Jumat, 24 Februari 2023

Perkembangan Madrasah Di Indonesia

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Arif Fardhan, M.Hi
Oleh Kelompok 5 Angkatan 05:
1. Roslina Asis (PAI)
2. Fitrianti A (PAI)
3. Nur Fadhillah (PAI)
4. Siti Fauzia Tis Sakinah (SBA)
5. Putri Rahemah (SBA)

KATA PENGANTAR

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ وَهَدَىنَا عَلَى الدِّيْنِ الْاِسْلَامِ صَلَاةُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَى خَيْرِ الْأَنَامِ وَءَالِهِ وَصَحْبِهَ اَجْمَعِيْنَ، أمَّا بَعْدُ

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah subhanahu wa ta’ala atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam berjudul “Perkembangan Madrasah Di Indonesia” dan bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.

Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Jakarta, Februari 2023

Penyusun Makalah
Kelompok 5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 LATAR BELAKANG.
1.2 RUMUSAN MASALAH.
1.3 MANFAAT PENELITIAN.
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Pengertian Madrasah.
2.2 Sejarah Kemunculan Madrasah di Indonesia.
2.3 Bagaimana Perkembangan Madrasah di Indonesia.
2.4 Sistem Pendidikan dan Pengajaran Madrasah di Indonesia.
BAB III PENUTUP.
3.1 Kesimpulan.
3.2 Saran.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia, menurut para ahli pendidikan, khususnya dalam bidang sejarah pendidikan Islam, seperti Azyumardi Azra, Maksum, Hasbullah, Steenbrink, Nakosteen, dan lainlain, sebenarnya bukan merupakan satu mata rantai sejarah tumbuh dan berkembangnya madrasah di masa Islam Klasik. Tetapi madrasah di Indonesia muncul sebagai kelanjutan logis lembaga pendidikan Islam sebelumnya, khususnya Jawa, yaitu pesantren. Pandangan ini, diperkuat oleh suatu kenyataan bahwa masuknya Islam ke Nusantara, baik gelombang pertama (abad ke-7 M) maupun gelombang kedua (abad ke-13 M) tidak diikuti oleh muncul atau berdirinya madrasah. Dengan alasan itu pula, maka secara historis menurut Nurcholish Madjid, pesantren seringkali disebut tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous)[1].
[1] https://www.researchgate.net/publication/328634116_Madrasah_Sebagai_Lembaga_Pendidikan_Islam

Kebangkitan di suatu kawasan akan sangat terkait dengan terjadinya proses perubahan dalam segala aspek, termasuk dalam persoalan pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya upaya pembaharuan yang coba dilakukan para tokoh pembaharuan dalam persoalan pendidikan. Pendidikan telah dianggap oleh banyak orang sebagai dasar perbaikan dan pembentukan watak, moral manusia. Bahkan dalam sejarah peradaban umat manusia, kecemerlangan peradaban selalu dikaitkan dengan sistem pendidikan yang menopangnya. Suatu peradaban yang agung selalu didukung oleh suatu sistem pendidikan yang agung. Ini bisa dilihat dari sejarah peradaban yunani, romawi dan islam. Lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah, sekolah dan perguruan tinggi Islam) mempunyai misi penting yaitu mempersiapkan generasi muda ummat Islam untuk ikut berperan bagi pembangunan ummat dan bangsa di masa depan.

Madrasah yang merupakan telah menjadi bagian dari system pendidikan nasional yang juga berperan strategis dalam pembangunan bangsa, saat ini menempati posisi sebagai sekolah umum berdasarkan UU sisdiknas No. 20 tahun 2003, berarti madrasah sebagai sub sistem pendidikan nasioanal. Meskipun madrasah berada di bawah Departemen Agama/Kementerian Agama, namun karena merupakan sub sistem pendidikan nasional dan sekaligus merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan nasional, maka madrasah sebenarnya masuk dalam bidang pendidikan dengan manajemen pemerintahan daerah baik pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota. Karena posisinya tersebut, pemerintah daerah seharusnya memberikan perlakuan yang sama tanpa ada dikotomi pemberdayaan baik dalam memberikan fasilitas, sarana prasarana, pendanaan maupun perkembangan ketenangan, dengan tidak membedakan antara sekolah umum maupun madrasah dan antara sekolah negeri maupun swasta.

Madrasah memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa. Saat ini pendidikan madrasah masih dianggap pendidikan “kelas dua”. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan madrasah masih menghadapi sejumlah masalah besar mulai seperti persoalan pengelolaan dan rendahnya mutu pendidikan madrasah. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang kiprah madrasah dalam sistem pendidikan di Indonesia, permasalahan madrasah, peluang, dan tantangan madrasah. Madrasah telah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah studi kepustakaan dengan mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber yang kemudian melakukan analisis deskriptif data yang dipaparkan secara detil. Berbagai persoalan dihadapi madrasah antara lain pengelolaam pendidikan, kesenjangan antara negeri dan swasta, mutu madrasah, serta kurikulum. Tetapi madrasah memiliki kekuatan dengan situasi masyarakat yang mulai peka terhadap pendidikan Islam menjadi peluang dan tantangan tersendiri bagi madrasah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan madrasah?
2. Bagaimana sejarah kemunculan madrasah di indonesia?
3. Bagaimana perkembangan madrasah di indonesia?
4. Seperti apakah sistem pendidikan dan pengajaran di indonesia?

1.3 MANFAAT PENELITIAN

1. Mengetahui pengertian madrasah.
2. Mengenal sejarah kemunculan madrasah di indonesia
3. Mampu menganalisis perkembangan madrasah di indonesia.
4. Mengatahui sistem pendidikan dan pengajaran madrasah di indosnesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Madrasah

Istilah madrasah telah dikenal oleh masyarakat muslim sejak masa kejayaan Islam klasik. Dilihat dari segi bahasa, madrasah merupakan isim makãn (nama tempat) berasal dari kata darasa yang berarti tempat orang belajar. Dengan demikian madrasah dipahami sebagai tempat atau lembaga pendidikan Islam.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia madrasah adalah sekolah atau perguruan yang biasanya berdasarkan agama Islam. Madrasah di Indonesia merupakan istilah bagi sekolah agama Islam terutama sekolah dasar dan menengah, sedangkan di negara-negara Timur Tengah madrasah merupakan sekolah secara umum atau lembaga pendidikan pada umumnya.

Madrasah juga dinilai berasal dari istilah al-Madãris, suatu istilah yang digunakan oleh para Fuqãha (Ulama ahli Fiqih), sehingga pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, madrasah dianggap sebagai tradisi sistem pendidikan bercorak fiqh dan Hadits. Di Indonesia, peraturan Menteri Agama RI No. 1/1946 dan No.7/1950 memformulasikan madrasah sebagai tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajaran. Sedangkan menurut SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri 1975, Madrasah diartikan sebagai lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum. Kemudian dalam UU No. 2 tahun 1989 atau Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), kedudukan madrasah posisinya sama dengan sekolah. Hal itu dapat dilihat dalam peraturan perundangan yang membahas mengenai madrasah yang diterbitkan sebagai pelengkap UU tersebut. Di antaranya adalah: PP No. 28 tahun 1990, SK Mendikbud No. 0487/U/1992 dan SK No. 054/U/1993 dalam perundangan tersebut disebutkan bahwa MI sama dengan SD dan MTS sama dengan SLTP yang bercirikhas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. MI dan MTs wajib memberi bahan kajian sekurang-kurangnya sama dengan SD dan SLTP selain ciri Khas agama Islam. Sedangkan dalam SK Mendikbud No. 0489/U/1992 disebutkan bahwa MA sama dengan SMU bercirikhas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.

Lebih lanjut dalam UU SISDIKNAS atau UU NO. 20 tahun 2003, di sana sama sekali tidak membedakan antara madrasah dan sekolah, dengan kata lain madrasah adalah sekolah tanpa ada embel-embel berciri khas agama Islam. Dari penjelasan di atas madrasah dapat diartikan sebagai tempat belajar.[2]
[2] https://mtscipulus.sch.id/2022/04/03/pengertian-madrasah-menurut-para-ahli/ di akses 21 feb 23 04.20

Madrasah dari kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar, dan dapat berubah menjadi mudarrisun isim fail dari kata darrasa (mazid tasdid) yang berarti pengajar. Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka ada saja beranggapan bahwa sejak awal pelaksanaan dakwah islam di mulai, sejak itu pula sudah ada madrasah-madrasah yang merupakan tempat menerima dan memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah baik itu di laksanakan di Kuttabkuttab maupun di Masjid-masjid dan bahkan di tempat lain.

2.2 Sejarah Kemunculan Madrasah Di Indonesia[3]
[3] Maksum, Sejarah dan Perkembangannya, Logos Wacana Ilmu, 1999. Jakarta

Di Indonesia, madrasah merupakan fenomena moderen yang dimulai sekitar awal abad ke-20. Tidak ada kejelasan hubungan madrasah abad ke 11-12 di timur tengah dengan munculnya madrasah di Indonesia pada awal abad ke-20. Sejarah pertumbuhan madrasah di Indonesia, jika dikembalikan pada situasi awal abad ke-20, dianggap sebagai memiliki latar belakang sejarahnya sendiri, walaupun sangat dimungkinkan ia merupakan konsekuensi dari pengaruh intensif pembaharuan pendidikan Islam di timur tengah masa moderen.

Kemunculan madrasah dipandang menjadi salah satu indikator penting bagi perkembangan positif kemajuan prestasi budaya umat Islam, mengingat realitas pendidikan, sebagaimana terlihat pada fenomena madrasah yang sedemikian maju saat itu, adalah cerminan dari keunggulan capaian keilmuan, intelektual dan kultural.

Dipicu oleh semangat Pan Islamisme dan gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah dan Mesir yang imbasnya merambah ke tanah air melalui pelajar-pelajar yang kembali setelah menyelesaikan studinya, baik dari Mesir maupun yang telah bermukim di Makkah dan Madinah dengan tujuan belajar agama selama dua, empat sampai enam tahun. Mereka membangkitkan gerakan pembaruan di bidang pendidikan Islam. Di Sumatera muncul antara lain Madrasah Adabiyah yang didirikan di Padang oleh Syaikh Abdullah Ahmad pada tahun 1908. Pada tahun 1915 madrasah ini berubah menjadi HIS Adabiyah. Sementara itu pada tahun 1910 Syaikh M. Taib Umar juga mendirikan Madrasah Shcoel di Batusangkar, sedangkah H. Mahmud Yunus pada tahun 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan pada Madrasah Schoel.

Di Aceh didirikan madrasah yang pertama pada tahun 1930 bernama Saadah Adabiyah oleh Tengku Daud Beureuh. Madrasah Al-Muslim oleh Tengku Abdul Rahman Munasah Mencap, Madrasah Sarul Huda dan banyak madrasah lainnya. Hal serupa terjadi juga di Sumatera Timur, Tapanuli, Sumetera Selatan, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan lain-lain.

