Jumat, 07 April 2023

Organisasi, Lembaga, dan Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Arif Fardian, M.Pd
Disusun Oleh Kelompok 10 :
1. Nanda NurAzizah (PAI)
2. Nurfahira Sahman (PAI)
3. Nida Labibah (PAI)
4. Jannatul Firdausi Nuzula (PAI)
5. Nur Faridah (SBA)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah Ta’ala. Atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjul “Organisasi, Lembaga, dan Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia” dapat kami selesaikan dengan baik. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan baik pembaca dan penyusun makalah ini. Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah membimbing perkulihan mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam serta do’a dan bantuan para penyusun sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik.

Kami menyadari bahwasannya dalam penyusunan masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharap kritik dan sarana untuk memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini. Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Salakan, 06 Maret 2023
( Penyusun Makalah )

DAFTAR ISI

Halaman Judul.
Kata Pengantar.
Daftar Isi.
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
B. Rumusan Masalah.
C. Manfaat Penelitian.
BAB II : PEMBAHASAN
A. Organisasi Pendidikan Islam Indonesia.
B. Lembaga Pendidikan Islam Indonesia.
C. Tokoh-Tokoh pendidikan Islam Indonesia.
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan.
B. Kritik & Saran.
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian yang inhern dalam kehidupan manusia. Dan, manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Karena hal itulah, maka pendidikan merupakan sebuah proses yang sangat vital dalam kelangsungan hidup manusia. Tak terkecuali pendidikan Islam, yang dalam sejarah perjalanannya memiliki berbagai dinamika. Eksistensi pendidikan Islam senyatanya telah membuat kita terperangah dengan berbagai dinamika dan perubahan yang ada.

Berbagai perubahan dan perkembangan dalam pendidikan Islam itu sepatutnya membuat kita senantiasa terpacu untuk mengkaji dan meningkatkan lagi kualitas diri, demi peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan Islam di Indonesia. Telah lazim diketahui, keberadaan pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai perubahan, sejalan dengan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.

Sejak dari awal pendidikan Islam, yang masih berupa pesantren tradisional hingga modern, sejak madrasah hingga sekolah Islam bonafide, mulai Sekolah Tinggi Islam sampai Universitas Islam, semua tak luput dari dinamika dan perubahan demi mencapai perkembangan dan kemajuan yang maksimal. Pertanyaannya kemudian adalah sudahkah kita mencermati dan memahami bagaimana kemunculan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, untuk kemudian dapat bersama-sama meningkatkan kualitasnya, demi tercipta pendidikan Islam yang humanis, dinamis, berkarakter sekaligus juga tetap dalam koridor Alqur’an dan Assunah.

Dalam makalah ini akan dipaparkan penjelasan dari “Organisasi, Lembaga, dan Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia” semoga dengan dipaparkannya penjelasan dari metode tersebut dapat menambah wawasan serta dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penyusun makalah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Organisasi Pendidikan Islam di Indonesia?
2. Bagaimana Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia?
3. Bagaimana Tokoh – Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia?

C. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui Organisasi Pendidikan Islam di Indonesia
2. Mengetahui Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
3. Mengetahui Tokoh – Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A. Organisasi Pendidikan Islam di Indonesia

a. Pengertian Dinamika Organisasi

Secara terminologi dalam Nandang Rusmana, kata dinamika berasal dari kata Dynamics (Yunani) yang bermakna “Kekuatan” (force). “Dynamics is facts or concepts with refer to conditions of change, expecially to forces” (Rusmana, n.d.).Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinamika berarti; bagian ilmu fisika yang berhubungan dengan benda yang bergerak dan tenaga yang menggerakkan; gerak (dari dalam); tenaga yang menggerakkan; semangat; kelompok gerak atau kekuatan yang dimiliki sekumpulan orang dalam masyarakat yang dapat menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan; pembangunan gerak yang penuh gairah dan penuh semangat dalam melaksanakan pembangunan; sosial gerak masyarakat secara terus-menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan (Tim Redaksi, 2011).

Menurut Slamet Santoso dalam Nandang Rusmana, dinamika berarti tingkah laku warga yang secara langsung mempengaruhi warga yang lain secara timbal balik. Dinamika berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok secara keseluruhan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dinamika adalah sebuah fakta, konsep, kondisi yang terjadi pada tatanan masyarakat sehingga menimbulkan sebuah interaksi atau hubungan timbal balik.

Organisasi dalam Kamu Besar Bahasa Indonesia adalah kesatuan (susunan) yang terdiri atas bagian-bagian (orang) dalam perkumpulan untuk tujuan tertentu; kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam Husaini Usman, Organisasi berasal dari bahasa Latin, organum yang berarti alat, bagian anggota badan. Hal ini sejalan dengan pengertian organisasi menurut Sondang P. Siagian yang merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Siagian, 2012). Sedangkan organisasi menurut Husaini Usman adalah proses kerja sama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Usman, 2008). Lebih lanjut, organisasi menurut Jerald Greenberg dan Robert A. Baron adalah “a structured social system consisting of groups and individuals working together to meet some agreed-upon objectives”, atau dalam arti kata sistem sosial yang terstruktur yang terdiri dari kelompok-kelompok dan individu yang bekerja sama untuk memenuhi beberapa tujuan yang disepakati (Greenberg & Baron, 1995).

Dinamika Organisasi menurut Meredy DeBorde adalah described as how people function together to accomplish a task, dalam arti kata dinamika organisasi menggambarkan bagaimana orang dapat bersama-sama berfungsi untuk menyelesaikan tugas (DeBorde,n.d.).

Dinamika Organisasi menurut Nandang Rusmana adalah studi tentang interaksi dan Interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan yang lain dengan adanya feed back dinamis atau keteraturan yang jelas dalam hubungan secara psikologis antar individu sebagai anggota kelompok dengan memiliki tujuan tertentu. [1]
[1] Julia Sari, Hakekat, Dinamika organisasi, dan fungnsi pemimpin dan kepemimpinan pendidikan islam. 2022

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dinamika organisasi adalah sebuah fakta, konsep, kondisi dalam yang terjadi pada sebuah organisasi sehingga menimbulkan sebuah interaksi atau hubungan timbal balik.

b. Budaya Organisasi Lembaga Pendidikan Islam

Berbicara mengenai budaya organisasi lembaga Pendidikan formal yang ada di Indonesia ini tidak bisa kita abaikan kondisi lembaga Pendidikan dasar (madrasah) dan lembaga Pendidikan tinggi. Bentuk budaya organisasi yang ada pada lembaga pendidikan secara umum berkaitan erat dengan iklim dan sistem yang ada pada lembaga Pendidikan tersebut. Budaya organisasi pada lembaga pendidikan Islam dalam kajian ini juga merujuk pada nilai-nilai bersama, asumsi-asumsi dasar, dan artefak yang dianut oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam, baik itu pesantren, madrasah atau pun lembaga Pendidikan tinggi Islam.

Lembaga Pendidikan Tinggi Islam. Sebagai sebuah organisasi Pendidikan perlu mengembangkan nilai-nilai budaya pada berbagai aspek, antara lain: 
a. nilai kerja, pengembangan nilai kerja ini sangatlah perlu dalam rangka membangun buday kerja pada lembaga Pendidikan tinggi Islam; 
b. nilai pelayanan, pengembangan nilai pelayanan diperuntukkan membangun budaya pelayanan pada lembaga Pendidikan tinggi Islam; 
c. nilai komunikasi, pengembanagn nilai komunikasi sangat perlu dalam rangka membangun budaya komunikasi antar seluruh anggota organisasi lembaga Pendidikan tinggi Islam; 
d. nilai individual, pengembangan nilai individual ini mempunyai tujuan untuk membentuk dan membangun kepribadian tiap individu dalam organisasi. Pembangunan ini dapat menunjang fungsi dari nilai kerja, pelayanan, dan komunikasi dalam lembaga Pendidikan tinggi Islam.

c. Organisasi Islam dan Perannya terhadap Pendidikan Islam

1. Jami’at Khair

Jami’at Khair didirikan pada tanggal 17 Juli 1905 di Jakarta. Organisasi yang beranggotakan mayoritas orang Arab. Dua program utamanya adalah pendirian dan pembinaan sekolah tingkat dasar, dan kedua, pengiriman anak-anak muda ke Turki dan Timur Tengah untuk melanjutkan pelajaran (Noer, 1991: 68). Bidang kedua ini terhambat karena kekurangan dana dan kemunduran khilafah dari dunia Islam.

Pendidikan yang dikelola oleh Jami’at Khair sudah termasuk maju dibandingkan dengan sekolah-sekolah rakyat yang ada dikelola secara tradisional, karena pada sekolah-sekolah dasar Jami’at Khair pengajaran yang diberikan tidak semata-mata pengetahuan agama, porsi pelajaran umumpun diperhatikan, sehingga cukup mampu menyaingi sekolah-sekolah yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial.

Pada bidang kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas umpamanya, sudah diatur dan disusun secara terorganisir, sementara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dipergunakan sebagai bahasa pengantar. Sedangkan bahasa Belanda tidak diajarkan, sebagai gantinya diajarkan bahasa Inggris dijadikan pelajaran wajib. Sehingga terhimpunlah anak-anak dari keturunan Arab ataupun anak-anak Islam dari Indonesia sendiri(Hasbullah, 1996: 92-93).

Dalam hal pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar, Jami’at Khair berani mendatangkan guru dari luar negeri. Tercatat ada beberapa nama seperti Al-Hasyimi dari Tunisia, Syekh Ahmad Urkati dari Sudan, Syekh Muhammad Thaib dari Maroko dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah (Hasbullah, 1996: 92-93).

Salah seorang guru yang paling terkenal adalah Syekh Ahmad Surkati dari Sudan. Dia tampil sebagai tokoh pemikiran-pemikiran baru dalam masyarakat Islam Indonesia. Salah satu pemikirannya adalah bahwa tidak adanya perbedaan di antara sesame muslim. Kedudukan muslim sama saja. Keturunan, harta ataupun pangkat tidak menjadi penyebab adanya diskriminasi dalam Islam (Noer, 1991: 68 -69). Pemikiran ini muncul setelah terjadi pertikaian di kalangan masyarakat Arab yang berkaitan dengan hak istimewa bagi kalangan Sayyid (gelar yang disandang bagi mereka yang mempunyai garis keturunan dengan nabi Muhammad Saw). Diantara yang diperdebatkan adalah larangan menikah bagi wanita Sayyid dengan orang yang bukan keturunan Sayyid. Bila bertemu dengan seorang Sayyid, baik orang Arab atau orang Indonesia, harus mencium tangannya. Apabila tidak melakukannya bisa menimbulkan pertikaian sehingga terjadi perpecahan di kalangan Jami’at Khair.

Jami’at Khair merupakan organisasi Islam pertama yang memulai organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam Indonesia, memiliki AD/ART, daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat secara berkala, dan yang mendirikan lembaga pendidikan dengan memakai sistem yang boleh dikatakan cukup modern, di antaranya memiliki kurikulum, buku-buku pelajaran yang bergambar, kelas-kelas, pemakaian bangku, papan tulis dan sebagainya (Steenbrink, 1986: 60). Dengan demikian Jami’at Khair bisa dikatakan sebagai pelopor pendidikan Islam modern di Indonesia. Sungguh sangat disayangkan kiprah Jami’at Khair agak tersendat pada kemudian harinya. Karena banyak anggotanya terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik, sehingga pemerintahan Belanda senantiasa membatasi ruang gerak dan aktivitasnya.

2. Al-Irsyad

Al-Irsyad merupakan madrasah yang tertua dan termasyhur di Jakarta yang didirikan pada tahun 1913 oleh Perhimpunan Al-Irsyad Jakarta dengan tokoh pendirinya Ahmad Surkati al-Anshari. Tujuan perkumpulan al-Irsyad ini adalah memajukan pelajaran agama Islam yang murni di kalangan bangsa Arab di Indonesia. Al-Irsyad disamping bergerak di bidang pendidikan, juga bergerak di bidang sosial dan dakwah Islam berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasul secara murni dan konsekuen.

Sebenarnya al-Irsyad adalah pecahan dari organisasi pecahan Jami’at Khair menurut Steenbrink, pada tahun 1913 telah terjadi perpecahan dikalangan Jami’at Khair mengenai hak istimewa golongan Sayyid. Mereka yang tidak setuju dengan kehormatan berlebihan bagi Sayyid dikecam dan dicap sebagai reformis dan kemudian mendirikan organisasi Jami’ah al-Islam wa al-Irsyad al-Arabiyah, Jami’ah al-Islam wa al-Irsyad al-Arabiyah,yang dikenal dengan nama yang umum yaitu al-Irsyad (Steenbrink, 1986: 60).[2]
[2] Mahmud Yunus. Ta’dib,Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Hirdakarya.

Salah satu perubahan yang dilakukan al-Irsyad adalah pembaharuan di bidang pendidikan. Pada tahun 1913 didirikan sebuah perguruan modern di Jakarta, dengan sistem kelas. Materi pelajaran yang diberikan adalah pelajaran umum, di samping pelajaran agama. Sekolah-sekolah al-Irsyad berkembang dan meluas sampai ke kota-kota dinama Al-Irsyad mempunyai cabang dan secara umum semuanya berada di tingkat rendah.Dalam bidang pendidikan Al-Irsyad mendirikan madrasah :
a. Awaliyah, lama pelajaran 3 tahun (3 kelas)
b. Ibtidaiyah, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
c. Tajhiziah, lama belajar 2 tahun (2 kelas)
d. Mu’allimin, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
e. Takhassus, lama belajar 2 tahun (2 kelas) (Yunus, 1985: 307)

3. Persyarikatan Ulama

Persyarikatan Ulama didirikan di Majalengka, Jawa Barat pada tahun 1911 oleh Ki. Haji Abdul Halim. Dia menuntut ilmu selama 3 tahun di Mekkah. Enam bulan setelah ia kembali dari Mekkah, Halim mendirikan sebuah organisasi yang bernama Hayatul Qulub yang tidak hanya bergerak di bidang ekonomi tetapi juga di bidang pendidikan.Di bidang ekonomi, organisasi ini bermaksud membantu anggota-anggotanya yang bergerak di bidang perdagangan dalam persaingan dengan pedagang-pedagang Cina.

Dalam bidang pendidikan, Halim pada mulanya menyelenggarakan pelajaran agama sekali seminggu untuk orang-orang dewasa, yang diikuti sekitar 60 orang. Umumnya pelajaran yang diberikan adalah pelajaran fikih dan hadist. Di samping mengajar, kegiatan Halim lainnya adalah berdagang untuk memenuhi nafkah hidupnya.

Hanya berjalan selama beberapa bulan, Hayatul Qulub dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda karena dianggap sebagai pemicu kerusuhan. Tetapi ia tetap berpendirian bahwa harus ada gabungan antara ilmu pengetahuan agama dengan pengetahuan social agama. Oleh karena itu, Halim tetap melanjutkan pendidikan agama dalam bentuk pengajaran setiap minggu kepada orang dewasa. Setahun kemudian, ia mendirikan sekolah agama semacam pesantren, tetapi dengan sistem kelas yang mempunyai 5 kelas. Bahasa Arab sangat diutamakan, karenanya bahasa Arab merupakan bahasa pengantar pada kelas tertinggi. Karena Halim mempunyai hubungan yang baik dengan Jami’at Khair dan al-Irsyad, beberapa orang Arab di kedua organisasi tersebut mengajar di lembaga pendidikannya (Steenbrink, 1985: 73-74).Pada tahun 1932, Abdul Halim mendirikan “Santri Asrama”, sebuah sekolah berasrama, yang dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan: tingkat permulaan, dasar dan lanjutan. Kurikulum yang diberikan di sekolah tersebut tidak hanya berupa pengetahuan agama dan umum, tetapi juga berbagai ketrampilan yang bernilai ekonomis. Pelajar-pelajar Santri Asrama dilatih dalam pertanian, pekerjaan tangan (besi dan kayu), menenun dan mengolah berbagai bahan, seperti membuat sabun. Mereka harus tinggal di asrama di bawah disiplin yang ketat, terutama dalam pembagian waktu dan dalam sikap pergaulan hidup mereka. dan kayu), menenun dan mengolah berbagai bahan, seperti membuat sabun. Mereka harus tinggal di asrama di bawah disiplin yang ketat, terutama dalam pembagian waktu dan dalam sikap pergaulan hidup mereka.

d. Tujuan dan Manfaat Organisasi

Tujuan organisasi pendidikan mempunyai peran penting bagi sebuah lembaga pendidikan untuk mengembangkan kualitas pendidikan. Dikarenakan dalam sebuah pendidikan, bukan hanya pengajar yang berperan untuk meningkatkan kualitas SDM bagi pelajar, tapi juga dengan kesadaran diri bagi pelajar untuk mengembangkan dirinya. Dari pernyataan ini, tujuan organisasi juga merupakan sebuah alat bantu bagi pendidik sebagaimana arti “organum” yang artinya alat. Setiap individu yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, menciptakan sebuah wadah atau badan dimana mereka saling berusaha untuk mewujudkan tujuan tersebut. Hal ini lah yang menjadi sebab adanya tujuan dari sebuah organisasi. Tujuan dicerminkan oleh sasaran yang harus dilakukan baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang (Arie Ambarwati, 2018).

B. Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia

a. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam

Dalam bahasa Inggris lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution yaitu suatu system norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian non-fisik disebut dengan pranata.

Secara terminology menurut Hasan Langgulung, Lembaga pendidikan Islam adalah suatu system peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-peraturan tersebut, seperti: masjid, sekolah, kuttab dan sebagainya.

Lembaga pendidikan Islam dapat pula diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang telah tersistematis dan tertata rapi mengikuti aturan-aturan tertentu. Dan lembaga pendidikan dalam islam yang dianggap sebagai lembaga pendidikan formal adalah lembaga yang berupa madrasah. Dari devinisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian konkret berupa sarana pra sarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri. Ciri yang menonjol dari seluruh Lembaga Pendidikan Islam adalah terletak pada tujuan lembaga pendidikan Islam sendiri, yaitu mewarisi nilai-nilai ajaran agama Islam. Hal ini sangat beralasan mengingat aspek-aspek kurikulum yang ada menyajikan seluruhnya memasukan mata pelajaran agama Islam secara komprehensif dan terpadu (walaupun di sekolah-sekolah umum dipelajari juga mata pelajaran agama Islam tetapi tidak komprehensif dan mendalam) sementara di lembaga pendidikan Islam kurikulum pendidikan agama Islam menjadi konsentrasi dan titik tekan. Adapun sifat dan karakter Lembaga Pendidikan Islam secara lebih spesifiknya adalah:
1. Lembaga pendidikan Islam bersifat holistic, terdiri dari lembaga pendidikan Informal, nonformal, dan formal. Bentuk lembaga Informal yaitu: rumah (al-bait). bentuk lembaga pendidikan nonformal yaitu: masjid, al-Maristan, al-Zawiyah, al-Ribath, al-Kuttab, al- Hawanit al-Wariqin, al-Shalun Adabiyah, al-Badiyah dan al-Maktabat, sedangkan bentuk pendidikan formal yaitu madrasah.
2. Lembaga pendidikan Islam bersifat dinamis, responsive, fleksibel, terbuka, dan religius.
3. Lembaga pendidikan Islam berbasis terhadap masyarakat.

b. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Periode Klasik

Dalam pendidikan Islam, dikenal banyak sekali institusi dan pusat pendidikan dengan jenis, tingkatan, dan sifatnya yang khas, antara lain sebagai berikut: Kuttab, Qushur, Hawanit al-Warraqain, Zawiyah, Khandaq (Ribat), Manazil al-„Ulama, Salunat al-Adabiyah, Halaqah, Maktabat, Bimaristan wa alMustasyfayat, Masjid wa al-Jami‟, dan Madrasah. Ahmad Syalabi mengklasifikasi institusi tersebut menjadi dua yaitu : The period before and the period after the years 459 H, correspond generally to the different kinds of places associated with teaching which may be classified as follows: 1. Places for education before the establishment of school 2. Schooll.

Sesuai dengan topik tulisan ini, maka fokus kajiannya adalah sejumlah institusi pendidikan Islam. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang berbagai institusi tersebut, maka akan diuraikan sebagai berikut :

Ø Lembaga Pendidikan Sebelum Madrasah.

Sebelum lembaga pendidikan Islam terorganisir dalam bentuk lembaga formal yang berupa Madrasah, umat Islam telah mengenal beberapa lembaga pendidikan, yang sebenarnya lembaga pendidikan tersebut adalah embrio dari munculnya madrasah atau sekolah sebagai lembaga pendidikan yang formal.

1. Kuttab

Kemunculan lembaga pendidikan jenis ini telah dimulai sebelum islam datang, kemudian diteruskan pada masa Rasulullah saw dengan model yang berbeda, yaitu pembelajaran khusus bagi anak-anak muslim yang belum bisa baca tulis yang dilakukan oleh tawanan perang atas perintahnya. Pada masa awal Islam, kuttab menempati posisi yang sangat penting dalam pengajaran Alquran, sebab menghafal Alquran menjadi tradisi yang mendapatkan kedudukan terhormat di kalangan pemimpin dan umat Islam. Dalam hal ini bahkan Ahmad Salabi memberikan penjelasan.

Dan sejak abad ke 8 H, kuttab mulai mengajarkan pengetahuan umum dismping ilmu pendidikan Islam. Hal ini terjadi akibat adanya persentuhan antara Islam dengan warisan budaya helenisme, sehingga banyak membawa perubahan dalam bidang kurikulum pendidikan Islam. Bahkan dalam perkembangan berikutnya, kuttab dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan pendidikan non agama dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama.

2. Manazil Ulama‟ (Rumah Kediaman Para Ulama’)

Tipe lembaga pendidikan ini termasuk kategori yang paling tua, bahkan lebih dulu ada sebelum halaqah di masjid. Selain Dar al-Arqam, baik pada periode Makkah maupun Madinah, sebelum didirikan masjid Quba, Rasulullah saw. menggunakan rumah kediamannya untuk kegiatan pembelajaran umat Islam. Setelah zaman Rasulullah SAW, dan setelah islam berkembang pesat banyak juga rumah-rumah ulama’ yang menjadi tempat belajar. Diantara rumah yang di gunakan tempat belajar adalah rumah Ar Rais Ibnu Sina. Al Jurjani, teman beliau mengatakan bahwa rumah Ibnu Sina digunakan untuk mengajar buku As Syifa’ dan Al Qanun, dan ini terjadi pada malam hari, karena pada siang harinya beliau melayani Syamsud Daulah. Rumah yang lain adalah Abu sulaiman As Sidjistani, Abu Hasan Abdullah Al Munadjim, Imam Al Ghozali (504 H), Ali Ibn Muhammad Al Fasili, Ya’qub Ibn Killis, Ahmad Ibn Muhammad Abu Thaher (576 H). dan masih banyak rumah-rumah ulama’ yang digunakan untuk belajar.

3. Masjid dan Jami'

Masjid dan Jami’ adalah dua tipe lembaga pendidikan Islam yang sangat dekat dengan aktivitas pengajaran agama Islam. Kedua terma ini, pada dasarnya memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai tempat ibadah dan pengajaran agama Islam. Kemunculan masjid sebagai lembaga pendidikan dalam Islam telah dimulai sejak masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, sedangkan jami’ muncul kemudian dan banyak didirikan oleh para penguasa dinasti, khususnya Abbasiyah. Beberapa jami’ yang terkenal pada masa Abbasiyah antara lain; Jami‟ Amr bin Ash, Jami‟ Damaskus, Jami‟ al-Azhar dan masih banyak yang lain.

Dengan demikian, pendidikan Islam dan masjid merupakan suatu kesatuan yang integral, dimana masjid menjadi pusat dan urat nadi kegiatan keislaman yang meliputi kegiatan keagamaan, politik, kebudayaan, ekonomi dan yudikatif.

4. Qushur (Pendidikan Rendah di Istana)

Pendidikan rendah di istana oleh Ahmad Salabi juga dikategorikan sebagai lembaga pendidikan, beliau menjelaskan.

Pendidikan anak bangsawan di kalangan istana berbeda dengan pendidikan anak umat Islam pada umumnya. Di istana, metode pendidikan dasar dirancang oleh orang tua murid yang menjadi khalifah dan penguasa pemerintah agar selaras dengan minat, bakat, dan keinginan orangtuanya. Metode pembelajaran yang diterapkan, pada dasarnya sama dengan metode belajar anak-anak di kuttab, hanya ditambah dan dikurangi sesuai dengan kebutuhan kalangan bangsawan istana dalam menyiapkan putera mereka memikul tanggung jawab negara dan agama di masa selanjutnya.

Tenaga pengajar di lembaga pendidikan ini disebut muaddib. Mereka diberikan tempat tinggal di lingkungan istana dengan tugas mengajar berbagai disiplin ilmu, terutama yang berkaitan dengan peningkatan wawasan keislaman dalam bidang Alquran, hadis, syair dan sejarah peradaban manusia saat itu. Putera-putera istana terus digembleng dengan metode semacam ini sampai mereka melewati masa kanak-kanaknya. Kemudian, mereka beralih dari siswa kuttab ke tingkat mahasiswa di halaqah masjid atau madrasah. Misalnya; salah seorang muaddib terkenal yang diberikan tugas oleh khlifah Harun al-Rasyid adalah al-Ahmar untuk mendidik puteranya, al-Amin

5. Hawanit al-Warraqain (Toko-toko Buku)

Ahmad Syalabi juga memasukkan took-toko buku ini sebagai sebuah tempat yang dijadikan wahana mencari ilmu, bahkan sebelum islam datang model toko buku seperti itu telah ada. Toko buku, selain sebagai tempat menjual buku juga digunakan sebagai pusat diskusi tentang berbagai karya sastra oleh para cendekiawan dan pujangga.

6. Salunat al-Adabiyah (Majlis Sastra)

Lembaga pendidikan Islam dalam bentuk majlis sastra mulai populer berkembang secara formal sejak masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah, tetapi keberadaannya telah dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin. Di lembaga ini, umat Islam belajar tentang berbagai syair, baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Persia yang berhubungan dengan agama Islam dan kondisi kehidupan sosial-budaya masyarakat secara menyeluruh. Pada masa Abbasiyah, selalu diadakan perdebatan dan diskusi tentang keahlian bersyair diantara sastrawan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk juga perlombaan di antara para seniman dan pujangga, khususnya dalam bidang kaligrafi Alquran dan arsitektur. Lembaga pendidikan ini menjadi salah satu corong pemerintah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang seni dan budaya umat Islam sehingga mampu menghasilkan karya seni dan budaya yang menakjubkan saat itu.

7. Maktabah (Perpustakaan)

Lembaga pendidikan Islam ini menjadi suatu cara bagi para pencinta ilmu masa dahulu dalam menyebarkan ilmu. Disamping harga buku yang mahal dan tidak semua umat Islam dapat memilikinya, mereka juga menginginkan suatu tempat yang bisa menjadi pusat koleksi karya-karya mereka, sehingga mudah diakses oleh umat. Perpustakaan tersebut terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya dan orang-orang yang bekerja di lembaga ini digaji oleh penguasa. Misalnya; perpustakaan Iskandariyah dan Baitul al-Hikmah pada masa dinasti Abbasiyah. Perpustakaan lain yang semisal adalah “Dar Al-Ilm” yang didirikan Abu Qosim Ja’far Ibn Muhammad Ibn Hamdan Al Maushuli di Mosul. Perpustakaan ini dianggap lengkap dengan berbagai macam ilmu pengetahuan.

8. Majelis Muhadharah

Termasuk lembaga yang telah berjasa dalam pendidikan umat Islam adalah kegiatan yang diadakan untuk membahas isu-isu moral dan berbagai kontroversi mengenai masalah-masalah teologi, bahasa, filsafat, tafsir dan lainnya. Perdebatan ini biasannya dilakukan di rumah-rumah, di masjid, di hadapan ulama’ dan bahkan di hadapan khalifah. Majlis Harun Al Rasyid di Bagdad, didikuti oleh tokoh-tokoh cemerlang yang memiliki berbagai keahlian, diantaranya Abu Nuas, Abu Athiah, Di’bil, Muslim Ibn Walid, Abbas Ibn Ahnan, mereka adalah ahli syair. Dan ahli music, Ibrahim Al Mausuli, dan Ishaq ibn Ibrahim. Dari ahli bahasa, Abu Ubaidah dan Al Asma’i. Disamping itu Ibn Siman seorang Muballigh dan Al Wakidi seorang ahli sejarah, serta masih banyak lagi nama yang lainnya

Ø Lembaga Pendidikan Madrasah

1. Sekolah-Sekolah didirikan oleh Nizamul Mulk.

Abu Syamah menulis ”Sekolah-Sekolah Nizamul Mulk Termasyhur di Dunia". Tidak ada suatu Negeripun yang disitu tidak berdiri sekolah Nizamul Mulk. Sehingga dipulau Ibnu Umar yang terpencil disudut dunia, dan yang jarang dikunjungi manusia, disitupun didirikan oleh Nizamul Mulk sebuah sekolah yang besar lagi bagus yang terkenal dengan nama “Madrasah Radiuddin”

2. Sekolah-Sekolah yang didirikan oleh Nuruddin Zanky.

Nuruddin adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah di Damaskus. Tidaklah cukup keterangan itu kalau tidak kita sebutkan pula bahwa sekolah-sekolah yang didirikannya adalah banyak, tersebar di kota-kota Syiria bahkan di desa-desa. Antara lain di Damaskus terdiri dari Darul Hadits An Nuriyah, As Salahijah, Al Imadijah, Al Kilasah, An Nuriyah Al Kubra, dan di Alepo yang berdiri Al Halwiyah, Al Asruniyah, An Nuriyah, As Su’aibiyah.

3. Sekolah-Sekolah yang didirikan dimasa Kerajaan Ayubiyah

Pada masa kerajaan Ayubiyah ada beberapa sekolah yang didirikan oleh para sultan antara lain, di Mesir bernama An Nasyiriyah, Al Qombiyah, As Suyufiyah, Al Kamiliyah, sedangkan di Damaskus antara lain, As Sholahiyah, Al Aziziyah, Al Adiliyah Al Kubro dan lain-lain. Sedangkan sekolah-sekolah yang didirikan oleh orang-orang biasa antara lain, di Mesir yaitu, didirikan oleh Ibn Ar Sufy, Masrur Asy Syafadi, Husamudin Qoimas, dan yang di Damaskus antara lain didirikan oleh SSyarafuddin Ibn Ashrun, Falakuddin Sulaiman, Jamaluddin Iqbal, Abu Umar Al Maqdisi, Syarafuddin Ibn Urwah dan lain sebagainya.[3]
[3] Asna Andriani, ‘Munculnya Lembaga Pendidikan Islam’, FALASIFA: Jurnal Studi Keislaman, 7.2 (2016), 285–98.

C. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia

1. K.H. Ahmad Dahlan

Beliau dilahirkan di kauman (Yogyakarta) tahun 1868 dan meninggal pada tanggal 25 Februari 1923. Nama kecilnya Muhammad Darwis. Ayahnya bernama. K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar kraton Yogyakarta. Ibunya bernama Siti Aminah. Beliau berasal dari keluarga yang didaktis dan alim dalam ilmu agama. Sejak kecil beliau diasuh dan dididik sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Menejelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar pada waktu itu. Diantaranya, K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (Qiraat Al-Qur’an). Dalam usia relatif muda, beliau telah mampu menguasai beberapa disiplin ilmu keislaman.

Setelah beliau lulus pendidikan dasar di madrasah dalam bidang nahwu, fiqih dan tafsir di Yogyakarta, beliau pergi ke makkah pada tahun 1890 untuk menuntut ilmu di sana selama satu tahun. Salah satu gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903, beliau kembali ke makkah dan menetap di sana selama dua tahun. Sepulang dari makkah beliau berganti nama Haji Ahmad Dahlan.

Komitmen Ahmad Dahlan terhadap pendidikan agama sangat kuat, untuk itu beliau masuk orgnasisasi Budi Oetomo pada tahun 1909, untuk mendapatkan peluang mengajarkan pendidikan agama kepada para anggotanya. Komitmen terhadap pendidikan selanjutnya menjadi salah satu ciri khas organisasi yang didirikannya pada tahun 1912 yaitu Muhammadiyah.

Pandangan Ahmad Dahlan dalam pendidikan juga dapat dilihat dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah mendirikan sekolah yang agamis yaitu madrasah diniyah di minangkabau untuk memperbaiki pengajian Al-Qur’an yang tradisional.

Secara umum dapat kita ketahui bahwa ide-ide pendidikan menurut Ahmad Dahlan yaitu:
a. Pembaruan di bidang lembaga pendidikan, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah.
b. Beliau memasukkan pelajaran umum ke sekolah-sekolah agama atau madrasah
c. Perubahan pada metode pengajaran sosrogan menjadi metode yang bervariasi
d. Dengan organisasi Muhammadiyah beliau berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi dan manajemen yang modern

2. K.H. A. Wahid Hasyim

Wahid Hasyim yang akrab di sapa dengan Gus Wahid lahir pada hari jumat tanggal 5 Rabiul Awal 1333 H bertepatan dengan 1 juni 1914 di Desa Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Oleh ayahnya Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari beliau diberi nama Muhammad Asy’ari, terambil dari nama neneknya. Karena di anggap nama tersebut tidak cocok dan berat maka namanya di ganti Abdul Wahid, pengambilan dari nama seorang datuknya. Namun ibunya kerap kali memanggil dengan nama Mudin. Sedangkan para santri dan masyarakat sekitar sering memanggil dengan sebutan Gus Wahid, sebuah panggilan yang kerap ditujukan untuk menyebut putra seorang Kyai di Jawa.

Pemikiran pendidikan Islam Wahid Hasyim dapat di cermati pada beberapa karya beliau yang dimuat di media yang setidaknya terdapat 7 judul, seperti Abdullah Oebayd sebagai pendidik. Dalam buku ini K.H.A. Wahid Hasyim membeberkan beberapa prinsip dalam pendidikan yaitu :
a. Percaya kepada diri sendiri atau prinsip kemandirian.
b. Kesabaran.
c. Pendidikan adalah proses.
d. Keberanian.
e. Prinsip tanggung jawab dalam menjalankan tugas.

Sebagai seorang santri pendidik agama, fokus utama pemikiran Wahid Hasyim adalah peningkatan kualitas sumberdaya umat Islam. Upaya peningkatan kualitas tersebut menurut Wahid Hasyim, dilakukan melalui pendidikan khususnya pesantren. Mendudukkan para santri dalam posisi yang sejajar, atau bahkan bila mungkin lebih tinggi, dengan kelompok lain agaknya menjadi obsesi yang tumbuh sejak usia muda. Ia tidak ingin melihat santri berkedudukan rendah dalam pergaulan masyarakat. Karena itu, sepulangnya dari menimba ilmu pengetahuan, dia berkiprah secara langsung membina pondok pesantren asuhannya ayahnya.

Pertama-tama ia mencoba menerapkan model pendidikan klasikal dengan memadukan unsur ilmu agama dan ilmu-ilmu umum di pesantrennya. Ternyata uji coba tersebut dinilai berhasil. Karena itu ia dikenal sebagai perintis pendidikan klasikal dan pendidikan modern di dunia pesantren. Untuk pendidikan pondok pesantren Wahid Hasyim memberikan sumbangsih pemikirannya untuk melakukan perubahan. Banyak perubahan di dunia pesantren yang harus dilakukan. Mulai dari tujuan hingga metode pengajarannya.

Dalam mengadakan perubahan terhadap sistem pendidikan pesantren, ia membuat perencanaan yang matang. Ia tidak ingin gerakan ini gagal di tengah jalan. Untuk itu, ia mengadakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menggambarkan tujuan dengan sejelas-jelasnya
b. Menggambarkan cara mencapai tujuan itu
c. Memberikan keyakinan dan cara, bahwa dengan sungguh-sungguh tujuan dapat dicapai.

Menurut beliau, tujuan pendidikan adalah untuk menggiatkan santri yang berahlakul karimah, takwa kepada Allah dan memiliki ketrampilan untuk hidup. Artinya dengan ilmu yang dimiliki ia mampu hidup layak di tengah masyarakat, mandiri, tidak jadi beban bagi orang lain. Santri yang tidak mempunyai ketrampilan hidup ia akan menghadapi berbagai problematika yang akan mempersempit perjalanan hidupnya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Wahid Hasyim bersifat Teosentris (Ketuhanan) sekaligus Antroposentris (Kemanusiaan). Artinya bahwa pendidikan itu harus memenuhi antara kebutuhan duniawi dan ukhrowi, moralitas dan ahlak, dengan titik tekan pada kemampuan kognisi, afeksi dan psikomotor.

Materi yang di rancang oleh Wahid Hasyim dalam pendidikan terbagi menjadi tiga : Pertama, ilmu-ilmu agama Islam seperti fiqih, tafsir, hadist dan ilmu agama lainnya. Kedua, ilmu non agama seperti ilmu jiwa dan matematika. Ketiga, kemampuan bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda dan Bahasa Indonesia.

3. Syekh Zainuddin Labay El-Yunus

Syekh ZaInuddin Labay el-Yunisy lahir di Bukit Surungan padangpanjang, Pada tanggal 12 Rajab 1308/1890 M. Ia meninggal pada tahun 1924 dalam usia 34 tahun. Pada usia 8 tahun ia sekolah di Government Padangpanjang sampai kelas IV, karena tidak puas dengan metode mengajar pada waktu itu. Secara autodidak, ia banyak membaca buku, baik agama maupun umum. Kemudian ia berguru kepada H. Abdullah Ahmad, H. Abdullah Abbas, H. Abdul Karim Amrullah. Dalam perjalanan intelektualnya beliau lebih banyak belajar secara autodidak.

Untuk mewujudkan cita-citanya pada tanggal 10 oktober 1915, beliau mendidrikan Diniyah School di Padangpanjang yang sarat dengan ide pembaharuan. Ia melakukan perombakan terhadap sistem pendidikan, menyusun kurikulum dan daftar pelajaran yang lebih sistematis serta mengubah sistem pendidikan surau menjadi sistem pendidikan klasikal. Sebagai pengantarnya adalah bahasa arab, materi pendidikan yang diberikan meliputi pendidikan agama dan umum yang buku-bukunya diambil dari Mesir dan Belanda.

Lembaga pendidikan diniyah school memperkenalkan sitem pendidikan modern yaitu sistem klasikal dan kurikulum yang teratur. Materi pendidikan yang ditawarkan adalah ilmu agama dan ilmu umum. Ilmu umum yang diajarkan adalah bahasa asing, ilmu bumi, sejarah dan matematika. Murid-murid di diniyah school pada umunya diseleksi dengan cermat dan memenuhi syarat-syarat yang ada, yaitu murid dalam satu kelas memliki rata-rata umur dan kesanggupan yang sama.

Dalam mengajarkan ilmu agama Zainuddin lebih banyak mengambil metode Mesir, sedangkan dalam mengajarkan ilmu umum beliau banyak mengambil gagasan pembaruan dari Musthofa Kemal Pasya, Muhammad Abduh, Dan Rasyid Ridha.

Sebelum pembelajaran Al-Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya, susunan pelajaran diniyah school dimulai dengan mengajarkan pengetahuan bahasa arab, hal ini karena bahas arab adalah alat utama yang perlu dikuasai peserta didik agar mudah memahami ilmu yang lain. Metode yang ditertapkan Zainuddin untuk mnemperkenalkan bahasa arab dimulai dengan tulisan arab dan menyusun kalimat dalam bahasa arab melayu, baru kemudian bahasa arab sesungguhnya. Untuk kelas rendah, beliau menyusun sendiri buku pelajaran muridnya dalam bahasa arab melayu. Kemudian untuk kelas menengah, bahasa arab yang digunakan adalah bahasa arab sederhana, sementara untuk kelas tinggi ia menggunakan buku terbitan Kairo dan beirut.

4. K. H. Hasyim Asy’ari

Beliau lahir di desa Nggedang Jombang Jawa Timur, pada tanggal 25 Juli 1871. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn Abd Wahid Ibn Abd Halim yang mempunyai gelar pangeran Bona ibn Abd al-Rahman yang dikenal dengan jaka tingkir sultan hadiwijaya ibn Abdullah ibn abd Aziz ibn abd al-Fattah ibn Maulana Ishaq dari sunan giri.

Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri yang mendidiknay membaca Al-Qur’an dan literatur islam lainnya. Jenjang pendidikan yang ditempuh beliau adalah di berbagai pesantren. Pada awalnya, beliau menjadi santri di pesantren Wonokojo Probolinggo, lalu pindah di langitan, Tuban. Dari langitan pindah ke bangkalan yang diasuh oleh kyai kholil. Dan terakhir sebelum ke Makkah beliau sempat belajar di pesantren siwalan panji, sidoarjo. Sepulang dari Makkah untuk mengamalkan dan mengembangkan ilmunya beliau membuka Pesantren Tebuireng pada tanggal 26 Rabi’ul Awwal tahun 1899 M. Pada tahun 1919 beliau mendirikan madrasah Salafiyah sebagai tangga untuk memasuki tingkat menengah pesantren Tebuireng. Pada tahun 1929 beliau menunjuk K.H. Ilyas menjadi kepala Madrasah Salafiyah, maka di bawah pimpinan K.H. Ilyas dimasukkan pengetahuan umum ke dalam madrasah yaitu:
a. Membaca dan menulis huruf latin.
b. Mempelajari bahasa indonesia.
c. Mempelajari ilmu bumi dan sejarah indonesia.
d. Mempelajari ilmu hitung.

Diantara karya K.H. Hasyim Asy’ari yang sangat monumental yaitu kitab adab al-alim wa al- muta’alim fima yahtaj ilah al-muta’allim fi ahuwal ta’allum wa ma yataqaff al-muta’allim fi maqamat ta’limih yang dicetak pertama kali pada tahun 1451 H. Kitab tersebut terdiri dari 8 bab, yaitu keutamaan ilmu serta keutamaan mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran, etika yang harus dipedomani oleh guru, etika guru ketika akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya dan etika terhadap buku.

5. Prof. Dr. Mahmud Yunus

Mahmud Yunus lahir di Batusangkar, Sumatra Barat pada tanggal 10 Februari 1899 dan wafat pada tanggal 16 Januari 1982. Beliau termasuk tokoh pendidikan islam indonesia yang gigih memperjuangkan masuknya pendidikan agama ke sekolah umum dan ikut berusaha memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN).

Usaha yang dilakukan Mahmud Yunus di bidang pendidikan setelah kembali ke indonesia yaitu memperbarui madrasah yang pernah dipimpinnya di sungayang yang bernama al-Jami’ah al-Islamiyah, dengan mendirikan sekolah yang kurikulumnya memadukan ilmu agama dan ilmu umum yaitu Normal Islam. Madrasah ini yang pertama kali memiliki Laboratorium ilmu fisika dan kimia di Sumatra Barat. Pembaruan di diutamakan pada metode mengajar bahasa arab.

Mahmud Yunus memilki komitmen dan perhatian yang besar terhadap upaya membangun, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan agama islam, Diantara gagasan dan pemikirannya adalah :
a. Dari segi tujuan pendidikan islam, hendaknya lulusan pendidikan islam mutunya lebih baik dan mampu bersaing dengan lulusan sekolah yang sudah maju.
b. Dari segi kurikulum, beliau menawarkan pengajaran bahasa arab yang integrated antara satu cabang dengan cabang lainnya dalam ilmu bahasa arab.
c. Dalam bidang kelembagaan, perlu mengubah sistem yang bercorak individual kepada sistem pengajaran klasikal.
d. Dari segi metode pengajaran, hendaknya cara mengajarkan agama sesuai dengan tingkat usia dan jenjang pendidikan dengan menggunakan metode yang bervariasi.

6. Muhammad Natsir

Beliau lahir di jembatan berukir, alahan panjang, kabupaten Solok, Sumatra Barat pada tanggal 17 Juli 1908.

Gagasan dan pemikiran beliau berbicara tentang beberapa komponen pendidikan yaitu :
a. Tentang peran dan fungsi pendidikan, pendidikan harus mampu membimbing manusia mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani secara sempurna, menjadikan anak didik berakhlak mulia, membentuk manusia yang jujur dan benar, membawa manusia menjadi hamba Allah.
b. Tentang tujuan pendidikan Islam, pendidikan harus mampu menghasilkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah.
c. Tentang dasar pendidikan, tauhid harus dijadikan dasar pendidikan.
d. Tentang ideologi dan pendekatan dalam pendidikan, konsep pendidikan integral, harmonis dan universal harus dipakai.
e. Tentang bahasa asing, bahwa bahasa asing amat besar peranannya dalam mendukung kemajuan dan kecerdasan bangsa.

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang penting. perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam ada dengan sendirinya seiring Islam berkembang. Pada umumnya pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Karena pada dasarnya pendidikan jika dilihat dari fungsinya ialah ingin membentuk insan kamil, yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang baik, demi tercapainya kehidupan yang bahagia, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.

Sedangkan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan dari masa ke masa yang terus mengalami perubahan yang sangat dinamis, perlu diimbangi dengan peran lembaga pendidikan Islam dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dalam berbagai hal, seperti aspek kurikulum dan metodologi pembelajaran, peningkatan pendidik dan lain sebaginya.

Oleh karena itu peran Organisasi, Lembaga, maupun Tokoh-tokoh Pendidikan Islam sangat penting dalam perkembangan dan peningkatan mutu pendidikan di indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Linda Ramadhanty, Tujuan dan Manfaat Organisasi Pendidikan, diakses dari http://lindaramadhanty2801.blogspot.com/2017/06/tujuan-dan-manfaat-organisasi, pada tanggal 3 April 2023

Indah Suci Julia Sari, Hakekat, Dinamika organisasi, dan fungnsi pemimpin dan kepemimpinan pendidikan islam. Dikutip pada tanggal 29 Maret 2023

Yunus, Mahmud. Ta’dib,Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Hirdakarya.

Andriani, Asna, ‘Munculnya Lembaga Pendidikan Islam’, FALASIFA: Jurnal Studi Keislaman, 7.2 (2016), 285–98

Muhibin, Zainal. "Tokoh Pendidikan Islam Indonesia dan Pemikirannaya", https://www.academia.edu/resource/work/9952608 diakses pada Senin, 3 April 2023 pukul 16.20 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar