Sabtu, 21 Mei 2022

Adab Terhadap Diri Sendiri Dalam Perspektif Pendidikan Islam

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak 
Dosen pengampuh : Abu Zahid,M.Pd
Oleh Kelompok 7:
1. Ahmad Novianto
2. Arif Luqmanulhakim
3. Neng Hindi Hadiyani
4. Nur Faridah
5. Raisa Salsabila
6. Siti Rohmah
7. Tanti R. Apadu

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami senantiasa haturkan atas kehadirat Allah Subhanahu wata’ ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Adab Terhadap Diri Sendiri Dalam Perspektif Pendidikan Islam sebagai salah satu tugas mata kuliah pendidikan akhlak.

Sholawat serta salam tercurahkan kepada Nabi kita Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, beserta keluarga beliau, dan sahabat-sahabat beliau Insya Allah sampai kepada kita yang senantiasa berusaha mengamalkan sunnah-sunnah beliau.

Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan akhlak serta bisa membuat kita semua yang membaca makalah ini menyadari pentingnya menjaga adab tidak hanya sesama saja namun juga perlu menjaga adab terhadap diri sendiri.

Kami menyadari masih banyak celah dan kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan demi perbaikan makalah ini.

Segala kekurangan yang ada pada makalah ini adalah milik kami penyusun dan segala kelebihannya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ ala. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami penyusun khususnya dan bagi para pembaca.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian adab terhadap diri sendiri
B. Bagaimana adab terhadap diri sendiri
a. Adab terhadap jasmani
b. Adab terhadap akal
c. Adab terhadap jiwa
C. Manfaat akhlak terhadap diri sendiri
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adab dalam Islam adalah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang.

Seorang muslim terhadap dirinya perlu memperhatikan adab terhadap fisiknya, terhadap akalnya, dan terhadap hatinya. Karena memang setiap insan memiliki tiga komponen tersebut dan kita dituntut untuk memberikan hak kita terhadap diri kita sendiri dalam ketiga unsur yang terdapat dalam dirinya tersebut. Namun, tanpa disadari seseorang telah dikatakan tidak baik pada dirinya sendiri. Misalnya merokok, seorang perokok bisa dikatakan tidak beradab pada dirinya sendiri. Karena dengan merokok, lama kelamaan akan menyebabkan paru-paru menjadi rusak dan hal itu sama artinya dengan kita tidak menjaga tubuh kita dengan baik atau tidak baik beradab pada diri sendiri. Ada satu hal yang kerap kali dilakukan oleh seseorang yang menurut pelakunya adalah hal biasa namun hal tersebut juga termasuk akhlak tidak baik pada diri sendiri yaitu begadang. Orang yang tidur terlalu larut malam sehingga hal itu dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.

Jadi, sebagai manusia atau sebagai seorang muslim yang baik hendaklah kita selalu beradab dalam hal apapun. Karena sesungguhnya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan semua yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala sangat membenci manusia yang melakukan tindakan merusak yang ada. Karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala membenci tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan perbuatan itu, menyadari bahwa jika melakukan perbuatan terlarang akan berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya. Untuk itulah materi akhlak terhadap diri sendiri ini sangatlah penting untuk dipahami, dipelajari dan diteladani.

B. Rumusan Masalah

Dari Latar belakang yang dipaparkan kami mengambil beberapa rumusan masalah yakni :
1. Apa yang dimaksud adab terhadap diri sendiri?
2. Bagaimana adab terhadap diri sendiri?
3. Apa saja manfaat adab terhadap diri sendiri?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah di atas maka kami menentukan tujuan dari makalah ini,
1. Mengetahui pengertian adab terhadap diri sendiri
2. Mengenal dan mempraktekan bagaimana beradab terhadap diri sendiri
3. Memahami manfaat dari adab terhadap diri sendiri

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian adab terhadap diri sendiri

Kata adab dalam Bahasa arab berarti husnu al akhlak dan fi’lu al makarim yang berarti budi pekerti yang baik dan perilaku yang terpuji. Adab juga bermakna sopan santun dan melatih atau mendidik jiwa serta memperbaiki akhlak.

Menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab الق اخ bentuk jamak dari mufradnya khuluq لق خ yang berarti “budi pekerti”. Sedangkan menurut terminologi, kata “budi pekerti”, budi adalah yang ada pada manusia, berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran, ratio. Budi disebut juga karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behaviour. Jadi, budi pekerti adalah perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.

Jadi, yang dimaksud dengan adab dan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani, dan juga rohani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita dan jangan memaksakan diri kita untuk melakukan sesuatu yang kurang baik dan membahayakan diri.

Seorang muslim meyakini bahwa kebahagiaannya di dalam dua kehidupannya, yaitu kehidupan dunia dan kehidupan akhirat tergantung pada bagaimana ia mendidik dirinya, membaguskannya, menyucikan dan membersihkannya sebagaimana kesulitannya yang dia hadapi di dunia adalah akibat dari dosanya sendiri. Hal tersebut berdasarkan dalil berikut :

Allah subhanahu wa ta’ ala berfirman :

وَالْعَصْرِۙ
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ

Artinya : “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran". (Q.S Al-‘ Ashr:1-3)

Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Allah menyebutkan jika manusia itu benar-benar dalam kerugian besar, kecuali orang-orang yang beriman hatinya dan anggota tubuhnya mengerjakan amal-amal shaleh yakni menunaikan perintah Allah dan meninggalkan semua yang diharamkan dan tabah dalam menghadapi musibah yang sedang dihadapi.

Sebagaimana seorang muslim meyakini bahwa sesuatu yang dapat membersihkan dan menyucikan jiwa adalah kebaikan iman dan amal shalih, dan sesuatu yang dapat merusak dan menodai diri adalah keburukan, kekufuran dan kemaksiatan.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasal am bersabda :

لم- قَا َل « إِ َّن ا ْلعَ ْب َد إِذَا َأ ْخ َطأَ َخ ِطي َئة˝ نُ ِكتَ ْت فِى َقلْ ِب ِه نُ ْك َتة˚ َس ْودَاءُ َف ِإ َذا ُه َو نَ َز َع َوا ْس َتغْفَ َر َوتَا َب ُس ِق َل َقلْبُهُ

َو ِإ ْن َعا َد ِزي َد فِي َها َح َّتى َتعْلُ َو قَ ْل َبهُ َوهُ َو ال َّرا ُن ا َّل ِذى ذَ َك َر َّّللاُ ( َكلَّ بَ ْل َرا َن َعلَى قُلُوبِ ِه ْم َما َكانُوا َي ْك ِسبُو َن) »

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’ .”  [1]
[1] HR. At Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad (2/297). At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan

Oleh karena itu, seorang muslim hidup sebagai orang yang senantiasa berusaha untuk menyucikan dan membersihkan diri dari perbuatan maksiat karena hanya diri kita sendirilah yang mampu mendidik diri kita menjadi orang yang lebih baik. Kita harus senantiasa menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusak kesucian diri berupa keyakinan yang sesat, baik itu dari segi ucapan, dan perbuatan yang bathil, kita harus senantiasa mengintrospeksi diri setiap saat dan mendorong diri kita untuk melakukan amal kebaikan dan ketaatan.

B. Bagaimana adab terhadap diri sendiri

Berikut macam-macam adab seorang muslim terhadap diri sendiri :

a) Adab terhadap jasmani

1) Senantiasa menjaga kebersihan

Islam menjadikan kebersihan sebagai hal yang utama. Seorang muslim harus bersih/suci badan, pakaian dan tempat, terutama saat akan melaksanakan shalat dan beribadah kepada Allah, disamping suci dari kotoran, juga suci dari hadas.

Sebagaimana firman Allah Ta’ ala :

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ  قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ 

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Q.S Al-Baqarah : 222)

2) Menjaga makan dan minumnya

Makan dan minum merupakan kebutuhan bagi tubuh manusia, jika tidak makan dan minum dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan sakit.

Allah subhanahu wa ta’ ala memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan. Allah subhanahu wa ta’ ala berfirman :

فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ 

Artinya : “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (Q.S An-nahl : 114)

3) Menjaga kesehatan

Menjaga Kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ ala dan sekaligus melaksanakan amanah dari-Nya. Riyadhah atau latihan jasmani sangat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimanapun riyadhah harus tetap dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh islam. Orang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah subhanahu wa ta’ ala dari pada mukmin yang lemah. Dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda, “Mu’ min yang kuat lebih dicintai Allah dari mu’ min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah tehadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah "Qodarullah wa maa syaafa’ al, telah di takdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi”. (H.R Muslim)

4) Berpakaian yang islami

Manusia mempunyai budi, akal, dan kehormatan, sehingga bagian-bagian badannya ada yang harus ditutupi (aurat) karena tidak pantas untuk dilihat orang lain. Dari segi kebutuhan alaminya. Badan manusia perlu ditutup dan dilindungi dari gangguan bahaya alam sekitarnya, seperti dingin, panas, dll. Karena itu Allah subhanahu wa ta’ ala memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah subhanahu wa ta’ ala menciptakan bahan-bahan di alam ini untuk dibuat pakaian sebagai penutup badan. Allah subhanahu wa ta’ ala berfirman :

يَا بَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْاٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ 

Artinya : “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah Sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat". (Q.S Al-A’raf : 26)

b) Adab terhadap akal

1) Menuntut ilmu

Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus sebagai bentuk akhlak seorang muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi terhadap akalnya yakni berupa penambahan pengetahuan dalam sepanjang hayatnya. Dalam hadis dikatakan :

xxx

Artinya : “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (H.R Ibnu Majah)

Seorang mu’min tidak hanya mencari ilmu dikarenakan sebagai satu kewajiban, yang jika telah selesai kewajibannya maka setelah itu sudah dan berhenti. Namun seorang mu’ min adalah yang senantiasa menambah ilmunya, sampai dia meninggalkan dunia ini. Menuntut ilmu juga tidak terbatas hanya pada Pendidikan formal akademis namun dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.

2) Memiliki spesialisasi ilmu yang dikuasai

Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi, hal-hal yang harus dikuasai setiap muslim adalah : Al-Qur’ an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadist; sirah dan sejarah para sahabat, dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi yang harus ditekuninya. spesialisasi ini tidak harus bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya banyak diantara generasi awal kaum muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.

3) Mengajarkan ilmu kepada orang lain

Termasuk adab muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau mengajarkan apa yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya. Firman Al ah subhanahu wa ta’ala :

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ  فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ

Artinya : “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”(Q.S An-Nahl : 43)

4) Mengamalkan ilmu dalam kehidupan

Diantara tuntutan dan sekaligus adab terhadap akalnya adalah merealisasikan ilmunya dalam “alam nyata” karena akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya. Allah subhanahu wa ta’ ala berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ 
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ 

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S As-Shaff : 2-3)

c) Adab terhadap jiwa

1) Bertaubat

Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa yang telah lalu, dan bertekad untuk tidak melakukan dosa itu lagi di sisa umur. Begitu pula firman-Nya,

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." (Q.S An-nur : 31)

Begitu pula sabdanya, “Allah benar-benar lebih gembira dengan taubat hamba-Nya yang mukmin dari orang yang berada di daerah kosong tidak berpenghuni lagi mematikan bersama onta yang mengangkut bekal makanan dan minumannya. Orang itu tertidur, dan sewaktu bangun ternyata ontanya telah pergi entah kemana. Dia mencari-carinya hingga merasa sangat kehausan. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali saja ke tempat semula untuk tidur hingga ajal menjemput. Dia pun merebahkan kepalanya pada lengannya bersiap- siap mati. Lantas dia terbangun dan ternyata ontanya sudah berada di sisinya lagi, lengkap dengan segala bekal makanan dan minumannya. Maka, Allah jauh lebih gembira dengan taubat seorang hamba yang beriman dibandingkan gembiranya orang itu dengan kembalinya onta beserta perbekalannya.” [2]
[2] Muttafaq Alaih. HR. Al-Bukhari, Kitab Ad-Da’ awat, 3, dan Muslim, Kitab At-Taubah, 301, Minhajul Muslim, 144.

2) Bermuraqabah

Bermuraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu di awasi oleh Allah subhanahu wa ta’ ala. Dengan demikian dia sadar atas keagungan dan kesempurnaan Allah, merasa akrab dalam dzikir kepada-Nya, menemukan kenyamanan dalam ibadah kepada-Nya, dan berpaling dari selain- Nya.

Begitu pula firman-Nya,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu." (Q.S An-nisaa’ : 1)

Begitu pula sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasal am,

xxx

Artinya : “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya; jikapun engkau tidak melihatnya maka Dia melihatmu.” [3]
[3] HR Al-Bukhari, Kitab Al-Iman, 37, dan Muslim, Kitab Al-Iman, 1, Minhajul Muslim, 146.

3) Bermuhasabah

Yang dimaksud dengan bermuhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk menghitung-hitung amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang diwajibkan kepadanya maka dia mencela dirinya dan berusaha memperbaikinya. Kalau termasuk yang harus diqadha maka mengqadhanya, tetapi apabila itu tidak bisa diganti maka dia menutupinya dengan cara memperbanyak ibadah sunnah. Dan apabila terdapat sesuatu yang terlarang maka memohon ampun, menyesali dan berusaha tidak mengulangi kembali. Muhasabah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki diri, membina, menyucikan, dan membersihkannya.

Umar radiyallahu anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab.” Pada malam hari dia memukul kedua kakinya dengan tongkat sambil berkata kepada dirinya sendiri. “Apa yang telah kau lakukan hari ini?”

4) Bermujahadah

Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam nafsu yang mengembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan. Jika seorang muslim menyadari bahwa itu akan menyengsarakan dirinya, maka dia akan berjuang dengan menyatakan perang kepadanya untuk menentang ajakannya, menumpas hawa nafsunya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

۞ وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang". (Q.S Yusuf : 53)

Rasululah shalal ahu ‘alaihi wasal am sendiri mendirikan shalat malam sampai-sampai kedua kakinya membengkak. Ketika ditanya tentang hal itu [4], Beliau menjawab, “ Tidaklah aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur?" Demi Allah, adakah mujahadah (perjuangan) yang lebih besar daripada mujahadah ini ?
[4] Dalam kitab Ash-Shahih, Minhajul Muslim, 151.

C. Manfaat Akhlak terhadap diri sendiri

a. Berakhlak terhadap jasmani

1) Jauh dari penyakit karena sering menjaga Kesehatan
2) Tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
3) Menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah

b. Berakhlak terhadap akalnya

1) Memperoleh banyak ilmu.
2) Dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain.
3) Membantu orang lain.
4) Mendapat pahala dari Allah subhanahu wa ta’ ala.

c. Berkhlak terhadap jiwa

1) Selalu dalam lindungan Allah subhanahu wa ta’ ala.
2) Jauh dari perbuatan yang buruk.
3) Selalu ingat kepada Allah subhanahu wa ta’ ala.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Adab terhadap diri sendiri adalah sikap atau perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri baik bersifat jasmani maupun rohani. Kita harus bisa adil dalam memperlakukan diri sendiri, jangan memaksakan diri untuk melakukan hal yang kurang baik atau membahayakan karena itu bisa merugikan diri kita.

Banyak hal yang bisa kita pelajari untuk memperbaiki diri, salah satunya adalah dengan mempelajari adab terhadap diri sendiri. Jika adab terhadap diri sendiri sudah baik maka in shaa Allah kita akan mudah mengoreksi diri, lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah, memperbanyak mengingat Allah, serta tidak mudah mencari-cari kesalahan orang lain karena sibuk memperbaiki diri.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas diharapkan dapat mengemukakan saran-saran, baik kepada penulis maupun kepada pembaca makalah ini khususnya kepada mahasiswa/i.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari pada itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar kami dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

▪️ Al-Qur’ an terjemahan

▪️ Al-Jaza’ iri, Abu Bakar Jabir. Minhajul Muslim 146. Darul Haq. Masykur. Berguru Adab kepada Imam Malik. Google books

▪️ Tausikal, Muhammmad Abduh. “ Maksiat Menggelapkan Hati” . https://rumaysho.com/1257-maksiat-menggelapkan-hati.html, diakses pada 15 September 2010.

▪️ Muhrin. “Akhlak kepada diri sendiri”. https://jurnal.uin- antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/download/3768/2090

Tidak ada komentar:

Posting Komentar