Organisasi Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan banyak mendirikan madrasah dan juga sekolah umum dengan nama, jenis dan tingkatan yang bermacam-macam diantaranya:
1). Muhammadiyyah (1912) mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin/ Mu'allimat, Muballighin/Muballighat dan Madrasah Diniyah
2). Al-Irsyad (1913), mendirikan Madrasah Awaliyah, Madrasah Ibdtidaiyah, Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassis.
3).  Matlaul Anwar di Menes Banten mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Diniyah.
4).  Pesatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) (1928) mendirikan madrasah dengan berbagai nama, diantaranya Madrasah Tarbiyah Islamiyah, Madrasah Awaliyah, Tsanawiyah, Kuliyah Syariah.
5). Nahdhatul Ulama (1926) mendirikan Madrasah Awaliyah, Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin Wustha dan Muallimin Ulya.[4]
[4] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1995. Jakarta

Ada dua faktor yang melatar belakangi lahir dan tumbuhnya madrasah di Indonesia, yakni faktor adanya respon terhadap politik kolonial Belanda dan faktor munculnya pembaharuan pemikiran keagamaan, yakni dengan munculnya gerakan pembaruan yang dimotori oleh tokoh intelektual muslim diberbagai daerah dan organisasi sosial keagamaan. Berkat dukungan politik pemerintah Indonesia dan dengan dikeluarkannya keputusan bersama menteri serta UU Sistem Pendidikan Nasional, maka semakin memperkuat posisi madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional[5].
[5] https://rizaalfarid.blogspot.com/2017/05/sejarah-dan-perkembangan.html( diakses Selasa,21 feb 2023)

Secara rinci, faktor yang melatar belakangi tumbuhnya Madrasah:
1).  Sebagai manifestasi dari realisasi pembahuruan sistem pendidikan Islam.
2).  Usaha penyempurnaan terhadap sstem pesantren ke arah suatu sistem pedidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
3). Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka.
4).  Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan dari hasil akulturasi.

2.3 Perkembangan Madrasah Di Indonesia

Reaksi progresif dilakukan dengan pertimbangan bahwa dominasi Hindia Belanda dengan pola pendidikan modern yang sekuler harus dilawan dengan pendirian lembaga-lembaga modern ala mereka tapi berbasis Islam. Dengan demikian, cara progresif ini dilakukan umat Islam dengan cara “menolak sambil meniru”. Reaksi progresif ini terutama dipelopori sejumlah ulama pembaharu, yaitu mereka yang mulai bersentuhan dengan gerakan pembaharuan yang telah menggema di Timur Tengah sejak awal abad ke 19.

Maka, melalui pola moderat Ini, berdirilah sejumlah madrasah dan sekolah umum berciri khas Islam dengan beberapa corak[6].
[6] Maksum, Madrasah, hlm. 106 ; Azra, Pendidikan Islam, hlm. 36-38.

▪️ Pertama, pendirian madrasah dengan dominan mata pelajaran agama ditambah mata pelajaran umum (madrasah Plus), sebagaimana dilakukan Madrasah Adabiyah Padang Panjang (1909).

▪️ Kedua, pendirian sekolah umum model Belanda ditambah mata Pelajaran agama (sekolah plus), seperti yang ditawarkan Sekolah Adabiyah Padang (1915).

▪️ Ketiga, pendirian madrasah dengan bidang Kajian sepenuhnya agama (madrasah diniyah) yang dikelola secara Modern, sebagaimana ditawarkan Madrasah Sumatera Thawalib (1919). Dalam perkembangan berikutnya, pendirian llembaga-lembaga Pendidikan Islam modern dilakukan secara massif oleh umat Islam di berbagai penjuru tanah air.

➡️ Madrasah di Awal Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, segera dilakukan upaya-upaya pembaharuan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat)[7] dalam sidangnya tanggal 29 Desember 1945 membuat sejumlah rekomendasi kepada Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, yang intinya agar selekas mungkin mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran yang dijalankan sesuai dengan rencana pokok usaha pendidikan dan Pengajaran baru. Dalam rekomendasi itu juga disinggung tentang keberadaan madrasah dan pesantren, yakni: “… Madrasah dan Pesantren-pesantren yang pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber Pendidikan dan Pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata dengan berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah[8]. Sebagai respon atas rekomendasi BP KNIP tersebut, tanggal 1 Maret 1946 Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (Dr. Mr. T.S.G Mulia) melalui Surat Keputusan Nomor 104/Bhg.O membentuk sebuah komisi khusus dengan nama Panitia Penyelidik Pengajaran yang Dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dan Soegarda Poerbakawatja, dengan tugas;
[7] 9BP KNIP dibentuk tanggal 22 Agustus 1945 oleh PPKI [Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ] dan dilantik tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian Pasar Baru Jakarta dengan ketua Kasman Singodimedjo. Berdasar maklumat Wakil Presiden Nomor X [16 Oktober 1945] KNIP, sebelum terbentuk MPR dan DPR, Diserahi tugas legislatif. Dalam melaksanakan tugas KNIP sehari-hari, dibentuk Badan Pekerja KNIP yang keanggotaannya dipilih dari anggota KNIP yang ada. BP KNIP bertanggungjawab kepada KNIP. Ketua Harian KNIP adalah St. Sjahrir. Baca dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia 3 (Jakarta : Delta Pamungkas, 1997), hlm. 28-30.
[8] Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Jakarta : Bina Aksara, 1986), hlm. 32-33.
1).  Merencanakan susunan baru dari tiap-tiap macam sekolah.
2).  Menetapkan bahan pengajaran dengan mempertimbangkan Keperluan yang praktis dan jangan terlalu berat.
3).  Menyiapkan rencana pelajaran untuk tiap jenis sekolah termasuk fakultas[9].
[9] Ibid., hlm. 34.

Dalam laporan yang disusun tanggal 2 Juli 1946, Panitia Penyelidik berhasil merumuskan sejumlah hal penting. Rumusan tujuan pendidikan nasional diarahkan kepada upaya menanamkan semangat dan jiwa Patriotisme[10]. Tentang pendidikan agama, Panitia Penyelidik merekomendasikan Hal-hal berikut;
[10] Ibid., hlm. 35.
1). Pelajaran agama dalam semua sekolah diberikan pada jam pelajaran sekolah,
2). Para guru dibayar oleh pemerintah,
3). Pada Sekolah Dasar, pendidikan agama diberikan mulai kelas IV,
4). Pendidikan tersebut diselenggarakan seminggu sekali pada jam tertentu,
5). Para guru agama diangkat oleh Departemen Agama,
6). Para guru agama diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum,
7). Pemerintah menyediakan buku untuk pendidikan agama,
8). Diadakan Latihan bagi para guru agama,
9). Kualitas pesantren dan madrasah harus diperbaiki, dan
10). Pengajaran bahasa Arab tidak dibutuhkan.[11]
[11] 13Steenbrink, Pesantren Sekolah dan Madrasah, hlm. 90-91 ; Husni Rahim, Arah baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta : Logos, 2001), hlm. 52-53.

Dari sekian rekomendasi di atas, perhatian khusus terhadap madrasah hanya pada bagian (i), selebihnya diarahkan pada pendidikan agama di Sekolah umum.

➡️ Madrasah di Bawah Departemen Agama

Langkah pertama Kementerian Agama dalam melakukan pembinaan terhadap keberadaan madrasah adalah memberikan bantuan berupa pengadaan sarana dan prasarana serta biaya operasional, Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1/1946, Tanggal 19 Desember 1946. Dalam peraturan tersebut dijelaskan agar Madrasah juga mengajarkan pengetahuan umum sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah jam pelajaran yang digelar. Pengetahuan umum dimaksud meliputi; bahasa Indonesia, membaca dan menulis huruf Latin, berhitung (untuk tingkat dasar). Ditambah dengan ilmu bumi, Sejarah, kesehatan tumbuh-tumbuhan dan alam (untuk tingkat lanjutan). Ketentuan tersebut juga mengatur penjenjangan madrasah yang meliputi:
▪️ Madrasah Tingkat Rendah, dengan lama belajar sekurang- kurangnya 4 tahun, dan siswa dibatasi pada usia 6 sampai 15 tahun; Dan
▪️ Madrasah Lanjutan, dengan masa belajar sekurang-kurangnya 3 Tahun setelah tamat Madrasah Tingkat Rendah, siswa berumur 11 tahun Ke atas[12].
[12] Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam, hlm. 53-54
Tahun 1952, ketentuan di atas disempurnakan melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 7/1952. Dalam peraturan ini jenjang pendidikan Madrasah meliputi,:
▪️ Madrasah Rendah, dengan masa belajar 6 Tahun
▪️  Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama, dengan lama belajar 3 Tahun setelah tamat Madrasah Rendah
▪️ Madrasah Lanjutan Tingkat Atas, dengan lama belajar 3 tahun setelah tamat Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama[13].
[13] Ibid., hlm. 54-55

➡️ Madrasah dalam UU Nomor 4/1950

Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah dalam undang-undang ini, tujuan pendidikan nasional diarahkan untuk “Membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang Demokratis serta bersusila serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air” (pasal 3). Dari rumusan di atas belum nampak adanya perhatian serius Pemerintah dalam membina mental spiritual dan keagamaan melalui Proses pendidikan. Oleh sebab itu, keberadaan madrasah dalam Undang-undang tersebut tidak disinggung secara khusus, kecuali pada Pasal 10 (ayat 2) tentang Kewajiban Belajar, yang berbunyi : “Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”[14].
[14] Wasty Soemanto dan F.X. Soeyarno, Landasan Historis Pendidikan Indonesia (Surabaya : Usaha Nasional, 1983), hlm. 172.

➡️ Madrasah Wajib Belajar (MWB)

Untuk melaksanakan amanat UU Nomor 4/1950, khususnya tentang wajib belajar, pada tahun 1958 Departemen Agama mempelopori berdirinya Madrasah Wajib Belajar (MWB) dengan lama belajar 8 Tahun. MWB diarahkan pada pembangunan jiwa bangsa untuk kemajuan di lapangan ekonomi, industrialisasi, dan transmigrasi.

Materi pelajaran meliputi : pendidikan agama, umum, dan keterampilan untuk mendukung kesiapan anak untuk berproduksi atau bertransmigrasi dengan swadaya. Kurikulum MWB merupakan gabungan dari tiga perkembangan; akal, hati nurani, dan keterampilan. Dengan Komposisi mata pelajaran; 25% mata pelajaran agama dan 75% mata Pelajaran umum dan keterampilan[15].
[15] Daulay, Historisitas dan Eksistensi, hlm. 76

Lama belajar MWB 8 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia 6 tahun anak sudah wajib sekolah dan setelah umur 15 tahun diizinkan mencari nafkah. Sayang, rintisan gemilang ini hanya bertahan sampai Tahun 1970 karena tak didukung dana memadai.

➡️ Madrasah Negeri

Diantara upaya Departemen Agama dalam menata dan membina Madrasah adalah melalui penataan organisasi dan membuat “pilot Proyek” madrasah percontohan dengan cara penegerian sejumlah Madrasah swasta. Melalui cara ini, keberadaan madrasah yang beranekaragam diharapkan bisa memiliki model yang sama dalam Pengembangannya. Penegerian pertama dilakukan pada madrasah tingkat pemula (ibtidaiyah) melalui sejumlah keputusan/ketetapan Menteri Agama Berikut ;

▪️ Ketetapan Menteri Agama Nomor 1/1959; sebanyak 205 Sekolah Rendah Islam (SRI) di Aceh yang sejak 1946 dikelola Pemerintah daerah setempat diserahkan pemeliharaannya kepada Kementerian Agama, dan namanya diganti menjadi Sekolah Rakyat Islam (SRI).

▪️ Keputusan Menteri Agama Nomor 2/1959; Sebanyak 19 SRI di Lampung yang semula dikelola Pemerintah Daerah setempat diserahkan pemeliharaannya kepada Kementerian Agama, dan namanya diganti menjadi Sekolah Rakyat Islam (SRI).

▪️ Keputusan Menteri Agama Nomor 12/1959; sebanyak 19 SRI di Karesidenan Surakarta yang semula dikelola Pemerintah Daerah Setempat diserahkan pemeliharaannya kepada Kementerian Agama, dan namanya diganti menjadi Sekolah Rakyat Islam (SRI).

▪️ Keputusan Menteri Agama Nomor 104/1962; nama Sekolah Rakyat Islam (SRI) diubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Yang berlaku hingga sekarang.

▪️ Keputusan Menteri Agama Nomor 813/1970; penegerian MI dihentikan, ketika jumlah MIN telah mencapai 358 buah.

Penegerian Madrasah Tsanawiyah dimulai tahun 1967. Namanya Setelah dinegerikan menjadi Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri (MTs.A.I.N). Sampai tahun 1970, MTs.A.I.N telah berjumlah 182 buah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di tahun 1967, penegerian sejumlah madrasah Aliyah juga dilakukan berdasar Keputusan Menteri Agama Nomor 80/1967. Madrasah Aliyah yang pertama kali dinegerikan adalah MA Al-Islam Surakarta, MA di Magetan, dan MA Palangki di Sumatera Barat. Setelah Dinegerikan, namanya menjadi Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri. (M.A.A.I.N). Selanjutnya proses penegerian terus berlangsung sampai dikeluarkannya KMA Nomor 213/1970 tentang penghentian penegerian madrasah swasta atau pendirian madrasah negeri. Sampai tahun 1970 jumlah M.A.A.I.N stelah mencapai 43 buah.

Restrukturisasi madrasah dilanjutkan pada tahun 1978 (berdasar Keputusan Menteri Agama Nomor 15, 16, 17 tahun 1978) dengan Mengubah kembali nama-nama madrasah negeri tersebut (MIN, MTs.AIN, MA.AIN) menjadi MIN, MTsN, dan MAN, yang berlaku Hingga kini.

➡️ Madrasah dalam SKB 3 Menteri 1975 Tahun 1975,

Tepatnya tanggal 24 Maret 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 6/1975 dan Nomor 037/U/1975 Antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah. Latar belakang lahirnya SKB 3 Menteri bermula dari keluarnya Keputusan Presiden Nomor 34/1972, tanggal 18 April 1972, tentang tanggungjawab Fungsional Pendidikan dan Latihan, yang sebagian Isinya menyatakan bahwa semua lembaga pendidikan di Indonesia berada di bawah tanggungjawab Departemen P & K, termasuk lembaga Pendidikan agama[16].
[16] akiyah Daradjat, “Pengantar”, dalam Maksum, Madrasah, hlm. Vii-xiii.

Dibentuk tim kerjasama tiga departemen yang akhirnya menghasilkan SKB Tiga Menteri Tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah. Bunyi SKB tersebut antara lain, :

▪️ Madrasah meliputi tiga tingkatan : Madrasah Ibtidaiyah, setingkat Dengan Sekolah Dasar; Madrasah Tsanawiyah, setingkat dengan sekolah Menengah Pertama; dan Madrasah Aliyah, setingkat dengan Sekolah Menengah Atas (Bab I pasal 1 ayat 2).

▪️ Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah Sekolah umum yang setingkat; Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih atas; Siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat (Bab II pasal 2).

▪️ Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama; Pembinaan Mata pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh Menteri Agama; Pembinaan dan pengawasan mutu mata pelajaran umum Pada madrasah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bersamasama dengan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (Bab IV pasal 4)[17].
[17] Ibid., hlm. 150-151.

Menindaklanjuti SKB tiga menteri, tahun 1976 Menteri Agama mengeluarkan keputusan tentang pemberlakuan Kurikulum Madrasah 1976[18]. Berdasarkan kurikulum ini, mata pelajaran di madrasah memuat 30% pendidikan agama (meliputi; Qur’an-Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh, Sejarah dan Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab) dan 70% pendidikan umum (sebagaimana terdapat pada sekolah umum dengan sedikit pengurangan). Kurikulum di atas tidak berlaku Madrasah Aliyah Program Pilihan A1 (Ilmu-Ilmu Agama). Untuk yang terakhir ini, prosentase pendidikan agama dan umum agak berimbang, Yaitu : 47% umum dan 53% agama (semester I dan II) ; 55% umum dan 45% agama (semester III dan IV ) ; 65% umum dan 35% agama (semester V) ; 60% umum dan 40% agama (semester VI)[19].
[18] Kurikulum madrasah 1976 secara bertahap dilaksanakan mulai tahun 1978. Dalam Perkembangan selanjutnya, kurikulum 1976 disempunakan menjadi Kurikulum 1984. Kurikulum terakhir ini, untuk tingkat MI dan MTs, disempurnakan melalui SK Menteri Agama Nomor 45/1987. Penyempurnaan ini sejalan dengan perubahan kurikulum sekolah di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Baca lebih Lanjut dalam; Daulay, Historisitas dan Eksistensi, hlm. 84
[19] Ibid., hlm. 88-89.

➡️ Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)

Berdasar Keputusan Menteri Agama Nomor 73/1987,[20] pemerintah membuka program khusus keagamaan di Madrasah Aliyah, yang dikenal dengan Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK). Program ini sebagai upaya untuk “menyempurnakan” kurikulum hasil SKB tiga Menteri 1975, utamanya pada Madrasah Aliyah Program Pilihan Ilmu Ilmu Agama. Muatan kurikulum program MAPK didominasi materi Agama dengan perimbangan ; 70% agama dan 30% umum, berbanding terbalik dengan muatan kurikulum MA. Program MAPK dimaksudkan, antara lain, untuk “memberi bekal Pengetahuan dasar dalam ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab kepada Siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke IAIN atau perguruan tinggi Islam lainnya. Serta memberi bekal kemampuan kepada siswa yang akan bekerja di masyarakat dalam bidang pelayanan keagamaan”[21]. Untuk mencapai tujuan dimaksud, seleksi penerimaan siswa baru cukup ketat,[22] penyelenggaraan pendidikan bersifat boarding school, semua Siswa diasramakan selama mengikuti program, dengan titik tekan pada penguasaan literatur Arab.
[20] Ketika Menteri Agama dijabat Munawir Syadzali
[21] Ibid ., hlm. 99.
[22] Calon siswa yang bisa diterima pada program MAPK adalah; lulusan MTsN, menduduki peringkat 1-10 Danem MTs pada tingkat panitia penyelenggara Ebtanas dengan nilai Bahasa Arab sekurang-kurangnya 7, berumur maksimal 18 tahun, Bersedia tinggal di asrama, berbadan sehat, mendapat persetujuan orang tua, berkelaukan baik. Baca dalam ; Enung K. Rukiati dan Fenti Hikmawati, sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung ; Pustaka Setia, 2006), hlm.126.


➡️ Madrasah dalam UU Nomor 2/1989

Keluarnya UU Sisdiknas Nomor 2/1989 mengubah secara signifikan posisi madrasah dalam sistem pendidikan nasional. Madrasah tidak lagi sebagai lembaga pendidikan keagamaan, melainkan menjadi Sekolah umum berciri khas agama Islam. Melalui UU tersebut, yang kemudian diikuti lahirnya sejumlah PP dan keputusan di bawahnya, Posisi madrasah dijelaskan sebagai berikut;

▪️ PP Nomor 28/1990 tentang Pendidikan Dasar pasal 4 ayat 3 menyebutkan : Sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masing disebut Madrasah Ibtidaiyah Dan Madrasah Tsanawiyah.

▪️ K Mendikbud Nomor 489/U/1992 tentang Sekolah Menengah Umum[23], menyatakan bahwa Madrasah Aliyah adalah Sekolah Menengah Umum yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama (pasal 1 ayat 6)[24].
[23] SK Mendikbud ini dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 29/1990 tentang Pendidikan Menengah
[24] SK Mendikbud Nomor 489/U/1992 selanjutnya ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 370/1993 tentang Madrasah Aliyah

Menurut A. Malik Fadjar, pengakuan madrasah sebagai sekolah umum berciri khas Islam merupakan wujud budaya simpatik jati diri budaya bangsa yang berakar pada peradaban “Bhinneka Tunggal Ika”[25]. Azyumardi Azra mengatakan, pengakuan tersebut menunjukkan bahwa secara perlahan namun pasti, dikotomi antar madrasah dan Sekolah umum mulai pudar[26]. Sedangkan menurut Maksum, pengakuan tersebut dapat ditafsirkan sebagai upaya melakukan “integrasi” pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi berikut ;
[25] A. Malik Fadjar, Madarsah dan Tantangan Modernitas (Bandung : Mizan, 1999), Hlm. 15
[26] Azyumardi Azra,Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokratisasi (Jakarta : Kompas, 2002), hlm. 71


▪️ Pertama, pendidikan agama menjadi salah satu mata pelajaran wajib dalam setiap jenis, jenjang, jalur pendidikan.

▪️ Kedua, dalam sistem pendidikan nasional, madrasah dimasukkan ke dalam katagori pendidikan jalur sekolah. Jika sebelumnya terdapat dualisme antara sekolah dan madrasah, maka melalui kebijakan tersebut dapat dikatakan bahwa madrasah adalah sekolah umum berciri khas agama Islam.

▪️ Ketiga, kendati madrasah termasuk ke dalam jalur pendidikan sekolah, pemerintah masih memberikan peluang untuk mengembangkan madrasah dengan jurusan khas keagamaan[27].
[27] Maksum, Madrasah, hlm. 159-160.

Perluasan makna madrasah, dari sekedar lembaga pendidikan keagamaan ke sekolah umum berciri khas Islam, berimplikasi pada Muatan kurikulum yang harus diterima siswa madrasah. Karena itu, Sebagai implementasi dari UU Sisdiknas Nomor 2/1989 dan sejumlah peraturan terkait di bawahnya, pada tahun 1993 Menteri Agama (melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 371, 372, 373/1993) Menetapkan kurikulum madrasah MI, MTs, dan MA.

Isinya, muatan kurikulum madrasah cukup berat yaitu minimal sama dengan kurikulum sekolah (SD, SLTP, dan SMU sesuai jenjangnya), ditambah materi keagamaan yang meliputi; Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqh, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Dengan demikian, pengakuan madrasah sebagai sekolah umum berciri khas Islam membawa implikasi tidak ringan bagi keberadaan madrasah ke depan.

➡️ Madrasah dalam UU Nomor 20/2003

Kehadiran UU Sisdiknas Nomor 20/2003 semakin memperkuat posisi madrasah sebagaimana telah dirintas dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989. Di antara indikatornya adalah penyebutan secara eksplisit madrasah yang selalu bersanding dengan penyebutan sekolah, yang hal ini tak ditemukan dalam undang-undang sebelumnya. Beberapa pasal berikut akan menunjukkan hal dimaksud: 1). Pasal 17 ayat 2 : Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. 2). Pasal 18 ayat 3 : Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang Sederajat Di samping itu, undang-undang pendidikan yang baru juga mengakomodasi pendirian madrasah “baru” yang dalam undang-undang sebelumnya tidak dikenal, yaitu Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Keberadaan MAK ini menunjukkan kesungguhan pemerintah untuk “benar-benar” menyetarakan madrasah dan sekolah. Dengan demikian, jika di sekolah menengah ada SMK, maka di madrasah pun sama, ada MAK. Kesungguhan tersebut masih harus diuji dalam realisasi di lapangan karena sampai saat ini setelah 4 tahun undang-undangnya disahkan Madrasah Aliyah Kejuruan masih Belum kelihatan.

2.4 Sistem Pendidikan dan Pengajaran Madrasah Di Indonesia

➡️ Sistem Pendidikan dan pengajaran yang diterapkan di Indonesia.

Sistem pengajaran yang ada di Indonesia terbagi menjadi beberapa kategori. Salah satunya yang banyak diterapkan yaitu sistem yang berorientasi pada nilai. Para pelajar akan ditekankan bagaimana bersikap jujur, disiplin terhadap waktu, tanggung jawab, dan juga diberikan motivasi yang tinggi untuk mencapai cita-cita. Untuk itu, siswa akan diajarkan PkN pada tingkat Pendidikan Menengah sampai ke Pendidikan Tinggi. Begitupun dengan Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada madrasah merupakan perpaduan antara sistem pondok pesantren denagn sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dari mengikuti sistem klasikal. [28]
[28] https://www.mtsmahaduttholabah.sch.id/blog/10-sistem-pendidikan-dan-pembelajaran-di-madrasah

Selain itu, ada juga sistem yang menganut konsep pendidikan terbuka. Peserta didik pada sistem yang satu ini dituntut untuk bersaing dengan teman agar berpikiran inovatif serta kreatif. Tak berhenti sampai disitu saja, ada juga sistem pendidikan di Indonesia yang cukup beragam yang diterapkan di tanah air. Sistem pendidikan di tanah air juga digolongkan menjadi beberapa bagian, mulai dari non formal, informal, dan juga formal. Biasanya, waktu belajar yang ada sudah ditetapkan agar bisa memaksimalkan proses belajar anak sekolah. Terlebih pada materi pelajaran yang disampaikan karena waktunya kurang sesuai, terlalu singkat maupun lama. Maka dari itu, sistem pendidikan ini didesain secara khusus agar KBM lebih efektif. Dalam sistem pendidikan, maka perlu adanya penyesuaian kurikulum sesuai perubahan zaman.[29] Sistem pendidikan di Indonesia, menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Pendidikan di Indonesia didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di Indonesia saat ini menerapkan sistem pendidikan nasional. Semua jenjang dan jenis pendidikan harus mengimplementasikan sistem tersebut. Salah satunya yakni program pendidikan “Wajib Belajar 12 Tahun”, yakni 6 tahun Sekolah Dasar (SD), 3 tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Ada tiga instansi pemerintah yang membawahi sekolah-sekolah. Pertama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk pendidikan menengah dan dasar. Kedua, terdapat Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk jenjang pendidikan tinggi. Ketiga adalah Kementerian Agama untuk semua jenjang yang berbasis agama. Melalui proses pembelajaran tersebut, banyak manfaat dapat diperoleh oleh peserta didik. Manfaat-manfaat tersebut meliputi pengembangan kemampuan dan potensi, serta pembentukan watak peserta didik. Pembentukan watak yang dimaksud adalah kreatif, cakap, mandiri dan bertanggung jawab.
[29] https://www.gardaoto.com/blog/mengenal-lebih-dalam-sistem-pendidikan-di-indonesia/ (akses pada tanggal 21/02/2023, 21:09)

➡️ Sistem Pendidikan dan pengajaran di indonesia

a. Sistem pendidikan terbuka

Sistem pendidikan ini mendorong peserta didik untuk meningkatkan kreativitas, inovasi, serta kemampuan kerja sana dengan teman sekelas. Pada sistem terbuka, murid menjadi inti dari program belajar mengajar. Peserta didik dilatih untuk mandiri dalam bertanggung jawab dan mengambil inisiatif untuk mengelola proses pembelajaran. Murid dituntut untuk mengukur sendiri performa yang dikehendaki dan dibutuhkan. Kemudian, peserta didik bisa memilih materi, tempat, waktu, dan cara belajar secara aktif dan mandiri.

b. Sistem Pendidikan edukasi beragam

Negeri ini memiliki keanekaragaman bahasa dan budaya. Oleh karena itu, dibuat sistem pendidikan yang dapat menyesuaikan dengan kekayaan bangsa. Adapun jenis jenjang yang dapat dipilih, yakni formal, nonformal, dan informal.

c. Sistem pendidikan dengan orientasi nilai

Sistem pendidikan yang satu ini diberlakukan sejak tingkat dasar. Para murid diberikan pendidikan karakter, seperti disiplin, tanggung jawab, tenggang rasa, dan jujur. Pelajaran terkait nilai-nilai karakter dapat ditemukan dalam pelajaran PKn, bahkan pada jenjang pendidikan tinggi dan menengah.

d. Sistem Pendidikan edukasi efisien

Dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), pengelolaan waktu sudah diperhatikan dengan cermat sehingga murid tak merasa terbebani dengan materi pelajaran yang disampaikan. Selain itu, penyerapan materi lebih efektif dan efisien karena waktu yang diberikan tak terlalu singkat ataupun terlalu lama. Peserta didik pun akan lebih bersemangat dalam menuntut ilmu.
Sistem pendidikan Fleksibel

Indonesia selalu dinamis alias berubah dari masa ke masa. Butuh kurikulum yang tepat untuk menyesuaikan setiap situasi dan kondisi. Salah satu kurikulum yang merupakan hasil dari perubahan zaman adalah kurikulum 2013. Kurikulum ini menyempurnakan dan merevisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Selain menyeimbangkan pendidikan dengan zaman, perubahan kurikulum juga bertujuan untuk mengevaluasi tenaga pengajar dan memperbaiki sarana prasarana[30].
[30] https://wartaguru.id/sistem-pendidikan-di-indonesia/ (akses pada tanggal 22/02/2023, 01:36)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pendidikan Islam di kalangan umat Islam sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia untuk mencetak generasi penerus bangsa tidak bisa diabaikan lagi. Perkembangannya begitu pesat mulai dari pendidikan informal hingga menjadi pendidikan formal yang sejajar dengan pendidikan umum. Kedudukannya kuat sebagai bagian dari Sisdiknas, dengan payung hukum UU Sisdiknas yang secara tegas menyiratkan kedudukan madrasah yang sama dengan sekolah umum. Kurikulum yang termuat dalam pendidikan di madrasah adalah umum ditambah ilmu agama. Sepanjang perjalanan, madrasah memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Jumlah madrasah yang tersebar ke seluruh pelosok negeri telah membantu pemerataan pendidikan dan menuntaskan wajib belajar 9 tahun.

Namun, meski berkembang dengan begitu pesat madrasah kerap menghadapi berbagai permasalahan. Permasalahan di madrasah menjadi masalah klasik yang sampai saat ini masih belum ada titik temunya, seperti: dualisme pendidikan di mana penyelenggaraan madrasah di bawah pembinaan dua kementerian yaitu Kemenag dan Kemendikbud yang masing-masing masih memiliki ego sektoral dalam penyelenggaraan pendidikan; kesenjangan antara madrasah swasta dan negeri di mana madrasah swasta seringkali tidak mendapat perhatian dari pemerintah, seringkali madrasah swasta mendapat perlakuan diskriminatif baik dari segi pengelolaan, bantuan, dan lainnya; persoalan mutu madrasah yang masih rendah yang dipicu oleh banyak faktor seperti manajemen, kurikulum, kualitas tenaga kependidikan, serta faktor lainnya. Hal lain adalah beban kurikulum madrasah yang mengharuskan kurikulum pendidikan umum ditambah dengan pendidikan agama. Kurikulum ini menjadikan kurang optimalnya pendidikan di madrasah karena beban belajar siswa menjadi lebih berat sehingga belum dapat menjadikan penyelenggaraan pendidikan madrasah yang lebih baik. Meski begitu, madrasah terus berjalan dan memiliki peluang dan tantangan tersendiri. Peluangnya antara lain: semakin maraknya kehidupan umat beragama, semakin kuatnya Kemenag dalam mengelola pendidikan madrasah, animo masyarakat yang semakin baik terhadap penyelenggaraan pendidikan madrasah, serta dukungan masyarakat yang semakin luas. Sementara tantangan pendidikan madrasah adalah: perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, birokrasi, teknologi, kemitraan, tuntutan kurikulum, serta pendanaan. Walau bagaimanapun madrasah telah memiliki peran dan kedudukan penting bagi penyelenggaraan pendidikan dalam upaya mencetak generasi bangsa di masa yang akan datang

3.2. Saran

Mahasiswa sebagai calon guru hendaknya menguasai dan memperdalam mengenai Sejarah Pendidikan Islam menurut beberapa aliran agar dapat memahami secara keseluruhan dan dapat menerapkan semua ilmu pengetahuan sejarah Pendidikan islam dalam melakukan proses pengajaran, pembahasan, penyelidikan, pengembangan, penerapan, , dan penilaian yang sesuai.

Dengan penyusunan makalah ini, kami berharap kepada pembaca, khususnya para mahasiswa berikutnya dapat mengembangkan makalah ini supaya lebih sederhana dan lebih mudah dimengerti.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun, agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Maksum, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1999)

Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Bina Aksara, 1986)

Wasty Soemanto dan F.X. Soeyarno, Landasan Historis Pendidikan Indonesia (Surabaya:Usaha Nasional, 1983)

Depag RI, Sejarah Madrasah: Pertumbuhan, Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: DirektoratJenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2004

A. Malik Fadjar, Madarsah dan Tantangan Modernitas (Bandung : Mizan, 1999)

Azyumardi Azra,Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokratisasi (Jakarta : Kompas, 2002)

http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/tadris/article/view/2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar