Rabu, 19 Oktober 2022

Masalah Belajar

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dwi Puji Astuti, S.Si, M.Sc
Disusun Oleh Kelompok 2 Angkatan 5 :
1. Jannatul Firdausi Nuzula (PAI)
2. Nida Labibah (PAI)
3. Nindy Kurnianingrum (PAI)
4. Nur Annisa (PAUD)
5. Yuni Heri Suciasih (PAI)

KATA PENGANTAR

بسم لله الرحمن الرحيم

إنّ الحمد لله، نحمده م نستعينه و نستغفره، و نعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيّئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، و من يضْللْ فلا هادي له، و أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، و أشهد أن محمّدا عبده و رسوله.

يا أيّها الذين ءامنوا اتّقوا الله حقَّ تقاته و لا تموتون إلا و أنتم مسلمون. يا أيّها النّاس اتّقوا ربّكم الذي خلقكم من نفس واحده و خلق منها زوجها و بثّ منهما رجالا كثيرا و نساء و اتّقوا الله الذي تسآءلون به و الأرحام، إنّ الله كان عليكم رقيبا. يا أيّها الذين ءامنوا اتّقوا الله و قولوا قولا سديدا. يصلح لكم أعمالكم و يغفر لكم ذنوبكم، و من يطع الله و رسوله فقد فاز فوزا عظيما. أمّا بَعْدُ

فإنّ أصدق الحديث كتاب الله، و خير الهدي هدي محمّد صلى الله عليه و سلّم و شرّ الأمور محدثاتها، كلّ محدثة بدعة، و كلّ بدعة ضلالة، و كلّ ضلالة في النار. و ُبَعْدُ

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Azza wa Jalla yang telah memberikan kemudahan kepada penulis sehingga mampu menyusun makalah dengan judul “Masalah Belajar” untuk melengkapi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan sebagai materi lanjutan dari mata kuliah tersebut.

Harapan kami semoga dengan hadirnya makalah ini , dapat menjadi bekal untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi para tenaga pendidik, para pemerhati dunia pendidikan, keluarga serta masyarakat.

Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik, saran dan koreksi sangat kami harapkan agar makalah ini hadir menjadi lebih baik lagi.

Karawang, 11 Oktober 2022
(Penyusun)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Manfaat Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
A. Mengenal Keunikan Peserta Didik.
B. Mengidentifikasi Kesulitan Belajar Peserta Didik.
C. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kesulitan Belajar Peserta Didik.
D. Macam-Macam Masalah Belajar.
E. Cara-Cara Menangani Masalah Belajar Peserta Didik.
BAB III PENUTUP.
A. KESIMPULAN
B. SARAN.
DAFTAR PUSTAKA.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Belajar adalah berubah, artinya usaha untuk mengubah tingkah laku sehingga dapat dikatakan bahwa belajar akan membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan yang dimaksud tidak hanya pada penambahan pengetahuan saja, tetapi juga dalam bentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri, jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku seseorang.[1] Melalui proses belajar seseorang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, yang awalnya tidak bisa menjadi bisa.
[1] Sadirman, Interaksi dan motivasi Belajar-Mengajar (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), 21.

Namun, tidak semua orang dapat melalui proses dengan mudah. Ada beberapa hal yang menghambat terjadinya proses belajar tersebut. Hambatan tersebut akan menjadi faktor-faktor yang menyebabkan adanya kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar dapat dialami oleh sebagian siswa di sekolah dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyyah (MI) atau bahkan siswa yang belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kesulitan belajar dapat terlihat berdasarkan kenyataan empirik seperti adanya siswa yang tinggal kelas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengenal keunikan peserta didik?
2. Bagaimana mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik?
3. Apa faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar peserta didik?
4. Apa macam-macam masalah belajar?
5. Bagaimana cara menangani masalah belajar peserta didik?

1.3 Manfaat Penelitian

1. Mampu mengenal karakteristik peserta didik
2. Mampu mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik
3. Mengetahui faktor-faktor timbulnya kesulitan belajar peserta didik.
4. Mengetahui macam-macam masalah belajar.
5. Mengetahui cara menangani masalah belajar peserta didik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. MENGENAL KEUNIKAN PESERTA DIDIK

Setiap peserta didik memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya dalam aspek fisik, pola pikir dan cara merespon atau mempelajari sesuatu yang baru. Dalam konteks belajar, setiap peserta didik memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran. [2]
[2] Eli Sri Mulianti, Masalah-masalah Belajar dan Solusinya, STAINU, Madiun.

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan berbeda, baik karena dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, maupun faktor lainnya. Maka tidak ada manusia di dunia ini yang memiliki karakteristik yang sama bahkan meskipun mereka saudara kembar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap anak memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan anak yang lain. Mulai dari cara berbicara, cara bersikap, cara berjalan, serta cara belajar.

Dari ciri khusus yang mereka miliki, maka gaya belajar anak dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Gaya belajar visual.
2. Gaya belajar auditori.
3. Gaya belajar kinestetik.

Ketiga gaya belajar tersebut memiliki ciri-ciri yang dapat diamati oleh seorang pendidik. Oleh karena itu, seorang guru harus tahu bagaimana mengajar anak dengan gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.Seorang guru juga dituntut harus bisa mengajar dengan cara yang sesuai dengan gaya belajar anak. Tujuannya adalah agar materi dapat tersampaikan secara sempurna. Informasi dapat masuk ke dalam otak anak melalui indera yang ia miliki sesuai dengan gaya belajarnya.

Untuk membantu guru dalam mengajar peserta didik dengan gaya belajar yang berbeda, maka guru harus tahu ciri-ciri setiap anak yang memiliki gaya belajar yang berbeda tersebut. Adapun ketiga ciri gaya belajar anak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gaya belajar visual

Yaitu seorang anak yang memiliki gaya belajar visual ditandai dengan ciri-ciri perilaku belajar sebagai berikut:
(a) Lebih mudah mengingat apa yang dilihat dari pada apa yang didengar.
(b) Mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual.
(c) Sulit menerima instruksi verbal sehingga seringkali minta instruksi secara tertulis.
(d) Biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar.
(e) Memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik.
(f) Merupakan pembaca yang cepat dan tekun serta lebih suka membaca dari pada dibacakan.

2. Gaya belajar auditori

Yaitu seorang anak yang memiliki gaya belajar yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Jika membaca maka lebih senang dengan suara keras,
(b) Lebih senang mendengarkan daripada membaca,
(c) Sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja,
(d) Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik,
(e) Dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara,
(f) Mengalami kesulitan untuk menulis sesuatu, tetapi sangat pandai dalam menceritakannya,
(g) Berbicara dengan irama yang terpola dengan baik,
(h) Berbicara dengan fasih,
(i) Lebih menyukai seni musik dibandingkan dengaan seni lainnya,
(j) Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat,
(k) Senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar.

3. Gaya belajar kinestetik

Yaitu anak yang yang memiliki gaya belajar dengan ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Berbicara dengan perlahan,
(b) Menanggapi perhatian fisik,
(c) Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka,
(d) Berdiri dekat ketika sedang berbicara degan orang lain,
(e) Banyak gerak fisik,
(f) Memiliki perkembangan otot yang baik,
(g) Belajar melalui praktik langsung,
(h) Menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung,
(i) Menggunakan jari untuk menunjuk kata yamg sedang dibaca,
(j) Senang menggunakan Bahasa tubuh (non verbal),
(k) Tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama,
(l) Sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut,
(m) Pada umumnya tulisannya kurang bagus,
(n) Menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan secara fisik.

Setelah mengetahui modalitas belajar anak tersebut, guru diharapkan dapat dan mampu melaksanakan pembelajaran secara arif, bijaksana dan tepat. Sehingga setiap keunikan peserta didik dapat terfasilitasi sesuai dengan modalitas belajarnya.

B. MENGIDENTIFIKASI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK

Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana peserta didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar. Sebelum seorang guru mengambil kesimpulan bahwa seorang anak mengalami kesulitan belajar serta memerlukan perhatian khusus terlebih dahulu perlu tahu kapan peserta didik dikatakan mengalami kesulitan belajar.

Kesulitan belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:
(1) Peserta didik dikatakan mempunyai masalah belajar jika ia tidak memenuhi harapan yang disyaratkan oleh sekolah,
(2) Masalah belajar timbul jika peserta didik berperilaku berada di bawah teman-temannya,
(3) Kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh anak yang berintelegensi rendah, melainkan bisa terjadi pada mereka yang berintelegensi tinggi.

Untuk mengidentifikasi kesulitan belajar seperti yang didefinisikan di atas, kita bisa melihat dari tingkah laku atau gejala yang nampak sebagai indikasi bahwa anak mempunyai kesulitan belajar, yaitu:
(1) Menunjukkan hasil belajar yang rendah/ dibawah rata-rata teman sekelasnya,
(2) Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan,
(3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar,
(4) Menunjukkan sikap kurang wajar seperti menyendiri, melamun, menggigit jari, mengompol, terisak-isak dan sebagainya,
(5) Menunjukkan tingkah laku menentang sekolah, seperti membolos, tidak mengerjakan tugas/PR, tidak mau bekerja sama, membawa senjata tajam, komik, tidak mau memakai sepatu dan sebagainya.

Masalah belajar adalah kondisi yang dialami peserta didik dan menghambat dalam mencapai tujuan belajar. Hambatan tersebut juga bisa datang dari lingkungan dan dari dalam diri peserta didik sendiri. Perbedaan modalitas belajar peserta didik juga dapat menyebabkan kesulitan belajar yang berbeda antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya.

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK

Faktor penyebab kesulitan belajar dapat ditelusuri dari kemampuan anak sebagai individu. Sehingga didapatkan sumber dari beberapa ranah yaitu:
(1) Kesulitan belajar yang bersumber dari ranah kognitif (ranah cipta), antara lain karena rendahnya kapasitas intelektual / intelegensi peserta didik,
(2) Bersumber dari ranah afektif (ranah rasa) antara lain emosi labil, pembentukan sikap yang salah, perasaan bersalah yang berlebihan dan tidak mempunyai gairah hidup,
(3) Bersumber dari aspek psikomotorik, antara lain seperti terganggunya organ psikomotorik seperti gangguan pada tangan-kaki, penglihatan dan pendengaran sehingga gerak motoriknya menjadi terganggu.

Faktor ekstern peserta didik meliputi semua situasi dan kondisi sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar peserta didik. Faktor tersebut atara lain:

(1) Faktor peserta didik

Faktor internal yang menjadi penyebab kesulitan belajar antara lain:

(a) Tingkat intelegensi rendah dan bakat yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari. Peserta didik yang mengalami kondisi seperti ini yakni peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata- rata dan sangat sering bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali guru kehabisan ide untuk menangani peserta didik yang seperti ini, bimbingan pelajaran tambahan atau ekstra menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah semacam ini.

(b) Sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas, yaitu peserta didik yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan belajarnya. Seringkali materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru pada pertemuan jauh sebelumnya kemudian siswa dituntut untuk mengikuti dan menguasai materi pelajaran dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan si siswa menjadi tertekan dan terbebani oleh materi belajar yang banyak.

(c) Mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama) dalam hubungan intersosial. Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak seumuran dan tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak atau siswa terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan yang serampangan, seperti berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang lebih tua, sering membuat kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat. Kemudian siswa yang bersangkutan membawa perilaku buruknya tersebut kedalam lingkungan sekolah yang lambat laun menyebabkan teman-teman lainnya terpengaruh dengan pola perilakunya, baik dalam berbicara ataupun dalam memperlakukan orang lain.

(d) Faktor emosional yang kurang seperti mudah tersinggung, pemurung dan mudah putus asa.

(e) Kurang aktivitas belajar, kurang dapat memanfaatkan waktu, sehingga waktunya terbuang sia-sia untuk kegiatan yang kurang bermanfaat seperti terlalu banyak menonton televisi dan main game, menunda-nunda mengerjakan tugas atau PR dll.

(f) Kebiasaan belajar yang salah seperti belajar bila akan ujian saja, belajar sekedar menghafal tanpa mengerti maknanya.

(g) Peserta didik yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni keadaan atau kondisi peserta didik yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera dan bermalas- malasan. Peserta didik yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi atau lingkungan apatis, yang tidak peduli terhadap perkembangan belajar siswa. Lingkungan keluarga yang apatis, yang tidak berperan dalam proses belajar anak bisa menyebabkan si anak menjadi masa bodoh, sehingga belajar menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja. Lingkungan masyarakat yang merupakan media sosialisasi turut berperan penting dalam proses memotivasi peserta didik itu sendiri.

(h) Pengalaman hidup yang pahit, trauma dan sejenisnya dan tempaan hidup yang keras.

(i) Kondisi fisik yang kurang menunjang. Misalnya cacat tubuh ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan dan gangguan psikomotor. Cacat tubuh yang tetap (serius seperti buta, tuli, bisu hilang tangan dan kaki dan sebagainya.

(j) Kesehatan yang kurang baik. Misalnya sering sakit kepala, sakit perut, asma, sakit mata, sakit gigi atau mudah capek hingga penyakit berat.

(k) Pergaulan yang terlalu bebas tanpa kontrol dari orang tua.

(2) Faktor sekolah

Beberapa kondisi sekolah yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak adalah:

(a) Pribadi guru yag kurang baik, kurang ramah, ketus, galak, dan sikap buruk lainnya.

(b) Guru kurang berkualitas, kurang memiliki kompetensi sebagai guru. Seperti kurang menguasai materi yang diajarkan, kurang dapat menggunakan metode yang mampu memotivasi anak didik, tidak mempunyai pendekatan yang baik dalam berinteraksi dengan peserta didik.

(c) Hubungan guru dengan anak, anak dengan sesama teman, dan hubungan guru dengan personil sekolah kurang harmonis. Seperti terjadi permusuhan antar peserta didik, permusuhan guru dengan guru lain dll.

(d) Kurikulum sekolah terlalu berat. Seperti mata pelajaran terlalu banyak, jam belajar yang terlalu banyak sehingga pulang sore.

(e) Alat atau media, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Sarana prasarana yang kurang memadai tidak hanya menghambat proses belajar, bahkan dapat menimbulkan kesulitan. Misalkan atap sekolah yang bocor, meja kursi yang sudah usang atau lapuk, bangunan yang sudah rapuh, halaman sekolah yang becek dapat menghambat belajar serta mengurangi kenyamanan belajar peserta didik.

(f) Suasana sekolah yang kurang menyenangkan. Misalnya, suasana bising karena dekat dengan pasar, bengkel, pabrik, jalan raya dan lain-lain.

(g) Disiplin yang terlalu lemah atau terlalu keras. Lemahnya peraturan atau justru peraturan yang terlalu keras dapat menjadi sumber penyebab kesulitan belajar bagi peserta didik.

(3) Faktor keluarga

Ada beberapa faktor dalam keluarga yang menjadi penyebab kesulitan belajar bagi peserta didik, diantaranya adalah sebagai berikut:

(a) Hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis, seperti sering terjadi pertengkaran antara kedua orang tua, atau pertengkaran antara anak dengan orang tua, mempunyai ayah atau ibu tiri, mempunyai saudara tiri.

(b) Kurangnya kelengkapan alat-alat belajar anak di rumah, ruang belajar terbatas dan penerangan kurang memadai sehingga kebutuhan belajar yang diperlukan tidak ada, maka kegiatan belajar anak pun terhenti untuk beberapa waktu.

(c) Ekonomi keluarga yang lemah mengakibatkan kurangnya biaya pendidikan, kebutuhan anak tidak tercukupi bahkan anak banyak meluangkan waktu untuk membantu orang tua bekerja.

(d) Kesehatan keluarga yang kurang baik. Misalnya orang tua yang sakit-sakitan membuat anak harus ikut memikirkan dan merawatnya.

(e) Kurangnya perhatian orang tua, seperti kesibukan yang tinggi atau orang tua kurang memiliki wawasan bagaimana mengasuh anak, kurangnya kedekatan hubungan antara anak dengan orang tua, anak dalam pengasuhan nenek atau saudara lain karena ditinggal orang tua merantau untuk bekerja. Misal orang tua bekerja di Ibukota atau menjadi negara lain (Tenaga Kerja Asing).

(f) Pola pengasuhan yang salah, seperti orang tua terlalu memanjakan anak atau terlalu otoriter. Terlalu banyak cacian dan makian yang diarahkan kepada anak.

D. MACAM-MACAM MASALAH BELAJAR

1. Masalah Membaca Cepat

Membaca merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Membaca cepat merupakan saah satu teknik membaca untuk mampu mengetahui isi buku dalam waktu yang singkat.

Keterampilan membaca cepat membutuhkan latihan khusus agar bisa menguasai teknik tersebut. Latihan-latihan ini dianggap penting terutama bagi pemula. Masalah yang sering muncul dalam teknik ini antara lain muncul karena kebiasaan yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun, diantaranya:

(1) Vokalisasi atau bergumam ketika membaca, istilah lainnya adalah membaca dengan suara keras.

(2) Membaca dengan menggerakkan bibir namun tidak bersuara (komat-kamit).

(3) Kepala yang bergerak searah dengan arah tulisan yang dibaca.

(4) Jari-jari tangan yang selalu menunjuk tulisan yang dibaca.

(5) Gerakan mata yang selalu kembali ke kata-kata sebelumnya atau mengulang membaca kalimat dari depan.

Kebiasaan tersebut diatas sering dianggap menjadi penghambat keterampilan membaca cepat.

Penelitian menunjukkan bahwa pemakaian panduan visual seperti jari atau pensil sebenarnya justru mempercepat bacaan dengan mencegahnya mundur ke kata sebelumnya. Gerakan jari dapat membantu membaca lebih cepat. Ketika membaca, mata akan melihat gerakan jari dan akan membantu lebih focus sehingga mencegah kembali membaca kalimat sebelumnya. Sehingga keterampilan membaca dapat terasah dengan baik.

2. Disleksia (Masalah Gangguan Belajar Membaca)

Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Dys yang artinya sulit dan Lex yang berasal dari kata legein yang artinya berbicara. Jadi, anak yang menderita disleksia biasanya kurang memiliki kemampuan untuk menghubungkan kata atau simbol-simbol tulisan.

Disleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun. Ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar dan kesulitan dalam memahami meskipun normal atau diatas rata-rata. Ini termasuk kesulitan dalam penerapan disiplin ilmu fonologi, kemampuan bahasa atau pemahaman verbal.

Disleksia adalah kesulitan belajar yang paling umum dan gangguan membaca yang paling dikenal. Disleksia bukan merupakan penyakit, namun merupakan gangguan atau kelainan yang tidak ada obatnya. Penderita hanya mempunyai perbedaan dengan orang normal yang disebabkan oleh perbedaan cara belajar atau proses kognitif.

Secara sederhana disleksia dapat didefinisikan sebagai gangguan belajar membaca yang ditunjukkan dengan kemampuan membacanya di bawah kemampuan yang sesungguhnya dia miliki. Gejala dari kesulitan membaca ini adalah kemampuan membaca anak berada di bawah tingkat intelegensi, usia, dan pendidikan yang dimilikinya.

Berdasarkan penjelasan diatas disleksia dapat diartikan sebagai gangguan belajar membaca dan mengenali huruf yang dialami oleh anak usia 7-8 tahun dan dalam hal ini termasuk gangguan kemampuan menulisnya. Ciri-ciri anak mengalami disleksia diantaranya:

(a) Susah mengenal huruf yang mempunyai kemiripan bentuk seperti “b” dengan “d”, “u” dengan “n” serta “m” dengan “n”.

(b) Kesulitan mengenali huruf dan mengenal simbol.

(c) Kesulitan mengikuti beberapa perintah berurutan.

(d) Terkadang juga mengalami gangguan motorik, sebagai contoh: anak kesulitan mengancingkan baju sendiri dan menalikan tali sepatu sendiri.

(e) Tidak dapat mengucapkan irama atau kata-kata secara benar dan proporsional.

(f) Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata.

(g) Sulit menyuarakan fonem dan memadukannya menjadi sebuah kata.

(h) Sulit mengeja dengan benar.

(i) Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar.

(j) Membaca benar satu kata pada satu halaman dan salah di halaman lain.

(k) Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca.

(l) Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata. Misalnya “ratu” menjadi “taru” atau “kucing duduk diatas meja” menjadi “meja duduk diatas kucing”.

(m) Rancu dalam kata-kata yang disingkat.

(n) Bingung menentukan tangan mana yang digunakan untuk menulis.

(o) Lupa mencantumkan huruf kapital atau mencantumkan pada tempat yang salah.

(p) Lupa meletakkan titik dan tanda baca lainnya.

(q) Menempatkan paragraf secara keliru.

Berdasarkan ciri-ciri diatas seorang anak yang mengalami disleksia akan mengalami gangguan pada bidang lainnya. Seperti gangguan pada kemampuan motoriknya dikarenakan tidak mampu memperkirakan jarak dan waktu dengan tepat. sehingga anak yang megalami disleksia akan jarang beraktivitas yang melibatkan perhitungan jarak dan waktu dalam kegiatannya seperti sepak bola, kasti dan basket.

Meskipun mengalami kesulitan-kesulitan tersebut, sebenarnya seorang anak yang mengalami disleksia juga mempunyai kelebihan. Mereka memiliki kemampuan yang lebih pada bidang seni, grafis dan aktivitas kreatif lainnya. Mereka berpikir dengan media gambar bukan dengan huruf atau simbol-simbol. Sehingga seorang anak disleksia akan sangat pandai melukis dan menggambar.

3. Diskalkulia (Masalah Gangguan Berhitung)

Diskalkulia adalah kesulitan belajar dalam bidang matematika. Diskalkulia dikenal juga dengan istilah math difficulty karena menyangkut gangguan kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematika. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematika.

4. Kesulitan Mengatur Waktu Belajar

Sebagian peserta didik mengalami gangguan dalam mengatur waktu belajarnya, sehingga mereka tidak punya waktu tetap dalam belajar. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peserta didik hanya belajar jika ada ulangan, tugas atau PR saja. Ketika tidak ada tugas dari guru tidak belajar. Agar peserta didik memiliki waktu yang tetap dalam belajar baik ada tugas ataupun tidak, maka diperlukan pengaturan waktu dalam belajar.

5. Kecanduan Terhadap Media Online

Seiring dengan perkembangan zaman, android, laptop dan internet bukan lagi merupakan sesuatu yang asing dan sulit bagi anak. Rata-rata anak usia sekolah sudah mahir menggunakan internet dan android. Dari mulai media sosial, game online hingga berita online anak dengan mudah sekali dapat mengakses. Sehingga hal ini berdampak pada kecanduan peserta didik terhadap internet dan game online. Secara langsung hal ini akan mengakibatkan semangat belajar peserta didik menurun. Selain hal tersebut diatas, dampak dari kecanduan media online adalah peserta didik terpengaruh dengan sesuatu yang mereka lihat di dunia maya. Mulai dari hal yang positif hingga hal yang negatif seperti kekerasan, sesuatu yang berbau pornografi dan tayangan-tayangan buruk lainnya. Sebelum dampak tersebut meluas, perlu ada penanganan agar anak dapat dihindarkan dari hal-hal yang tidak baik.

Sedangkan menurut hasil penelitian Elgi Syafni, Yarmis Syukur, dan Indra Ibrahim [3] masalah belajar peserta didik meliputi 10 hal-hal berikut ini:
[3] Konselor Jurnal Ilmiah Konseling, Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Pendidikan, Universitas Negeri Padang, 2013

(a) Keterampilan mengatur waktu belajar. Sebesar 44,3% peserta didik tidak mampu untuk mengatur waktu belajar secara baik, misalnya dalam penggunaan waktu luang.

(b) Keterampilan membaca buku. Sebanyak 50% peserta didik tidak membaca semua isi dan melewatkan beberapa bagian.

(c) Keterampilan menghafal pelajaran. Sebesar 48,2% peserta didik mengalami masalah dalam memahami isi buku pelajaran yang dibaca.

(d) Keterampilan mengikuti pelajaran di dalam kelas. Sebanyak 38,7% peserta didik memiliki kesulitan dalam mengikuti pelajaran.

(e) Keterampilan mencatat pelajaran. Sebesar 30,6% peserta didik tidak memiliki keterampilan ini.

(f) Keterampilan meringkas buku. Sebesar 42,5% tidak mampu meringkas buku pelajaran hal ini disebabkan oleh siswa tidak mampu menggunakan tekhnik penyimpulan materi pada setiap buku pelajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar siswa kurang mampu dalam menggunakan teknik penyimpulan materi pada setiap buku pelajaran.

(g) Keterampilan belajar kelompok. Sebesar 25,3% peserta tidak memiliki keterampilan dalam belajar kelompok.

(h) Keterampilan mengingat, konsentrasi dan ketahanan dalam belajar. Sebesar 61,4% tidak mampu untuk mengingat, konsentrasi dan ketahanan dalam belajar. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar diri peserta didik.

(i) Keterampilan penyelesaian tugas sekolah. Sebesar 49,8% siswa tidak mampu untuk menyelesaikan tugasnya tepat waktu dan tugas yang dikumpul tidak dibuat kopiannya sebagai bahan untuk persiapan ujian.

(j) Keterampilan persiapan ujian. Sebesar 14,1% peserta didik tidak memiliki persiapan dalam menghadapi ujian.

E. CARA-CARA MENANGANI MASALAH BELAJAR PESERTA DIDIK

Berikut cara-cara dalam menangani masalah belajar peserta didik, diantaranya adalah:

1. Cara mengatasi kesulitan membaca cepat bisa dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut:

(a) Memiliki kosakata yang banyak.

(b) Sikap tubuh usahakan rileks atau santai.

(c) Membaca sepintas lalu.

(d) Konsentrasi dibutuhkan guna membantu focus.

(e) Retensi atau mengingat kembali informasi dari bacaan dilakukan dengan menjawab pertanyaan yang ada, diskusi dan mencatat pokok-pokok penting bacaan.

(f) Menentukan tujuan yang jelas untuk apa membaca.

Setelah mengetahui cara meningkatkan keterampilan membaca, diharapkan para guru dapat mengajarkan peserta didik. Dengan demikian peserta didik dapat lebih cepat memahami informasi yang dibaca dari berbagai sumber bacaan.

2. Cara mengatasi anak yang mengalami disleksia dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini:

(a) Teknik permainan tiba-tiba.
(b) Lomba menamai benda.
(c) Syair.
(d) Bermain game.
(e) Menonton video.
(f) Permainan berpura-pura.

Melalui strategi kompensasi dan terapi, penderita disleksia dapat belajar membaca dan menulis dengan memberi dukungan kepada mereka agar semangat untuk belajar. Ada beberapa cara atau teknis yang dapat dikelola atau bahkan memperendah terkena resiko disleksia. Misalkan dengan menghilangkan stres dan kecemasan diri, kadang bisa meningkatkan pemahaman tertulis.

3. Cara mengatasi diskalkulia adalah dengan membuat pembelajaran matematika yang berorientasi pada dunia sekitar peserta didik, memberikan peserta didik kebebasan bergerak, tuntaskanlah dalam mengajar, belajar sambil bermain dan terakhir harmonisasi hubungan guru, peserta didik dan orang tua.

4. Pada kesulitan mengatur waktu belajar hendaknya siswa dapat menggunakan waktu luang yang ada sebaik mungkin untuk belajar. Anak cukup dibiasakan untuk belajar di malam hari selama 1 sampai 2 jam saja setelah isya. Sekitar pukul 19.00 hingga 21.00. Jika menghendaki sepertiga malam terakhir, maka peran orang tua sangat dibutuhkan untuk mengembangkannya. Waktu malam adalah waktu aktivitas orang-orang berkurang sehingga suasana cukup kondusif untuk berkonsentrasi. Waktu yang terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur sebelum fajar dan untuk meneliti adalah waktu pagi, untuk menulis ditengah hari dan untuk menelaah dan mengulang di waktu malam.

5. Cara mengatasi peserta didik yang kecanduan media online adalah harus ada pengawasan yang ketat dari orang tua tentang penggunaan internet. Bila perlu orang tua mendampingi anaknya ketika mengakses internet. Memberikan penjelasan dan pengarahan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilihat anak dari internet.

6. Pada keterampilan membaca buku hendaknya siswa dapat membaca secara lengkap tanpa ada yang ditinggalkan, serta lebih menfokuskan diri dalam membaca buku pelajaran sehingga buku yang dibaca mudah untuk dipahami.

7. Pada keterampilan menghafal pelajaran siswa bisa membaca tabel, gambar dan grafik serta istilah-istilah asing karena semuanya sangat berguna dalam memudahkan menghafal pelajaran.

8. Pada keterampilan meringkas buku hendaknya siswa bisa menggunakan teknik penyimpulan materi pada setiap buku pelajaran untuk meringkas buku. Sehingga hasil ringkasan yang dibuat benar benar bisa dipahami.

9. Pada keterampilan mengingat, konsentrasi dan ketahanan dalam belajar siswa diharapkan dapat lebih konsentrasi dan fokus pada pelajaran tanpa memikirkan hal-hal lain yang bisa mengganggu dalam belajar.

10. Pada keterampilan penyelesaian tugas sekolah sebaiknya siswa membuat kopian untuk pertinggalan jika seandainya tugas tersebut tidak dikembalikan lagi oleh guru, dan selanjutnya mengulang terlebih dahulu materi yang diberikan guru sebelum membuat tugas agar nantinya tugas tersebut memiliki hasil yang baik.

11. Jika seandainya siswa mengalami masalah dalam belajar selain bertanya kepada teman, sebaiknya bertanya kepada guru BK dan guru mata pelajaran agar masalah yang dihadapi bisa dientaskan dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

12. Guru melakukan sosialisasi tentang motivasi kepada peserta didik, motivasi yang diberikan bisa dalam bentuk ceramah singkat yang diberikan sebelum memulai proses pembelajaran. Selain itu, Para guru secara aktif berdiskusi dalam rangka menciptakan motivasi sehingga siswa-siswanya tidak mengalami kekurangan motivasi. Guru Bimbingan Konseling juga memiliki peranan yang cukup besar dalam hal memotivasi siswa, guru BK secara berkelanjutan memberikan penyuluhan dan motivasi kepada siswa baik secara perorangan (individu) maupun secara kelompok.

13. Perubahan strategi atau metode belajar sesuai dengan kondisi nyata peserta didik. Saat ini, metode belajar yang populer di Indonesia dikenal dengan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Aktif artinya ketika proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif untuk bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Inovatif artinya bagaimana guru menciptakan pembelajaran yang bisa membuat siswanya berpikir bahwa learning is fun, sehingga tertanam didalam pikiran siswanya tidak akan ada lagi perasaan tertekan dengan tenggat waktu pengumpulan tugas dan rasa bosan tentunya. Kreatif artinya agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Efektif artinya bagaimana guru mampu menciptakan apa yang harus dikuasai oleh siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung tanpa menyia-nyiakan waktu. Dan Menyenangkan artinya suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi.

14. Penggunaaan media belajar yang inovatif, yang mampu menarik perhatian dan memotivasi siswa. Penggunaan perangkat tambahan seperti LCD Projector atau OHP selain merupakan sarana untuk mempermudah penyampaian guru juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan perhatian belajar siswa. Sebab ada siswa yang mampu belajar cepat secara audio visual dan non audio visual.

15. Orang tua, dalam hal ini memiliki peranan yang paling penting dalam memotivasi anaknya. Sebab sebagian besar waktu yang dihabiskan anak setelah sekolah yaitu di rumah. Setiap orang tua memiliki cara yang berebeda-beda dalam hal memotivasi anak-anaknya. Ada orang tua yang menunjang anaknya dengan sarana pelengkap belajar seperti pengadaan komputer, buku referensi, maupun peralatan tambahan yang mampu digunakan untuk mengakses internet. Adapula orang tua yang memberikan motivasi atau dorongan kepada anak-anaknya melalui nasehat-nasehat, penggunaann model, dan lain sebagainya.

16. Masyarakat, dalam hal ini peranannya dalam menciptakan lingkungan yang kondusif, aman, nyaman dan tenteram. Seminimal mungkin tidak menciptakan suasana buruk yang bisa mempengaruhi bahkan merubah mental anak. Melakukan aksi-aksi yang dapat merubah tatanan paradigma dalam kehidupan bermasayarakat, sehingga dapat mengubah cara pandang anak terhadap cara berperilaku. Lingkungan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting, bagaimana lingkungan memciptakan suasana bahwa siswa tidak hanya merasakan suasana belajar di dalam lingkungan sekolah, tetapi juga merasakannya di dalam lingkungan sekitar. Contohnya, Jogjakarta dan Malang merupakan kota dengan tujuan Pelajar dan Mahasiswa terbanyak. Kita bisa melihat bagaimana masyarakatnya menjaga kondusifitas suasana lingkungannya dan menjaga seminimal mungkin agar pelajarnya merasa bahwa lingkungan saya mendukung untuk belajar dan saya harus belajar, karena tidak ada masyarakat yang akan memberikan pengaruh buruk terhadap mereka.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari ciri khusus yang dimiliki peserta didik, maka gaya belajar anak dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Gaya belajar visual.
2. Gaya belajar auditori.
3. Gaya belajar kinestetik.

Ketiga gaya belajar tersebut memiliki ciri-ciri yang dapat diamati oleh seorang pendidik.

Untuk membantu guru dalam mengajar peserta didik dengan gaya belajar yang berbeda, maka guru harus tahu ciri-ciri setiap anak yang memiliki gaya belajar yang berbeda tersebut.

Adapun ketiga ciri gaya belajar anak tersebut adalah sebagai berikut :

1. Gaya belajar visual, yaitu seorang anak yang memiliki gaya belajar visual ditandai dengan ciri-ciri perilaku belajar diantaranya : lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar.

2. Gaya belajar auditori, yaitu seorang anak yang memiliki gaya belajar yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Jika membaca maka lebih senang dengan suara keras,
b. Lebih senang mendengarkan daripada membaca,
c. Sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja,
d. Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik,
e. Dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara,
f. Mengalami kesulitan untuk menulis sesuatu, tetapi sangat pandai dalam menceritakannya,
g. Berbicara dengan irama yang terpola dengan baik,
h. Berbicara dengan fasih,
i. Lebih menyukai seni musik dibandingkan dengan seni lainnya,
j. Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat,
k. Senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar.

3. Gaya belajar kinestetik, yaitu anak yang yang memiliki gaya belajar dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berbicara dengan perlahan,
b. Menanggapi perhatian fisik,
c. Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka,
d. Berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain,
e. Banyak gerak fisik,
f. Belajar melalui praktik langsung,
g. Nenyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan secara fisik.

Kesulitan belajar dapat didefinisikan sebagai berikut :

(1) Peserta didik dikatakan mempunyai masalah belajar jika ia tidak memenuhi harapan yang disyaratkan oleh sekolah,

(2) Masalah belajar timbul jika peserta didik berperilaku berada di bawah teman-temannya,

(3) Kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh anak yang berintelegensi rendah, melainkan bisa terjadi pada mereka yang berintelegensi tinggi.

Untuk mengidentifikasi kesulitan belajar seperti yang didefinisikan di atas, kita bisa melihat dari tingkah laku atau gejala yang nampak sebagai indikasi bahwa anak mempunyai kesulitan belajar, yaitu :
a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah/dibawah rata-rata teman sekelasnya,
b. Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan,
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar,
d. Menunjukkan sikap kurang wajar seperti menyendiri, melamun, menggigit jari, mengompol, terisak-isak dan sebagainya,
e. Menunjukkan tingkah laku menentang sekolah, seperti membolos, tidak mengerjakan tugas/PR, tidak mau bekerja sama, membawa senjata tajam, komik, tidak mau memakai sepatu dan sebagainya.

Sehingga didapatkan sumber dari beberapa ranah yaitu:
a. Kesulitan belajar yang bersumber dari ranah kognitif (ranah cipta), antara lain karena rendahnya kapasitas intelektual / intelegensi peserta didik,
b. Bersumber dari ranah afektif (ranah rasa) antara lain emosi labil, pembentukan sikap yang salah, perasaan bersalah yang berlebihan dan tidak mempunyai gairah hidup,
c. Bersumber dari aspek psikomotorik, antara lain seperti terganggunya organ psikomotorik seperti gangguan pada tangan-kaki, penglihatan dan pendengaran sehingga gerak motoriknya menjadi terganggu.

Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak seumuran dan tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak atau siswa terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan yang serampangan, seperti berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang lebih tua, sering membuat kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat.

B. SARAN

Siswa hendaknya memiliki semangat dan motivasi belajar yang lebih tinggi dengan cara belajar yang disiplin, disisi lain seorang pendidik perlu membangkitkan semangat dan motivasi siswa dalam belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Sadirman, interaksi dan motivasi Belajar-Mengajar (Jakarta : Rajawali pers, 2014, 21

Syafni Elgi, Syukur Yarmis, dan Ibrahim Indra. Masalah Belajar Siswa Dan Penanganannya. Padang : Konselor Jurnal Ilmiah Konseling, Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Pendidikan.Universitas Negeri Padang.2013

Sri Mulianti,Eli. Masalah-masalah Belajar Dan Solusinya. Madiun : STAINU.tanpa tahun.

Datulengken,Nurti. Faktor-faktor yang Menjadi Penyebab Masalah Belajar Siswa . Makassar : Unimerz. 2021.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar