Sabtu, 14 Mei 2022

Ibadah Dan Jenisnya

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan Aqidah
Dosen Pengampu : Humaedi Tamri, Lc, M.Pd
Disusun Oleh Kelompok 5 Angkatan 5 :
1. Nanda nur Azizah
2. Nurul Izzah Rozali
3. Aisyah
4. Binty sholikhah
5. Nurfahira sahman


KATA PENGANTAR

xxx

Segala puji hanya milik Allah semata Rabb alam semesta yang sudah melimpahkan rahmat serta taufik-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah akidah dengan baik serta tepat waktu. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu „alihi wasallam, kepada para kerabatnya, serta para sahabatnya. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa masyarakat sangat membutuhkan pengertian ibadah secara lahir dan dzhohirnya.

Adapun makalah ini tentang “Ibadah dan jenisnya” telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan rekan-rekan kelompok 6, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada rekan-rekan sekalian yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari guru mata pelajaran gun menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Penyusun berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Bekasi,4 April 2022
Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulis
D. Metodologi Penelitian
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah secara etimologi dan terminologi
B. Hukum-hukum Ibadah
C. Rukun-rukun Ibadah
D. Syarat diterimanya Ibadah
E. Jenis-jenis Ibadah
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Kritik & Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Urgensi akidah mempunyai peran yang tinggi dalam pembentukan karakter hidup seseorang dalam beriman, semakin baik akidah dan akhlaknya seseorang maka akan semakin sempurna imannya. Allah subhanahu wata'ala mengutus Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Allah Subhanahu Wata'alaa memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Agar ibadah tersebut mendatangkan balasan berupa kebaikan, umat Islam harus memenuhi syarat diterimanya ibadah seseorang. Ibadah adalah segala sesuatu yang disenangi dan diridhoi Allah, baik dalam wujud perbuatan, perkataan, ataupun sekedar bisikan dari hati. Artinya, ibadah merupakan bentuk ketundukkan atau peribadahan kepada Allah Subhanahu Wata'alaa.

Ketika seseorang melakukan ibadah, ia memang berniat untuk mengabdi dan menghamba kepada Allah Subhanahu Wata'alaa. Sehingga, semua tindakan seseorang yang dilandasi oleh niat untuk mencapai ridho Allah dianggap sebagai ibadah.

Lantas, bagaimana cara menggapai ridho Allah Subhanahu Wata'alaa agar setiap ibadah yang dilakuan berubah pahala? Caranya adalah harus memenuhi syarat diterimanya ibadah seseorang.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah kami paparkan diatas, maka kami merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yakni:

A. Apa definisi ibadah secara etimologi dan terminology?
B. Apa saja hukum dalam beribadah?
C. Apa saja rukun ibadah?
D. Apa saja syarat diterimanya ibadah?
E. Apa saja jenis-jenis ibadah dari beberapa tinjauan?

C. Tujuan Penulis

Dari pemaparan rumusan masalah diatas maka kami menentukan tujuan pemakalahan ini sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi ibadah secara etimologi dan terminology.
2. Mengetahui hukum-hukum dalam beribadah.
3. Mengetahui apa saja rukun ibadah.
4. Mengetahui apa saja syarat diterimanya ibadah.
6. Mengetahui apa saja jenis-jenis ibadah dari beberapa tinjauan.

D. Metodologi Penelitian

Dalam menyusun makalah ini kami menggunakan metode kualitatif yaitu pengumpulan data, kami lakukan dengan literasi dari berbagai sumber baik buku-buku, maupun web dengan beberapa perubahan dalam penulisannya yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ibadah

Definisi Ibadah secara etimologi : Merendah dan tunduk. Dikatakan unta muabad yakni tunduk. Jalan Muabad yakni tertundukkan oleh kaki. Juga perkataan Tharfah ibn al-Abd dalam karya mualaqnya yang terkenal, mendeskripsikan untanya.

Makna dari pengertian ibadah adalah lekat dengan ajaran agama islam. Dalam Islam, pengertian ibadah adalah terbagi menjadi tiga bagian. Apa saja? Mulai dari ibadah dengan anggota, hati, dan diucapkan secara lisan. Pengertian ibadah tersebut sesuai dengan bentuk syahadat yang menyatakan tidak ada Illah selain Allah Subhanahu Wata'alaa dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi Wassallam adalah utusan Allah Subhanahu Wata'alaa. Allah berfirman, dalam Q.s Adz-dzaariyaat : 56-58.


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku". Q.S 51:56

مَآ اُرِيْدُ مِنْهُمْ مِّنْ رِّزْقٍ وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ يُّطْعِمُوْنِ 

"Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku". Q.S 51:57

اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ 

"Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh". Q.S 51:58

Menurut para ulama fikih, pengertian ibadah merupakan bentuk pekerjaan yang bertujuan untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu Wata‟alaa dan mendambakan pahala dari-Nya diakhirat. Secara bahasa artinya 'abd artinya hamba.

Definisi Ibadah secara terminology : Menurut, Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mendefinisikan, segala nama yang meliputi apa saja yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu Wata'alaa, dari ucapan, amal bathin, dan lahiriyah.

Definisi ibadah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu Ta'ala,

xxx

“Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup semua yang Allah cintai dan Allah ridhai, baik ucapan atau perbuatan, yang lahir (tampak, bisa dilihat) maupun yang batin (tidak tampak, tidak bisa dilihat).” [1]
[1] Al-Ubudiyah (hal:44)

Menurut, Ibnul Qoyyim mendefinisikan, Ibadah adalah kesempurnaan cinta bersama kesempurnaan kepatuhan. Menurut As-Syaikh ibnu Sa'di rahimullah mendefinisikan, Ibadah merupakan roh dan hakikatnya adalah merealisasikan cinta dan kepatuhan kepada Allah Subhanahu Wata'alaa. Kecintaan yang utuh dan kepatuhan yang sempurna kepada-Nya, itulah hakikat ibadah. Manakala ibadah luput dari dua hal itu atau salah satunya, ia bukanlah ibadah. Hakikat Ibadah adalah ketundukkan dan mengiba kepada-Nya, dan hal itu tidak terjadi kecuali dengan mencintai-Nya dengan kecintaan penuh yang diikuti seluruh kecintaan. Ibadah dan peribadahan kepada Allah Subhanahu Wata'alaa adalah nama yang mencangkup segala yang dicintai dan diridhai-Nya, dari keyakinan amal hati dan lahiriyah. Segala yang mendekatkan kepada Allah Subhanahu Wata'alaa dari aksi perbuatan dan meninggalkan adalah ibadah. Karenanya seorang yang meninggalkan maksiat karena Allah Subhanahu Wata'alaa tengah beribadah, mendekat kepada Rabb-nya dengan aksi itu. Bukankah rukun Islam hanya sebatas amalan fisik, sementara rukun Iman adalah Ibadah hati. Termasuk juga cabang iman itu sendiri. Taubat, ikhlas, sabar, tawakal dan yang lainnya.

B. Hukum dalam Ibadah

Al-Qur'an merupakan sumber hukum Islam tertinggi. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi Wassallam ini memuat tiga komponen hukum dasar, termasuk hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Subhanahu Wata'alaa secara lahiriyah.

Secara kesluruhan, terdapat empat sumber hukum dalam Islam, antara lain Al-Qur'an, hadits, Ijma', dan qiyas. Al-Qur'an sebagai sumber hukum tertinggi dijelaskan dalam surat An-nisa ayat 59 yang berbunyi :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ  فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".

Dikutip dari buku Metodologi Studi Islam karya Syibran Mulasi dkk, Al Qur'an berisi empat pokok kandungan. Pertama, tauhid, yakni kepercayaan mengenai keesaan Allah Subhanahu Wata'alaa dan segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya. Kedua, ibadah. Pokok kandungan ibadah dalam hal ini merupaan segala bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid. Ketiga, janji dan ancaman, yakni pahala yang dijanjikan Allah Subhanahu Wata'alaa atas orang-orang yang percaya dan mengamalkan isi Al Quran dan ancaman berupa siksa bagi orang-orang yang ingkar atau dusta. Keempat, Al Quran berisi kisah umat terdahulu, seperti Nabi dan Rasul yang menyiarkan syari'at Allah Subhanahu Wata'alaa maupun kisah orang-orang shaleh dan yang ingkar dari umat terdahulu. Selain itu Al-Quran juga berisikan berita tentang zaman yang akan datang. Al-Quran memberikan gambaran mengenai kehidupan akhirat, yakni kehidupan akhir dari manusia.

Al Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, berikut tiga hukum dalam Al Quran :

Ø Hukum I'tiqadiah

Hukum I'tiqadiah adalah hukum yang mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah Subhanahu Wata'alaa secara rohanilah dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah atau keimanan. Hukum jenis ini tercermin dalam rukun iman. Hukum ini dipelajai dalam Ilmu Tauhid, dan Ilmu Ushuluddin atau Ilmu Kalam.

Ø Hukum Amaliah

Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Subhanahu Wata'alaa secara lahiriyah disebut dengan hukum amaliah. Hukum amaliah juga mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah tercermin dalam rukun islam dan disebut dengan hukum Sya'ra atau syariat. Hukum ini dipelajari dalam Ilmu Fiqih. Hukum Syara terbagi menjadi dua jenis, yaitu hukum ibadah dan muamalat.

Hukum Ibadah mengatur tentang hubungan vertikal antara manusia dengan Allah Subhanahu Wata'alaa. Dalam bahasa arab hukum ibadah disebut dengan hablum minallah.

Ø Hukum Khuluqiah

Hukum Khuluqiyah adalah hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Hukum jenis ini tercermin dalam konsep ihsan dan dipelajari dalam ilmu Akhlak atau Tasawuf. [2]
[2] Al Quran mengandung tiga komponen dasar hukum. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Era Modern oleh Hasbi.

C. Rukun-rukun dalam Ibadah

Para Ulama mengelompokkan rukun ibadah hati mempunyai tiga pilar yakni raja' (berharap kepada Allah), khauf (takut kepada Allah) dan mahabbah (cinta kepada Allah).

Seseorang beribadah dengan raja' akan menumbuhkan hrapan kepada Allah, berharap ibadahnya diterima, berharap syurga, rahmat atau ridho Allah. Begitupun saat khauf djadikan dalam hati, tentu akan mucul rasa takut jika ibadahnya tidak diterima, takut dengan adzab Allah dan semua ketakutan yang dimuarakan kepada Allah Subhanahu Wata'alaa. Adapun mahabbah, adalah rukun tertinggi yang Allah anugerahkan kepada orang yang dikhendakiNya.

Membuat ibadah yang dilakukan terasa nikmat, dia merasakan halawaul iman atau manisnya iman. Bahkan ketika diuji dengan hal yang tak disukaipun terasa nikmat. Raja', khauf dan mahabbah ini ibarat seorang pedagang, budak dan kekasih. Seorang pedagang berbuat karena mengharapkan keuntungan. Sementara seorang budak berbuat karena ada rasa akut kepada majikannya. Adapun seorang kekasih berbuat karena cinta dan sayangnya kepada kekasihnya. Rukun Ibadah yang terlupakan, tidak bisa dipisahkan. Namun suatu keniscayaan ketiga rukun ibadah ini tidak bisa dipisahkan.

Sebagaimana ulama mengatakan bahwa raja' dan khauf itu seperti kedua sayap burung sedangkan mahabbah adalah kepalanya. Seseorang wajib menghadirkan rasa harap, takut dan cinta kepada Allah supaya ibadahnya akan menjadi bernilai disisi Allah.

Allah Subhanahu Wata'alaa berfirman :

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهٗ وَيَخَافُوْنَ عَذَابَهٗۗ اِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوْرًا

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.” (Q.s Al-Isra' : 57).

D. Syarat diterimanya Ibadah

Allah Subhanahu Wata'alaa memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Agar ibadah tersebut mendatangkan balasan berupa kebaikan, umat Islam harus memenuhi syarat diterimanya ibadah seseorang. Ibadah adalah segala sesuatu yang disenangi dan diridhoi Allah, baik dalam wujud perbuatan, perkataan, ataupun sekedar bisikan dari hati. Artinya, ibadah merupakan bentuk ketundukkan atau peribadahan kepada Allah Subhanahu Wata'alaa.

Ketika seseorang melakukan ibadah, ia memang berniat untuk mengabdi dan menghamba kepada Allah Subhanahu Wata'alaa. Sehingga, semua tindakan seseorang yang dilandasi oleh niat untuk mencapai ridho Allah dianggap sebagai ibadah.

Lantas, bagaimana cara menggapai ridho Allah Subhanahu Wata'alaa agar setiap ibadah yang dilakuan berubah pahala? Caranya adalah harus memenuhi syarat diterimanya ibadah seseorang. Agar lebih memahaminya, berikut syarat-syarat diterimanya ibadah :

1. Iman

Ibadah yang dilaksanakan harus dilandasi dengan iman atau percaya kepada Allah Subhanahu Wata'alaa. Artinya, manusia harus yakin bahwa ibadah yang ia amalkan merupakan perintah atau anjuran dari Allah Subhanahu Wata'alaa.

Kalaupun tidak berasal dari perintah Allah, maka harus berlandaskan anjuran Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi Wassallam. Dengan demikian, ibadah yang dilakukan sudah pasti sesuai dengan syari'at islam.

Lain halnya dengan amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir, sudah dipastikan tertolak. Allah Subhanahu Wata'alaa berfirman dalam Al Quran surat Ibrahim : 18,

مَثَلُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ اَعْمَالُهُمْ كَرَمَادِ ِۨاشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيْحُ فِيْ يَوْمٍ عَاصِفٍۗ  لَا يَقْدِرُوْنَ مِمَّا كَسَبُوْا عَلٰى شَيْءٍ ۗذٰلِكَ هُوَ الضَّلٰلُ الْبَعِيْدُ 

“Perumpamaan orang yang ingkar kepada Rabbnya, perbuatan mereka seperti abu yang ditiup oleh angin keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak kuasa (mendatangkan manfaat) sama sekali dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.”

Sebagimana hadits dari Ummul mukminin, yakni :

xxx

Dari Ummul mukminin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”. (HR. Bukhori dan Muslim)

xxx

Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”.

2. Ikhlas

Setelah yakin, ibadah yang dilaksanakan harus dengan niat ikhlas karena Allah Subhanahu Wata'alaa. Dengan keikhlasan, ibadah seseorang dapat dibedakan mana yang tujuannya untuk meraih ridho Allah dan yang mana bukan.

Ada orang yang selalu menunaikan sholat, sedekah, shoum, hingga berangkat haji berulang kali. Namun, semuanya dilakukan untuk memperoleh manfaat duniawi, entah karena jabatan, mendapatkan sanjungan, atau sekedar menarik perhatian. Jika demikian, sia-sia amalan ibadah yang mereka lakukan,

Rasulullah Shallalahu „alaihi Wassallam bersabda: ”Suatu amal hanya (akan dinilai sebagai ibadah) sesuai dengan niatnya, dan masing-masing orang akan meraih sesuatu sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhori dan Muslim).

3. Ittiba’

Ittiba' artinya mengikuti tuntunan Rasulullah Shallalahu 'alaihi Wassallam. Umat Muslim yang telah bersyahadat bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, secara otomatis ia akan mematuhi perintah, menjauhi larangan, dan beribadah kepada Allah hanya dengan syariat yang beliau ajarkan.

Oleh sebab itu, barangsiapa membuat perkara baru yang tak sesuai syari'at, maka hal tersebut pasti tertolak. Allah Azza wa Jalla berfirman : (Q.s. Ali Imran : 85)

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“Barangsiapa mencari agama selain dari agaMa Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi”.

Dari Salafush Soleh :

xٚxx

“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa cinta, maka ia adalah zindiq, barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan raja', maka ia adalah murji'. Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka dia adalah haruriy. [3]
[3] Dalam kitab At-tauhid (hal:70) Harury = Khawarij

E. Macam-macam Ibadah dan jenisnya.

Dalam Syariah Islam, pengertian ibadah yang merupakan ketundukan atau ketaatan seorang hamba secara khusus kepada Allah diklasifikasikan menjadi beberapa macam ibadah. Diantaranya berdasarkan jenis perbuatan hamba, kualitasnya, keberadaan illah didalamnya, dan berdasarkan ruang lingkupnya serta berdasarkan hukum syariahnya.

a) Berdasarkan Pelaksanaanya. Terbagi menjadi 3 yakni :

1. Macam ibadah jsmaniah dan rohaniah (jasmani dan rohani). Contohnya : Sholat dan shoum.
2. Macam ibadah rohaniah dam maliyah (rohani dan harta). Contohnya : Zakat.
3. Macam ibadah jasmaniah, rohaniah, dan maliyah (jasmani, rohani dan harta). Contohnya : ibadah haji.

b) Berdasarkan bentuk dan sifatnya. Terbagi menjadi 5 yakni :

1. Macam ibadah dalam bentuk perkataan/lisan. Contohnya : Zikir, doa, dan baca Al Quran
2. Macam ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya. Contohnya : membantu atau menolong orang lain.
3. Macam ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan bentuknya. Contohnya : Sholat, shoum, zakat, ibadah haji.
4. Macam ibadah yang tata cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri. Contohnya : Shoum, I'tikaf, dan ihram.
5. Macam ibadah yang berbentuk menggugurkan hak. Contohnya : memaafkan kesalahan orang lain dan membebaskan hutang seseorang.

c) Secara Umum. Terbagi menjadi 2 yakni :

Kewajiban menunaikan ibadah tertuang dalam Al Quran surat Al bayyinah Ayat 5

xxx

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”

1. Ibadah mahdhah adalah macam ibadah yang telah ditentukan dan menjadi syariat bagi umat Islam. Dalam kata lain, ibadah mahdhah adalah hubungan manusia dengan Rabbnya atau secara vertikal. Ibadah sholat, zakat, shoum, dan haji dinamakan ibadah mahdhah.

Tata cara pelaksanaan ibadah mahdhah sudah baku sesuai petunjuk Rasulullah SAW seperti ditetapkan dalam Al Quran atau As-Sunnah. Dalam surat An-Nisa ayat 64, Allah berfirman :

وَمَآ  اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا لِيُطَاعَ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ جَاۤءُوْكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللّٰهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللّٰهَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا 

Artinya: "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang."

Sedangkan dalam hadits disebutkan Rasulullah SAW memerintahkan umatnya agar menjalankan ibadah sebagaimana yang Rasulullah Shallalahu 'alaihi Wassalam contohkan :

xxx

Artinya: "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR Bukhari).4

2. Ibadah ghairu mahdhah atau umum atau muamalah, merupakan segala perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah Subhanahu Wata‟alaa, Ibadah ini dilakuan antar sesame manusia atau hubungan horizontal. Ibadah ghairu mahdhah contohnya : silaturahmi, menjenguk orang sakit, sedekah, mencari ilmu, bekerja, membangun masjid, menolong orang, dan perbuatan baik lainnya.

Salah satu dalil pelaksanaan ibadah ghairu mahdhah terdapat dalam surat Al Maidah ayat 2. Allah SWT berfirman:

xxx

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." [4] 

Ibadah Mahdhah dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, ibadah badaniyah mahdhah yakni ibadah jasmani seperti, sholat, puasa, wudhu,dan sebagainya. Kedua, ibadah maliyah mahdhah yakni yang ditunaikan dengan harta benda seperti, zakat, infak, dan qurban. Ketiga, Ibadah badaniyah wa maliyah, yakni perpaduan antara ibadah badaniyah mahdhah dan ibadah maliyah mahdhah. Ibadah ini ditunaikan dengan jiwa raga dan juga harta benda. Contohnya adalah ibadah haji dan umroh.

Dalam ajaran Islam, ada jenis ibadah yang paling utama di mata Allah Subhanahu Wata'alaa. Rasulullah Shallalahu 'alaihi Wassallam menjelaskan ibadah ini dalam hadits yang diceritakan sahabatnya Abdullah ibnu Mas'ud R.a ini haditsnya :

xxx

Dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata: “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?‟ Beliau menjawab, "Shalat pada waktunya‟. Lalu aku bertanya, "Kemudian apa lagi?‟ Beliau menjawab, "Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.‟ Lalu aku bertanya, "Kemudian apa lagi?‟ Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah.” Abdullah bin Mas'ud mengatakan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku minta tambah kepada beliau, pasti beliau akan menambahkan kepadaku.” (HR. Bukhari, no. 527, 5970; Muslim, no. 139/85; Nasai, no. 610; Ahmad, no. 3890) [5]
[5] Imam An-Nawawi Dalam buku hadits Arba’in

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.

Berdasarkan pemaparan dan penjelasan pada hal yang sudah dipaparkan diatas tadi, bahwasannya umat Islam harus memenuhi syarat diterimanya Ibadah sesorang. Suatu Ibadah tersebut pun harus dilakukan dengan rasa senang hati tanpa adanya keterpaksaan dari dalam diri seseorang. Ketika seseorang melakukan ibadah, ia memang berniat untuk mengabdi dan menghamba kepada Allah Subhanahu Wata'alaa, sehingga semua tindakan seseorang harus dilandasi niat untuk mencapai ridho Allah dianggap sebagai ibadah. Maka dari itu seseorang harus memenuhi syarat diterimanya ibadah seseorang yakni iman, ikhlas, dan ittiba'. Jika seseorang melakukan amalan tanpa didasari ilmu atau urusan agama maka di tertolak.

B. Kritik dan Saran.

Ø Bagi seorang umat Islam, hendaknya jika melakukan suatu amalan harus dilandasi ilmu, dan yang paling penting dari Al Quran & As sunnah dan Ijma' para sahabat.

Ø Hendaknya seorang umat Islam, jika ingin melakukan suatu ibadah harus memenuhi rukun dan syarat didalamnya.

Ø Bagi seorang umat Islam, jika melakukan suatu ibadah tersebut harus dilakukan semata-mata ia beribadah hanya untuk mencari ridho Allah Subhanahu Wata'alaa bukan ridho manusia.

DAFTAR PUSTAKA

▪️ Al-Quran dan As-sunnah

▪️ Laudia Tysara, “Pengertian ibadah, mcam-macam dan syarat diterimanya” https://m.liputan6.com/hot/read/4721230/, diakses 5 April pukul 10:52 https://sg.docworkspace.com/d/sIMfHm99Er9q3kQY, diakses 5 April 2022 pukul 10:52

▪️ Saad Saefullah, “3 Rukun Ibadah yang Terlupakan” https://www.islampos.com/rukun-ibadah-247447/ diakses 5 April 2022 pukul 10:53

▪️ Islmqa, “Membersihkan harta haram yang diinvestasikan di bangunan fisik” https://almanhaj.or.id/6882-syarat-ibadah-diterima.html,diakses, diakses 5 April 2022 pukul 10:55

▪️ ”3 Syarat Diterimanya Ibadah Seseorang yang Wajib Diketahui Umat Muslim” https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/berita-hari-ini/3-syarat-diterimanya-ibadah-seseorang-yang-wajib-diketahui-umat-muslim-1xSuozsmLFI, diakses 5 April 202 pukul 10:59

▪️ An Nawawi Imam “Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka tertolak” dalam Buku Hadits Arba'in.

▪️ Al Fauzan Syeikh, “dalam kitab At-tauhid, hal 70”.

▪️ Kristina “Pengertian ibadah mahdhah dan perbedaannya ghairu mahdah” https://muslim.or.id/46004-perbedaan-antara-ibadah-mahdhah-dan-ibadah-ghairu-mahdhah-bag-1.html, diakses 18 April 2022 pukul 04:26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar