Jumat, 20 Mei 2022

Tauhid Rububiyyah

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah pendidikan Aqidah
Dosen pengampu : Humaidi Tamri Lc. M.pd
Disusun Oleh Kelompok 7 Angkatan 5 :
1. Hadni (PAI)
2. Sina Azizul fikri (MPI)
3. Dina Zahernanda (SBA)
4. Khodijah (SBA)
5. Azka Hasanah (SBA)
6. Saphira Ghoida Nurunnisa (MPI)


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segela puji hanya milik Allah yang telah melimpahkan kenikmatan-Nya, Dengan karunia dan kemudahan yang Allah berikan, kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pendidikan Aqidah dengan topik “Tauhid Rububiyyah”. Kami berharap makalah dengan topik ini dapat bertambahnya pengetahuan kami.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak dengan tulus membantu dan memberikan do’a saran serta keritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan kami, Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, kami mohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan, akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 14 Maret 2022
Kelompok makalah

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan masalah
1.3 Manfaat Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tauhid Rububiyyah secara etimologi dan termonologi
2.2 Legitimasi Tauhid Rububiyyah
2.3 Argumen Memperkuat dan Memperdalam Pemahaman Rububiyyah
2.4 keadaan manusia dalam mengimani Rububiyyah
2.5 Pengingkar Tauhid Rububiyyah
2.6 Tuntutan atau ketentuan Tauhid Rububiyyah Allah
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Beriman kepada Allah ta'ala mengandung arti beriman dengan keesaannya, Manusia Berdasarkan fitrah, dan akal sehat, mengakui bahwa Allah itu Esa. Dialah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi. Tidak bersekutu inilah yang di sebut tauhid. Bahkan manusia dan jin di ciptakan hanya untuk bertauhid kepada Allah.

Allah berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku". (QS. Adzariyat :56)

Setiap manusia meyakini bahwa dunia yang luas ini bukan terbentuk dengan sendirinya, begitu pula dengan taman-taman yang luas, pegunungan yang kokoh, perputaran siang dan malam, pasang dan surut tidaklah terjadi dengan kehendak mereka sendiri atau rutinitas peredaran akan tetapi disana ada dzat yang maha mengatur segalanya, dzat yang maha menciptakan.

Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam agama Islam, dimana tauhid punya peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘aqidah dan pokok yang di atasnya berdiri syari’at islam'.

Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas mengenai Tauhid Rububiyah

1.2 Rumusan masalah

1. Apa definisi Tauhid Rububiyyah secara etimology dan terminology?
2. Bagaimana legitimasi tauhid rububiyyah?
3. Bagaimana argument memperkuat & memperdalam pemahaman rububiyyah?
4. Bagaimana keadaan umat manusia dalam mengimani tauhid rububiyyah?
5. Apa saja pengingkar tauhid rububiyyah? 
6. Apa saja konsekuensi tauhid rububiyyah?

1.3 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui definisi Tauhid Rububiyyah secara etimology dan terminology.
2. Mengetahui Bagaimana legitimasi tauhid rububiyah?
3. Mengetahui alasan untuk memperkuat & memperdalam pemahaman rububiyyah.
4. Mengetahui keadaan manusia dalam mengimani tauhid rububiyyah.
5. Mengetahui Apa saja pengingkar tauhid rububiyyah.
6. Mengetahui konsekuensi tauhid rububiyyah.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Tauhid Rububiyyah secara etimologi dan terminologi

Menurut bahasa, Kata tauhid ( ْيد ِح التَّو ) ialah mashdar dari kata : وحدَ
َء Dikatakan: -. يُ َو ِ’حدُ - تَ ْو ِح ْيدًا sesuatu. [1] ي
حدَ الش
[1] Al-mu’jamul wasith (hlm. 1016)
َو , artinya menunggalkan atau mengesankan.

Menurut istilah syariat, Tauhid adalah mengesakan Allah dengan apa-apa yang khusus bagi-Nya, berupa Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma wa Shifat. [2]
[2] Yazid bin Abdul Qadir jawas, Syarah kitab tauhid memahami & merealisasikan tauhid dalam kehidupan (jakarta: Pustaka imam Asy-syafi’I, 2016.) hlm 5.

Rabb, Adalah bentuk Mashdar, berasal dari ُرب ي - رب yang dari sesuatu (mengembangkan ” نَشأَ الشي َء من حال إلَى حال إِلَى حال التَّ َما ِم “ Berarti  satu keadaan pada keadaan lain, sampai pada keadaan yang sempurna ).

Dan bisa di ungkapkan dengan " [3َ]
[3] Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-fauzan, At-tauhid Lish-shaffi Awwal Al-‘Aliy Terj. Agus Hasan Bashori, Lc (Jakarta: Akafa Press, 1998.) hlm. 25

Jadi kata Rabb adalah mashdar yang digunakan untuk fa’il (pelaku). Kata-kata Ar-rabb tidak disebut sendirian, kecuali untuk Allah yang menjamin kemaslahatan seluruh makhluq. Adapun jika di idhofah-kan (ditambahkan yang lain) maka hal itu bisa untuk Allah dan bisa untuk yang lainNya.

Seperti firman Allah:

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

“Rabb semesta alam” (QS : Al-Fatihah:2)

Dan juga firman Allah:

قَالَ رَبُّكُمْ وَرَبُّ اٰبَاۤىِٕكُمُ الْاَوَّلِيْنَ 

"Dia (Musa) berkata, “(Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu.” (QS : Asy-syuara:26)

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِيْ بِهٖ ۚفَلَمَّا جَاۤءَهُ الرَّسُوْلُ قَالَ ارْجِعْ اِلٰى رَبِّكَ فَسْـَٔلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ الّٰتِيْ قَطَّعْنَ اَيْدِيَهُنَّ ۗاِنَّ رَبِّيْ بِكَيْدِهِنَّ عَلِيْمٌ 

Dan raja berkata, “Bawalah dia kepadaku.” Ketika utusan itu datang kepadanya, dia (Yusuf) berkata, “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakan kepadanya bagaimana halnya perempuan-perempuan yang telah melukai tangannya. Sungguh, Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.” (Qs. Yusuf : 50)

يٰصَاحِبَيِ السِّجْنِ اَمَّآ اَحَدُكُمَا فَيَسْقِيْ رَبَّهٗ خَمْرًا ۗوَاَمَّا الْاٰخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَّأْسِهٖ ۗ قُضِيَ الْاَمْرُ الَّذِيْ فِيْهِ تَسْتَفْتِيٰنِۗ 

"Wahai kedua penghuni penjara, “Salah seorang di antara kamu, akan bertugas menyediakan minuman khamar bagi tuannya. Adapun yang seorang lagi dia akan disalib, lalu burung memakan sebagian kepalanya. Telah terjawab perkara yang kamu tanyakan (kepadaku)." (Qs. Yusuf: 41)

Rasulullah bersabda dalam hadits "unta yang hilang": xxx

Sampai sang pemilik menemukannya

Dikatakan "رب الدَّا ِر "Tuan rumah, pemilik rumah " رب الفَر ِس" Pemilik kuda. Dan diantara lagi adalah perkataan Nabi Yusuf yang difirmankan oleh Allah:

وَقَالَ لِلَّذِيْ ظَنَّ اَنَّهٗ نَاجٍ مِّنْهُمَا اذْكُرْنِيْ عِنْدَ رَبِّكَۖ فَاَنْسٰىهُ الشَّيْطٰنُ ذِكْرَ رَبِّهٖ فَلَبِثَ فِى السِّجْنِ بِضْعَ سِنِيْنَ ࣖ 

"Dan dia (Yusuf) berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua, “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.” Maka setan menjadikan dia lupa untuk menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu dia (Yusuf) tetap dalam penjara beberapa tahun lamanya.". (QS : Yusuf: 42)

Secara bahasa rububiyah berasal dari kata Rabb. Kata Rabb digunakan dengan penggunaan yang haqiqi dan juga digunakan untuk yang lain secara majazi atau idhafi, dan tidak untuk yang lain. Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah, yaitu “Rabb”. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Muslih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan), dan al-Wali (wali).

Secara istilah Tauhid rububiyyah yaitu mengesakan Allah dalam perbuatan khusus-Nya, dan perbuatan Allah yang bersifat khusus banyak sekali. Diantaranya menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, memiliki seluruh kerajaan, mengatur seluruh Alam, menolak bahaya, memberi manfaat, menyembuhkan penyakit, dan perbuatan lainnya.

Dalil-dalil syar'i telah menegaskan tentang wajibnya beriman kepada Rububiyah Allah Ta'ala, seperti dalam firma-Nya:

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

"Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam" (Al-fatihah :2)

Firman-Nya pula:

اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًاۙ وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ  ۙاَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُۗ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ 

"Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam". (QS. Al-A’raf: 54)

Firman-Nya:

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ

"Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. ( QS. Al-Baqarah : 29)

Firman-Nya:

اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ 

“sungguh Allah, Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS : Adza-dzariyat: 58)

Macam tauhid ini tidak diperselisihkan oleh orang kafir Quraisy dan para penganut aliran dan agama. Maksudnya, mereka semua beri’itiqad bahwa pencipta alam semesta ini hanyalah Allah. Allah berfirman tentang mereka:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ اللّٰهُ ۗقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ۗبَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

"Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, ”Allah.” Katakanlah, ”Segala puji bagi Allah,” tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Luqman: 25)

Firman-Nya QS. Al Mu’minun 88-90 :

قُلْ مَنْۢ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُوَ يُجِيْرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Katakanlah, Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nya), jika kamu mengetahui?” (23:88)

سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ فَاَنّٰى تُسْحَرُوْنَ

Mereka akan menjawab, “(Milik) Allah.” Katakanlah, “(Kalau demikian), maka bagaimana kamu sampai tertipu?” (23:89)

بَلْ اَتَيْنٰهُمْ بِالْحَقِّ وَاِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ

"Padahal Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, tetapi mereka benar-benar pendusta." (23:90)

Yang demikian itu karena hati manusia secara fitrah mengakui Rububiyyah-Nya. Oleh karena itu, seseorang tidak menjadi orang yang bertauhid hingga ia mengakui dan konsisten dengan ketiga macam tauhid. [4]
[4] Abdullah bin abdul hamid al-Atsari, Al-wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shaalih,Terj. Farid bin Muhammad Bathathy (Jakarta: pustaka imam syafi’I, 2006)

2.2 Legitimasi Tauhid Rububiyyah

1. Dalil fitrah

Allah ta ‘ala berfirman dalam QS Al-A’rof ayat 172 :

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ  اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ 

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini."

Dari ibn Abbas dari Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wa sallam bersabda: Ketika Allah mengambil perjanjian dari punggung adam, kemudian Allah mengeluarkan dari punggung nya semua keturunan yang Dia menanam nya, kemudian Dia menyebarkan mereka di hadapan Nya seperti atom, kemudian Dia berkata kepada mereka berhadapan, Dia berfirman: Bukankah Aku ini Rabb kalian?? mereka berkata : ya kami bersaksi agar kalian mengatakan pada hari kiamat tentang perkara ini, bahwasanya kami termasuk orang-orang yang lalai. [5]
[5] Hadits ahmad ( 4/267 ) dan tafsir ibn katsir ( 2/241 )

Juga dalam hadits yang di riwayatkan oleh sahabat Abu hurairoh, Nabi Muhammad shallallhu alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanyalah yang membuatnya menjadi orang Yahudi, orang Nasrani ataupun orang Majusi” [6]
[6] Hadits bukhori

Dalam hadits yang lain juga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

xxx

"Ketahuilah, sesungguhnya Rabb-ku telah memerintahkan kepadaku untuk mengajarkan apa saja yang kalian tidak tahu dari apa-apa yang telah Dia ajarkan kepadaku pada hari ini; 'Setiap harta yang Aku berikan kepada hamba-Ku adalah halal. Dan sesungguhnya Aku telah ciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (beragama tauhid), kemudian setan datang kepada mereka lalu mengeluarkan mereka dari agama mereka, mengharamkan apa saja yang Aku halalkan bagi mereka, dan memerintahkan mereka untuk melakukan menyekutukan-Ku padahal Aku tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya". [7]
[7] Hadits muslim dan ahmad

2. Dalil Ayat

Maksud dari dalil ayat ini ialah tanda-tanda untuk menunjukan tentang Rububiyah Allah ta‘ala

A. Ayat Kauniyah

Yaitu semua apa yang meliputi bersama manusia dan yang sampai dengan penglihatan nya pikiran nya dari makhluq-makhluq Allah ta ‘ala seperti langit, bumi, pepohonan, gunung-gunung, hewan-hewan, laut-laut, dan manusia, maka di dalam semua ayat tersebut sudah jelas tentang Rububiyyah Allah ta‘ala.

Allah ta‘ala berfirman dalam QS : Ali-Imron ayat 190 :

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”.

Juga dalam QS :  Adz-dzariat (51) ayat 20 :

وَفِى الْاَرْضِ اٰيٰتٌ لِّلْمُوْقِنِيْنَۙ

“ Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang- orang yang yakin”

B. Ayat-ayat yang Allah ta‘ala perlihat melalui tangan para Nabi

Maka ayat ini di sebut dengan mu’jizat, dan ini menjadi hujjah yang sangat agung dengan Rububiyah Allah ta ‘ala dan Uluhiyah Nya.

Allah ta ‘ala berfirman dalam QS Al-Baqorah ayat 211:

سَلْ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ كَمْ اٰتَيْنٰهُمْ مِّنْ اٰيَةٍ ۢ بَيِّنَةٍ ۗ وَمَنْ يُّبَدِّلْ نِعْمَةَ اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُ فَاِنَّ اللّٰهَ  شَدِيْدُ الْعِقَابِ 

"Tanyakanlah kepada Bani Israil, berapa banyak bukti nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Barangsiapa menukar nikmat Allah setelah (nikmat itu) datang kepadanya, maka sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.".

Juga Allah ta ‘ala berfirman dalam QS : Al-Isro’ ayat 101-102 :

وَلَقَدْ اٰتَيْنَا مُوْسٰى تِسْعَ اٰيٰتٍۢ بَيِّنٰتٍ فَسْـَٔلْ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اِذْ جَاۤءَهُمْ فَقَالَ لَهٗ فِرْعَوْنُ اِنِّيْ لَاَظُنُّكَ يٰمُوْسٰى مَسْحُوْرًا
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَآ اَنْزَلَ هٰٓؤُلَاۤءِ اِلَّا رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ بَصَاۤىِٕرَۚ وَاِنِّيْ لَاَظُنُّكَ يٰفِرْعَوْنُ مَثْبُوْرًا

"Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata maka tanyakanlah kepada Bani Israil, ketika Musa datang kepada mereka lalu Fir‘aun berkata kepadanya, “Wahai Musa! Sesungguhnya aku benar-benar menduga engkau terkena sihir.” Dia (Musa) menjawab, ”Sungguh, engkau telah mengetahui, bahwa tidak ada yang menurunkan (mukjizat-mukjizat) itu kecuali Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sungguh, aku benar-benar menduga engkau akan binasa, wahai Fir‘aun."

Dan masih banyak dalil-dalil yang menunjukan akan hal ini.

3. Ayat-ayat yang di bacakan

Yaitu kalamullah yang di turunkan kepada para Nabi-Nabi Allah ta ‘ala, dan dari yang paling agung ialah Al-quran.

Sebagaimana Allah ta ‘ala berfirman dalam QS :  Ankabut (29) ayat 49 - 51:

بَلْ هُوَ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ فِيْ صُدُوْرِ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَۗ وَمَا يَجْحَدُ بِاٰيٰتِنَآ اِلَّا الظّٰلِمُوْنَ
وَقَالُوْا لَوْلَآ اُنْزِلَ عَلَيْهِ اٰيٰتٌ مِّنْ رَّبِّهٖ ۗ قُلْ اِنَّمَا الْاٰيٰتُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاِنَّمَآ اَنَا۠ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ
اَوَلَمْ يَكْفِهِمْ اَنَّآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ يُتْلٰى عَلَيْهِمْ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَرَحْمَةً وَّذِكْرٰى لِقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ ࣖ

"Sebenarnya, (Al-Qur'an) itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang berilmu. Hanya orang-orang yang zalim yang mengingkari ayat-ayat Kami". (29:49) 
"Dan mereka (orang-orang kafir Mekah) berkata, ”Mengapa tidak diturunkan mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?” Katakanlah (Muhammad), ”Mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Aku hanya seorang pemberi peringatan yang jelas.”  (29:50)
"Apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) yang dibacakan kepada mereka? Sungguh, dalam (Al-Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman." (29:51)  

Dalam hadits Nabi Muhammad bersabda :

xxx

“Tidak ada nabi dari seorang nabi pun kecuali dia telah diberikan seperti ayat-ayat yang diyakini manusia, tetapi apa yang diberikan kepada saya adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada saya, jadi saya berharap bahwa saya akan menjadi orang yang paling banyak pengikut dari mereka pada di hari kiamat". [8]
[8] Hadits bukhori

2.3. Argumen Memperkuat dan Memperdalam Pemahaman Rububiyyah

Mengenai keberadaan Allah Subhaanahu wa ta’alaa bisa dipastikan dengan empat argumen yang tak terbantahkan yakni fitrah, logika, panca indera, dan syariat. disini kita mengakhirkan argumen secara syariat bukan karena tidak layak untuk dikedepankan, bahkan demikianlah yang seharusnya. Tetapi hal ini dimaksudkan untuk membantah orang-orang yang tidak beriman dengan syariat sama sekali. Allahul Musta’an.

1. Argumen Secara Fitrah

Bahwa setiap makhluk telah diberi fitrah untuk beriman dengan keberadaan penciptanya tanpa harus berpikir dan diajari terlebih dahulu. Allah Subhaanahu wa ta’aala telah mengisyaratkan tentang hal ini di dalam Al-Qur`an melalui firman-Nya:

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ  اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ 

“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabb kalian?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah)’.” (Al-A’raf: 172)

Ayat di atas dengan gamblang menerangkan bahwa setiap manusia secara fitrah mengimani keberadaan dan Rububiyyah Allah. Tak ada yang berpaling dari tuntutan fitrah ini melainkan karena penyimpangan yang muncul di dalam jiwanya. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan di atas fitrah, kedua orangtuanyalah yang mengubahnya menjadi seorang Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah)

2. Argumen Secara Logika

Bahwa seluruh makhluk yang berada di jagad raya ini pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin mereka menciptakan diri mereka sendiri. Karena sesuatu yang awalnya tidak ada tidak mungkin menciptakan dirinya sendiri. Demikian pula, mereka tidak mungkin tercipta secara tiba-tiba (ada dengan sendirinya karena sesuatu yang baru tercipta pasti ada penciptanya. Bagaimana mungkin alam yang sedemikian teratur rapi dengan segala rangkaian yang sangat sesuai dan keterkaitan yang sangat erat antara sebab dengan akibat dan antara sebagian wujud dengan yang lainnya, akan dinyatakan tercipta secara tiba-tiba?

Sesuatu yang muncul secara tiba-tiba yang pada asalnya tercipta tanpa suatu keteraturan tidak mungkin dalam eksistensi dan perkembangannya akan terjadi keteraturan yang sedemikian rapi. Oleh sebab itu, Allah Yang Maha Agung mengungkap argumen yang logis ini di dalam Al-Qur`an untuk menggugah hati kaum musyrikin yang masih tertutup dari keimanan. Allah Subhaanahu wa ta’alaa berfirman QS : At-Thur (52) : 35-37 :

اَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ اَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَۗ
اَمْ خَلَقُوا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ بَلْ لَّا يُوْقِنُوْنَۗ 
اَمْ عِنْدَهُمْ خَزَاۤىِٕنُ رَبِّكَ اَمْ هُمُ الْمُصَۣيْطِرُوْنَۗ 

"Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?" (QS : 52:35)
"Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)." (QS : 52:36)
"Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa?"  (QS : 52:37)

Jubair bin Muth’im pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wassallam membaca ayat-ayat ini ketika masih dalam keadaan musyrik. Beliau berkata :

كَادَ قَلْبِي أَنْ يَطِيْرَ، وَذَلِكَ أَوَّلُ مَا وَقَرَ اْلإِيْمَانُ فِي قَلْبِي

Hampir saja hatiku terbang, itulah saat pertama keimanan menancap di dalam hatiku.” (HR. Al-Bukhari)

Diriwayatkan bahwa sekumpulan orang-orang India yang menganut aliran As-Sumaniyyah mendatangi Abu Hanifah untuk mendebatnya dalam perkara eksistensi Allah Subhaanahu wata’aalaa. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat cerdas. Beliau menyuruh mereka agar datang kembali setelah satu atau dua hari berikutnya. Kemudian mereka berkata, “Bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab, “Aku sedang berpikir mengenai sebuah kapal yang penuh dengan muatan berupa berbagai barang dan mata pencaharian. Kapal itu berlayar mengarungi lautan dan akhirnya berlabuh di sebuah pelabuhan, lalu menurunkan barang-barangnya kemudian pergi. Padahal tidak ada nahkoda dan para buruh yang bekerja untuk mengangkat muatannya.” Mereka berkata, “Apakah engkau berpikir demikian?” Beliau menjawab, Iya.” Mereka pun berkata, Kalau begitu berarti engkau tidak punya akal. Apakah masuk akal bahwa sebuah kapal bisa berlayar, berlabuh, dan pergi kembali tanpa ada nahkodanya? Ini sama sekali tidak masuk akal.” Beliau menjawab, “Bagaimana akal kalian tidak bisa menerima hal ini, namun bisa menerima bahwa langit, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pepohonan, binatang-binatang melata, dan manusia secara keseluruhan tak ada Dzat yang telah menciptakannya?!”

3. Argumen Secara Panca Indera

Bahwasanya mengetahui keberadaan Allah Subhaanahu wa ta’aalaa melalui panca indera bisa ditangkap dari dua sisi: Pengabulan doa dan pertolongan kepada orang-orang yang tertimpa kesusahan.

Kita mendengar dan menyaksikan bagaimana Allah mengabulkan doa orang-orang yang meminta kepada-Nya dan menolong orang-orang yang menghadapi kesusahan. Semuanya menunjukkan secara pasti tentang keberadaan Allah. Allah Subhaanahu wa ta’ aala berfirman:

وَنُوْحًا اِذْ نَادٰى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ فَنَجَّيْنٰهُ وَاَهْلَهٗ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيْمِ ۚ

“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan kami mengabulkan doanya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (QS : Al-Anbiya`:76)

اِذْ تَسْتَغِيْثُوْنَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ اَنِّيْ مُمِدُّكُمْ بِاَلْفٍ مِّنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ مُرْدِفِيْنَ

“(Ingatlah), ketika kalian memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu Dia mengabulkan nya bagi kalian: ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan malaikat yang datang berturut-turut’.” (QS : Al-Anfal: 9)

Pengabulan doa bagi orang-orang yang meminta kepada Allah senantiasa menjadi sebuah perkara yang disaksikan sampai masa kita ini, selama mereka menyandarkan diri kepada Allah Subhaanahu wa ta’aalaa dengan sebenar-benarnya dan memenuhi syarat-syarat pengabulan doa.

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa semua itu menunjukkan keberadaan Dzat Yang Maha Pencipta atas seantero alam ini.

4. Secara Argumen Syariat

Bahwasanya seluruh kitab samawi telah berbicara tentang keberadaan Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa. Segala hukum yang termuat di dalamnya mengandung kemaslahatan-kemaslahatan bagi para makhluk. Yang demikian ini menunjukkan bahwa kitab-kitab itu datang dari sisi Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Mengetahui kebaikan-kebaikan bagi para hamba. Seluruh peristiwa yang diberitakan-Nya dan dipersaksikan kebenarannya oleh realita kehidupan manusia juga menunjukkan bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa saja yang telah Mengesakan Allah Subhaanahu wata’aalaa dalam hal Penciptaan.

Maksudnya, seorang hamba harus meyakini bahwa tak ada yang Maha Mencipta seluruh makhluk kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Subhaanahu wa ta’alaa berfirman:

اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًاۙ وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ  ۙاَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُۗ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ 

“Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, lalu dia Maha Tinggi di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, serta (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang, (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS : Al-A’raf: 54)

Di dalam sebuah hadits telah diterangkan ancaman bagi para penggambar di hari kiamat nanti, yaitu dinyatakan kepada mereka:

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

"Dan Allah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan" "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran" dan dikatakan kepada orang-orang yang menggambar; 'hidupkanlah apa yang kalian ciptakan." (HR. Al-Bukhari No.7003 dan Muslim, dari sahabat Abdullah bin ‘Umar Radhiallahu ‘anhu )

Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan mencipta terkadang dinisbatkan pula kepada manusia. Namun yang perlu diingat adalah perbedaan hakikat mencipta antara yang dinisbatkan kepada Allah dengan yang dinisbatkan kepada manusia. Perbuatan mencipta bagi manusia artinya mengubah wujud sesuatu yang sudah ada kepada wujud yang lainnya, bukan mewujudkan sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Yang demikian itupun masih terbatas sekali dengan kemampuan manusia yang sangat sempit dan kecil. Hal ini tentunya amat berbeda dengan perbuatan Allah yang bisa mencipta apa saja sekehendak-Nya dengan kemahakuasaan yang tanpa batas. Kesimpulannya, kita tetap meyakini tak ada yang Maha Mencipta kecuali Allah Subhaanahu wata’ aalaa. Mengesakan Allah Subhaanahu wata’aala dalam hal Kepemilikan, maksudnya seorang hamba harus meyakini bahwa tak ada yang Maha Memiliki seluruh makhluk kecuali Allah Subhaanahu wata’aalaa. Allah Subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:

وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ࣖ

“Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu.” (QS : Ali ‘Imran: 189)

Kesimpulannya bahwa tak ada yang Maha Memiliki seluruh makhluk kecuali Allah Subhaanahu Wa ta’aalaa. Mengesakan Allah Subhaanahu wa ta’aalaa dalam hal Pengaturan. Maksudnya, seorang hamba meyakini bahwa tak ada yang Maha Mengatur seluruh makhluk kecuali Allah Subhaanahu wa ta’aalaa. Allah Subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:

قُلْ مَنْ يَّرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ اَمَّنْ يَّمْلِكُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَمَنْ يُّخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُّدَبِّرُ الْاَمْرَۗ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللّٰهُ ۚفَقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ 

Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah.” Maka katakanlah, “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS : Yunus: 31)

Sedangkan manusia bila mengatur maka hanya terbatas pada apa yang dimilikinya dan diizinkan dalam syariat. Maka tak ada yang Maha Mengatur di alam ini melainkan Allah. Wallahu a’lam bish-shawab.

Rububiyyah Allah Subhaanahu wata’aalaa Diakui Fitrah Kaum Musyrikin Tauhid Rububiyyah merupakan fitrah yang telah Allah Subhaanahu wa ta’aala letakkan pada diri manusia semenjak mereka belum dilahirkan ke dunia ini. Allah Subhaanahu wata’ alaa berfirman:

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ  اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ 

“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul, (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah)’.” (QS : Al-A’raf: 172)

Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya yang mengubahnya menjadi seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah)

Tauhid Rububiyyah merupakan fitrah yang diakui oleh siapapun dalam kehidupan ini, kecuali hanya segelintir orang yang nyeleneh dan menyimpang dari keumuman manusia. Bahkan kaum musyrikin yang telah dikafirkan oleh Allah dan diperangi oleh Rasul-Nya juga mengakui Tauhid Rububiyyah. Allah Subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيْزُ الْعَلِيْمُۙ

“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka akan menjawab: ‘Semuanya diciptakan oleh Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui’.” (QS : Az-Zukhruf (43) : 9)

Sumber Refrensi: https://asysyariah.com

2.4 Keadaan manusia dalam mengimani Rububiyyah

Seluruh manusia mengimani tauhid rububiyyah, termasuk kaum musyrikin. Mereka meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan mereka, memberi rezeki dan mengatur urusan alam semesta.Sebagaimana dalam firman Allah ta’ala :

قُلْ مَنْ يَّرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ اَمَّنْ يَّمْلِكُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَمَنْ يُّخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُّدَبِّرُ الْاَمْرَۗ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللّٰهُ ۚفَقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ 

Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" [ QS.Yunus (10) : 31 ]

Allah ta’ala berfirman QS Al-Mu`minun (23) : 84-89 :

قُلْ لِّمَنِ الْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهَآ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ 
سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ اَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ 
قُلْ مَنْ رَّبُّ السَّمٰوٰتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ
قُلْ مَنْۢ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُوَ يُجِيْرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ فَاَنّٰى تُسْحَرُوْنَ

Katakanlah (Muhammad), “Milik siapakah bumi, dan semua yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahui?” (23:84)
Mereka akan menjawab, “Milik Allah.” Katakanlah, “Maka apakah kamu tidak ingat?” (23:85)
Katakanlah, “Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang agung?” (23:86)
Mereka akan menjawab, “(Milik) Allah.” Katakanlah, “Maka mengapa kamu tidak bertakwa?”
 (23:87)
Katakanlah, Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nya), jika kamu mengetahui?” (23:88)
Mereka akan menjawab, “(Milik) Allah.” Katakanlah, “(Kalau demikian), maka bagaimana kamu sampai tertipu?” (23:89)

Bahkan kaum musyrikin juga beribadah kepada Allah. Tentu ini menunjukkan bahwa mereka mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Kaum musyrik juga melakukan ibadah haji, umroh, meskipun tercampuri dengan syirik dan bidah. Namun mereka berhaji kepada Allah. Talbiyah mereka menunjukan akan pengakuan mereka akan keesaan Allah dalam Rububiyyah. Ibnu ‘Abbas berkata:

كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَقُولُونَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ – قَالَ – فَيَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَيْلَكُمْ قَدْ قَدْ ». فَيَقُولُونَ إِلاَّ شَرِيكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ. يَقُولُونَ هَذَا وَهُمْ يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ

“Dahulu kaum musyrik berkata: ‘Labbaik laa syarika laka’ (Kami memenuhi panggilanmu Ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu).” Maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata, “Celaka kalian, sudah cukup, cukup (yaitu jangan disambung lagi).” Namun kaum musyrik itu melanjutkan: “Kecuali sekutu yang merupakan milik-Mu, Engkau memilikinya dan dia tidak memiliki apa-apa.” Mereka mengucapkan ini tatkala mereka tawaf di Ka’bah.” [9]
[9] HR Muslim no.2872

Meskipun mereka beribadah kepada Allah, namun pengakuan mereka belum bisa menjadikan mereka muslim, karena mereka tidak mau bersyahadat, tidak mau meyakini bahwa hanya Allah lah yang berhak di sembah, keimanan mereka terhadap rububiyyah Allah bukanlah keimanan yang sempurna seperti yang disangka oleh sebagian orang. Sebagian kaum musyrikin juga mereka beriman terhadap Rububiyyah Allah ta’ala, namun mereka mengingkari adanya hari kebangkitan (hari kiamat).

Mengapa mereka mengingkari hari kebangkitan? Karena menurut mereka, mustahil menurut akal kalau Allah ta’ala mampu membangkitkan kembali tulang-belulang yang sudah lapuk dan hancur lebur di dalam tanah.

Allah Ta’ala menceritakan keyakinan mereka tersebut dalam firman-Nya:

وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ 

“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya. Dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?” (QS. Yasin [36]: 78)

Ibnu Abi Hatim berkat: “Atas dasar apapun, makna ayat ini adalah umum untuk semua orang yang mengingkari hari kebangkitan". [10]
[10] Tafsir Ibnu Katsir 6/667

Ayat di atas menunjukkan ketidaksempurnaan iman kaum musyrikin jahiliyyah terhadap sifat rububiyyah Allah Ta’ala. Karena jika keimanan tersebut adalah keimanaan yang sempurna, tentu mudah saja bagi mereka untuk meyakini adanya hari berbangkit.

Mereka juga berdoa kepada Allah. Bahkan tatkala dalam keadaan terdesak mereka ikhlas beribadah kepada Allah. Tentu saja ini merupakan dalil yang kuat bahwa mereka mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Di antara dalil tentang ini adalah firman Allah ta’ala:

فَاِذَا رَكِبُوْا فِى الْفُلْكِ دَعَوُا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۚ فَلَمَّا نَجّٰىهُمْ اِلَى الْبَرِّ اِذَا هُمْ يُشْرِكُوْنَۙ 

“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS al-‘Ankabut (29) : 65)

Ibnu Jarir berkata:

يَقُولُ تَعَالَى ذِكْرُهُ: فَإِذَا رَكِبَ هَؤُلَاءِ الْمُشْرِكُونَ السَّفِينَةَ فِي الْبَحْرِ، فَخَافُوا الْغَرَقَ وَالْهَلَاكَ فِيهِ {دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ} يَقُولُ: أَخْلَصُوا لِلَّهِ عِنْدَ الشِّدَّةِ الَّتِي نَزَلَتْ بِهِمُ التَّوْحِيدَ، وَأَفْرَدُوا لَهُ الطَّاعَةَ، وَأَذْعَنُوا لَهُ بِالْعُبُودَةِ، وَلَمْ يَسْتَغِيثُوا بِآلِهَتِهِمْ وَأَنْدَادِهِمْ، وَلَكِنْ بِاللَّهِ الَّذِي خَلَقَهُمْ {فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبِرِّ} يَقُولُ: فَلَمَّا خَلَّصَهُمْ مِمَّا كَانُوا فِيهِ وَسَلَّمَهُمْ، فَصَارُوا إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يَجْعَلُونَ مَعَ اللَّهِ شَرِيكًا فِي عِبَادَتِهِمْ، وَيَدْعُونَ الْآلِهَةَ وَالْأَوْثَانَ مَعَهُ أَرْبَابًا

“Allah berfirman bahwa apabila mereka kaum musyrik naik kapal di laut dan mereka takut tenggelam dan binasa di laut maka ((mereka pun berdoa kepada Allah dengan ikhlas)). Mereka mengikhlaskan tauhid kepada Allah tatkala dalam keadaan terdesak yang menimpa mereka. Merekapun mengesakan ketaatan hanya kepada Allah, dan mereka tunduk beribadah kepada Allah, mereka tidak ber-istighatsah kepada sesembahan-sesembahan mereka, akan tetapi mereka ber-istighatsah kepada Allah yang telah menciptakan mereka. ((Tatkala Allah menyelamatkan mereka ke darat)) yaitu tatkala Allah menghilangkan kesulitan mereka dan menyelamatkan sehingga akhirnya mereka tiba di darat, ternyata mereka kembali menjadikan sekutu bagi Allah dalam beribadah, dan mereka selain berdoa kepada Allah juga berdoa kepada sesembahan-sesembahan dan berhala-berhala mereka.” [11]
[11] Tafsir At-Thabari, vol XVIII, hlm.441.

Dahulu ketika kaum musyrik melakukan kemaksiatan mereka mengklaim bahwa mereka diperintah oleh Allah untuk melakukannya. Seperti yang dilakukan bangsa Quraisy yang mereka adalah penduduk Muzdalifah atau yang mereka menamakannya ‘al-Humus’, mengerjakan thawaf dengan pakaian yang sedang di kenakannya. Dan orang yang diberikan pinjaman pakaian oleh seorang humus, maka ia pun berthawaf dengan memakai pakaian itu. Dan orang yang membawa pakaian baru, ia juga mengerjakan thawaf disana, setelah itu melepaskannya kembali dan tidak boleh dimiliki oleh seorang pun. Dan barangsiapa yang tidak memiliki pakaian baru dan tidak juga diberikan pinjaman oleh Ahmasi, maka ia mengerjakan thawaf dengan telanjang. Bahkan terkadang juga wanita mengerjakan thawaf dengan telanjang, hanya dengan memberikan sedikit penutup pada bagian kemaluannya guna menutupi sebagiannya saja. Yang demikian itu adalah sesuatu yang mereka buat-buat sendiri dan hanya mengikuti nenek moyang mereka. Dan mereka berkeyakinan bahwa apa yang dikerjakan oleh nenek moyang mereka itu bersandar kepada perintah dan syariat Allah. [12]
[12] Tafsir Ibnu Katsir 3/367

Hal ini sebagaimana Allah kisahkan Allah membantah mereka dengan firman-Nya:

وَاِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً قَالُوْا وَجَدْنَا عَلَيْهَآ اٰبَاۤءَنَا وَاللّٰهُ اَمَرَنَا بِهَاۗ قُلْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاۤءِۗ اَتَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

"Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami melakukan yang demikian, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” Katakanlah, “Sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh berbuat keji. Mengapa kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS : Al-A'raf : 28)

Kaum musyrik juga berdalil dengan takdir Allah untuk melegalkan syirik yang mereka lakukan.

Allah berfirman:

وَقَالَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْا لَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُوْنِهٖ مِنْ شَيْءٍ نَّحْنُ وَلَآ اٰبَاۤؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ دُوْنِهٖ مِنْ شَيْءٍ ۗ كَذٰلِكَ فَعَلَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚفَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ 

"Dan orang musyrik berkata, “Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak (pula) kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya.” Demikianlah yang diperbuat oleh orang sebelum mereka. Bukankah kewajiban para rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas". (QS al-Nahl: 35)

سَيَقُوْلُ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْا لَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَآ اَشْرَكْنَا وَلَآ اٰبَاۤؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍۗ  كَذٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتّٰى ذَاقُوْا بَأْسَنَاۗ قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِّنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوْهُ لَنَاۗ اِنْ تَتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَخْرُصُوْنَ

"Orang-orang musyrik akan berkata, “Jika Allah menghendaki, tentu kami tidak akan mempersekutukan-Nya, begitu pula nenek moyang kami, dan kami tidak akan mengharamkan apa pun.” Demikian pula orang-orang sebelum mereka yang telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan azab Kami. Katakanlah (Muhammad), “Apakah kamu mempunyai pengetahuan yang dapat kamu kemukakan kepada kami? Yang kamu ikuti hanya persangkaan belaka, dan kamu hanya mengira.” (QS al-An’am: 148)

Kaum musyrik Arab di zaman Nabi serta di zaman Nabi-Nabi sebelumnya bukanlah mengingkari eksistensi/keberadaan Allah. Namun yang mereka ingkari adalah seruan untuk menyembah Allah semata. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala:

وَعَجِبُوْٓا اَنْ جَاۤءَهُمْ مُّنْذِرٌ مِّنْهُمْ ۖوَقَالَ الْكٰفِرُوْنَ هٰذَا سٰحِرٌ كَذَّابٌۚ
اَجَعَلَ الْاٰلِهَةَ اِلٰهًا وَّاحِدًا ۖاِنَّ هٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: ‘Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.’ Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS Shad: 4-5)

Seperti yang terjadi pada kaum Nabi Shalih, yaitu kaum Tsamud. Allah ta’ala berfirman:

قَالُوْا تَقَاسَمُوْا بِاللّٰهِ لَنُبَيِّتَنَّهٗ وَاَهْلَهٗ ثُمَّ لَنَقُوْلَنَّ لِوَلِيِّهٖ مَا شَهِدْنَا مَهْلِكَ اَهْلِهٖ وَاِنَّا لَصٰدِقُوْنَ

“Mereka (dari kaum Tsamud) berkata: ‘Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar.’” (QS al-Naml: 49)

Dan yang terjadi pada kaum Nabi Hud, Allah berfirman:

قَالُوْٓا اَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللّٰهَ وَحْدَهٗ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُنَاۚ فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصّٰدِقِيْنَ 

“Mereka berkata: ‘Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.’” (QS al-A’raf: 70)

Kemudian yang terjadi pada kaum Nabi Syu’aib, Allah berfirman:

قَالُوْا يٰشُعَيْبُ اَصَلٰوتُكَ تَأْمُرُكَ اَنْ نَّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُنَآ اَوْ اَنْ نَّفْعَلَ فِيْٓ اَمْوَالِنَا مَا نَشٰۤؤُا ۗاِنَّكَ لَاَنْتَ الْحَلِيْمُ الرَّشِيْدُ

“Mereka berkata: ‘Hai Syu´aib, apakah salatmu menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.’” (QS Hud: 87)

Penafsiran Salaf Bahwa Orang Musyrikin Mengimani Rububiyyah Allah Berikut ini perkataan para sahabat dan tabiín yang menjelaskan akan hal ini.

1. Penafsiran Sahabat Ibnu Abbas radhyallahu ‘anhuma

Al-Imam Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas -rahimahullah- beliau berkata

مِنْ إِيمَانِهِمْ إِذَا قِيلَ لَهُمْ: مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ؟ قَالُوا: اللَّهُ، وَإِذَا سُئِلُوا: مَنْ خَلَقَهُمْ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَهُمْ يُشْرِكُونَ بِهِ بَعْدُ

Termasuk keimanan mereka adalah jika dikatakan kepada mereka : Siapakah yang menciptakan langit?, siapakah yang menciptakan bumi?, siapakah yang menciptakan gunung?, mereka menjawab : Allah. Namun mereka berbuat kesyirikan” [13]
13] Tafsir At-Thabari 13/373

Perkataan tersebut menjelaskan tentang tafsiran surat yusuf ayat 106, Allah ta’ala berfirman :

وَمَا يُؤْمِنُ اَكْثَرُهُمْ بِاللّٰهِ اِلَّا وَهُمْ مُّشْرِكُوْنَ

“Dan tidaklah kebanyakan mereka beriman kepada Allah kecuali mereka berbuat kesyirikan” (QS Yusuf : 106)

2. Penafsiran Ikrimah rahimahullah

Al-Imam Ibnu Jarir juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Ikrimah –rahimahullah- beliau berkata :

Termasuk keimanan mereka adalah jika dikatakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit?", mereka menjawab: "Allah". Jika mereka ditanya: "Siapakah yang menciptakan kalian?", mereka menjawab : "Allah". Padahal mereka berbuat kesyirikan kepada Allah” [14]
[14] Ibid

Ikrimah juga berkata :

هُوَ قَوْلُ اللَّهِ: {وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولَنَّ اللَّهُ}، فَإِذَا سُئِلُوا عَنِ اللَّهِ وَعَنْ صِفَتِهِ، وَصَفُوهُ بِغَيْرِ صِفَتِهِ، وَجَعَلُوا لَهُ وَلَدًا، وَأَشْرَكُوا بِهِ

“Itulah firman Allah “Jika engkau bertanya kepada mereka, siapakah yang menciptakan langit dan bumi?, maka mereka akan berkata : Allah” (QS Luqmaan : 25 dan Az-Zumar : 38). Maka jika mereka ditanya tentang Allah dan sifatNya maka mereka mensifati Allah dengan sifat- sifat yang bukan merupakan sifat-sifat Allah, dan mereka menjadikan bagi Allah anak, dan mereka berbuat kesyirikan kepada Allah” [15]
[15] Tafsir At-Thabari 13/373-374

3. Penafsiran Mujahid rahimahullah

Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dengan beberapa jalan dari Mujahid -rahimahullah-, diantaranya beliau berkata :

إِيمَانُهُمْ قَوْلُهُمُ: اللَّهُ خَالِقُنَا، وَيَرْزُقُنَا، وَيُمِيتُنَا، فَهَذَا إِيمَانٌ مَعَ شِرْكِ عِبَادَتِهِمْ غَيْرَهُ

Keimanan mereka adalah perkataan mereka : Allah pencipta kami dan Yang memberi rizki kepada kami dan mematikan kami. Inilah keimanan (mereka) bersama keyirikan mereka dengan beribadah kepada selain Allah” [16]

4. Penafsiran Qotadah rahimahullah

Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Qotaadah rahimahullah, beliau berkata :

فِي إِيمَانِهِمْ هَذَا، إِنَّكَ لَسْتَ تَلْقَى أَحَدًا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْبَأَكَ أَنَّ اللَّهَ رَبُّهُ، وَهُوَ الَّذِي خَلَقَهُ، وَرَزَقَهُ، وَهُوَ مُشْرِكٌ فِي عِبَادَتِهِ

“Keimanan mereka ini, (yaitu) tidaklah engkau bertemu dengan seorangpun dari mereka kecuali ia mengabarkan kepadamu bahwasanya Allah adalah Robnya, dan Dialah yang telah menciptakannya dan memberi rizki kepadanya. Padahal dia berbuat kesyirikan dalam ibadahnya” [17]

5. Penafsiran Abdurrahman bin Zaid rahimahullah

Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam rahimahullah, beliau berkata :

لَيْسَ أَحَدٌ يَعْبُدُ مَعَ اللَّهِ غَيْرَهُ إِلَّا وَهُوَ مُؤْمِنٌ بِاللَّهِ، وَيَعْرِفُ أَنَّ اللَّهَ رَبَّهُ، وَأَنَّ اللَّهَ خَالِقُهُ وَرَازِقُهُ، وَهُوَ يُشْرِكُ بِهِ، أَلَا تَرَى كَيْفَ قَالَ إِبْرَاهِيمُ: {أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ، أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الْأَقْدَمُونَ، فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلَّا رَبَّ الْعَالَمِينَ} قَدْ عَرَفَ أَنَّهُمْ يَعْبُدُونَ رَبَّ الْعَالَمِينَ مَعَ مَا يَعْبُدُونَ، قَالَ: فَلَيْسَ أَحَدٌ يُشْرِكُ بِهِ إِلَّا وَهُوَ مُؤْمِنٌ بِهِ، أَلَا تَرَى كَيْفَ كَانَتِ الْعَرَبُ تُلَبِّي، تَقُولُ: لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَا شَرِيكَ لَكَ، إِلَّا شَرِيكٌ هُوَ لَكَ، تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ؟ الْمُشْرِكُونَ كَانُوا يَقُولُونَ هَذَا

“Tidak seorangpun yang menyembah selain Allah –bersama penyembahannya terhadap Allah- kecuali ia beriman kepada Allah dan mengetahui bahwasanya Allah adalah Robnya, dan Allah adalah penciptanya dan pemberi rizkinya, dan dia berbuat kesyirikan kepada Allah. Tidakkah engkau lihat bagaimana peraktaan Nabi Ibrahim:

قَالَ اَفَرَءَيْتُمْ مَّا كُنْتُمْ تَعْبُدُوْنَ ۙ
اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمُ الْاَقْدَمُوْنَ ۙ
فَاِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّيْٓ اِلَّا رَبَّ الْعٰلَمِيْنَ ۙ 

Ibrahim berkata: “Maka Apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, karena Sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam' (QS As-Syu’aroo 75-77)

Nabi Ibrahim telah mengetahui bahwasanya mereka menyembah (juga) Allah bersama dengan penyembahan mereka kepada selain Allah. Tidak seorangpun yang berbuat syirik kepada Allah kecuali ia beriman kepadaNya. Tidakkah engkau lihat bagaimana orang-orang Arab bertalbiah?, mereka berkata : “Kami memenuhi panggilanmu Ya Allah, kami memenuhi panggilanmu, tidak ada syarikat bagiMu, kecuali syarikat milikMu yang Engkau menguasainya dan dia tidak memiliki apa-apa”.Kaum musyrikin Arab dahulu mengucapkan talbiah ini” [18]

Referensi : Kaum Musyrik Arab Beriman Dengan Tauhid Rububiyyah – Tauhid Rububiyyah (4) - Bekal Islam (firanda.com)

2.5 Pengingkar Tauhid Rububiyyah

Kaum musyrikin mengakui bahwasanya hanya Allah sajalah Pencipta segala sesuatu, Pemberi rizki, Pemilik langit dan bumi dan Pengatur alam semesta, namun mereka juga menetapkan berhala-berhala yang mereka anggap sebagai penolong, yang mereka bertawassul dengan berhala tersebut dan menjadikan mereka pemberi syafa’at, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa ayat. [19] 
[19] QS. Yunus:18 dan az-Zumar: 3, 43-44.

Dengan perbuatan tersebut, maka mereka tetap dalam keadaan musyrik, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

وَمَا يُؤْمِنُ اَكْثَرُهُمْ بِاللّٰهِ اِلَّا وَهُمْ مُّشْرِكُوْنَ

“Dan tidaklah sebagian besar dari mereka beriman kepada Allah, melainkan (mereka) dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan- sembahan lain).” [QS : Yusuf: 106]

Jadi, tauhid Rububiyyah ini diakui semua orang. Tidak ada ummat manapun yang menyangkalnya. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakui-Nya, melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lain-Nya. Sebagaimana perkataan para Rasul yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:

۞ قَالَتْ رُسُلُهُمْ اَفِى اللّٰهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ يَدْعُوْكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ قَالُوْٓا اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا ۗ تُرِيْدُوْنَ اَنْ تَصُدُّوْنَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُنَا فَأْتُوْنَا بِسُلْطٰنٍ مُّبِيْنٍ 

"Rasul-rasul mereka berkata, “Apakah ada keraguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu (untuk beriman) agar Dia mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai waktu yang ditentukan?” Mereka berkata, “Kamu hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu ingin menghalangi kami (menyembah) apa yang dari dahulu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.” [QS : Ibrahim: 10]

Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir’aun. Namun demikian di hatinya masih tetap meyakini keberadaan Allah. Sebagaimana perkataan Musa Alaihissallam kepadanya:

قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَآ اَنْزَلَ هٰٓؤُلَاۤءِ اِلَّا رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ بَصَاۤىِٕرَۚ وَاِنِّيْ لَاَظُنُّكَ يٰفِرْعَوْنُ مَثْبُوْرًا 

"Dia (Musa) menjawab, ”Sungguh, engkau telah mengetahui, bahwa tidak ada yang menurunkan (mukjizat-mukjizat) itu kecuali Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sungguh, aku benar-benar menduga engkau akan binasa, wahai Fir‘aun.” [QS : Al-Israa:102]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menceritakan tentang Fir’aun dan kaumnya:

وَجَحَدُوْا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَآ اَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَّعُلُوًّاۗ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِيْنَ

"Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan." [QS : An-Naml (27) : 14]

Tauhid Rububiyyah ini tidak bermanfaat bagi seseorang yang mengimaninya, kecuali dia diberi petunjuk untuk beriman kepada dua macam tauhid lainnya, yaitu tauhid Uluhiyyah dan tauhid al-Asma’ wash Shifat. Karena Allah telah memberitakan kepada kita bahwa orang-orang musyrikin telah mengenal tauhid Rububiyyah yang dimiliki Allah, namun demikian tidak memberikan manfaat kepada mereka, sebab mereka tidak mengesakan-Nya dalam beribadah.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Seandainya keimanan kepada tauhid Rububiyyah ini saja dapat menyelamatkan, tentunya orang-orang musyrik telah diselamatkan. Akan tetapi urusan yang amat penting dan menjadi penentu adalah keimanan kepada tauhid Uluhiyyah yang merupakan pembeda antara orang-orang musyrikin dan orang-orang yang mentauhidkan Allah Ta’ala.” [20]
[20] Madaarijus Saalikiin (I/355) oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.

Penyimpangan dari Tauhid Rububiyyah Telah dijelaskan sebelumnya bahwa keumuman manusia mengakui Tauhid Rububiyyah kecuali hanya segelintir orang nyeleneh dan menyimpang. Penyimpangan dari Tauhid Rububiyyah terbagi kepada tiga jenis keyakinan:

- Mengingkari dan kafir terhadapnya secara mutlak. Keyakinan ini dianut oleh kaum Duhriyyah sebagaimana firman Allah :

وَقَالُوْا مَا هِيَ اِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَآ اِلَّا الدَّهْرُۚ وَمَا لَهُمْ بِذٰلِكَ مِنْ عِلْمٍۚ اِنْ هُمْ اِلَّا يَظُنُّوْنَ

"Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja.” (QS : Al-Jatsiyah (45) : 24)

Juga dianut oleh kaum atheis/komunis yang mengatakan bahwa tidak ada pencipta, dan bahwa kehidupan ini hanya sebatas materi. Dianut pula oleh sebagian kaum filsafat yang tidak meyakini keberadaan Allah

- Meniadakannya dari Allah dan menetapkannya kepada yang selain Allah. Keyakinan ini sebagaimana yang dianut oleh Fir’aun ketika mengucapkan:

فَقَالَ اَنَا۠ رَبُّكُمُ الْاَعْلٰىۖ

“Akulah Rabbmu yang paling tinggi.” (An-Nazi’at (79) : 24)

- Menyekutukannya. Keyakinan ini setidaknya terdapat pada tiga aliran sesat, sebagai berikut:

1. Al-Qadariyyah yang meyakini bahwa manusia menciptakan perbuatan mereka sendiri selain Allah Berarti, menurut mereka bahwa di alam ini ada dua pencipta, yaitu Allah dan manusia yang menciptakan perbuatannya sendiri.

2. Al-Majusi yang meyakini keberadaan dua pencipta, pencipta kebaikan (Ilahun Nur) dan pencipta keburukan (Ilahuzh Zhulmah). Mereka telah mengkafiri dan sekaligus menyekutukan perkara Rububiyyah.

3. Orang-orang Shufiyyah (Sufi) yang meyakini bahwa sebagian para wali yang mereka gelari dengan Al-Aqthab memiliki pengaruh atas urusan alam ini bersama Allah. Bahkan sebagian mereka meninggikan Rasulullah sederajat dengan Allah dalam perkara Rububiyyah dari sisi memberi kemanfaatan dan menolak bahaya. Wallahua’lam bish-shawab.

https://almanhaj.or.id/3265-tauhid-rububiyyah.html

2.6 Tuntutan atau Ketentuan Tauhid Rububiyyah Allah

Tauhid Rububiyyah berarti mentauhidkan segala apa yang dilakukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta bahwasanya Dia adalah Raja, Penguasa, dan Yang mengatur segala sesuatu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًاۙ وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ  ۙاَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُۗ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ 

"Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam.[QS : Al-A’raaf: 54]

Bahwasanya Dia adalah Pemberi rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Allah Ta’ala berfirman:

۞ وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

"Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." [QS : Huud (11) : 6]

Dan bahwasanya Dia adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatu, Pengatur adanya siang dan malam, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Allah menyatakan pula tentang keesaan-Nya dalam Rububiyyah-Nya atas segala alam semesta. Firman Allah Ta’ala:

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

“Segala puji bagi Allah Rabb (Penguasa) semesta alam.” [QS : Al-Faatihah :2]

Allah menciptakan seluruh makhluk-Nya di atas fitrah pengakuan terhadap Rububiyyah-Nya. Bahkan orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah dalam ibadah pun mengakui keesaan dan sifat Rububiyyah-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala QS : Al-Mu’minun: 86-89:

قُلْ مَنْ رَّبُّ السَّمٰوٰتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ
قُلْ مَنْۢ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُوَ يُجِيْرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ فَاَنّٰى تُسْحَرُوْنَ

Katakanlah, “Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang agung?” (23:86)
Mereka akan menjawab, “(Milik) Allah.” Katakanlah, “Maka mengapa kamu tidak bertakwa?” (23:87)
Katakanlah, Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nya), jika kamu mengetahui?” (23:88)
Mereka akan menjawab, “(Milik) Allah.” Katakanlah, “(Kalau demikian), maka bagaimana kamu sampai tertipu?” (23:89)

Kaum musyrikin mengakui bahwasanya hanya Allah sajalah Pencipta segala sesuatu, Pemberi rizki, Pemilik langit dan bumi dan Pengatur alam semesta, namun mereka juga menetapkan berhala-berhala yang mereka anggap sebagai penolong, yang mereka bertawassul dengan berhala tersebut dan menjadikan mereka pemberi syafa’at, Dengan perbuatan tersebut, maka mereka tetap dalam ke-adaan musyrik, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

وَمَا يُؤْمِنُ اَكْثَرُهُمْ بِاللّٰهِ اِلَّا وَهُمْ مُّشْرِكُوْنَ

"Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka mempersekutukan-Nya." [QS : Yusuf: 106]

Sebagian ulama Salaf berkata: “Jika kalian tanyakan pada mereka: ‘Siapa yang menciptakan langit, bumi dan gunung-gunung?’ Mereka pasti menjawab: ‘Allah.’ Walaupun demikian mereka tetap saja menyembah kepada selain-Nya.” [21]
[21] Disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Atha’, ‘Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah dan lainnya -الله رحمهم-. Lihat Tafsiir Ibni Katsiir (II/541-542)

Jadi, tauhid Rububiyyah ini diakui semua orang. Tidak ada ummat manapun yang menyangkalnya. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakui-Nya, melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lain-Nya. Sebagaimana perkataan para Rasul yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:

۞ قَالَتْ رُسُلُهُمْ اَفِى اللّٰهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ يَدْعُوْكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ قَالُوْٓا اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا ۗ تُرِيْدُوْنَ اَنْ تَصُدُّوْنَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُنَا فَأْتُوْنَا بِسُلْطٰنٍ مُّبِيْنٍ 

Rasul-rasul mereka berkata, “Apakah ada keraguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu (untuk beriman) agar Dia mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai waktu yang ditentukan?” Mereka berkata, “Kamu hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu ingin menghalangi kami (menyembah) apa yang dari dahulu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.” [QS : Ibrahim: 10]

Tauhid Rububiyyah ini tidak bermanfaat bagi seseorang yang mengimaninya, kecuali dia diberi petunjuk untuk beriman kepada dua macam tauhid lainnya, yaitu tauhid Uluhiyyah dan tauhid al-Asma’ wash Shifat. Karena Allah telah memberitakan kepada kita bahwa orang-orang musyrikin telah mengenal tauhid Rububiyyah yang dimiliki Allah, namun demikian tidak memberikan manfaat kepada mereka, sebab mereka tidak mengesakan- Nya dalam beribadah.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Seandainya keimanan kepada tauhid Rububiyyah ini saja dapat menyelamatkan, tentunya orang- orang musyrik telah diselamatkan. Akan tetapi urusan yang amat penting dan menjadi penentu adalah keimanan kepada tauhid Uluhiyyah yang merupakan pembeda antara orang-orang musyrikin dan orang-orang yang mentauhidkan Allah Ta’ala.” [22]
[22] Madaarijus Saalikiin (I/355) oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.

BAB III
PENUTUP

Seorang muslim diperintahkan oleh Allah subhanahu wata'ala untuk mengetahui tauhid rububiyyah, dan ini menjadi sebuah kewajiban untuk setiap muslim. Sedangkan orang yang mengetahui tauhid rububiyyah di zaman Rosulullah shallallahu alaihi wasallam belum dikatakan sebagai seorang muslim, maka hendaklah ia mengaku bahwa seorang muslim itu lebih mengetahui ilmu tentang tauhid rububiyah terhadap Rabbnya. Maka jangan sampai seorang muslim ia mengucapkan 'Asyhadu anlaa ilaaha illallah waanna muhammadar Rasulullah' namun tidak mengetahui ilmu tentang tauhid rububiyyah dan bahkan terjatuh dalam kesalahan dalam mentauhidkan Rububiyah nya Allah subhanahu wata'ala.

Kami tidak terlepas dari kesalahan dan kekhilafan dan dari keterbatasan ilmu wawasan yang kami miliki, maka hanya sebatas inilah makalah yang bisa kami lampirkan.

Kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebenar benarnya, yang benar datangnya dari Allah subhanahu wata'ala dan yang salah ini dari khilaf kami sebagai manusia. Maka kami ucapkan assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

DAFTAR PUSTAKA

▪️ Al-qur’anul karim dan Terjemahnya

▪️ Al-mu’jamul wasith

▪️ Syarah kitab tauhid memahami & merealisasikan tauhid dalam kehidupan, Yazid bin Abdul Qadir jawas, cet.ke-5, pustaka imam syafi’i

▪️ At-tauhid Lish-shaffi Awwal Al-‘Aliy Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al- fauzan, Terj. Agus Hasan Bashori, Lc

▪️ Intisari AQIDAH Ahlussunnah waljama’ah, judul Asli: Al-wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shaalih, Abdullah bin abdul hamid al-Atsari Terj. Farid bin Muhammad Bathathy Jakarta: pustaka imam syafi’I, 2006

▪️ Tafsir Ibn Katsir, Ibn katsir abu al-fida’, ismail ibn umar, pentahqiq muhammad ibn husain cetakan pertama tagun 1420 H, penerbit : ihyauts tsuros Al-Arobiy-beirut

▪️ Shohih Bukhori ,Al-bukhori, muhammad ibn ismail abu abdillah al-ju’fi pentahqiq: muhammad zuhair ibn nashiruddin, cetakan pertama 1422 H penerbit daaru thurun najah

▪️ Shohih Muslim, muslim ibn al-hajjaj abul hasan Al-qisyrie, pentahqiq: muhammad fuad abdil baqiy, penerbit, daru ihyaits tsuros Al-Arobiy beirut

▪️ Musnad Imam Ahmad, abu abdillah ahmad ibn muhammad pentahqiq : syuaib Al-arnauth-adal mursyid dan lain-lain cetakan pertama 1421 H penerbit , muassasur risalah

▪️ Aqidah ( Muqorror Jamiah Islamiyah 1437 H )

https://asysyariah.com

Kaum Musyrik Arab Beriman Dengan Tauhid Rububiyyah – Tauhid Rububiyyah (4) - Bekal Islam (firanda.com)

https://almanhaj.or.id/3265-tauhid-rububiyyah.html

Tafsiir Ibni Katsiir (II/541-542).

Madaarijus Saalikiin (I/355) oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar