Sabtu, 28 Mei 2022

Study Krisis Tawassul Dan Wasillah, Persepsi Masyarakat Yang Berkaitan Dengan Hal Tersebut

Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Aqidah
Dosen Pengampu : Humaidi Tamri, Lc, M.Pd
Oleh : Nama : Agis Sugiana
Prodi : S1 Sastra Bahasa Arab

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, meminta pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya.

Shalawat berserta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi-Nya, Muhammad bin Abdillah, juga kepada keluarganya dan para sahabat beliau serta kepada orang-orang yang setia mengikuti jalannya hingga hari kiamat. Aamiin

Sebagai bagian dari tugas dalam pembelajaran aqidah, saya mencoba mempelajari dan menguraikan tentang Tawassul dan Wasilah Serta berbagai Persepsi yang berkembang di Masyarakat, khususnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.

Keutamaan tawassul dan Wasilah sebagai ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam, telah banyak dipahami oleh kaum muslimin, akan tetapi mayoritas mereka justru kurang memahami perbedaan antara tawassul yang benar dan tawassul yang menyimpang dari Islam serta Syafaat yang diperbolehkan dan yang dilarang. Sehingga banyak di antara mereka yang terjerumus melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari aqidah tauhid, dengan mengatasnamakan perbuatan-perbuatan tersebut sebagai perkara yang benar. Dan juga agar seorang muslim tidak terjerumus dalam perbuatan syirik yang bisa merusak amal kebaikannya karena kebodohannya. Oleh karena itu makalah ini akan menjelaskan secara rinci tentang qurbah, tawassul dan Syafaat dengan pemahaman yang benar.

Dalam artikel singkat ini saya ingin menguraikan tentang tawassul bid’i yang banyak berkembang menjadi tradisi di masyarakat kita, yaitu tawassul yang terlarang dan tidak memiliki tuntunan dari syariat, dan tidak memiliki dalil, baik dari Al Qur’an dan Hadits Nabawi. Diantara bentuk tawassul bid’i yang masih lestari di masyarakat hingga saat ini yaitu :

▪️ Pertama : Mendekatkan diri dengan menyerahkan sebagian ibadah kepada selain Allah. Sebagaimana Allah sebutkan dalam Al Quran,

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (QS. Az Zumar:3).

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِ

“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa’atan, dan mereka berkata: ‘Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.’.” (QS. Yunus:18).

Kedua ayat di atas menggambarkan kondisi kaum musyrikin di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga masih kita dapati dalam kehidupan masyarakat kita, diantaranya :

1. Sembelihan untuk Selain Allah SWT

Rasulullah SAW telah memberitakan, bahwa termasuk orang yang dilaknat adalah seorang yang melakukan sembelihan untuk selain Allah SWT. Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda:

Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Allah melaknat orang yang melaknat (mencerca) dua orang tuanya. Allah melaknat orang yang melindungi pelaku pelanggaran syari. Dan Allah melaknat orang yang mengubah-ubah batas tanah.” (HR. Muslim) Di antara sembelihan yang dipersembahkan untuk selain Allah SWT adalah berbagai bentuk sembelihan untuk jin, seperti ketika akan melaksanakan pembangunan jembatan atau gedung, dilakukanlah penyembelihan kerbau atau kambing untuk keselamatan tempat dan lancarnya pembangunan.

2. Larung (Sedekah Laut)

Di antara sembelihan syirik adalah sembelihan tahunan yang dipersembahkan untuk selain Allah ﷻ, baik untuk laut (sedekah laut), sungai, gunung, maupun yang lainnya.

3. Sembelihan untuk Pengantin

Di sebagian tempat ada sebuah tradisi penyembelihan ketika ada pernikahan. Kedua mempelai diperintahkan untuk menginjakkan kedua kaki mereka di darah sembelihan tersebut sebelum memasuki rumahnya.

4. Sembelihan untuk Rumah Baru

Di sebagian daerah, ketika telah selesai membangun rumah, mereka menyembelih seekor hewan. Sebagian mereka bahkan menanam kepala hewan tersebut di rumah barunya. Ini juga termasuk sembelihan yang syirik.

Sebagian besar masyarakat masing menganggap bahwa kegiatan ritual tersebut masih termasuk kedalam ajaran agama Islam, yaitu meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu Wata’ala melalui perantara penjagaan dari makhluk kasat mata yang di yakini sebagai penguasa wilayah atau tempat tersebut.

5. Sedekah Bumi

Sedekah bumi yaitu memberikan sesuguh/sesaji ketika hendak panen padi dan lainnya. Menurut mereka, sesaji itu dipersembahkan untuk Dewi Sri. Ini pun termasuk bentuk kesyirikan.
6. Sesajen

Yakni memberikan sesuguh untuk karuhun ketika hendak melaksanakan acara tertentu.

▪️ Kedua : Bertawassul dengan kedudukan orang shalih. Diantara tawassul yang dilarang adalah bertawassul dengan kedudukan Orang Shalih. Sebagian orang melakukan tawassul dengan jah (kedudukan) orang shalih yang sudah meninggal. Mereka mengatakan, “Demi kehormatan Nabi-Mu atau demi kehormatan wali fulan…”. Tawassul yang demikian ini terlarang, ditinjau dari dua sisi. Pertama, berarti dia telah bersumpah dengan selain Allah, sedangkan bersumpah dengan selain Allah adalah haram, bahkan termasuk syirik yaitu syirik asghar (syirik kecil). Kedua, orang itu berarti mempunyai keyakinan bahwa seseorang memiliki hak atas diri Allah. Padahal seseorang itu tidaklah memiliki hak selain yang telah Allah anugerahkan kepadanya.

Bentuk tawassul atau wasilah seperti ini yang hingga kini masih kita dapati dalam kehidupan masyarakat kita, diantaranya :

1. Mencari Berkah di Kuburan

Di antara tawassul bid’i yang dianggap biasa adalah perbuatan-perbuatan di pekuburan seperti : Berdoa kepada penghuni kubur, Nadzar untuk penghuni kubur, Isti’anah atau meminta tolong kepada penghuni kubur, Isti’adzah atau meminta perlindungan kepada penghuni kubur, dan Istighatsah atau meminta dihilangkan bencana kepada penghuni kubur

PENUTUP

Ketahuilah, semua hal di atas adalah kemungkaran yang harus diingkari. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim) (Lihat Ma’ariful Qabul, Ighatsatul Lahafan, Tahdzirul Muslimin).

Janganlah kita seperti orang-orang jahiliyah yang tidak mau beriman kepada Rasul ﷺ dengan alasan mengikuti nenek moyang. Allah SWT berfirman tentang keadaan kaum musyrikin:

Apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah,” mereka menjawab,: “(Tidak), kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu pun dan tidak mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170).

Seorang Muslim harus mendahulukan syariat Allah SWT di atas segala hal. Dia harus mengutamakan syariat daripada hawa nafsu, adat-istiadat, dan pendapat akalnya.

Allah SWT telah mencela orang yang lebih mendahulukan hawa nafsunya. Allah SWT berfirman:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, serta meletakkan tutupan atas penglihatannya? Siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (al-Jatsiyah: 23)

Mudah-mudahan tulisan yang ringkas ini bisa menjadi nasihat dan menjadi salah satu sebab musnahnya praktik-praktik kesyirikan yang telah menyebar di negeri kita ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar