj. Anton Adiwijoyo, Jakarta : Bina Rupa Aksara, 1997)

Sebagai imbas dari era reformasi, belakangan ini kiai dan secara otomatis pesantrennya, terlibat aktif dalam politik praktis. Namun dari sisi fungsi politik dan perspektif yang lain, keterlibatan mereka dianggap tidak produktif dan membingungkan, dan berakhir menjadi pangkal perpecahan dan konflik sosial dalam skala massif, karena telah terjadi polarisasi dan politisasi agama.[9]
[9] Kamaruddin, Partai politik islam di pentas reformasi, Jakarta : Visi Publishing, 2002

2. Pemisahan antara urusan dunia dan urusan agama atau yang lebih dikenal dengan sekularisasi dan cakupan wilayah yang luas dalam menguasai hubungan sosial yang menjadi inti jaringan (network) telah menjadi fungsi sangat penting dalam modernisasi dunia pendidikan di mana yang sakral, gaib, misterius, kharismatik, kehilangan pesonanya.

Gejala miring ini sccara perlahan tapi pasti, telah mengikis jumlah dan peran sosial keagamaan serta fungsi pembinaan (trainer) dari ahli agama (syariah) atau Kiai sebagai figur sentral yang menjembatani secara langsung dalam hubungan kemasyarakatan.

3. Faktor internal dan eksternal dari kyai sendiri. Internal seperti perilaku yang kurang baik sehingga ditolaklah nilai-nilai tersebut oleh masyarakat dan sekitarnya. Sedangkan faktor eksternal, masyarakat dan sekitarnya mempunyai perilaku yang kurang baik. Sehingga apa yang disampaikan oleh seorang kyai tidak bisa diterima bahkan bisa sampai pada tahap mencela, mengolok-olok atau sampai tahap penyerangan fisik/non fisik.

BAB III : PENUTUP

KESIMPULAN

Kyai dahulu adalah sebutan yang pantas diberikan kepada orang yang mendirikan, mengasuh dan memimpin pesantren, tetapi saat ini gelar kyai juga dapat diberikan kepada orang yang memiliki keunggulan dalam menguasai ajaran agama Islam serta mampu memberikan pengaruh yang besar pada masyarakat.

Sementara itu guru agama islam merupakan seorang pendidik yang memiliki wewenang dan tanggung jawab mengajarkan ajaran islam dan membimbing peserta didik ke arah pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang berakhlak, sehingga akan seimbang antara kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sistem pendidikan Indonesia di era modern membawa banyak perubahan.

Paradigma baru pendidikan Islam merupakan langkah pemikiran yang terus menerus harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali pendidikan IPTEK, akan tetapi tidak melupakan pendidikan agama.

Oleh karena itu peran kyai dan guru agama sangat penting dalam hal tersebut.

Peranan kyai lebih terfokus pada lembaga pendidikan pesantren sebagai pembina, pengasuh pendidik pesantren, pemimpin madrasah, turut mencetak mencetak kader-kader bangsa yang berkompeten dalam bidang religius dan science-nya, kemudian guru agama islam berperan sebagai pendidik, pengajar, pendorong kreativitas siswa, sebagai mediator dan fasilitator serta sebagai pembimbing siswa dalam menghadapi berbagai problematika zaman.

DAFTAR PUSTAKA

Taufiq Lubis (2012), Peran Kyai Dalam Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Pesantren, Malang, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Zamachsjari Dhofier Zamachsjari Dhofier (1982), Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LP3ES.

Saiful Akhyar Lubis (2007), Konseling Islami Kyai dan Pesantren, Yogyakarta, El SAQ Press.

Nurhayati Djamas (2008), Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, Jakarta, PT. Raja Grafinda Persada.

Muhaimin dkk (1996), Strategi Belajar Mengajar, Surabaya, Citra Media.

https://doi.org/10.15642/jpai.2016.4.2.249-270

https://man2banyuwangi.sch.id/guru-agama-unggul-masa-kini/

Conger, Jay, A (1997), Pemimpin karismatik di balik mistik (terj. Anton Adiwijoyo, Jakarta : Bina Rupa Aksara)

- Kamaruddin (2002) , Partai politik islam di pentas reformasi, Jakarta : Visi Publishing, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar