Rabu, 29 Maret 2023

Metode Pendidikan Tahjiir, Tabdiil, Tarhiib, Tazhiid, Ta'dziib

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. (C) Lena Rahmidar, M.Si
Disusun Oleh Kelompok 6 Angkatan 5 :
1. Charina Mayangsari (PAI)
2. Futty Nayu Soka Kemala (PAI)
3. Nindy Kurnianingrum (PAI)
4. Nurul Haslinda (PAI)
5. Qonita Anwar (PAUD)
6. Siti Fauzia Tis Sakinah (SBA)
7. Yossy Darma (PAUD)

KATA PENGANTAR

انَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ

Segala puji hanya milik Allah semata Rabb alam semesta yang sudah melimpahkan rahmat serta taufik-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah ini dengan baik serta tepat waktu. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alihi wasallam, kepada para kerabatnya, serta para sahabatnya. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa masyarakat sangat membutuhkan pengertian ibadah secara lahir dan dzhohirnya.

Adapun makalah ini tentang “Metode Pendidikan Islam (Tahjiir, Tabdiil, Tarhiib, Taghriib, Ta’dziib)” telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan rekan-rekan kelompok 6, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada rekan-rekan sekalian yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari guru mata pelajaran guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Penyusun berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Cileungsi, 20 Maret 2023
(Penyusun)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
B. Rumusan Masalah.
C. Manfaat Penelitian.
BAB II PEMBAHASAN
A. Metode Tahjiir (Menjauhkan Diri).
B. Metode Tabdiil (Menukar atau Mengganti yang Lebih Baik).
C. Metode Tarhiib (Mengancam).
D. Metode Taghriib (Mengasingkan dari Rumah).
E. Metode Ta’dziib (Menghukum Secara Fisik).
BAB III PENUTUP.
A. Kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Armai Arief secara etimologis, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud.” Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.[1]
[1] Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 40.

Menurut Abuddin Nata, “metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu saran untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu tersebut”.[2]
[2] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005), h.143.

Di dalam strategi pembelajaran menurut Wina Sanjaya, “metode termasuk ke dalam komponen-komponen pendidikan yang juga mempunyai fungsi yang sangat menentukan dalam pencapaian dari suatu tujuan yang diharapkan dalam kegiatan pendidikan”.[3]
[3] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana 2008), cet. V, h. 60.

Selanjutnya pengertian metode menurut Jalaluddin dan Usman Said, “metode dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik”.[4]
[4] Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), cet.II, h. 52

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah kami paparkan diatas, maka kami merumuskan masalah yang akan di bahas dalam malakah ini, yaitu :
1. Bagaimana metode pendidikan Tahjiir ?
2. Bagaimana metode pendidikan Tabdiil ?
3. Bagaimana metode pendidikan Tarhiib ?
4. Bagaimana metode pendidikan Taghriib ?
5. Bagaimana metode pendidikan Ta’dziib ?

C. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui metode pendidikan Tahjiir.
2. Mengetahui metode pendidikan Tabdiil.
3. Mengetahui metode pendidikan Tarhiib.
4. Mengetahui metode pendidikan Taghriib.
5. Mengetahui metode pendidikan Ta’dziib.

BAB II
PEMBAHASAN

A. METODE TAHJIIR (Menjauhkan Diri)

Allah juga berfirman dalam Q.S.An-Nissa’(4) ayat 34:

وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha tinggi, Mahabesar".

Tahjiir yaitu meninggalkan atau menjauhkan diri dari orang yang berbuat tidak baik setelah yang bersangkutan tidak mempan diluruskan kesalahannya.

Pada ayat diatas diterangkan bahwa Allah menjelaskan kepada para suami langkah-langkah yang harus diambil suami bila mempunyai kekhawatiran istrinya bermain mata dengan laki-laki lain. Langkah pertama ialah menasehati, bila tidak mempan hendaklah ia memisahkan diri dari tempat tidur istri, tetapi tidak meninggalkan istrinya dikamar sendirian. Jika cara itu pun tidak mempan, suami boleh memukulnya dengan pukulan yang tidak merusak badannya. Sebaliknya bilamana dengan nasehat saja istri sudah taat atau bila ditinggalkan di tempat tidur sendirian sudah mau bertaubat atas kesalahannya, maka suami tidak boleh mencari alasan untuk terus menghukum istrinya demi kepuasan dirinya sendiri.

Metode ini ialah metode tahjiir, yaitu meninggalkan atau memisahkan diri untuk sementara dari orang-orang yang tidak dapat dibenahi lagi kesalahannya dengan cara nasehat.

Adapun dalam menerapkan metode ini,ada dua cara yang bisa kita lakukan, yaitu:

1. Meninggalkan tempat atau orang di mana kemungkaran itu terjadi dan pergi ke tempat lain yang jauh dari kemungkaran agar diri kita selamat dari pengaruhnya.

2. Menolak dengan hati, artinya hati kita tidak senang atau membenci secara pasif, tetapi masih tetap berada di lingkungan orang-orang yang melakukan kemungkaran. Dengan kata lain, melakukan perlawanan moral secara pasif.

Dalam beberapa bidang keagamaan, metode tahjiir bisa diterapkan. Contohnya:

1. Dalam bidang Aqidah, misalkan ketika kita melihat orang menyembah berhala atau mengadakan upacara penanam kepala kerbau untuk keselamatan suatu bangunan, kita segera berlalu dari tempat kejadian dan pergi jauh, karena kita menyaksikan hal yang berlawanan dengan aqidah tauhid.

2. Dalam bidang ibadah, misalkan bila kita melihat orang melakukan perbuatan bid’ah di dalam suatu masjid, kita segera meninggalkan masjid tersebut untuk menghindari dari perbuatan bid’ah yang sedang berjalan. Contohnya, ketika kita mengetahui adanya peringatan kematian syekh ‘Abdul Qadir Jailani atau kematian seorang ulama yang biasa disebut dengan khal. Mengetahui hal semacam ini, sebaiknya kita segera meninggalkan masjid tersebut, karena perbuatan ini menyalahi ajaran islam.

3. Dalam bidang akhlaq, misalkan bila kita melihat orang berpacaran, maka kita tinggalkan tempat itu untuk menjauhkan diri dari kemungkinan yang mereka lakukan.

Dengan adanya metode yang Allah paparkan dalam Al-qur’an pada ayat diatas, maka kita dapat memahami bahwa dalam mendidik anak, kita harus mengetahui beragam metode yang sejalan dengan fitrah agar jika kita gagal menggunakan salah satu metode, kita tidak putus asa, karena masih ada metode lain yang dapat kita coba pelaksanaannya.

B. METODE TABDIIL (Menukar atau Mengganti yang Lebih Baik)

Tabdil berasal dari bahasa Arab baddala-yubaddilu-tabdiilan (بدل - يبدل - تبديلا) yang artinya di dalam kamus al maany (معجم المعاني) perubahan, pergantian, dan pertukaran. Pengertian lain dari kata Tabdil ialah menukar atau mengganti dengan yang lebih baik.

Yang dimaksud dengan metode tabdiil ialah mengganti suatu metode dalam pendidikan/pengajaran bilamana kita menemukan suatu cara yang lebih baik daripada yang telah kita gunakan sebelumnya, artinya pendidik tidak hanya berpatokan kepada satu atau dua metode pengajaran saja namun bisa juga metode yang digunakan berubah-ubah sesuai dengan keadaan dan tujuan yang ingin di capai, seperti telah disediakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, metode pemberian tugas dan resitasi, dan lain-lain.

Dalam pemilihan tersebut ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya :

1. Keadaan murid yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, kematangan, perbedaan individu lainnya.

2. Tujuan yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metode Drill 14 kurang tepat digunakan.

3. Situasi yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan. Bila jumlah murid begitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan, apalagi bila ruangan tersedia kecil. Metode ceramah harus dipertimbangkan antara lain jangkauan suara guru.

4. Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang akan digunakan. Metode eksperimen harus tersedia, dipertimbangkan juga jumlah dan mutu alat itu.

5. Kemampauan mengajar telah menentukan, mencakup kemampuan fisik, keahlian. Metode ceramah memerlukan kekuatan guru secara fisik. Guru yang mudah payah, kurang kuat berceramah dalam waktu yang lama. Dalam hal seperti ini sebaiknya ia menggunakan metode lain yang tidak memerlukan tenaga yang banyak. Informasi yang diperlukan dalam metode diskusi kadang-kadang lebih banyak dari pada sekedar bahan yang diajarkan.[5]
[5] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 33.

C. METODE TARHIIB (Mengancam)

Tarhib berasal dari kata arahhab yang berarti menakut-nakuti, atau mengancam. Lalu kata itu diubah menjadi kata benda tarhib yang berarti ancaman hukuman. Tarhib artinya menimbulkan perasaan takut yang hebat kepada lawan.

Metode tarhib adalah penggunaan ancaman yang menimbulkan ketakutan secara mendalam kepada orang yang diancam.

Firman Allah yang menerangkan tentang metode ini yaitu :

QS. Maryam Ayat 70-72.

‎ ‎ ثُمَّ لَـنَحۡنُ اَعۡلَمُ بِالَّذِيۡنَ هُمۡ اَوۡلٰى بِهَا صِلِيًّا‏ ٧٠
وَاِنۡ مِّنْکُمْ اِلَّا وَارِدُهَا ۚ‏ كَانَ عَلٰى رَبِّكَ حَتۡمًا مَّقۡضِيًّا​ ۚ‏ ٧١
ثُمَّ نُـنَجِّى الَّذِيۡنَ اتَّقَوْا وَّنَذَرُ الظّٰلِمِيۡنَ فِيۡهَا جِثِيًّا‏  ٧٢

Artinya: "Dan kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka. Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan".

Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang- orang yang zalim di dalam neraka dalam Keadaan berlutut.

Dan Firman Allah selanjutnya :

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقۡطَعُوۡۤا اَيۡدِيَهُمَا جَزَآءًۢ بِمَا كَسَبَا نَـكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ؕ وَاللّٰهُ عَزِيۡزٌ حَكِيۡمٌ‏ ٣٨

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al Ma’idah:38)

Dalam dunia pendidikan targhib wa tarhib dapat diartikan sebagai berikut: Targhib ialah harapan serta janji yang diberikan peserta didik yang bersifat menyenangkan dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan. Sedangkan Tarhib adalah ancaman pada peserta didik bila ia melakukan suatu tindakan yang menyalahi aturan.

Sementara kelemahan Metode Tarhib atau hukuman adalah akan membangkitkan suasana rusuh, takut, dan kurang percaya diri. murid akan selalu merasa sempit hati, bersifat pemalas, serta akan menyebabkan ia suka berdusta (karena takut dihukum) dan akan mengurangi keberanian anak untuk bertindak.

Metode tarhib diartikan suatu cara yang digunakan dalam pendidikan sebagai bentuk penyampaian hukuman atau ancaman kekerasan terhadap anak didik yang bandel yang tidak mampu lagi dengan berbagai metode lain yang sifatnya lebih lunak.

Penggunaan metode tarhib ini bahkan sebisa mungkin diminimalisir. Ancaman-ancaman yang diberikan pada peserta didik bagaimanapun memberikan dampak psikologi yang kurang baik. Sangsi dapat dilakukan dengan bertahap, misalnya dimulai dengan teguran, kemudian diasingkan dan seterusnya dengan catatan tidak menyakiti dan tetap bersifat mendidik.

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu membagi hukuman menjadi dua yakni;

1. Hukuman yang dilarang, seperti memukul wajah, kekeraan yang berlebihan, perkataan buruk, memukul ketika marah, menendang dengan kaki dan sangat marah.

2. Hukuman yang mendidik dan bermanfaat, seperti memberikan nasihat dan pengarahan, mengerutkan muka, membentak, menghentikan kenakalannya, menyindir, mendiamkan, teguran,duduk dengan menempelkan lutut keperut, hukuman dari ayah, menggantungkan tongkat, dan pukulan ringan.

Terkadang penundaan hukuman akan lebih besar dampaknya dari pada menghukum yang dilakukan secara spontanitas. Penundaan akan membuat seorang akan berbuat yang sama atau mengulangi kesalahan lain lantaran belum adanya hukuman yang dirasakan akibat perhuatannya.

Sebaiknya tindakan ini jangan dilakukan terus menerus. Bila kita telah berusaha semaksimal mungkin dalam mendidik dengan cara lain ternyata belum juga menurut, maka alternatif terakhir adalah hukuman fisik (pukulan) tetapi masih tetap pada tujuan semula yakni bertujuan mendidik.

Abdullah Nasih Ulwan menyebutkan persyaratan memberikan hukuman pukulan antara lain:
1. Pendidik tidak terburu-buru.
2. Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan sangat marah.
3. Menghindari anggota badan yang peka seperti kepala, muka, dada dan perut.
4. Tidak terlalu keras dan menyakti.
5. Tidak memukul anak sebelum ia berusia 10 tahun.
6. Jika kesalahan anak adalah untuk petama kalinya, hendaknya diberi kesempatan untk bertobat, minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan itu.
7. Pendidik menggunakan tangannya sendiri.
8. Jika anak sudah menginjak usia dewasa dan dengan 10 kali pukulan tidak juga jera maka boleh ia menambah dan mengulanginya sehingga anak menjadi lebih baik.

Namun begitu, diperbolehkannya menghukum bukan berarti pendidik dapat melakukan hukuman sekehendak hatinya, terlebih pada hukuman fisik, ada anggota bagian badan tertentu yang perlu dihindari. Jadi hanya bagian anggota tertentu saja yang dapat dilakukan ketika melakukan hukuman fisik, misalnya pada bagian muka atau mata yang berakibat cacat anak sehingga menjadi minder.

Jangan pula memukul kepala, karena berbahaya untuk perkembagan otak dan syaraf yang berakibat pada gangguan kejiwaan dan mental.

Oleh karena itu apabila hukuman terpaksa akan dilakukan maka pendidik hendaknya memilih hukuman yang paling ringan akibatnya. Jika hukuman badan yang dijatuhkan maka pendidik memilih anggota badan lain yang lebih aman dan kebal terhadap pukulan seperti pantat dan kaki.

D. METODE TAGHRIIB (Mengasingkan dari Rumah)

Disebutkan dalam Hadits berikut ini:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " خُذُوا عَنِّي، خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا ؛ الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ، وَنَفْيُ سَنَةٍ، وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ، جَلْدُ مِائَةٍ، وَالرَّجْمُ ".

Artinya: "Dari 'Ubadah bin Shamit dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Ikutilah semua ajaranku, ikutilah semua ajaranku. Sungguh, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka (kaum wanita), perjaka dengan perawan hukumannya adalah cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun, sedangkan laki-laki dan wanita yang sudah menikah hukumannya adalah dera seratus kali dan dirajam.”[6].
[6] HR. Muslim: 1690

Taghriib ialah mengasingkan seorang dari lingkungannya atau membuang jauh ke tempat lain dia tidak merusak lingkungan tempat tinggal semula. Tempat pengasingan itu bisa berupa penjara atau tempat lain yang tidak dihuni oleh masyarakat. Hadits tersebut di atas menerangkan bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada pemuda dan pemudi yang berzina ialah didera 100 kali dan diasingkan dari kampungnya selama 1 tahun. Bagi laki-laki dan perempuan yang telah terikat dalam perkawinan atau telah pernah kawin, maka hukuman masing-masing ialah lebih dulu dipukul 100 kali dengan rotan, sesudah itu ditanam setinggi dada, lalu dilempari batu sampai meninggal dunia. Inilah yang disebut Rajam.

Hadits ini kita tampilkan dalam pembahasan metode pendidikan untuk menjadi dasar bagi kita dalam memilih berbagai metode pendidikan dan pengajaran anak yang mempunyai dasar dan akar dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi .

Pendidikan dan pengajaran tidak hanya ditujukan untuk memberikan hal-hal menyenangkan kepada anak, terapi juga menjatuhkan hukuman kepada anak bila mereka bebuat salah.[7]
[7] Muhammad Thalib, Pendidikan Islam Metode 30T, (Irsyad Baitus Salam IBS, 1996),h. 212-213.

Di lingkungan keluarga, pada setiap hari kita menghadapi kenyataan adanya anak-anak kita yang nakal dalam pengertian lumrah maupun dalam pengertian hukum. Anak nakal dalam pengertian lumrah ialah mereka melakukan hal-hal negatif sebagai anak yang tidak melanggar ketentuan hukum negara ataupun agama. Misalnya, anak suka membuat kotor di rumah. Adapun nakal dalam pengertian hukum ialah anak-anak sudah berani mencuri uang, baik milik saudaranya sendiri ataupun milik teman-teman permainannya. Kenakalan semacam ini sudah mengarah pada pelanggaran hukum. Menghadapi kenakalan anak semacam ini, bagaimanakah orang tua mengatasinya?

Dengan memperhatikan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi , kita menemukan banyak sekali metode yang dapat kita gunakan dalam upaya mendidik anak- anak kita menjadi manusia shalih. Di antara metode itu ialah metode taghriib. Adapun bagaimana penerapkan metode ini, tergantung pada besar kecilnya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak-anak kita. Misalnya, anak kita yang duduk di kelas VI SD mencuri uang temannya. Perbuatan ini sudah dengan sendirinya mempermalukan orang tua. Menghadapi kenakalan anak semacam ini, timbul alternatif dari orang tuanya, apakah kelak menangani kasus anaknya ini cukup dengan mengganti uang yang dicuri oleh anaknya kepada pemilik uang tersebut, ataukah orang tua akan mengambil tindakan lebih daripada itu.[8]
[8] Muhammad Thalib, Pendidikan Islam Metode 30T, (Irsyad Baitus Salam IBS, 1996),h. 214-215

Metode taghrib dikenakan untuk orang-orang yang melakukan hal-hal negatif dan tidak jera dengan peringatan – peringatan, sehingga dia perlu diasingkan dari masyarakat sekitarnya supaya tidak menularkan kerusakannya kepada orang lain. Cara menerapkannya bisa dengan dua macam, yaitu:
1. Mengurung anak atau obyek didik di semacam rumah tahanan atau penjara, sehingga dia tidak dapat menularkan kerusakannya kepada orang.
2. Membuang jauh ke tempat yang tidak dihuni oleh orang banyak, sehingga tak ada lagi orang yang menjadi teman bergaulnya dan obyek berada dalam pengawasan pembina akhlak.

Dalam bidang akhlak, metode taghriib bisa diterapkan seperti misalnya kepada orang yang berzina atau mabuk. Kepada orang-orang yang melanggar ketentuan akhlak yang dapat mempengaruhi dan merusak akhlak orang lain, misalnya berzina, mabuk dan berjudi, dapat diterapkan metode taghriib untuk membuat mereka jera dan sekaligus mencegah penularan kelakuan buruk mereka kepada masyarakat sekitarnya.

Penerapan metode taghriib memang dilakukan untuk menghukum anak-anak kita atau obyek didik yang melakukan kenakalan tanpa dapat diatasi lagi dengan cara-cara lunak, seperti: nasehat, teguran ancaman, dan lain sebagainya yang sifatnya bukan kekerasan. Oleh karena itu, orang tua dituntur pertimbangan yang matang dari segala aspek kepentingan, baik sisi orang tua sendiri, anak, dan masyarakat sebelum menerapkan metode ini. Barangkali akan lebih utama bila orang tua atau pendidik bermusyawarah dengan keluarga dekat dan para ahli lainnya sebelum menerapkan metode ini untuk kebaikan anak atau obyek didiknya pada masa datang.

E. METODE TA’DZIIB (Menghukum Secara Fisik)

Allah ta’ala berfirman dalam QS. At Taubah ayat 74 :

يَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ مَا قَالُوْا ۗوَلَقَدْ قَالُوْا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوْا بَعْدَ اِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوْا بِمَا لَمْ يَنَالُوْاۚ وَمَا نَقَمُوْٓا اِلَّآ اَنْ اَغْنٰىهُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ مِنْ فَضْلِهٖ ۚفَاِنْ يَّتُوْبُوْا يَكُ خَيْرًا لَّهُمْ ۚوَاِنْ يَّتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللّٰهُ عَذَابًا اَلِيْمًا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚوَمَا لَهُمْ فِى الْاَرْضِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ

"Mereka (orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti Muhammad). Sungguh, mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam, dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), sekiranya Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di bumi".

Ta’dziib artinya hukuman fisik terhadap orang yang melakukan kesalahan berat atau dosa berat agar yang bersangkutan merasakan akibat buruk dari perbuatannya secara konkret.

Ayat di atas menjelaskan bahwa kepada orang-orang munafik yang semula bersumpah mengaku sebagai muslim, tapi ternyata tetap pada kelakuan kemunafikannya, Allah menyatakan akan menurunkan adzab di dunia dan di akhirat.

Orang-orang yang tidak jera dari kesalahan yang dilakukan, seharusnya dijatuhi hukuman fisik untuk menghentikan perbuatan dosa atau kesalahan-kesalahan berat yang mereka lakukan. Metode Ta’dziib dimaksudkan untuk menjerakan orang yang melakukan tindakan pelanggaran dan tidak mau menghentikan pelanggarannya walaupun telah diberi ancaman keras. Untuk menghentikan keburukan yang dilakukan, maka yang bersangkutan itu diberi hukuman fisik secara konkret. Sebab tidak jarang orang yang tak mempan dengan kata-kata dan ancaman, tetapi menjadi sadar setelah mendapatkan hukuman secara fisik yang menyakitkan dan memalukan dirinya.

Dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga, sering kita dapati anak mengambil barang atau sesuatu milik saudaranya atau orang tuanya. Anak yang melakukan perbuatan itu atau dengan kata lain mencuri diberi hukuman dipukul tangannya atau pantatnya beberapa kali agar tidak mengulangi perbuatannya.

Orang tua juga sering menghadapi anak-anaknya yang berbuat nakal atau buruk tanpa pernah mau mempedulikan peringatan dan ancaman dari orang tuanya. Terhadap anak-anak semacam ini orang tua dapat memberikan sanksi hukuman fisik. Misalnya, walaupun sudah diperingatkan dan diberi ancaman, anak-anak tidak mau mengerjakan shalat, padahal mereka telah baligh. Kepada mereka itu, orang tua boleh menjatuhkan hukuman dengan memukulnya, sehingga yang bersangkutan mau mengerjakan shalat. Perlakuan orang tua semacam ini pun dibenarkan oleh Rasulullah, telah sering kita baca dan dengar dari hadist Rasulullah, bahwa bila anak-anak telah berumur 10 tahun tidak mau mengerjakan shalat, maka yang bersangkutan boleh dipukul.

Dalam menggunakan metode ta’dziib ini, para pendidik dan orang tua harus berlaku selektif. Artinya, mereka hanya dapat menggunakan metode ini dalam keadaan sangat terpaksa, karena metode lain tidak mencapai hasil yang diharapkan. Misalnya, anak senang bergaul dengan teman-temannya yang berandal. Apabila orang tua menasihatinya, yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh saja. Ketika orang tua menyampaikan ancaman untuk menggunakan kekerasan, yang bersangkutan tidak pernah ambil peduli. Karena itu orang tua berkesimpulan bahwa untuk menghentikan kegemaran anaknya bergerombol dengan anak-anak berandal adalah dengan memukulnya dengan harapan setelah pemukulan dilakukan, anak tersebut menghentikan kebiasaan buruknya.

Metode Ta’dziib diterapkan bilamana metode-metode ancaman melalui lisan ataupun pemikiran tidak lagi mempan dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan mungkar, sehingga pilihan terbaiknya adalah dengan menggunakan hukuman fisik secara konkret. Metode ini diterapkan juga untuk pelaku perbuatan mungkar agar menjadi jera walaupun baru sekali melakukannya, misalnya: mabuk, mencuri, dan berzina.

Metode Ta’dziib diterapkan dengan menjatuhkan hukuman fisik yang dapat menimbulkan rasa sakit secara badaniah pada obyek, seperti memukul dengan rotan, memotong tangan bagi pencuri. Dalam pembinaan akhlak, orang tua dapat menjatuhkan hukuman kepada anak-anak yang telah berat pelanggarannya, seperti mencuri dengan memukul dengan rotan yang dapat menimbulkan rasa sakit pada anak. Akan tetapi, bilamana kesalahan itu sekedar kenakalan biasa seperti bolos belajar, tetapi prestasi disekolahnya tetap bagus, seyogyanya tidak diterapkan metode ini sebagai cara mengatasi pembolosan anak.

Menggunakan metode ta’dziib dapat dikatakan merupakan langkah terakhir dalam menghadapi kenakalan anak. Memang tidak dapat dijamin 100% bahwa setelah menerima hukuman fisik, anak yang nakal mau bertaubat dan menghentikan kenakalannya. Akan tetapi sebagai upaya meluruskan perilaku anak, orang tua tidak boleh dipengaruhi oleh rasa kasihan. Tetapi membiarkan anaknya terjerumus ke dalam kerusakan lebih jauh.

Menjatuhkan hukuman fisik pada anak memang bisa saja menciptakan kebencian dan permusuhan terhadap orang tuanya, tetapi membiarkan mereka larut dalam kebobrokan akan menghancurkan segalanya, baik akhlak, agama, keluarga, maupun anak itu sendiri. Itulah sebabnya, penggunaan metode ta’dziib kita lakukan secara selektif karena memang merupakan upaya terakhir membenahi perilaku anak yang tidak baik agar kelak menjadi anak yang shalih.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

Tahjiir yaitu meninggalkan atau menjauhkan diri dari orang yang berbuat tidak baik setelah yang bersangkutan tidak mempan diluruskan kesalahannya.

Metode tabdiil ialah mengganti suatu metode dalam pendidikan/pengajaran bilamana kita menemukan suatu cara yang lebih baik daripada yang telah kita gunakan sebelumnya, artinya pendidik tidak hanya berpatokan kepada satu atau dua metode pengajaran saja namun bisa juga metode yang digunakan berubah-ubah sesuai dengan keadaan dan tujuan yang ingin di capai.

Tarhib adalah penggunaan ancaman yang menimbulkan ketakutan secara mendalam kepada orang yang diancam. Ancaman yang di maksud adalah ancaman pada peserta didik bila ia melakukan suatu tindakan yang menyalahi aturan.

Taghriib ialah mengasingkan seorang dari lingkungannya atau membuang jauh ke tempat lain dia tidak merusak lingkungan tempat tinggal semula.

Ta’dziib artinya hukuman fisik terhadap orang yang melakukan kesalahan berat atau dosa berat agar yang bersangkutan merasakan akibat buruk dari perbuatannya secara konkret.

DAFTAR PUSTAKA

Jannah, Miftahul. 2014. Metode Pendidikan Islam yang Terkandung Dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125-126. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah

Thalib, Muhammad. Buku Pendidikan Islami Metode 30 T. Penerbit IRSYAD BAITUS SALAM.

Tafsir, Ahmad. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam. (Bandung: Remaja Rosdakarya), h. 33.

https://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/cendekia/article/download/243/213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar